Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hersinta
"Fenomena media waralaba di Indonesia, khususnya majalah mengalami perkembangan pesat dalam dua tahun belakangan ini. Selain akibat kemajuan teknologi dan globalisasi, perkembangan ini dipengaruhi juga oleh era kebebasan pers yang dimulai pasca Orde Baru, membuka banyak peluang baru dalam industri media. Sejalan dengan timbulnya fenomena waralaba tersebut, cara mengelola organisasi pun berubah menurut kebutuhan. Karena, majalah dengan sistem lisensi atau waralaba memiliki bentuk manajemen dan kebijakan yang berbeda dengan media konvensional lain, baik di bidang redaksional maupun iklannya.
Karya akhir ini mengkaji mengenai perbandingan manajemen redaksi dan iklan pada majalah non- waralaba dan waralaba di Indonesia. Studi kasus dilakukan pada satu majalah non-waralaba (Femina) dan satu majalah waralaba (Cosmopolitan Indonesia) dengan tujuan untuk melihat adanya perbedaan dan persamaan antara manajemen redaksi dan iklan di kedua majalah tersebut.
Hasil kajian menunjukkan bahwa, pertama, adanya perbedaan dan persamaan antara manajemen departemen redaksi majalah waralaba dengan non-waralaba. Perbedaan ini timbul karena adanya perjanjian waralaba pada manajemen redaksi majalah Cosmo yang mencakup ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi dan mempengaruhi proses manajemen (yang mengubah input menjadi output) pada redaksi. Kedua, ada persamaan dan perbedaan pada manajemen departemen iklan majalah waralaba dan non-waralaba meski pada manajemen departemen iklan majalah waralaba, hampir tidak ditemui karakteristik waralaba, kecuali pada beberapa hal seperti adanya ketentuan mengenai larangan pemasangan iklan di satu bagian majalah.
Selain itu, dapat disimpulkan bahwa karakteristik usaha waralaba pada manajemen media, dalam hal ini majalah, memiliki perbedaan dengan karakteristik usaha waralaba pada produk lainnya, seperti outlet fastfood atau penyewaan properti. Usaha waralaba pada majalah mencakup pembelian lisensi nama serta materi majalah, memiliki derajat kebebasan yang lebih luas dibandingkan usaha waralaba pada produk lainnya.
Fenomena majalah waralaba masih terus meningkat dalam beberapa tahun ini, karena sistem waralaba pada majalah ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan majalah lokal pada umumnya. Pertama, biaya investasi lebih murah dibandingkan dengan membuat majalah lokal baru. Kedua, efektif karena persiapannya lebih singkat, membutuhkan tenaga SDM dan infrastruktur yang lebih kecil serta ketiga, brand yang sudah kuat sehingga mereka tidak membutuhkan waktu lama untuk membangun merek serta memperoleh keuntungan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2919
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dani Vardiansyah
"Tesis ini mengkaji e-commerce via internet, yakni yang menggunakan world wide web, sehingga disebut web-commerce, khususnya dari sisi yang menjadi kajian ilmu komunikasi, khususnya komunikasi pemasaran, yakni penyajian pesan persuasif agar tujuan menjual barang dan jasa berhasil. Tujuan utama penelitian adalah mendapatkan rumusan atau acuan dalam menulis pesan situs web-commerce atau web-copywriting serta berupaya mendapatkan pemaknaan terhadapnya dan karenanya secara purposive memilih sejumlah situs-situs web-commerce yang berhasil sebagai sampel penelitian.
Dalam mencapai tujuannya, penelitian menggunakan paradigma interpretatif dengan menggunakan metode penelitian analisis isi yang karenanya bersifat kualitatif. Subyek penelitian adalah situs-situs web-commerce B2C, obyek penelitian adalah: elemen pesan, organisasi pesan, dan struktur pesan. Unit analysis penelitian adalah: (1) Pesan atau informasi dalam situs, berupa fitur yang tersaji pada halaman situs-situs web. (2) Jenis muatan informasi, berupa kandungan fungsi manfat dari setiap fitur berikut informasi yang melekat dalam proses penjualan. (3) Alur informasi, yakni bagaimana situs yang diteliti menggiring pengunjungnya dalam seluruh proses transaksi yang terjadi.
