Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Titik Aryati
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah rasio-rasio keuangan yang diukur dengan rasio CAMEL berbeda secara signifikan antara bank yang sehat dengan bank yang gagal. Selain itu juga dilakukan pengujian untuk melihat rasio keuangan mana saja yang mendiskriminankan antara bank yang sehat dengan bank yang gagal. Ada tujuh variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR), Return on Risked Assets (RORA), Net Profit Margin (NPM), Return on Assets (ROA), rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional, rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar, dan rasio kredit terhadap dana yang diterima. Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini adalah univariat analisis dan multivariat diskriminan analisis.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel yang signifikan pada cx = 5% untuk data lima tahun sebelum bangkrut adalah CAR, RORA, ROA, rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar, dan rasio kredit terhadap dana yang diterima. Variabel yang lain yaitu NPM dan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional ternyata tidak signifikan. Sedangkan untuk data satu tahun sebelum bangkrut ternyata variabel yang signifikan adalah rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional, rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar, rasio kredit terhadap dana yang diterima, ROA, dan RORA.

Pengujian diskriminan menunjukkan variabel ROA dan rasio kredit terhadap dana yang diterima yang mempengaruhi keberhasiian atau kegagalan bank. Nilai z-score untuk bank yang sehat 0,176 sedangkan bank yang gagal -0,359. Dari hasil klasifikasi ternyata persentase ketepatannya untuk satu tahun sebelum bangkrut 82%, sedangkan untuk dua tahun dan tiga tahun sebelum bangkrut tingkat ketepatannya 69,1% dan 65,3%.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handono Mardiyanto
Abstrak :
Tesis ini bertajuan untuk meneliti perbedaan kinerja keuangan, yang diukur dengan rasio-rasio berdasarkan laporan basis akrual (neraca, laba-rugi) dan laporan arus kas, serta mengetahui hubungannya terhadap imbal hasil saham, baik sebelum maupun pada periode krisis ekonomi. Untuk maksud ini, telah diteliti perusahaan-perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BED, mencakup dua tanggal laporan keuangan sebelum krisis (30 Juni 1996 dan 30 Juni 1997) serta dua tanggal laporan keuangan pada masa krisis (30 September 1997 dan 30 September 1998). Uji beda rata- rata (58 sampel) menunjukkan bahwa tiga rasio akrual berbeda secara signifikan antara periode sebelum dan periode krisis yakni total asset turnover, profit margin, dan return on investment. Sedangkan dua rasio lainnya yaitu debt equity ratio dan cash return on equity, sekalipun berbeda secara signifikan, namun tidak dapat disimpulkan maknanya mengingat pengaruh ekuitas negatif pada kedua rasio ini. Adapun uji regresi dan korelasi (47 sampel) mengungkapkan bahwa baik sebelum maupun pada masa krisis, hanya return on investment yang berkaitan secara signifikan terhadap imbal hasil. Berhubungan secara negatif sebelum krisis, dan berasosiasi secara positif pada masa krisis. Riset ini belum mampu menjawab apakah asosiasi rasio-rasio akrual terhadap imbal hasil lebih kuat (atau lebih lemah) dibandingkan asosiasi rasiorasio arus kas terhadap imbal hasil. Penelitian ini hanya mengungkapkan kecenderungan para investor di BEJ untuk lebih meyakini informasi profitabilitas dari laporan basis akrual daripada laporan arus kas. Kepada para peneliti lain yang tertarik melanjutkan penelitian serupa di masa mendatang, disarankan agar memperhatikan beberapa keterbatasan metodologi penelitian ini yaitu: Perform, model penelitian tidak dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan prediksi diantara rasio-rasio keuangan (akrual maupun arus kas) terhadap imbal hasil saham. Model yang mampu menunjukkan daya prediksi sebenarnya lebih bermanfaat bagi kalangan investor dalam menetapkan keputusan investasinya. Akan tetapi, untuk membuat model prediktif, diperlukan regresi berdasarkan time serries, yang membutuhkan waktu pengamatan lebih panjang. Kedua, metode stepwise yang digunakan untuk memilih variabel bebas yang signifikan, sesungguhnya tidak memperhatikan sama sekali makna teoritis dari setiap rasio keuangan (variabel bebas) yang tidak terpilih masuk kedalam persamaan regresi. Sebagai contoh, quick ratio yang dalam penelitian ini dinyatakan tidak signifikan terhadap imbal hasil di masa krisis (resesi), diabaikan begitu saja tanpa diteliti lebih mendalam. Padahal, hubungan positif quick ratio terhadap imbal hasil pada masa resesi, telah berhasil dibuktikan oleh Kane (1997).
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ubaidi
Abstrak :
