Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yessy Hendrarti
Abstrak :
Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, pajak daerah merupakan primadona sumber pendapatan yang dapat mendukung pembiayaan pembangunan daerah. Namun, sistem pajak yang dipakai sekarang ini banyak mengandung kelemahan dan tampaknya bagian terbesar dari pajak daerah lebih banyak menimbulkan beban daripada menghasilkan penerimaan bagi masyarakat. Hal itu telah disadari oleh Pemerintah, sehingga pemerintah terus berupaya melakukan perubahan pada sistem pajak nasional, dan perubahan pada sistem pajak daerah. Ada tiga hal yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu (1) untuk mengetahui dampak perubahan tarif yang dikenakan terhadap penerimaan pajak daerah, khususnya pajak reklame, (2) untuk menjelaskan dampak perubahan kebijakan pajak reklame terhadap kepatuhan wajib pajak, dan (3) untuk menjelaskan pelaksanaan kebijakan pemungutan pajak reklame pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, khususnya di Suku Dinas Pendapatan Daerah Wilayah Kota Jakarta Barat. Rancangan yang digunakan dalam penelitian berupa analisis data sekunder terhadap realisasi pajak reklame selama beberapa kurun waktu dan didukung dengan kajian pustaka (literature study) terhadap perubahan kebijakan pajak reklame serta dampaknya terhadap penerimaan pajak daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kebijakan belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, sehingga tujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak reklame, belum dapat dibuktikan secara faktual, bahkan penerimaan dari sektor pajak reklame cenderung mengalami penurunan. Selain itu, masih dirasakan adanya mekanisme pengadministrasian pajak reklame yang terlalu berbelit-belit, yaitu mulai dari saat SPPR dimasukkan sampai kepada proses penyelesaian izin penyelenggaraan reklame, sehingga menjadi sumber adanya kolusi antara petugas dan wajib pajak, yang akhirnya dapat menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Lebih lanjut, penulis menyarankan agar Pemerintah Daerah menciptakan mekanisme penyelesaian izin penyelenggaraan reklame yang sederhana, ada koordinasi yang baik dengan instansi terkait (Dinas Tata Kota) yang sehingga waktu penyelesaian izin reklame tidak terlalu lama. Selain itu, peningkatan profesionalisme dan pembinaan mental aparat perpajakan merupakan faktor panting yang perlu diperhatikan sehingga pelaksanaan perpajakan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2410
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermansyah
Abstrak :
Kelambatan dan birokrasi yang sangat panjang, serta tingkat antrian yang cukup panjang, merupakan keluhan yang selama ini dilontarkan Para pengguna jasa pajak kendaraan bermotor dikantor SAMSAT, khususnya Wilayah Kota Jakarta-Utara. Hal ini menunjukkan buruknya pelayanan dan kinerja aparat setempat, yang pada akhirnya akan menurunkan citra SAMSAT. Persoalan inilah yang mendorong penulis untuk mengungkap lebih jauh informasi tersebut, sekaligus untuk mengetahui pengaruhnya terhadap citra SAMSAT, khususnya Wilayah Kota Jakarta-Utara. Pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana agar citra SAMSAT Wilayah Kota Jakarta-Utara bernilai positif di mata masyarakat wajib pajak khususnya pelayanan lima pintu menjadi dua pintu. Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk menganalisa hubungan antara pelayanan dan kinerja dengan citra organisasi pelaksanaan perpanjangan pajak kendaraan bermotor di SAMSAT Wilayah Kota Jakarta-Utara. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif dan korelasional. Metode deskriptif diarahkan untuk memaparkan keadaan obyek yang diselidiki sebagaimana adanya, berdasarkan fakta-fakta aktual yang terjadi saat sekarang, sedangkan metode korelasional dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara variabeI pelayanan dan kinerja terhadap citra SAMSAT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Antara pelayanan dan citra SAMSAT tidak terdapat hubungan yang positif, dengan nilai koefisien korelasi yang diperoleh sebesar -0,058. 2. Antara kinerja dengan citra SAMSAT terdapat hubungan yang positif dan signifikan dengan nilai korelasi sebesar 0,393. 3. Secara bersama-sama, yaitu antara pelayanan dan kinerja dengan citra SAMSAT memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan nilai korelasi sebesar 0,449. Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka disarankan untuk melakukan perbaikan kinerja pegawai, khususnya mengenai sikap kerja (time frame menjadi 55 menit), mengedepankan unsur profesionalisme dengan perbaikan administrasi perpajakan dan peran evaluasi dalam pelaksanaan pemungutan pajak sehingga mekanisme kerja semakin baik.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Agung Sriyono
Abstrak :
Tugas pokok Direktorat Jenderal Pajak di bidang penerimaan dari tahun ke tahun semakin berat. Untuk mensukseskan penerimaan pajak ini pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah berupaya semaksimal mungkin, diantaranya mereformasi peraturan perpajakan, meningkatkan sarana dan meningkatkan Sumber Daya Manusianya. Namun demikian suksesnya penerimaan pajak tidak semata-mata tanggung jawab DJP namun juga peran serta kesadaran masyarakat dalam memenuhi ketentuan peraturan pajak.

