Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 359 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kornelis Dehotman
"Tesis ini membahas tentang Kebijakan Kepemilikan Tunggal Perbankan yang merupakan salah satu penjabaran dari Arsitektur Perbankan Indonesia. Penulisan tesis ini dilakukan menggunakan data sekunder dengan metode yuridis-normatif. Kebijakan Kepemilikan Tunggal Perbankan yang di keluarkan oleh Bank Indonesia dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia PBI Nomor 8/I6/PBI/2006, TLN 4642 dimana dalam Kebijakan Kepemilikan Tunggal Perbankan ini mewajibkan pemilik saham pengendali bank yang sama pada dua bank berbeda untuk memilih opsi divestasi, merger konsolidasi maupun mendirikan bank holding company. Pemilihan salah satu opsi menimbulkan benturan dengan undang- undang tentang Perseroan Terbalas dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Kebijakan Kepemilikan Tunggal Perbankan diharapkan memperkuat industri perbankan nasional serta menjadi jawaban atas banyaknya pemilik saham pengendali yang memanfaatkan posisinya untuk berbuat yang merugikan kondisi perbankan nasional.

This Thesis discuss about single presence policy which implemented from the Indonesian banking architecture. The written of this Thesis using secondary data with the normatif -yuridis method. The single presence policy that issued by Bank of Indonesia in the form of The regulation Bank of Indonesia Number 8/ 16/PBI/2006, TLN 4642 that obligated the ultimate shareholder which become ultimate in two different bank should pick an option, whether to divest, merger consolidation or make a holding company. The choice of an option is not unfit with the company law and the law of monopoly. This policy expected to stronger the banking industry and became the answer for many ultimate shareholder that misuse the ultimate position and make loss the national banking industry."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T25712
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Amita Handayani
"ABSTRAK
Kredit mikro adalah pinjaman dalam jumlah kecil yang biasanya ditujukan untuk masyarakat dengan ekonomi kelas menengah ke bawah. Dalam memberikan kredit mikro, Bank BRI menggunakan perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh pihak bank, dan tidak menggunakan akta notariil. Akan tetapi, walaupun perjanjian antara bank dan nasabah dibuat dengan perjanjian dibawah tangan, tetapi selanjutnya dalam perjanjian tersebut, dilakukan proses legalisasi atau waarmerking. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai penerapan legalisasi dan waarmerking perjanjian kredit mikro pada Bank Rakyat Indonesia Unit Karang anyar dan kekuatan hukum perjanjian kredit yang telah dilakukan proses legalisasi dan waarmerking. Metode penelitian yang dipakai adalah yuridis normatif dengan pendekatan analitis dan analisa data dilakukan secara deskriptif. Hasil analisa adalah bahwa legalisasi dan waarmerking hanya mempunyai kekuatan pembuktian formal artinya bila tandatangan pada akta itu diakui, yang berarti pernyataan yang tercantum dalam akta itu diakui kebenarannya Formal artinya terjamin kebenaran atau kepastian tanggal dari akta itu, kebenaran tandatangan yang terdapat dalam akta itu, identitas para pihak yang hadir dan juga tempat dimana akta itu dibuat. Akan tetapi surat dibawah tangan walaupun telah mendapat legalisasi ataupun waarmerking dari notaris tetaplah merupakan surat yang dibuat dibawah tangan, akan tetapi kekuatan pembuktiannya masih lebih baik dibandingkan dengan surat dibawah tangan yang tidak di legalisasi ataupun yang tidak di waarmerking.