Untuk mewujudkan good public and corporate governance (GCG) dalam rangka meningkatkan pelayanan publik maka diperlukan reformasi di sektor publik. Dimensi reformasi sektor publik mencakup perubahan format lembaga dan penyempurnaan alat-alat yang digunakan untuk mendukung peningkatan pelayanan publik, seperti sistem anggaran dan sistem akuntansi. Sebagaimana diketahui kondisi regular APBN yang lalu meniliki banyak kelemahan, diantaranya adalah penggunaan basis anggaran tradisional, kurangnya fleksibilitas dalam pengelolaan anggaran oleh penyedia layanan publik, hambatan birokrasi yang mengurangi otonomi dalam pelayanan publik, dan banyaknya dana yang bersifat off budget. Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara membuka koridor bare bagi penerapan anggaran berbasis kinerja di lingkungan pemerintah. Dengan pasal 68 dan pasal 69 dari undang-undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktifitas, efisiensi dan efektifitas. Instansi demikian, dengan sebutan umum sebagai badan layanan umum (BLU), diharapkan menjadi contoh konkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada basil (kinerja). Konsep tersebut didasari oleh konsep agencifrcation yang telah meluas di berbagai negara dan sukses dalam memenuhi kebutuhan akan pentingnya good governance. Buktibukti di negara-negara OECD menunjukkan bahwa penerapan agencif cation telah membuat adanya perbaikan pecan dan kualitas dalam pelayanan publik (Rob Laking-2002). Yang dimaksud dengan BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang danlatau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas. BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dart mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisms yang sehat. Termasuk dalam tujuan ini adalah perwujudan efisiensi dan efektifitas pelayanan masyarakat serta pengamanan aset negara yang dikelola oleh instansi terkait. Karya akhir ini bertujuan untuk mengetahui persepsi para pengelola badan penyedia jasa layanan publik atas konsep pembentukan BLU dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, serta transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, dan juga untuk mengetahui pemahaman dan kesiapannya, serta kesulitan-kesulitan, hambatan dan harapan mereka terhadap BLU. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka dan penelitian lapangan. Teknik pengumpulan data adalah dengan membagikan kuesioner kepada responden yang dipilih berdasarkan kelompok BLU. Pendekatan penelitian adalah dengan deskriptif kualitatif. Materi Kuesioner mengacu pada Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan BLU dan Undang-Undang No 1 tahun 2004 pasal 68 dan 69. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosialisasi BLU memiliki score terendah yakni 2.84 (dibawah nilai median 3.00) yang berarti bahwa sosialisasi masih perlu untuk ditingkatkan. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada umumnya responden menyatakan kesiapannya untuk menjadi BLU yang ditunjukkan dengan score sebesar 3.62. Sedangkan tingkat keyakinan responden terhadap konsep BLU untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara berturutturut adalah 3.45, 3.68, dan 3.53. Hal ini menunjukkan responden menyatakan yakin bahwa konsep BLU dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik serta transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Dewi Warninda
Abstrak :
Convertible bonds merupakan convertible securities, dimana pemiliknya mempunyai hak untuk menukarnya menjadi saham dalam jumlah tertentu. Convertible bonds disebut juga hybrid security karena merupakan perpaduan antara hutang (obligasi) dan opsi (option). Convertible bonds diperdagangkan secara terpisah dari underlying securities nya, kemudian setelah dikonversi menjadi saham akan menambah jumlah saham beredar. Pencatatan saham hasil konversi convertible bonds merupakan pencatatan saham basil konversi suatu sekuritas yang memiliki karakteristik hutang (obligasi). Pada saat dikonversi, hutang (obligasi) tersebut berubah menjadi saham. Penelitian ini untuk menguji bagaimana pengaruh pencatatan saham hasil konversi convertible bonds terhadap harga saham di Bursa Efek Jakarta, apakah dapat dijelaskan dengan Substitution Hypothesis atau dengan Price-Pressure Hypothesis. Menurut Price-Pressure Hypothesis, terdapat penurunan harga saham pada saat penerbitan saham baru dan terdapat hubungan antara penambahan jumlah saham beredar dan harga saham. Sedangkan menurut teori yang berlawanan yaitu Substitution Hypothesis, seharusnya tidak terdapat efek harga (price effect) pada saat penerbitan saham baru dan harga saham suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh jumlah saham beredar. Substitution Hypothesis konsisten dengan Efficient Market Hypothesis karena dalam pasar modal yang efisien tidak ada efek harga (price effect) dari penerbitan saham baru pada saat issue date. Penelitian mengenai pengaruh konversi convertible bonds ini menggunakan data penambahan jumlah saham beredar yang berasal dari pencatatan saham basil konversi convertible bonds di Bursa Efek Jakarta. Untuk menghitung abnormal return saham digunakan market adjusted return. Sedangkan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara size dan abnormal return saham dilakukan uji regresi dengan variabel terikat abnormal return dan variabel babas size. Dari hasil uji empiric dapat dikatakan bahwa pencatatan saham hasil konversi convertible bonds tidak menyebabkan adanya abnormal return pada saham perusahaan, serta tidak ada hubungan antara peningkatan jumlah saham (size) dan abnormal return saham perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan Substitution Hypothesis yang juga konsisten dengan Efficient Market Hypothesis.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T18814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renatha Gunstina
Abstrak :
Menurut laporan BAPEPAM, industri Reksa Dana di Indonesia pada tahun 2002 telah meningkat 21.3%, dari hanya 108 Reksa Dana pada akhir Desember 2001, menjadi 131 Reksa Dana pada akhir Desember 2002. Sementara itu dana kelolaan pada akhir tahun 2002 juga meningkat drastis hingga 300% dibandingkan dengari tahun 2001. Dan peningkatan dana kelolaan tersebut sebesar 80% berasal dan Reksa Dana Obligasi terutama obligasi rekap.