Salah satu kewajiban wajib pajak adalah melaksanakan pembukuan atau pencatatan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak terutang. Akan tetapi berdasarkan data yang ada, ternyata kesadaran wajib pajak untuk memenuhi ketentuan pembukuan atau pencatatan masih rendah, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui adanya kendala yang dihadapi oleh wajib pajak.

Penelitian ini dilakukan dengan cara survey melalui kuesioner dan wawancara langsung yang diarahkan untuk mengetahui kendala wajib pajak dalam memenuhi kewajiban penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan. Kuesioner dan wawancara dilakukan kepada 80 orang wajib pajak yang dianggap dapat mewakili 100 wajib pajak besar tetap dan 100 wajib pajak besar lainnya. Data kualitatif dari jawaban responden diolah menjadi data kuantitatif dalam bentuk tabel frekuensi dan dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan kendala yang dihadapi wajib pajak adalah tidak tersedianya waktu dan tenaga, tempat menyimpan dokumen pembukuan atau pencatatan, kemampuan melaksanakan pembukuan, skala bisnis dan sistim penjualan, tingkat kesadaran wajib pajak, kurangnya bimbingan pemeriksa, sosialisasi peraturan perpajakan, kesederhanaan peraturan dan penerapannya serta kurangnya tenaga ahli atau konsultan pajak di Cianjur. Untuk itu direkomendasikan agar DJP memperhatikan hambatan yang dihadapi wajib pajak orang pribadi dengan cara mempermudah peraturan dan pelaksanaannya, memberikan bimbingan dan penyuluhan, serta kerja sama dengan instansi lainnya dalam hal ini lembaga pendidikan untuk mencerdaskan wajib pajak guna meningkatkan peran sertanya dalam pembiayaan pembangunan nasional. Selain itu kepada wajib pajak seyogyanya berupaya untuk selalu meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan pembukuan atau pencatatan dan kepatuhannya.
2002
T7443
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sujono
Abstrak :
Tesis ini menganalisis perlakuan pajak atas piutang pada usaha bank. Penulisan ini bertujuan untuk penggambaran pelaksanaan perlakuan perpajakan atas usaha bank berdasarkan prinsip-prinsip dan azas-azas perpajakan yang umumnya berlaku. Perangkat undang-undang yang digunakan adalah Undang-undang Pajak Penghasilan serta peraturan pelaksanaannya terutama yang berhubungan dengan kredit non performing yaitu Undang-undang Perbankan, Keputusan-keputusan Direktur Bank Indonesia serta Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 31 Akuntansi Perbankan. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, studi lapangan dan wawancara dengan pihak-pihak terkait yaitu dengan konsultan pajak dan petugas fungsional pemeriksa pajak. Pembahasan lebih diutamakan pada analisis perlakuan pajak atas piutang pada usaha bank untuk menentukan Penghasilan Netto dari Wajib Pajak usaha bank ditinjau dari berbagai prinsip dan azas perpajakan yang berlaku umum. Dari hasil pembahasan disimpulkan bahwa terdapat perbedaan perlakuan penghitungan Penghasilan Netto atas kredit non performing berdasarkan pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak dengan Instansi lainnya sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib Pajak. Disamping itu dijumpai adanya ketidak kepastian hukum karena Surat Direktur Jenderal Pajak, Keputusan Direktur Jenderal Pajak dan Standar Akuntansi Keuangan yang menentukan pengakuan penghasilan bunga kredit non per forming secara cash basic berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan secara accrual basic. Sedangkan menurut keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Besarnya Dana Cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya tidak sama dengan Keputusan Direksi Bank Indonesia, sehingga menimbulkan pula ketidak pastian hukum. Pemeriksa menyarankan agar Pemerintah dalam membuat peraturan perpajakan jangan bertabrakan dengan peraturan-peraturan yang sudah ada pada bidang usaha tertentu agar tidak terjadi penafsiran ganda atas ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut serta agar peraturan yang satu sejalan dengan peraturan lainnya. Sebelum peraturan perpajakan berlaku agar disosialisasikan dulu kepada intern Direktorat Jenderal Pajak dan kepada Wajib Pajak.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Santosa