ABSTRACT
Microcredit is a small loan that is usually intended for people with a lower middle class economy. In providing microcredit, Bank BRI uses credit agreements made by the bank itself, and does not use notariil deed. However, even though the agreement between the bank and the customer is made under a non notariil deed, but subsequently in the agreement, a legalization or waarmerking process is carried out. The problems raised in this study are regarding the application of legalization and waarmerking of micro credit agreements at the Bank Rakyat Indonesia unit Karang Anyar and the legal power of credit agreements that have been carried out by the legalization and waarmerking process. The research method used is normative juridical with analytical approach and data analysis carried out descriptively. The results of the analysis are that legalization and waarmerking only have the power of formal proof, meaning if the deed on the deed is recognized, which means that the statement stated in the deed is recognized as Formal means guaranteed the truth or certainty of the deed, the validity of the signature contained in the deed, identity the parties present and also the place where the deed was made. But the non notariil deed even though it has been legalized or waarmerking from a notary is still a non notariil deed, but the strength of proof is still better than the non notariil deed that is not legalized or not waarmerking.

 

 

"

2019
T53494
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Yunus Affan
"ABSTRAK
Bagaimanapun juga peri kehidupan manusia itu berputar di sekitar
kepentingannya dan lingkungan hidupnya. Secara alamiah setiap manusia memiliki
kecenderungan untuk terus memenuhi kebutuhan hidupnya baik sesaat dan juga jangka
panjang. Seiring dengan itu, sebagian manusia dikodrati dengan daya kreasi dan
kreativitas yang tinggi sehingga berkemampuan untuk menciptakan sesuatu yang
berguna untuk meningkatkan taraf kehidupan, meskipun disadari pula bahwa hanya
sebagian kecil manusia yang memiliki keunggulan untuk memproduksi barang-barang
untuk keperluan kehidupan. Sementara itu, sejumlah besar lainnya hanya mampu
menikmati langsung produk-produk yang diciptakannya itu. Dalam keadaan demikian
lahirlah sebuah siklus yang saling menentukan antara satu sama lainnya, yang hingga
kini lebih dikenal dengan istilah produsen di satu sisi dan konsumen pada sisi lainnya.
Kepentingan konsumen memang merupakan titik sentral perhatian konsumen. Betapa
tidak, hampir seluruh kegiatan seorang individu konsumen, dengan memeras otak, dana
dan tenaga sepanjang hampir seluruh usianya adalah untuk memenuhi tanggung
jawabnya pada keluarga dan rumah tangga. Suatu hal yang tidak adil apabila hasil jerih
payahnya yang ia peroleh dengan membanting tulang dan pikiran, sirna begitu saja
karena barang atau jasa ia peroleh tidak bermanfaat (karena mutu tidak sesuai dengan
informasi yang ia terima, kurang dalam volume, atau bahkan mengandung cacat tertentu
yang menyebabkan ia dapat bukan saja kehilangan harta bendanya tetapi mungkin pula
jatuh sakit atau kehilangan jiwanya).
Bagi Indonesia, negeri yang mayoritas muslim ini (85%), belum menemukan format
yang pasti. Konsumen muslim masih diwarnai ketidakpastian apakah suatu produk
makanan dan minuman yang dikonsumsinya benar-benar halal, atau justru mengandung
unsur haram. Kalaupun muncul format, sayangnya, sepertinya bukan hanya sekedar
untuk melindungi konsumen (muslim) secara umum, tetapi justru ada interest lain yang
sangat dominan, yaitu dengan munculnya Surat Keputusan Menteri Agama (SK Menag)
Nomor 518 Tahun 2001 tanggal 30 Nopember 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara
Pemeriksanaan dan Penetapan Pangan Halal; SK Menag Nomor 519 Tahun 2001 tanggal
30 Nopember 2001 tentang Lembaga Pelaksana Pemeriksa Pangan Halal; dan SK
Menag Nomor 525 Tahun 2001 tanggal 10 Desember 2001 tentang Penunjukan Perum
Peruri sebagai Pelaksana Pencetakan Label Halal. Hal ini menimbulkan kotroversi, di
satu sisi pihak pemerintah dengan Stikerisasi Label Halal bermaksud melindungi
konsumen Muslim dari produk makanan dan minuman dalam kemasan dari produk
pangan yang tidak halal, tetapi di satu sisi kalangan DPR, Lembaga Swadaya
Masyarakat, pengusaha, dan masyarakat lainnya merasa keberatan dengan alasan dari
legalitas, teknis pelaksanaan, biaya tinggi, tidak kompetitif, dan sebagainya.;"
2003
T37725
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Refani Anwar Azis
"Perbedaan pandangan dan keraguan mengenai independensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) apakah merupakan suatu lembaga yang independen atau tidak, dapat menganggu pelaksanaan tugas dan fungsi OJK sebagai pengatur dan pengawas industri jasa keuangan sektor perbankan di masa depan. Keraguan ini timbul karena eksistensi wakil pemerintah dan BI di dalam susunan anggota Dewan Komisioner OJK serta anggaran OJK yang bersumber dari Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.