Dengan semakin berkembangnya instrumen Reksa Dana masalah yang dihadapi dari sudut pandang pemodal adalah bagaimana memilih aftematif Reksa Dana yang ada berdasarkan kinerja portofolio. Pertanyaan tentang apakah Manajer Investasi Reksa Dana dapat memberikan perkiraan pengembalian (expected return) di atas rata-rata pada benchmark yang tepat adalah isu yang relevan bagi investor. Karena pengukuran kinerja Reksa Dana merupakan perihal pokok yang dibahas dalam penelitian ini.

Jensen (1968) melahirkan suatu model yang mengukur kinerja portofolio dengan memperhitungkan profil risiko dan imbal hasil (risk adjusted return). Selanjutnya studi yang dilakukan oleh Traynor dan Mazuy (1966) serta Henriksson dan Merton (1981) berusaha merefleksikan kemampuan market timing dan stock selection sehingga diharapkan dapat diketahui saat yang tepat untuk memegang suatu portofolio. Model-model tersebut disebut model tradisional (unconditional) karena tidak memperhitungkan variabel-variabel perubahan kondisi makro ekonomi sebagai dasar pengambilan keputusan perubahan pembobotan dana pada pengukuran kinerja portofolio.

Menurut Ferson dan Warhter (1996) model-model unconditional mengabaikan kenyataan tingginya expected return di pasar modal terutama pada saat perekonomian yang sedang mengalami pemulihan sehingga keputusan Manajer Investasi yang terlihat mampu menghasilkan abnormal return pada masa pemulihan adalah bias. Sehubungan dengan itu Ferson mengembangkan suatu model conditional untuk mengatasi masalah pengukuran kinerja Manajer Investasi yang bias di masa pemulihan ekonomi. Pada model conditional diasumsikan bahwa portofolio yang disusun berdasarkan informasi yang tersedia di masyarakat (public information) tidak dapat dikatakan memiliki informasi yang superior. Manajer Investasi yang mampu secara tepat menggunakan lebih banyak informasi dibandingkan dengan yang tersebar di publik, dikatakan memiliki kemampuan superior sehingga diharapkan menghasilkan abnormal performance (Curley & Bear, 1979).