Berdasarkan paradigma yang dianutnya, penelitian tidak secara ketat menetapkan kategorisasi di awal, bekerja dalam pola pikir reflektif, mencoba melihat obyek dalam konteks naturalnya, dengan tata fikir logik lebih dari sekedar liner kausal. Penelitian ini menemukan bahwa penulisan pesan situs web terpolakan berdasarkan tujuh kategori utama muatan pesan: (1) fasilitas pembelian dan fasilitas tambahan guna kenyamanan proses pembelian, (2) jenis produk dan rekomendasi produk, (3) persyaratan penjaminan serta informasi tambahan penunjang pembelian, (4) forum komunikasi serta pembinaan hubungan dengan dan antar pelanggan, (5) pembinaan hubungan dengan stakeholders non pelanggan, (6) promosi produk atau penjualan langsung atau terkait dengan event tertentu, serta (7) pesan-pesan pelengkap dan penunjang lainnya. Selain itu, penulisan pesan situs-situs web-commerce B2C juga terpolakan berdasarkan alur belanja. Dalam alur belanja, terdapat tiga pentahapan utama, yaitu (1) tahap tiba di situs, (2) tahap pencarian dan pemilihan produk, serta (3) tahap transaksi pembelian. Masing-masing pentahapan dapat dibedakan atas sejumlah aktivitas belanja. Pada tahap pertama, aktivitas yang terjadi ialah tibanya pengunjung di situs yang dituju, tahap kedua terjadi pencarian produk dan pemilihan produk, dan tahap ketiga melibatkan sekaligus empat aktivitas: pencatatan data pembeli, pemilihan metode pengiriman, pemilihan metode pembayaran, dan review serta rekonfirmasi atas seluruh transaksi.
Untuk struktur pesan, yakni bagaimana elemen pesan dan organisasi pesan terangkai satu dengan lainnya, terbagi dalam empat fase: (1) fase attention yang bermula sejak pengunjung tiba di situs dan ditarik perhatiannya dengan menyajikan elemen pesan mulai dari logo & slogan, tanggal last updated dan sejenisnya; (2) fase interest, terjadi sepanjang tahap pencarian dan pemilihan produk; (3) fase decission, terjadi di tahap pencarian dan pemilihan produk; (4) fase conviction, terjadi sepanjang tahap transaksi pembelian, dimulai dari aktivitas pencatatan data pembeli, pemilihan metode pengiriman, dan pemilihan metode pembayaran; serta (5) fase action, tindakan pembelian, terjadi pada akiivitas review dan rekonfirmasi atas transaksi.
Apabila mencoba melihat struktur penulisan pesan situs web-commerce B2C dari unit terkecil elemen pesannya menunjukkan bahwa sebelum memasuki tahap transaksi pembelian, struktur pesan bersifat jejaring, segala kemungkinan terbuka, fitur yang satu terhubung ke fitur yang lain. Namun, memasuki tahap transaksi pembelian, pola struktur relatif linier walau sewaktu-waktu pembeli dapat melompat ke bagian fitur atau fase lainnya.
Penelitian juga menemukan interaktivitas dan personalisasi. Interaktivitas dimanfaatkan pengelola situs untuk membuat pengunjung seolah berhadapan langsung dengan petugas wiraniaga: menjawab pertanyaan serta memberi saran dan anjuran. Dengan personalisasi, penyusunan pesan yang semula one-to-many (dari satu pengelola situs kepada siapa pun pengunjung situsnya), menjadi one-to-one (dari pengelola situs kepada satu individu pelanggannya)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T9599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
J. Indiwan Seto Wahju Wibowo
"Penelitian bertajuk `Pembunuhan Karakter dalam Pers Indonesia' ini menggunakan analisis semiotik, salah satu model analisis teks media. Tema yang diangkat adalah `character assassination' Presiden Abdurrahman Wahid dalam teks berita koran dan majalah Ibukota.
Sesuai sifatnya, penelitian kualitatif ini tidak berpretensi untuk menyamaratakan atau menggeneralisasi semua berita pers Ibukota telah melakukan `pembunuhan karakter' terhadap Presiden Abdurrahman Wahid. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kritis yang sejak awal sudah beranggapan bahwa tidak ada berita pers yang sungguh-sungguh netral.