Penelitian ini mengkaji mengenai bagaimanakah independensi OJK dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap perbankan dan bagaimanakah tanggung jawab hukum OJK sebagai lembaga yang independen dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya melakukan pengaturan dan pengawasan perbankan.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menganalisis teori-teori dalam hukum perbankan dan menganalogikan independensi OJK terhadap BI sebagai bank sentral, maka dapat disimpulkan bahwa OJK memiliki independensi yang terbatas karena secara institusi, fungsi, keuangan dan organisasi masih ada keterkaitan dengan Pemerintah dan parlemen (DPR) dan juga tanggung jawab OJK sebagai lembaga yang independen adalah bahwa OJK wajib dengan penuh tanggung jawab dalam menjalankan setiap tugas, wewenang, dan anggarannya secara transparan serta memenuhi akuntabilitas publik.

Different views and doubts about the independence of the Authorities Financial Services (OJK) is an independent institution or not, may interfere with the duties and functions of OJK as the regulator and supervisor of the banking sector of the financial services industry in the future. Doubt is arises due to the existance of government and central bank representatives in the composition of the OJK Board of Commissioners and the OJK budget which sourced from the national budget (APBN) and/or collection fees from the parties conducting activities in the financial services sector.
This study examines how the OJK independence implement its functions and duties to conduct regulation and supervision of banking and OJK legal responsibilities as an independent institution implement its functions and duties do the regulation and supervision of banks.
This research is legal normative research which analyze theories in banking law and analogize OJK independence to BI as the central bank, it can be concluded that the OJK has a limited independence due to its institution, function, finance and organization are still related with the Government and the Parliament (DPR) and also OJK responsibility as an independent institution is that OJK responsible in carrying out every duties, authority, and budgets in a transparent and meet the public accountability.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Herawati
"Prinsip dasar restrukturisasi kredit memberi kesempatan agar debitur dapat bangkit kembali dalam berusaha sehingga di masa yang akan datang usahanya dapat kembali pulih. Konsep one obligor pada dasarnya menghendaki penerapan kualitas yang sama untuk penyediaan dana yang digunakan untuk membiayai satu debitur yang memperoleh beberapa fasilitas kredit. Spirit regulasi ini adalah agar bank dapat melakukan penilaian kualitas aktiva setepat mungkin, dan dengan demikian hal ini juga merupakan bentuk peningkatan kualitas manajemen risiko bank.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan konsep one obligor dalam proses restrukturisasi kredit debitur Bank BTN serta bagaimanakah pelaksanaan penyelamatan kredit dalam proses restrukturisasi kredit melalui eksekusi barang jaminan milik debitur one obligor. Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan konsep one obligor dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit bagi debitur bank BTN telah memenuhi ketentuan-ketentuan restrukturisasi kredit yang ditetapkan berdasar ketentuan internal Bank BTN maupun ketentuan eksternal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam hal eksekusi barang jaminan milik debitur one obligor diberlakukan ketentuan cross collateral yaitu collateral atau agunan yang dijaminkan oleh debitur untuk suatu proyek meskipun kolektibilitasnya lancar namun dapat dieksekusi dan hasil eksekusinya dipergunakan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur.

The basic principle of credit restructuring is in order to allow the debitor to get back in business so that in the future, it is can be recovered. The concept of one obligor essentially requires to the application of the same quality for the funds provision that is used to finance a debitor who obtained several credit facilities.The spirit of regulation is so that the bank can do evaluation to the asset quality as precisely as possible, and thus it is also as the improvement of the form of bank risk management quality.