Dalam penelitian ini penulis mengkaji model pengukuran kinerja portofolio pendapatan tetap di Indonesia. Dengan menerapkan model unconditional (single factor dan multiple factor) dan conditional (single factor dan multiple factor), ingin diketahui model manakah yang lebih mampu menjelaskan kemampuan superior Manager Investasi. Kemampuan Manajer Investasi pada portofolio pendapatan tetap yang dinamis dapat diukur dari besamya R-squared (R2) dan kecilnya standard error (S.E) regresi.

Penulis juga menilai pengaruh indikator makro ekonomi terhadap pengukuran kinerja portofolio. Tiga indikator makro ekonomi yang digunakan yaitu laju inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, dan pertumbuhan uang beredar. Selain itu penulis juga menguji keberartian spread yield rating dan term spread yield claim pengukuran kinerja portofolio Reksa Dana Pendapatan Tetap di Indonesia.

Dan hasil penelitian diperoleh bahwa S.E regresi dan sum of squared residual (SSR) versi conditional untuk semua model, lebih besar dibandingkan S.E. regresi dan SSR versi unconditional. Dan secara statistik dengan uji beda dua varian terbukti bahwa bias model unconditional lebih besar dibandingkan bias model conditional. Secara empiris terlihat bahwa R2 conditional untuk model Jensen, model Treynor-Mazuy, dan model Tiga Faktor lebih besar dibandingkan R2 unconditional. Ini merupakan indikasi bahwa indikator makro ekonomi cocok dikenakan pada model Jensen, model Treynor-Mazuy, dan model Tiga Faktor.

Penelitian ini berhasil mengidentitikasikan bahwa dua indikator makro ekonomi yaitu jumlah uang beredar dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar temyata tidak memiliki keberartian penting secara statistik ketika dikenakan pada model Jensen, model Traynor - Mazuy, dan model Tiga Faktor. Sedangkan untuk indikator laju inflasi adalah signTikan pada tingkat kekeliruan 5% bails pada model Jensen, model Traynor -Mazuy, maupun model Tiga Faktor. Secara empiris hat ini menunjukkan bahwa investor di pasar obligasi secara rata-rata lebih banyak menggunakan informasi laju inflasi dalam membuat keputusan investasi.

Hasil regresi model Tiga Faktor versi unconditional maupun versi conditional antara variabel kelebihan pengembalian portofolio dengan spread yield rating tertinggi dalam investment grade dengan rating terendah dalam investment grade, berkisar antara 0.040130 hingga 0.053475. Ini merupakan indikasi awal bahwa semakin melebar spread yield-nya hingga 100 bp, maka Manajer Investasi memiliki peluang arbitrage sebesar 4.01 bp hingga 5.34 bp untuk meningkatkan kelebihan pengembalian portofolio.

Dari hasil penelitian terlihat bahwa Manajer investasi telah menjadikan rating sebagai salah satu pertimbangan utama investasi dan menjadi acuan penting dalam penentuan yield yang diharapkan. Spread yield rating di pasar obligasi Indonesia, menunjukkan adanya rasionalitas dan konsistensi Manajer Investasi dalam perdagangan obligasi. Selisih tersebut merupakan premi risiko yang diminta manajemen untuk mengkompensasi risiko yang ditanggung atas investasi.

Parameter antara variabel kelebihan pengembalian portofolio dengan term spread, selisih yield obligasi pemerintah 10 tahun dengan yield obligasi pemerintah 5 tahunan, berkisar antara -0.9261840 hingga -0.631610. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lebar hingga 10 bp term spread obligasi pemerintah jangka panjang dengan jangka pendek, yang merupakan indikator semakin besamya opportunity cost dari penghindaran pajak, maka kemampuan manajer untuk menghasilkan abnormal return menurun sebesar 6.31 bp hingga 9.26 bp.

