Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wea, Klaudius Adriyanto Ligo
Abstrak :
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan Undang-undang perkawinan nasional yang berlaku bagi semua golongan, suku bangsa dan agama, tetapi pada kenyataannya telah terjadi diskriminasi pada penganut agama Khonghucu yang tidak dapat dicatatkan perkawinannya karena dikatakan oleh Kantor Catatan Sipil Surabaya, Khonghucu bukan merupakan agama yang diakui oleh negara. Permasalahan yang dianalisis dalam penulisan ini antara lain adalah apakah khonghucu merupakan agama yang diakui di Indonesia dan kedudukan khonghucu dalam pencatatan perkawinan. Dengan adanya penjelasan pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang menyatakan bahwa Khonghucu adalah salah satu agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia, maka apabila ada perkawinan yang dilangsungkan menurut agama Khonghucu, seterusnya perkawinan tersebut harus diakui pula keabsahannya oleh hukum Negara dengan dicatat menurut peraturan yang berlaku. Tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif dan metode deskritip analistis serta data yang digunakan adalah data sekunder. Khonghucu seharusnya dapat disebut agama dengan melihat kepada berbagai perspektif yaitu, perspektif teologik dan perspektif yuridis. Agar pemerintah lebih memperhatikan permasalahan-permasalahan yang akan timbul dalam pelaksanaan perkawinan di Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16298
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Herdianti
Abstrak :
Perkawinan campuran yang dilaksanakan di Indonesia akan sah apabila mengikuti aturan dalam Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta ketentuan-ketentuan dalam peraturan pelaksanaanya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bagaimana status/kedudukan anak yang dilahirkan dalam perkawinan campuran berdasarkan Undang-Undang Perkawinan. Akibat hukum apa yang akan terjadi pada anak yang lahir dari perkawinan campuran apabila hubungan kedua orang tuanya berakhir dengan perceraian. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Jenis data yang digunakan data sekunder. Metode analisis penelitian adalah metode kualitatif sehingga menghasilkan data yang evaluatif analisis. Sahnya suatu perkawinan akan mengakibatkan anak yang lahir dalam atau sebagai akibat dari perkawinan tersebut juga menjadi anak yang sah. Perceraian pada perkawinan campuran yang dilaksanakan menurut Undang-Undang Perkawinan, mengikuti ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan serta ketentuan-ketentuan dalam peraturan pelaksanaannya. Akibat perceraian pada perkawinan campuran, selain menyangkut masalah hubungan terhadap istri/suami dan harta bersama, juga menyangkut masalah pengasuhan anak, di mana hukum anak yang dilahirkan dari atau dalam perkawinan campuran akan mengikuti hukum kewarganegaraan ayahnya. Akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian pada kedua orang tua tidak mengakibatkan berakhirnya kekuasaan orang tua tapi menimbulkan pengasuhan terhadap anak. Pengaturan dan penerapan di bidang perkawinan khususnya masalah pengasuhan anak apabila terjadi perceraian pada perkawinan campuran harus dibuat lebih sempurna lagi yang tidak memberatkan pihak ibu apabila hak pengasuhannya berada di tangan ibu. Pengetahuan para penegak hukum di lembaga-lembaga peradilan khususnya peradilan agama harus lebih ditingkatkan lagi sehingga para hakim dapat menciptakan temuan hukum yang dalam penerapannya tidak akan mendapatkan kesulitan apabila terjadi perkawinan antara mereka yang berbeda kewarganegaraan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16326
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophian Syah
Abstrak :