The issue of this thesis is how the application of the concept of one obligor under the loan restructuring debitor of BTN and how the implementation of the loan rescue in the credit restructuring process through the execution of collateral owned by the one obligor debitor. The type of research that the author used in this research is the normative juridical that is analyzed qualitatively.
The results show that the application of the concept of one obligor in the implementation of the credit restructuring of BTN Bank has fulfilled the terms of the loan are set based on the restructuring of the internal regulations of BTN bank and the external provisions are stipulated by Bank Indonesia. In the terms of collateral execution owned by one obligor debitor are enacted to the provisions of cross collateral, the collateral that is pledged by the debitor to a project eventhough its collectibility is smooth but can be executed and the result of execution is used to repay all the obligations of debitor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32778
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Hartadi Kurniawan
"ABSTRAK
Tesis ini membahas Upaya Penanganan Kredit Bermasalah pada BPR dengan menggunakan skema Asuransi Kredit. Dalam UU No.10 Tahun 1998 dijelaskan bahwa Bank Perkreditan Rakyat atau BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga yang mempunyai wewenang untuk melaksanakan fungsi intermediasi, Bank Perkreditan Rakyat selain menghimpun dana nasabah, juga melaksanakan fungsi memberikan kredit kepada nasabah sesuai dengan kemampuan membayar kembali nasabah. Pengertian lain dari kredit dalam kegiatan perbankan merupakan kegiatan usaha yang paling utama, karena pendapatan terbesar dari usaha bank berasal dari pendapatan kegiatan usaha kredit yaitu berupa bunga dan provisi. Latar Belakang dari Penulisan ini adalah bahwa pada saat ini Bank Indonesia mengeluarkan peraturan yang terkait dengan pencadangan aktiva produktif yang tidak memperhitungkan sama sekali nilai agunan BPKB yang sudah didaftarkan ke lembaga fidusia ketika kredit nasabah bermasalah, sehingga menimbulkan problem terhadap pencapaian kinerja BPR. Dalam memberikan kredit kepada nasabah oleh BPR, hampir selalu terjadi terdapatnya nasabah yang kurang lancar atau gagal membayar kembali dalam pembayaran cicilan kreditnya.Oleh karena itulah terdapat metode agar BPR menggunakan metode atau skema asuransi kredit pada setiap pencairan kredit untuk nasabah. Permasalahan adalah bagaimana upaya BPR dalam menangani kredit bermasalah serta upaya penyelesaian kredit macet melalui skema asuransi. Metode Penelitian dalam tesis ini adalah Tipe Penelitian Hukum Normatif. Oleh karena itulah kesimpulan dari penulisan tesis ini adalah perlu dibuat suatu aturan mengenai perlindungan segala resiko kredit pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) baik yang sudah berjalan seperti Asuransi Kredit, Jiwa, Kendaraan dan lain-lain maupun yang belum terealisasi yaitu Asuransi terhadap kredit yang dikeluarkan Bank Perkreditan Rakyat apabila si nasabah BPR melakukan tindak kejahatan baik yang belum dijatuhi putusan pidana ataupun sudah dijatuhi putusan pidana.

ABSTRACT
This thesis discusses Efforts to Handle Problematic Loan on BPR by using Credit Insurance scheme. In Law No. 10 Year 1998 explanined that Bank Perkreditan Rakyat (BPR) is a bnk which implement business activities conventionally or based on sharia principle that in its activities BPR does not give service in payment traffic. In implementing its functions as institution which has authority to implement intermediate function, Bank Perkreditan Rakyat in addition to collect fund from customers, also carry out function to give credit to customers in accordance with ability to repayment from customers. Other meaning from credit in banking activity is the main business activity because the biggest income from bank business comes from activity revenue of credit business, namely that Bank Indonesia issues regulation related to productive asset deposit that does not calculate at all collateral value of BPKB that has been registered to fiducia institution when customer credit is problematic, so it cause problem to reach BPR performance. In giving credit to customers by BPR, credit installment is always not current or fail to pay from customers. Therefore there is a method where BPR uses credit insurance method or scheme on every problematic credit payment. The problem is how BPR handles problematic credit as welll as efforts to settle bad debt through insurance scheme. Research method in this thesis is Normative Legal Research Type. Therefore conclusion from this thesis shall be made in a regulation concerning protection on all credit risks on Bank Perkreditan Rakyat (BPR) either on current Credit Insurance, Life, Vehicle or others or not yet realized, namely insurance to credit issued by Bank Perkreditan Rakyat if BPR customers do an illegal action either it has been punished or not yet."