Abstrak :
Sejak dekade 1970-an muncul revolusi digital yang merupakan hasil penemuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi. Dunia pun memasuki suatu babakan sejarah yang baru, menurut Alvin Toeffler, disebut gelombang ketiga atau masyarakat informasi. Seluruh dunia, seluruh bidang kehidupan, seluruh institusi mempersiapkan diri mempergunakan teknologi informasi dalam pelaksanaan tugasnya. Tidak terkecuali Direktorat Jenderal Pajak telah mengembangkan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) dalam pelaksanaan tugasnya, termasuk bidang pemeriksaan. Disadari agar sukses maka para pengambil kebijakan harus mulai menggunakan sumber daya informasi di samping sumber daya lainnya. Dan teknologi informasi telah membawa dampak utama bagi struktur organisasi dan struktur industri, berupa automasi, disintegrasi, dan integrasi. Alvin Toeffler manawarkan cara berupa memperkuat pusat pemerintahan, sekaligus desentralisasi keputusan. Ketersediaan jaringan dan akses terhadap informasi serta komunikasi yang efektif dan penggunaan teknologi moderen merupakan kondisi pendukung terhadap kesuksesan pemungutan pajak di suatu negara. Administrasi pajak yang efektif dengan di dukung oleh kedua faktor tersebut diharapkan mampu mendeteksi berkas yang dicurigai atau pelanggaran yang dilakukan Wajib Pajak. Dengan demikian, keefektifan administrasi akan menjadi tinggi dan mampu meminimalisasi penggelapan pajak yang terjadi. Berdasarkan hal-hal di atas, maka permasalahan yang dapat diangkat adalah apakah SIP yang diterapkan telah berjalan efektif dan optimal dalam menunjang pemeriksaan pajak. Sebaliknya juga perlu diketahui efektivitas pemeriksa pajak sebagai unsur penunjang (penghasil) data SIP. Pengujian dan pembahasan permasalahan di atas dilakukan dengan menggunakan kuesioner terhadap para pemeriksa pajak baik yang ada di Kantor Pelayanan Pajak (Seksi PPh Badan KPP Gambir Satu) maupun Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa Jakarta Lima). Fokus pembahasan pada peran pemeriksa pajak sebagai pengguna sekaligus penghasil data SIP. Pengujian keeratan berbagai faktor pengaruh dilakukan dengan uji statistik. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa data SIP berguna dan digunakan dalam proses pemeriksaan pajak, tetapi belum efektif dalam penentuan wajib pajak yang harus diperiksa dan menghasilkan koreksi pajak yang signifikan. Padahal dari proses pemeriksaan pajak, selain sebagai pengujian terhadap kepatuhan wajib pajak, juga diharapkan dapat menambah pemasukan pada negara. Selain itu, faktor nilai data yang material, kemungkinan penyalahgunaan data dan keengganan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi respon pemeriksa pajak sebagai penghasil data SIP. Karena itulah, saran yang diajukan adalah memperbaiki waktu pengiriman, keakuratan, dan ketersediaan data yang memadai. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya pengawasan bahwa data yang dihasilkan oleh pemeriksa pajak telah dimanfaatkan sebaik-baiknya, sehingga terjadi komunikasi timbal balik.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7461
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Setiawan
Abstrak :
Terjadinya gejolak nilai tukar rupiah pada pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan krisis moneter dan ekonomi berkepanjangan. Berbagai upaya pemulihan kondisi ekonomi ini telah ditempuh oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Sebagai upaya untuk mempertahankan dan melanjutkan aktivitas bisnisnya beberapa perusahaan telah melakukan restrukturisasi perusahaan. Penggabungan usaha merupakan salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan yang dapat dipilih. Dalam kaitan ini, melalui seperangkat kebijakan perpajakan, pemerintah telah memberikan kemudahan (fasilitas) perpajakan berupa diperkenankannya penggunaan nilai buku dalam pelaksanaan penggabungan usaha (merger). Kasus penggabungan usaha yang terjadi pada PT SI dalam tahun pajak 1999 dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas perpajakan tersebut. Namun karena tidak dipenuhinya persyaratan (formal), atas