Tujuan Penelitian ini adalah : Dalam penelitian ini diberikan gambaran mengenai pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di masyarakat mengenai poligami yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil dan akibat hukumnya. Contoh kasus dalam penelitian ini adalah penyimpangan yang terjadi di Kolaka, Sulawesi Tenggara, sebagai akibat kurang konsekuensinya Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan aparat pelaksananya di dalam mentaati Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai penyebab terjadinya poligami di dalam kehidupan Pegawai Negeri Sipil, serta mengenai pengaturannya di dalam Peraturan Pemerintah, dan juga mengenai upaya hukum yang harus dilakukan agar pelaksanaan poligami bagi Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat sesuai dengan hukum yang berlaku. Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan adalah bahwa penyebab terjadinya poligami khususnya bagi Pegawai Negeri Sipil adalah karena isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya dan karena tidak dapat melahirkan. Penelitian ini menggunakaia metode penelitian lapangan dan metode penelitian kepustakaan. Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1983 sebagai lex spesialis dan Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 sebagai lex generalisnya, di dalam prakteknya ternyata masih banyak ditemukan adanya pelanggaran. Hal tersebut merupakan suatu kelemahan dari Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1983, di mana pada beberapa Pasalnya masih terdapat celah-celah yang dapat memberi peluang bagi Pegawai Negeri Sipil untuk melanggarnya. Maka Pemerintah menyempurnakan lagi beberapa Pasalnya yang dianggap masih lemah ke dalam ketentuan baru, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 1990, yang lebih bersifat mengikat dan memberikan kepastian hukum khususnya bagi Pegawai Negeri Sipil, selain itu untuk menghindari salah penafsiran dalam pelaksanaannya dan lebih menjamin rasa keadilan. Aparat yang berwenang memberi izin perkawinan tersebut dapat lebih meningkatkan disiplin dan tanggung jawabnya terhadap segala peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga dapat membantu Pemerintah dalam menegakkan segala peraturan perundang-undangan agar dapat dilaksanakan dengan baik oleh segenap masyarakat, dan akhirnya segala penyimpangan yang terjadi dapat dihilangkan, minimal dikurangi.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16327
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Okta Permana
Abstrak :
Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Perkawinan campuran merupakan perkawinan yang terjadi antara dua orang yang berbeda kewarganegaraan. Perbedaan kewarganegaraan antara kedua orang yang menikah tentunya akan menimbulkan suatu permasalahan hukum terkait dengan adanya perkawinan campuran tersebut. Pertama, bagaimanakah prosedur dan tata cara perkawinan campuran. Kedua, dalam hal perkawinan tersebut putus, aspek apakah yang terdapat dalam putusan hakim terkait dengan anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut. Kedua permasalahan tersebut diteliti dalam penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat deskriptif evaluatif dengan studi dokumen menggunakan data sekunder yang akan dianalisa secara kualitatif. Prosedur dan tata cara perkawinan campuran di Indonesia dilakukan menurut ketentuan dalam undang-undang nomor 1 Tahun 1974 dengan memperhatikan aspek-aspek Hukum Perdata Indonesia. Disamping itu, ketentuan Undang-Undang Kewarganegaran juga turut memberikan kontribusi dalam menentukan status kewarganegaraan anak yang lahir dari perkawinan campuran. Dalam hal perkawinan putus, maka hakim bisa memutuskan hak asuh anak kepada ibunya. Namun, status kewarganegaraan anak yang mengikuti ayahnya. Dalam hal ibunya warganegara Indonesia dan ayahnya warga Negara asing, maka anak yang masih dibawah umur berada dalam asuhan ibunya setelah orangtuanya bercerai akan menimbulkan masalah bagi si ibu. Dalam perkawinan campuran, seharusnya dibuka peluang yang sama besar bagi anak yang masih dibawah umur untuk ikut warganegara ayah atau ibu, bukannya secara otomatis ikut ayah. Sebaiknya anak dari perkawinan campuran yang masih dibawah umur diberikan kewarganegaraan ganda, agar dapat tinggal dengan bebas di Indonesia, tidak lagi dihantui oleh ketakutan untuk dideportasi keluar negeri dan bagi si ibu dapat dengan tenang mendidik dan memelihara anak di Indonesia, barulah setelah dewasa (berumur 18 Tahun) si anak dapat memilih kewarganegaraan yang ia kehendaki. Dalam perkawinan campuran, hak perempuan warganegara Indonesia, tidak sekalipun dapat dicabut, dikurangi atau dibatasi sebagai akibat dari perkawinan campuran.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Frully