2013
T32720
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, Junior Renhard B
"ABSTRAK
Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bertujuan untuk menjamin simpanan dana nasabah pada bank. Dalam pelaksanaannya terdapat permasalahan yaitu hilangnya penjaminan dana nasabah akibat nasabah menerima cashback yang diberikan bank. Pemberian cashback tersebut dapat menyebabkan hilangnya penjaminan atas simpanan nasabah. Tesis ini membahas dan menganalisis mengenai perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana penerima cashback PT. Bank IFI (BDL) dengan menggunakan studi kasus pada likuidasi PT. Bank IFI (BDL), serta untuk mengetahui upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan nasabah penyimpan dana penerima dana cashback PT. Bank IFI (BDL). Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, yaitu metode yang menitikberatkan penelitian dengan menggunakan data sekunder di bidang hukum yang terkait dengan cash back dan likuidasi bank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bank sebagai pelaku usaha memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi secara jelas dan lengkap tentang produk yang ditawarkan beserta risiko dalam produk tersebut. Dalam kasus PT. Bank IFI (BDL) nasabah merasa bahwa PT. Bank IFI tidak pernah menyampaikan kepada nasabah bahwa pemberian cashback mengakibatkan hilangnya penjaminan nasabah. Untuk mendapatkan kembali hak-haknya, UU LPS dan UU Perlindungan Konsumen memberikan perlindungan hukum kepada nasabah yaitu berupa kesempatan untuk melakukan pengajuan keberatan kepada LPS, mediasi melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan upaya terakhir adalah melakukan gugatan kepada lembaga peradilan.

ABSTRACT
Establishment of the Deposit Insurance Agency (LPS) aims to ensure customer funds on bank deposits. In practice there are problems due to loss of funds guarantee customers receive the cashback given bank. Giving cashback can cause the loss of the guarantee of customer deposits. This thesis discusses and analyzes the legal protection provided to depositors receiving cashback PT. IFI Bank (BDL) by using a case study on the liquidation of PT. IFI Bank (BDL), as well as to know the legal measures that can be done depositors beneficiary cashback PT. IFI Bank (BDL). The study was conducted with the normative method, a method that emphasizes research using secondary data in the areas of law related to the liquidation of the bank and cash back. The results showed that the bank as businesses have an obligation to present a clear and complete information about the products offered and the risk in the product. In the case of PT. IFI Bank (BDL) customers feel that PT. Bank IFI never convey to customers that giving cashback result in loss of customer assurance. To regain their rights, LPS Act and the Consumer Protection Act provides legal protection to customers in the form of opportunities for filing objections to the LPS, mediation through the Dispute Settlement Board Consumer and final attempt is suing the judiciary."