Hubungan negatif antara variabel kelebihan pengembalian portofolio dengan term spread dapat dijelaskan bila dilihat dari nisi perpajakan. Peneliti melihat adanya kecenderungan Reksa Dana yang melebur setelah mencapai usia 5 tahun karena adanya fasilitas pembebasan pajak jika usia Reksa Dana kurang dari 5 tahun. Spread yield antara yield obligasi pemerintah jangka panjang dengan yield obligasi pemerintah jangka pendek sesungguhnya merupakan opportunity cost yang dihadapi oleh Manajer Investasi karena mefakukan kebijakan penghindaran pajak. Dapat dinyatakan bahwa semakin lebar term spread obligasi pemerintah jangka panjang dengan jangka pendek maka kemampuan manajer untuk menghasilkan abnormal return menjadi semakin mengecil.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20104
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Sari
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk inenguji pengaruh tingkat kelengkapan disclosure terhadap cost elf debt, serta untuk mengetahui arah huhungan tersebut. Karena penelitian ini difokuskan untuk meneliti pengaruh disclosure terhadap cost of debt maka pertanyaan yang ditelaah pada penelitian ini yaitu apakah terdapat pengaruh negatif peningkatan level disclosure terhadap cost of debt. Karena fokus penelitian pada cost of debt maka penelitian ini menggunakan obligasi sebagai objek penelitian. Obligasi yang digunakan adalah obligasi yang diterbitkan dari tahun 1997-2000. Sedangkan untuk perhitungan disclosure didapatkan melalui laporan tahunan perusahaan yang menerbitkan obligasi dari tahun 1996-1999. Penelitian ini menggunakan variabel independen utama yaitu kelengkapan urcwdatory disclosure dan variabel kontrol yang diperkirakan mempengaruhi cost of debt. Dasar penentuan indek kelengkapan disclosure digunakan peraturan BAPEPAM No:17/Bapepam11996. Sedangkan variabel kontrol yang digunakan antara lain margin laba, jumlah total aktiva perusahaan, dan waktu jatuh tempo obligasi (Lang dan Lundholm. 1993 ; Ziebart dan Rieter. 1997). Variabel dependen penelitian ini adalah cost of debt. Penelitian ini inendefinisikan cost of debt melalui dua pendekatan. Pendekatan tersebut adalah Yield lo Maturity (YIELD) dan serta tingkat bunga efektif (BUNGA) obligasi yang pertama kali terbit pada t+l. Proksi untuk YIELD dan BUNGA ini digunakan berdasar penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sengupta (1998). Pengujian atas model pertama (BUNGA) dan model kedua (YIELD) dilakukan dengan metode regresi linear berganda dengan tehnik OLS (ordirnny least square). Regresi dilakukan antara variabel independen berupa tingkat kelengkapan disclosure heserta variabel kontrol dengan variabel dependen berupa Yield to Maturity (YIELD) serta tingkat bunga efektif (BUNGA). Hasil pengujian model pertama menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif kelengkapan disclosure terhadap cost of debt yang signifikan pada tingkat alpha 5% (tanda negatif ini sesuai dengan ekspektasi tanda sebeluninya). Sedangkan pada model kedua juga menunjukkan basil yang sama yaitu terdapat pengaruh negatif yang signifikan pada alpha 5%. Hal ini berarli kredilor akan mempertimbangkan kelengkapan disclosure pada mandatory disclosure dalam melihat risiko adanya default. Sehingga apabila hal lain diasumsikan tidak berubali maka perusahaan yang memiliki tingkat kelengkapan yang hesar akan dapat menikmati cost of debt yang yang kecil.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T20398
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Rosinta Ria
2007
T24526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Deswin Nur
Abstrak :
Laporan keuangan merupakan instrumen yang utama yang digunakan oleh para investor dalam menganalisa kelayakan investasi yang sedang dan akan mereka lakukan. Selama ini, para peneliti di bidang ekonomi hanya berfokus kepada perusahaan secara keseluruhan. Padahal sebenarnya tiap-tiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda, baik itu antara perusahaan domestik dengan perusahaan multinasional, perusahaan dalam negeri dengan perusahaan asing, dan antara perusahaan kecil, menengah, dan perusahaan besar. Kesemuanya memiliki karakteristik yang tersendiri. Untuk itulah penelitian ini diadakan. Yaitu untuk mengetahui apakah kekuatan asosiasi antara return saham dengan rasio-rasio keuangan perusahaan berbeda berdasarkan ukuran perusahaan. Selain itu penelitian ini juga ingin menjawab pertanyaan apakah krisis ekonomi memberikan pengaruh besar bagi kekuatan asosiasi tersebut. Dengan menggunakan 120 sampel perusahaan manufaktur, dan mengelompokkan seluruh sampel tersebut berdasarkan ukuran perusahaannya, penelitian ini dilaksanakan. Data yang diolah merupakan data pooling time-series dan cross-section, yang terdiri dari return saham sebagai variabel dependen, dan data delapan rasio keuangan sebagai variabel independen. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa kekuatan asosiasi antara return saham dengan rasio-rasio keuangan berbeda secara signitikan satu dengan yang lainnya bahkan ditemukan juga bahwa semakin besar ukuran suatu perusahaan, maka akan semakin besar pulalah kekuatan asosiasinya. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa krisis ekonomi memberikan pengaruh positif tehadap kekuatan asosiasi antara return saham dengan rasio-rasio keuangan.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T4989
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raudhatul Hidayah
Abstrak :
Beta pasar adalah ukuran sensitivitas secara umum suatu saham atas gejolak pasar. Karel dan Sackley (KS, 1993) mengemukakan bahwa perbedaan beta pasar antara berbagai perusahaan dipengaruhi secara signifikan oleh faktor-faktor khusus perusahaan yang dapat diukur dengan informasi akuntansi.