Abstrak :
Penelitian mengenai putusnya perkawinan karena perceraian dan Perjanjian Penyerahan Rumah ini adalah merupakan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan tipe penelitian yang bersifat deskriptif dan evaluatif terhadap pelaksanaan Undang-undang Perkawinan jo Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan dan Buku Ketiga tentang Perikatan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Putusnya perkawinan karena perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilan dan dihadapan Hakim yang berwenang. Perceraian hanya dapat dilakukan apabila terdapat alasan-alasan yang diatur secara limitatip dalam ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Sebelum proses perceraian berlangsung Hakim wajib lebih dahulu mendamaikan kedua belah pihak. Apabila alasan untuk bercerai tidak termasuk dalam salah satu alasan yang diatur maka Hakim dapat menolak untuk menjatuhkan putusan cerai. Dalam putusnya perkawinan karena perceraian tidak ada peraturan yang melarang suami isteri yang akan bercerai mengadakan perjanjian yang berkaitan dengan harta benda yang dimiliki suami atau isteri sebelum terjadi proses perceraian. Perjanjian Penyerahan Rumah yang dibuat para pihak merupakan perikatan bersyarat karena pelaksanaannya ditangguhkan terhadap sesuatu hal yang akan terjadi. Perjanjian yang dibuat harus memenuhi keempat syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPer yaitu kata sepakat, cakap, hal tertentu dan sebab yang halal. Dalam Surat Tanda Penyerahan Rumah dinyatakan bahwa Misno akan menyerahkan rumahnya setelah putusan cerai mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Misno menolak menyerahkan rumahnya dengan alasan bahwa perjanjian telah ia batalkan sebelum jatuh putusan cerai. Perjanjian dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi salah satu syarat sahnya perjanjian. Karena Surat Tanda Penyerahan Rumah sah secara hukum maka sikap penolakan Misno merupakan tindakan wanprestasi.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16329
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anda Suhermiani
Abstrak :
Pada saat ini Perkawinan di bawah tangan marak terjadi di kalangan masyarakat kita, dalam hal ini perempuan merupakan pihak yang sangat dirugikan disebabkan tidak adanya kepastian hukum terhadap lembaga perkawinan dan menghambat efektifitas hukum yang berlaku serta akibat-akibat hukum yang timbul dalam perkawinan di bawah tangan. Yang menjadi pokok permasalahan dalam tesis ini adalah Bagaimana akibat hukum perkawinan di bawah tangan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 197/Pdt.G/1996/PN.Jkt.Ut, Apakah janji-janji yang dibuat sebelum perkawinan dapat dituntut dan bagaimana hak-hak istri dalam perkawinan di bawah tangan adalah merupakan masalah yang diteliti dalam tulisan ini. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian yang merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan studi kepustakaan. Data sekunder diolah secara kualitatif bersifat evaluatif. Kesimpulan diperoleh dengan menggunakan pola pikir induktif-deduktif. Hasil penelitian adalah bahwa masih banyaknya masyarakat yang melakukan perkawinan di bawah tangan tanpa mengetahui akibatnya, khususnya bagi perempuan sebagai pihak yang dirugikan tidak memperoleh perlindungan hukum dan kepastian hukum, sehingga masih banyaknya penyimpangan hukum yang terjadi, yang disebabkan tidak adanya sanksi yang jelas bagi para pelaku. Oleh karena itu Undang-Undang Perkawinan Nomor : 1 tahun 1974 agar disosialisasikan dengan baik dan benar sehingga tercipta suatu keadilan dan ketertiban dan masyarakat, dengan mematuhi paraturan Per-Undang-Undangan yang berlaku.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16480
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang Regina I.