pelaksanaan merger itu dikoreksi oleh Fiskus sehingga menjadi suatu penggabungan usaha dengan menggunakan nilai pasar. Akibat dari perubahan metode ini telah menimbulkan implikasi perpajakan bagi masing-masing perusahaan yang terkait. Metode penelitian yang dilakukan didasarkan pada metode deskriptif analisis, dengan melalui studi pustaka dan analisis atas kebijakan perpajakan. Eskripsi kasus penggabungan usaha yang nyata terjadi di lapangan juga dilakukan sebagai bahan kajian kebijakan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kebijakan perpajakan yang mengatur tentang restrukturisasi perusahaan dalam bentuk penggabungan usaha belum mengatur secara lengkap dan jelas. Belum ada patokan yang dapat digunakan, untuk melihat hakekat ekonomis dari suatu kegiatan penggabungan usaha (merger), apakah dapat dipertanggungjawabkan dengan metode penyatuan kepemilikan atau termasuk kategori suatu pembelian. Juga belum diberikan penegasan mengenai bagaimana konsekuensi perpajakan yang timbul apabila penggabungan usaha yang dilakukan dengan menggunakan nilai buku itu tidak memenuhi syarat. Oleh karenanya disarankan untuk melakukan kaji ulang guna menyempurnakan kebijakan perpajakan yang terkait dengan restrukturisasi perusahaan khususnya dalam bentuk penggabungan usaha ini, agar lebih lengkap dan menyeluruh yang dapat memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7469
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafael Alun Trisambodo
Abstrak :
Penerimaan pajak memegang peranan penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlebih setelah Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan. Banyak usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak. Salah satunya adalah menghilangkan fasilitas perpajakan yang tidak bermanfaat. Fasilitas di bidang Pajak Pertambahan Nilai yang menarik untuk dibahas adalah adanya penundaan penyetoran pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 549/KMK.04/2000 Pemungut PPN diperbolehkan menyetorkan PPN yang dipungut 15 hari bulan berikutnya setelah pelunasan dilakukan. Penundaan ini menimbulkan pelanggaran atas Ketentuan Perpajakan dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme pemungutan dan penyetoran serta pelaporan PPN oleh pemungut Pajak Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya, serta menganalisis kerugian negara yang timbul karena keterlambatan penyetoran oleh Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan melakukan studi kasus pada tiga perusahaan yang menjadi supplier Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan tiga perusahaan yang menjadi supplier Kontrak Karya. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Data yang diolah berupa data bukti setoran pajak yang diterima perusahaan untuk transaksi tahun 2001. data diambil sampai dengan September 2002 untuk melihat besarnya kerugian negara dari PPN yang belum disetor ditambah dengan sanksi bunga karena keterlambatan penyetoran. Dari hasil penelitian dapat diperoleh gambaran bahwa mekanisme pemungutan dan penyetoran serta pelaporan PPN yang dipungut oleh Pemungut Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya berbeda dari mekanisme PPN umumnya, yaitu adanya hak untuk menyetorkan 15 hari bulan berikutnya dari pelunasan transaksi. Hal itu menimbulkan kerugian karena adanya pelanggaran Ketentuan Perpajakan dengan menunda penyetoran lebih lama dari waktu yang ditentukan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9214
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rieza Zainal
Abstrak :