Eriyanto (2001:52) menyatakan bahwa analisis teks berita yang bersifat kritis pada awalnya melihat realitas dan hubungan sosial berlangsung dalam situasi yang timpang. Media bukanlah saluran yang bebas tempat semua kekuatan sosial saling berinteraksi dan berhubungan.
Sebaliknya, pers penganut teori kritis memandang media bukanlah saluran yang bebas, tempat semua kekuatan sosial yang saling berinteraksi dan berhubungan. Media massa justru dimiliki oleh kelompok dominan, sehingga mereka lebih mempunyai kesempatan dan akses untuk mempengaruhi dan memaknai peristiwa berdasarkan pandangan mereka. Dalam suasana era reformasi, pers Indonesia seakan mendapat angin, berani mengkritik bahkan melakukan pembunuhan karakter.
Pembunuhan Karakter adalah upaya mendiskreditkan karakter seseorang terutama publik figur atau orang berpengaruh lewat pelemparan opini atau distorsi informasi yang penuh dengan kebohongan. Dalam penelitian kualitatif ini, figur Abdurrahman Wahid menjadi sosok yang sering dizalimi oleh media massa khususnya Rakyat Merdeka, Panji Masyarakat, Gatra serta Adil dan Republika.
Penelitian ini menganalisis teks-teks berita - baik berupa teks tertulis, gambar, foto atau ilustrasi yang berkaitan dengan sepak terjang dan pendapat Abdurrahman Wahid ketika menjadi Presiden RI.
Alasan utama mengapa topik ini diangkat adalah rasa ingin tahu penulis mengenai berita-berita macam apa yang bisa dikatagorikan sebagai upaya `pembunuhan karakter' oleh pers. Sekaligus menjadi telaah ilmiah mengenai konsep pembunuhan karakter yang selama ini seringkali disebut-sebut tetapi tidak pernah dikaji secara ilmiah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis semiotik Roland Barthes dan diperlengkapi dengan teknik analisis semiotik sosial Halliday. Semuanya terjalin dalam kerangka berpikir paradigma konstruktif yang mengarah kepada paradigma kritis saat melihat media massa dan kekuasaan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam banyak hal media massa tertentu paling tidak dari 40 sample berita terpilih, telah melakukan `pembunuhan karakter' terhadap pribadi Gus Dur sebagai presiden.
Dari berita yang dianalisis menunjukkan hampir sebagian besar teks berita itu berisi berita-berita yang bertentangan atau melanggar kode etik jurnalistik wartawan. Pelanggaran yang sering dilakukan adalah pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik wartawan Indonesia, yakni memuat berita tidak berimbang, terlalu interpretatif, mencampuradukkan antara fakta dan opini penulis serta melakukan penghinaan, pelanggaran hak privacy dan mencemarkan nama baik.
Di sisi yang lain hasil penelitian ini memungkinkan atau bisa mengilhami penelitian selanjutnya mengenai pelanggaran kode etik jurnalistik dan pengaruhnya pada kebebasan dan profesionalisme jurnalistik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T9717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rendro Dhani
"Selama menjadi presiden keempat RI, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengalami begitu banyak permasalahan komunikasi baik yang bersumber dari Gus Dur sendiri maupun kinerja dari para pembantunya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan komunikasi tersebut dan memahami bagaimana konsep dan strategi manajemen komunikasi Presiden KH Abdurrahman Wahid. Selain itu, tesis ini juga meneliti bagaimana peran dari pers/media massa dalam konteks manajemen komunikasi kepresidenan.
Penelitian ini didesain menggunakan metode penelitian kualitatif dan memakai pendekatan studi kasus, dengan tujuan ingin mengetahui lebih dalam permasalahan dalam manajemen komunikasi Gus Dur sebagai Presiden. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif, penulis menggunakan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi kepustakaan, tale menganalisis data tersebut yang berasal dari beberapa kalangan, yaitu kalangan pemerintah dan birokrasinya, kalangan pers/media pemberitaan, dan sejumtah pakar terkait.