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Citra Nugraheni
"Tindak pidana pencucian uang adalah suatu kejahatan yang disamping dapat sangat merugikan masyarakat juga sangat merugikan negara karena dapat merusak stabilitas perekonomian nasional serta dapat meningkatkan berbagai kejahatan lainnya. Penegakan hukum terhadap kegiatan pencucian uang ini selain dengan telah ditetapkannya undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang mana diubah dengan undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan kemudian saat ini telah diganti dengan undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, juga dilakukan dengan proses penyidikan, penuntutan dan persidangan di pengadilan yang pada akhirnya berujung pada sebuah putusan hakim. Penelitian ini adalah penelitian penelitian hukum doktrinal (normatif) dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa Putusan Pengadilan (hakim) dianggap penting bagi para pencari keadilan, masyarakat, korban, pelaku dan juga bagi negara. Dalam bidang perekonomian penegakan hukum melalui putusan Pengadilan (hakim) ini sangat berpengaruh, putusan pengadilan (hakim) yang dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat dan para pihak dapat mempengaruhi minat para investor yang ingin menanamkan modalnya di suatu negara. Penegakan hukum melalui putusan hakim ini dibuat berdasarkan penafsiran yang berbeda-beda antara hakim yang satu dengan yang lainnya, perbedaan ini disebabkan banyaknya faktor-faktor (internal dan eksternal) yang dapat mempengaruhi hakim dalam membuat sebuah putusan, khususnya masalah tindak pidana pencucian uang.
Pada hakikatnya hakim memiliki kemandirian yang penuh dalam menjatuhkan putusan namun kemandirian tersebut haruslah dengan mengusahakan menjalankan profesinya dengan baik agar walaupun tidak dapat menciptakan suatu keadilan seratus persen mutlak tetapi setidaknya ia dapat memuaskan para pencari keadilan dengan alasan dan pertimbangan yang rasional dan bijaksana. Perbedaan penafsiran beserta faktorfaktor yang mempengaruhi hakim tersebut mengakibatkan pula terjadinya disparitas hukuman dalam putusan hakim yang mana sampai saat ini menjadi suatu permasalahan. Masalah disparitas ini tidak dapat dihilangkan, yang dapat dilakukan adalah meminimalisir disparitas tersebut agar tercipta keadilan yang dianggap serasi bagi masyarakat, pencari keadilan, korban dan pelaku itu sendiri.

Money Laundering is a crime which injures not only the society, but also injures the state interest because it could undermine the stability of national economy and could give birth to another crimes. The law enforcement on money laundering has been done by promulgating The Law No. 15 Year 2002 concerning Money Laundering, which had been revised by The Law No. 25 Year 2003 and the latest by The Law No. 8 Year 2010 concerning The Prevention and The Elimination on Money Laundering, investigating, prosecuting, and commencing trial by the court on Money Laundering which later ended up with a court decision. This research is a doctrinal (normative) research which takes qualitative-descriptive analysis.
This research concludes that court (judges) decisions are considered importantly by justice seekers, societies, victims, offenders, and also the state. In the economic sector, the law enforcement through Court (judges) Decisions are influential significantly, court decisions which are considered unreflective of the sense of justice of the society and the concerned parties could affect the pretension of the investors to invest in a country. The law enforcement through court decisions are made by varying interpretations among the judges. These variations are caused by some factors (internal and external) which can affect judge in decision making process, this also occurs in money laundering cases.
Fundamentally, a judge is at full independent when making a decision, even though his independent must be taken coherently to the noble profession of the judge so that he can satisfy the justice seekers, rationally and wisely. Different interpretation along with the judge affecting factors also constitute disparities of sentence on court decisions, which until now still remain a problem. This problem cannot be eliminated, but can be minimized so that a harmonious justice for the societies, justice seekers, victims, and the offenders themselves, can be achieved.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35433
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nidi Marchilia
"ABSTRAK
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk mengembangkan usahanya sering
mengikat perjanjian kredit dengan bank. BUMD memberikan jaminan bisa berupa
sewa guna bangunan atau hak pakai tanah negara apabila sudah diperjanjikan