Perusahaan pertambangan batubara dalam menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia didasarkan atas suatu Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan Pemerintah Indonesia dengan yang memiliki sifat lex specialis derogat lex generalis. Di dalam PKP2B tersebut mengatur segala hak dan kewajiban bagi kedua pihak atas kegiatan usaha termasuk mengenai pajak-pajak dan lain-lain kewajiban perusahaan. Latar belakang penulisan ini didasari karena adanya perubahan kebijakan publik dalam perpajakan atas pengenaan PPN atas hasil tambang batubara sejak reformasi perpajakan tahun 2000 dengan diterbitkannya suatu kebijakan dalam PP Nomor 144 Tahun 2000 yang mengubah status batubara menjadi Barang Tidak Kena Pajak (BTKP). Dalam implementasinya, proses kebijakan tersebut melalui ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan (instrument fiscal arrangements) menimbulkan perubahan persepsi antara otoritas perpajakan dengan Wajib Pajak sehingga menyulitkan administrasi PPN. Selain itu, diterbitkannya PP tersebut kurang memenuhi asas-asas perpajakan dan perundang-undangan maupun konsepsi dari PPN atas nilai tambah dari hasil tambang batubara. Usaha-usaha dari Wajib Pajak sendiri berupaya kepada pemerintah untuk menunda PP tersebut karena akan merugikan investor maupun harga batubara Indonesia di pasar internasional. Oleh karena itu atas dasar permasalahan-permasalahan tersebut, maka dalam penulisan ini bertujuan untuk melakukan kajian atau analisis terhadap perubahan kebijakan PPN atas pengusahaan pertambangan batubara di Indonesia. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah deskripsi analisis dengan teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dan dokumen serta penelitian lapangan melalui kuesioner dan wawancara kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian. Berdasarkan analisis, bahwa perumusan kebijakan dalam PP tersebut sebagai pelaksana UU PPN hendaknya tidak mengubah atau mengesampingkan ketentuan pada undang-undang yang memiliki kedudukan lebih tinggi dalam mengatur hal yang sama (lex superiors derogat lex inferior). Demi menciptakan kepastian hukum, penyempitan atau perluasan materi tidak dibenarkan menambah norma-norma baru serta tidak dapat mengganti ketentuan perundangan-undangan lama sepanjang mengatur hal yang tidak sama (lex posteriori derogat lex priori). Bagi PKP2B yang terbagi dalam tiga generasi (Generasi I, II dan III), adanya kebijakan tersebut akan membawa konsekuensi pada masing-masing generasi mengalami perlakukan pengenaan PPN yang tidak sama. Pada akhir tulisan ini, penulis memberikan input bagi pemerintah sebagai tax policy maker , sovereign tax power dan government as resources owner dalam menetapkan kebijakan PPN atas hasil tambang batubara demi memaksimalkan penerimaan negara sehingga menimbulkan keadilan (equality), kepastian (certainty), kemudahan (convenience) dan tidak menimbulkan biaya tambahan ekonomi (economy) bagi masing-masing generasi.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herianto
Abstrak :
Indonesia sejak tahun 1984 melakukan reformasi perpajakan, salah satunya adalah berlakunya Undang-undang PPN. Sedangkan konsep PPN yang dianut adalah The Substractive Indirect Method/ Invoice Method/Credit Method. Dikatakan substractive indirect method karena penghitungannya tidak lagi berdasarkan pembukuan atau catatan melainkan berdasarkan Faktur, sehingga disebut juga invoice method. Jadi setiap transaksi ekonomis baik atas barang kena pajak maupun jasa kena pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak, berdasarkan pasal 13 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan tersebut. Faktur Pajak disini sebagai bukti pungut pajak, hal ini juga berfungsi sebagai salah satu alat pendukung transaksi. Sengketa pajak disebabkan ada pengujian secara fisik atas kondisi Faktur Pajak, apakah sudah sesuai dengan yang dipersyaratkan pada pasal 13 ayat (5) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga bagi pembeli yang menerima Faktur Pajak, dimana kondisinya tidak sesuai dengan pasal 13 ayat (5) Undang-undang PPN akan menerima akibatnya. Persengketaan pajak tersebut yang lebih dikenal atau sering disebut dengan istilah Faktur Pajak tidak lengkap atau cacat. Pokok permasalahan dalam tesis ini antara lain pertama : mencari pengertian apa yang dimaksud dengan Faktur Pajak tidak lengkap atau cacat, kedua : Wewenang dan tindakan yuridis apa yang dapat dilakukan oleh pihak fiskus dalam menghadapi Faktur Pajak tidak lengkap atau cacat yang diterbitkan oleh penjual, ketiga: Wewenang dan tindakan yuridis apa yang dapat dilakukan oleh pihak fiskus dalam menghadapi Faktur Pajak tidak lengkap atau cacat yang dikreditkan oleh pembeli, keempat: apa yang bisa dilakukan wajib pajak atau pengusaha kena pajak untuk mencegah