Abstrak :
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan telah menciptakan unifikasi dibidang hukum perkawinan di Indonesia, yang diberlakukan bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berbeda-beda suku, agama, dan ras. Akan tetapi, dalam hal perkawinan yang dilakukan antara mereka yang berbeda agama, Undang-Undang Perkawinan hanya memberikan pengaturan yang berupa penyerahan sepenuhnya kepada hukum agama yang berlaku. Sehubungan dengan hal tersebut, dewasa ini sering terjadi pengakuan dan pencatatan atas perkawinan antara mereka yang berbeda agama, yang mana sesungguhnya perkawinan tersebut tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan mengenai yang berlaku. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis membuat penulisan mengenai permasalahan hukum dalam pencatatan perkawinan antara mereka yang berbeda agama dengan meninjau Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1400/K/Pdt/1986 mengenai perkawinan antara mereka yang berbeda agama. Dalam penulisan ini dibahas permasalahan mengenai syarat syarat sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan, dan mengenai sah/tidaknya pertimbangan Mahkamah Agung dalam memberikan putusan No. 1400/K/Pdt/1986 menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melakukan penulisan ini, penulis menggunakan metode pendekatan dengan menggunakan metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan pustaka atau yang disebut data sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai permasalahan yang dibahas, maka penulis berpendapat dan menyimpulkan bahwa perkawinan sah secara hukum apabila telah memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, serta dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehubungan dengan Putusan MA-RI No.1400/K/Pdt/1986, adalah tidak dapat dibenarkan karena perkawinan tersebut bertentangan dengan agama. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar lebih ditingkatkan lagi kesadaran hukum terhadap agama, dan peranan Kantor Catatan Sipil dalam menjalankan tugasnya.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Yasin
Abstrak :
Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spirituil dan materiil. (Penjelasan Umum,; angka 4 huruf a. UU No. 1 Tahun 1974). Kesejahteraan materiil yang sering juga disebut dengan "ekonomi keluarga" merupakan hal yang kongkrit karena terkait dengan kebendaan, sedangkan hukum tentang kebendaan itu berhubungan langsung dengan hukum kepemilikan. Pokok permasalahannya, bagaimana UU No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam masing-masing mengatur permasalahan hukum harta kekayaan perkawinan serta dalam hal apa sajakah perbedaan diantara keduanya. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kualitatif normatif dengan cara menganalisis peraturan perundan-gundangan dan buku-buku didukung oleh data primer, sekunder serta bahan hukum tertier dengan didukung oleh penelitian lapangan melalui observasi dan wawancara. Hasilnya ditemukan bahwa Pasal 35 UU Perkawinan mengatur bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama sedangkan harta bawaan, hadiah atau warisan berada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain, meskipun perjanjian perkawinan tetap dimungkinkan. Pengaturan tentang itu diatur lebih lengkap dan jelas dalam Buku I tentang Hukum Perkawinan; Kompilasi Hukum Islam pada pasal-pasal 85 sampai dengan 97. Pasal 87 ayat (1) sangat jelas menunjukkan sebagai upaya lebih memperjelas isi pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan, dengan cara melengkapi kata "tidak menentukan lain" menjadi"tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan". Perbedaan lain yang cukup- mendasar adalah dalam hal pembagian harta bersama bagi suami isteri yang bercerai atau salah satunya meninggal dunia. Jika dalam UU Perkawinan disebutkan bahwa harta bersama diserahkan kepada hukum masing-masing (Pasal 37) sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam dinyatakan dengan tegas bahwa harta bersama dibagi sama besar (Pasal 96 dan 97) serta ketentuan-ketentuan lainnya yang sangat mungkin terjadi pada kasus-kasus harta perkawinan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Marzen
Abstrak :