Dengan informasi akuntansi dapat dihitung beta akunting. Beta akunting adalah cara lain yang dapat digunakan dalam menentukan risiko. Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji korelasi antara beta pasar dengan beta akunting pada perusahaan perbankan Indonesia yang telah go public di Bursa Efek Jakarta. Jika beta akunting merupakan estimator yang baik dalam menentukan beta pasar maka beta akunting dapat menggantikan peran beta pasar.

Selain itu penulis juga menguji korelasi antara beta pasar dengan beberapa rasio keuangan pada perusahaan perbankan Indonesia yang termasuk dalam sampel. Risiko yang dihitung dengan rasio keuangan ini mempunyai korelasi yang tinggi dengan risiko pasar. Penentuan korelasi antara beta akunting dan rasio keuangan dengan beta pasar diterapkan pada perusahaan perbankan secara individual.

Pada perbankan secara individual terdapat hubungan yang signifikan antara beta akunting dengan beta pasar. Dan semua variabel yang diuji, beta akunting berdasarkan ROA, beta akunting berdasarkan ROE, GRO (tingkat pertumbuhan) dan CAP (rasio nilai buku modal terhadap total harta) mempunyai hubungan signifikan dengan beta pasar.

Korelasi antara beta pasar dengan beta akunting berdasarkan ROE memperlihatkan tanda koefisien regresi yang tidak konsisten dengan prediksi semula. Beta akunting berdasarkan ROE mempunyai koefisien yang negatif. Hubungan beta akunting berdasarkan ROE negatif terhadap beta pasar ini kemungkinan karena tingkat keuntungan yang diperoleh dari total equity tidak besar, bahkan banyak bank yang mengalami kerugian yang sangat besar. Karena koefisien regresi yang tidak konsisten dengan prediksi semula maka berdasarkan penelitian ini, beta akunting berdasarkan ROE tidak dapat menggantikan peran beta pasar.

Sementara itu beta akunting berdasarkan ROA memiliki hubungan negatif pula dengan beta pasar. Hubungan beta akunting berdasarkan ROA yang negatif terhadap beta pasar ini mengindikasikan bahwa tingkat keuntungan yang diperoleh dari total aktiva tidak besar. Bank-bank dalam penelitian ini rata-rata memiliki ROA yang kurang dari rata-rata tingkat bunga deposito. Beta ROA negatif kemungkinan disebabkan oleh ROA yang negatif pada hampir semua bank. Ini dapat diartikan bahwa hampir seluruh perusahaan mengalami kerugian mulai dari tahun 1997 sampai tahun 1999 atau mass krisis moneter. ROA bertanda negatif sangat besar, terjadi hampir pada seluruh perusahaan. Hal ini berarti perusahaan pada umumnya mengalami kerugian sangat besar.

DP (dividend payout) berpengaruh negatif terhadap beta pasar yang mengindikasikan bahwa semakin tinggi DP akan semakin rendah beta pasar. Sebaliknya, semakin rendah DP akan semakin tinggi beta pasar.

GRO (tingkat pertumbuhan) berpengaruh positif terhadap beta pasar yang mengindikasikan bahwa semakin tinggi GRO akan semakin tinggi pula beta pasar Penelitian ini menemukan adanya korelasi yang signifikan antara ranking yang dibuat berdasarkan beta pasar dengan ranking yang dibuat berdasarkan beta akunting (ROA).
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T20167
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>