terjadinya koreksi balk oleh penjual maupun oleh pembeli, kelima: Upaya hukum apa yang bisa dilakukan wajib pajak, apabila dilakukan koreksi terhadap Faktur Pajak tidak lengkap atau cacat tersebut diatas. Tujuan penulisan ini adalah kajian terhadap Faktur Pajak tidak lengkap atau cacat yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undangundang PPN, dan metode yang dipergunakan analisis diskriptif. Persengketaan akibat dari Faktur Pajak tidak lengkap atau cacat mulai dari pemeriksaan sampai dengan putusan banding mengalami beberapa perbedaan pendapat dalam melaksanakan perundang-undangan perpajakan. Sehingga apa yang telah dilakukan pemeriksa tidak menunjukkan efisiensi kerja. Karena dalam menanggapi permasalahan Faktur Pajak tidak lengkap atau cacat masing-masing beda dalam menetapkan atau memutuskan, sedangkan undang-undang perpajakan dan peraturan pendukung sama. Sehingga hal tersebut perlu dilakukan suatu pengkajian ilmiah. Dengan meninjau putusan Badan Peradilan Pajak, maka permasalahan Faktur Pajak tidak lengkap atau cacat perlu dilakukan peninjauan terhadap peniaian atau pengartiannya. Yaitu dalam penerapan sanksi bagi pembeli tidak hanya dilihat dari segi formal saja, tetapi juga dilihat dari segi materi. Sedangkan sarannya adalah dalam penerapan aturan berkaitan dengan persyaratan Faktur Pajak dapat dipertahankan, tetapi dalam sanksi bagi pembeli perlu dilakukan peninjauan. Karena sanksi yang diterima pembeli lebih besar dibanding dengan penjual/penerbit Faktur Pajak. Atau dengan kata lain perlakuan administrasi dan sanksi terhadap penerbit tetap dipertahankan. Dan perlu juga dilakukan tindakan atau aturan untuk mengantisipasi atau menghadapi Faktur Pajak bermasalah.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail
Abstrak :
Kondisi negara yang dalam keadaan krisis multidimensi, menimbulkan tuntutan peningkatan penerimaan negara dari berbagai sumber. Salah satu sumber penerimaan negara yang potensial untuk terus digali adalah pajak. Untuk itu Direktorat Jenderal Pajak meluncurkan sebuah sistem informasi yang disebut dengan Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MPS), yang mengalihkan sebagian besar detail pekerjaan administratif yang rumit ke sistem informasi komputer untuk diproses secara otomatis. Tujuan sistem ini adalah memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak pada saat melakukan penyetoran pajak dan tercapainya tertib administrasi, serta efisiensi waktu dan tenaga kerja dalam pengolahan Surat Setoran Pajak. Peluncuran sistem ini beberapa waktu yang lalu, memang menemui beberapa kendala, namun Direktorat Jenderal Pajak berupaya agar beberapa komitmen dasar dapat terpenuhi, untuk menjaga agar pihak bank tetap menjalankan sistem implementasi ini sesuai dengan yang direncanakan. Upaya perbaikan terus dilakukan agar tujuan dilaksanakannya sistem ini dapat berjalan dengan baik. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara kepada 2 orang pejabat pajak yang memahami persoalan secara mendalam dan memiliki kewenangan dalam hal implementasi Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3). Selain itu dilakukan telaah dan analisis atas berbagai dokumen dari Direktorat Jenderal Pajak, baik pada saat dirancangnya program ini, maupun pada saat dilaksanakannya sosialisasi program ini pada pihak internal Direktorat Jenderal Pajak. Kuesioner disebarkan kepada pihak perbankan, untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) ini di institusi masing-masing. Selain itu juga digali berbagai manfaat yang dirasakan pihak bank, kendala yang dihadapi, serta harapan untuk masa yang akan datang. Dari penelitian tersebut, diperoleh gambaran implementasi Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) yang mulai dapat memenuhi harapan akan tercapainya efisiensi waktu dan sumber daya manusia serta peluang peningkatan efisiensi dan layanan kepada masyarakat di masa akan datang. Kurangnya kordinasi antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Anggaran diharapkan dapat lebih ditingkatkan guna kelancaran penerapan sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12009
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>