Pada dasarnya sebuah perkawinan dilangsungkan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan akan tercapai bila perkawinannya dilangsungkan secara sah, baik sah secara agama maupun sah menurut negara. Perkawinan merupakan perbuatan hukum dan karenanya berakibat hukum pula. Di antara akibat hukumnya adalah anak berhak mewaris dari kedua orang tuanya. Semua hak-hak yang ditimbulkan akibat dari sebuah perkawinan tidak akan timbul bila perkawinannya dilangsungkan secara tidak sah. Begitu juga terhadap perkawinan di bawah tangan yaitu perkawinan yang dilangsungkan hanya menurut ketentuan agama saja, tidak memenuhi aturan negara sehingga perkawinan tersebut tidak tercatat pada Kantor Pencatatan Perkawinan, sebagai bukti bahwa perkawinan sudah dilakukan secara sah menurut hukum positif. Beberapa pokok permasalahan yang ditemukan adalah apakah anak yang dilahirkan dari perkawinan di bawah tangan dapat diakui oleh ayah biologisnya, dan bagaimana perlindungan hukum terhadap anak hasil perkawinan di bawah tangan. Undang-Undang Perkawinan yang walaupun sudah dibuat sesempurna mungkin tetapi ternyata masih ada yang tidak mentaatinya sehingga terjadi penyelundupan hukum seperti misalnya terjadinya perkawinan di bawah tangan tersebut, yang dapat merugikan isteri serta anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut, karenanya diperlukan upaya hukum untuk melindungi hak-hak istni dan anakanaknya tersebut. Maka, melalui penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan tipologi penelitian bersifat deskriptif dengan bentuk evaluatif, telah secara khusus meneliti mengenai perlindungan hukum terhadap anak hasil perkawinan di bawah tangan berdasarkan Undang-Undang Perkawinan. Sebagai kajian lebih mendalam kami bahas mengenai kasus upaya hukum terhadap pengesahan perkawinan dan status hukum anak hasil perkawinan di bawah tangan baik oleh yang beragama Islam, maupun oleh yang beragama non-Islam. Dan penulis berkesimpulan bahwa anak yang dilahirkan dari perkawinan di bawah tangan dapat diakui oleh ayah biologisnya. Dengan disahkannya perkawinan di bawah tangan oleh Pengadilan maka anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut menjadi anak sah dan terlindungi hak-haknya.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16531
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tienni
Abstrak :
Dalam perkembangannya, perkawinan beda agama banyak terjadi dan kita jumpai di dalam kehidupan bermasyarakat. Di dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak ada mengatur secara lengkap dan jelas mengenai perkawinan beda agama hanya tersirat pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 yang merupakan pengaturan mengenai larangan perkawinan beda agama. Yang akan dibahas oleh penulis dalam tesis ini adalah bagaimana perceraian dan keabsahan perkawinan beda agama yang dicatatkan di dua tempat yaitu di Kantor Urusan Agama dan Kantor Catatan Sipil. Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan metode penelitian kepustakaan bersifat yuridis normatif dengan tinjauan terhadap hukum perkawinan Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder dan analisa dilakukan secara kualitatif dengan menganalisa isi peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan perkawinan beda agama yang dicatatkan di dua lembaga perkawinan guna mengetahui apakah ada kesesuaian yang terdapat antara peraturan perundang-undangan dengan kenyataannya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa untuk sahnya suatu perkawinan maka harus dilakukan sesuai dengan hukum masing-masing agama dan kepercayaannya dengan perkataan lain kalau perkawinan tidak dilakukan menurut ketentuan agama dan kepercayaannya masing-masing maka perkawinan itu menjadi tidak sah dan perkawinan tersebut dapat di batalkan, untuk keabsahan perkawinan beda agama yang dilakukan dua kali dengan dua kali pencatatan pada dua lembaga perkawinan maka yang sah adalah perkawinan yang terakhir, bila terjadi perceraian maka yang menjadi dasar untuk pengajuan gugatan cerai adalah akta perkawinan yang terakhir sebagai bukti perkawinannya yang sah menurut hukum dan agama. Pada akhir penulisan diperoleh kesimpulan bahwa hendaknya dilakukan penyempurnaan sistem administrasi yang ada pada lembaga pencatatan perkawinan, sehingga terjadi konektivitas data antara Kantor Urusan Agama dan Kantor Catatan Sipil atau dengan kata lain, data yang ada atau telah lebih dahulu dicatatkan pada Kantor Urusan Agama secara otomatis akan bisa terdeteksi dan terbaca oleh Kantor Catatan Sipil dan tidak akan dicatatkan kembali.Sehingga tidak akan terjadi dua kali pencatatan perkawinan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16539
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>