terdahulu oleh kedua belah pihak. BUMD bisa dipailitkan karena telah memenuhi
Pasal 2 UU No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran
Piutang. Dalam hal ini, BUMD dilelang bukan di Pantia Urusan Piutang Negara
melainkan kepailitan diserahkan kepada hukum acara perdata karena BUMD
merupakan badan hukum privat yang pengaturan menggunakan Undang-Undang
Perseroan Terbatas. Dalam hal ini yang menjadi kendala pada saat pembagian
hasil penjualan aset debitor terutama hak kreditor separatis ketika kurator telah
memasukan klasul beban gaji pegawai 2008-2009 dan sewa hak pakai atas tanah
perusahaan daerah Bali kedalam boedel pailit. Seharusnya, kurator hanya
memasukan beban sewa kedalam boedel pailit bukan dengan menambah beban
gaji pegawai perusahaan daerah Bali kedalam boedel pailit. Ketetapan Mahkamah
Agung No.123/Kasasi/PDT.Sus/2010 harus batal demi hukum karena dalil yang
diajukan Pengadilan Niaga Surabaya sudah batal demi hukum. Terakhir,
Ketetapan Mahkamah Agung No.150/Peninjauan Kembali/PDT.SUS/2011 yang
diajukan oleh kreditor konkuren dengan bukti baru bahwa pembagian sisa hasil
lelang tidak dibagikan berdasarkan prinsip secara prorata. Dengan demikian,
kreditur separatis tidak mendapatkan perlindungan yang wajar sesuai Pasal 60
Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Peristiwa hukum tersebut melahirkan penelitian
yang menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Penelitian tersebut
ditopang dengan pengumpulan data yang diperoleh dari kepustakaan yang
dituangkan kedalam deskritif analisis. Menurut hasil penelitian ternyata
penyelesaian masalah kreditor separatis bisa ditangguhkan dengan cara title
eksekutorial yang berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang No.4 Tahun 1996
Tentang Hak Tanggungan dan penyelesaian masalah kredit perbankan bisa
melalui pengambil alihan agunan sesuai Pasal 12 A Undang-Undang No.10 Tahun
1998 Tentang Perbankan. Setelah ada keseimbangan antara peraturan hak
tanggungan dengan peraturan perbankan kemungkinan bisa memprioritaskan
kedudukan kreditor separatis sesuai Pasal 55 Undang-Undang No.37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

ABSTRACT
If a Local Government Owned Enterprise (LGOE) willing to expand its business,
they must bind credit agreement with the bank. The LGOE can guarantee rent
buildings or land use rights if the state had earlier agreed by both parties. LGOE
can be bankrupted if it meet article 2 of the law No.37 in 2004 years on
bankruptcy and suspension of payment accounts. In this regard, enterprises are
auctioned instead trustee, state receivables affairs bankruptcy but handed over to
civil procedural law as a legal entity of private enterprises. That using the
company’s Act Limited debt owned enterprises was the non-government
accounts. In the case, the constrained goes on the distribution of assets from the
sale of public enterprises where separatist creditor’s did not get benefit from off
property debitor. Therefore could to include from mistake of the curator while
calculated of obligation debitor. Properly devide not salary of employee from
assets debitor for separatist creditor’s. As what is true in decision Supreme Court
No.123/Apple/Privat /2010, curator had counted clausul of salary employee in
2008 - 2009 Bali of Local Goverment Enterprises to listing bankruption. The
Underlying principle of the curator because of Abadi Persada Nusantara company
was done of rent agreement about soil of right utility to Bali of Local
Government. Consequently, what happens next are burdens of rent and salary of
employee Bali of Local Goverment. This decision could been invalid law because
this case was canceled of comersial law court in Surabaya. Last of creditors with
novum as sharing production did not agree principle secured prorata. As a result
is separtist creditor’s do not get protection whom real matching on arcticle 60 of
Act No. 37 of 2004 in Bankrupt and Suspension Payment Account. Law events
mentioned above spawned research using normative judicial approach. The
reasearch was supported by collection of data obtained from the literature which is
poured into a descriptive analysis. According to results of research it turns out the
problem solving separatist creditor’s possibly suspended by way of the title
executor based on article 20 of Act No.4 of 1996 in dependents right and the
settlement of bank could take out the guarantee with it self on article 12 A Act
No.10 of 1998 in Bank. When there is balance between guarantee regulation and
banking regulation could prioritize separatis creditor’s position matching on
Article 55 of Act No. 37 of 2004 in Bankrupt and Suspension Payment Acccount."
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>