Sebuah konsep yang dijadikan rujukan dalam menganalisis manajemen komunikasi Presiden Wahid adalah konsep yang dikembangkan oleh Mark Fletcher (1999) tentang manajemen komunikasi. Menurut Fletcher, manajemen komunikasi secara sederhana merupakan manajemen atas bentuk, isi, dan konteks dari informasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Presiden Wahid tidak menjalankan atau menggunakan salah satu teknik atau konsep manajemen komunikasi yang umumnya dilakukan presiden. Selama menjadi presiden Gus Dur sangat sering mengeluarkan pernyataan dan kebijakan yang kontroversial, sehingga hal itu merefleksikan bahwa Presiden Wahid tidak mengolah informasi yang diterimanya dan mempersiapkan pesanpesan yang ingin disampaikan kepada publik. Ada beberapa kekurangan yang menyebabkan mengapa hal itu terjadi, seperti faktor eksternal dan faktor internal dari Gus Dur sendiri.
Namun demikian, kesimpulan lain dalam penelitian ini menyebutkan bahwa kekurangan yang dimiliki Gus Dur dalam berkomunikasi masih bisa diminimalkan seandainya Presiden Wahid mempunyai asisten atau pembantu-pembantu yang mampu bekerja secara cermat dan professional berdasarkan mekanisme kerja yang jelas dalam menjembatani hubungan presiden dengan media massa, dan secara tegas mampu mendisiplinkan Gus Dur. Dengan kata lain Presiden Wahid membutuhkan suatu manajemen yang ketat luar biasa dan dia harus mematuhi aturan mainnya jika dia ingin menghindarkan, atau paling tidak mengurangi kesalahan-kesalahan dalam penyampaian informasi.

During his term as the fourth Indonesian President, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) had face many communication problems, which derived from Gus Dur himself, and his assistants. This study was carried out in order to understand the concept and strategy of President Wahid in managing his communication. Besides, this thesis also tries to understand the role of the press/mass media in the context of presidential communication management.
This study was designed to use qualitative method, using case study approach that the objective is to understand more deeply some problems in President Wahid communication management. To obtain objective result, the author used in-depth interview of people from various circles, such as government officers, journalists, experts, and other people close to President Wahid.
A conceptual definition about management communication, developed by Mark Fletcher (1999), was used in analyzing President Wahid communication management. According to Fletcher, in order to bring about specific outcome the concept of communication management is put simply three crucial elements: the management of the form, the content, and the context of information.
The result of this study indicate that President Wahid actually has no management in his communication because President Wahid often launching controversial statement and policy, which is reflecting that he did not manage information carefully and prepare his messages before announce it to public. There were some weaknesses that caused this to happen, such as internal and external factors from Presiders Wahid.
However, other conclusion in this thesis indicate that President Wahid's weakness could be minimized if he has some good assistants who can able to work professionally based on a vivid working mechanism, such as able to bridge the relation between president and the press, portray the correct image of the president, and the most important thing is able to discipline the president to follow the rule of presidential protocol."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Ariane
"Segmen anak menempati posisi nomor dua setelah ibu-ibu. Tetapi sayangnya kualitas tayangan anak sangatlah tidak memadai. Sebagian besar tayangan anak bahkan sebenarnya tidak cocok ditonton oleh anak-anak. Ini merupakan masalah besar dalam industri televisi. Sebenarnya pihak pengelola televisi memiliki peranan besar dalam hal ini, khususnya kebijakan penayangan. Hal ini terkait bagaimana pengelola televisi melihat segmen anak. Kini, sebagian besar pengelola televisi melihat anak sebagai peluang mendapatkan keuntungan. Padahal, anak merupakan segmen yang khusus karena mereka memiliki kebutuhan yang khusus.
Penelitian ini menggambarkan bahwa pengelola televisi masih kurang kepeduliannya terhadap hak anak untuk mendapatkan tayangan yang berkualitas. Anak harus mendapatkan tayangan yang berkualitas yang ditayangkan pada waktu yang tepat tanpa diselingi iklan-iklan yang membuat mereka konsumtif. Unsur-unsur tersebut seharusnya tercantum pada kebijakan tayang di setiap stasiun televisi.
Dalam kebijakannya, pengelola televisi tidak memikirkan bahwa kualitas tayangan adalah diatas segalanya dalam hal pemilihan suatu program. Mereka lebih menggunakan rating sebagai penentu kualitas suatu tayangan. Padahal seharusnya untuk tayangan anak, rating tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya alat ukur kualitas suatu program. Hal ini karena anak merupakan pemirsa yang khusus.
Kondisi tayangan anak seperti sejalan dengan apa yang diungkapkan Oliver Boyd-Barret yang menyatakan bahwa media komersial harus memenuhi kebutuhan pengiklannya serta sebagai audience-maximizing product (seperti seks dan kekerasan). Fairclough juga mengatakan bahwa media komersial merupakan profit making organization, dimana mereka menjual pemirsanya kepada pengiklan. Pengelola televisi cenderung menayangkan tayangan yang menguntungkan. Mereka memilih tayangan dengan rating tinggi walaupun secara kualitas isi buruk. Rating bagaikan dewa dalam dunia pertelevisian.
Kebijakan televisi swasta tidak mencerminkan kepedulian mereka terhadap anak. Dalam prakteknya pun banyak tayangan yang secara isi tidak sesuai untuk anak serta ditayangkan pada waktu yang tidak tepat untuk anak menonton. Banyaknya iklan yang menyisipi setiap tayangan juga merupakan hal yang memprihatinkan.

The segment of children is placed in the second after the women. But, unfortunately, the quality of the television programs for children is bad. Most of the television programs for children actually are not suitable for them. This is a big problem in television industry. Broadcasters' policy have big role. It is depend on, how they take the segment of children. Now, all broadcasters think that children are money. Actually, broadcaster should think that children are different from other segments. They have special need.
This research tells us that broadcasters do not care about children right. Children have right to get good quality of program in the right time and without any commercials that make them consumptive. That is a must. Broadcasters should provide children good quality of program.
In their policy, broadcasters do not think that the quality of the program is the most important than anything. They always use ratings as a tool to decide the quality of the program. It should not like that, because children are different.
The children's television program condition likes what Oliver Boyd-Barret in Media, Power and Knowledge said that commercial media organizations must cater to the needs of advertisers and produce audience-maximizing product (hence the heavy doses of sex and violence content). Fairclough said that the commercial broadcasting are pre-eminently profit making' organization, they make their profits by selling audiences to advertisers. Broadcasters make only profitable program. They choose only high ratings program, although the quality is bad. Rating is a god in television industry.
Broadcasters' policies tell us that they do not care that the quality is bad or the program is in a wrong time. Broadcaster should think that the programs have to be displayed in the right time and the commercials too.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Hermawan
"Salah satu elemen terpenting dalam sebuah industri adalah pemasaran. Keberhasilan sebuah produk kerap ditentukan pula oleh bagaimana produk tersebut dipasarkan. Demikian pula dengan industri media cetak. Jalur pemasaran dalam industri media cetak, khususnya majalah berita, berjalan lewat perantara pemasaran, mulai dari agen, sub agen dan pengecer. Seperti apa bentuk jalur pemasaran dan bagaimana pengaruhnya terhadap produk dalam industri ini belum pernah dijabarkan dalam sebuah karya ilmiah.
Penelitian ini mengkaji jalur pemasaran, khususnya posisi agen majalah sebagai perantara pemasaran dalam indusri majalah berita di Indonesia. Metodologi yang digunakan dalam tesis ini adalah kualitatif-deskriptif lewat wawancara mendalam dengan beberapa narasumber terkait seperti pihak majalah berita (Majalah Berita Mungguan Tempo dan Majalah Bisnis dan Hukum Trust) dan agen majalah (Aritonang, Saragih dan Harianja).
Untuk menganlisa data temuan, tesis ini menggunakan kerangka pemikiran pemasaran, khususnya jalur pemasaran produk konsumsi, yang meliputi fungsi, kegiatan dan tingkat jalur pemasaran. Penulis juga mencoba melihat posisi agen majalah dalam kerangka organisasi industri, dimana akan diketahui seperti apa hubungan agen dengan penerbit majalah berita.
Hasil kajian menunjukkan bahwa jalur pemasaran dalam industri media cetak memiliki kekhasan tersendiri. Agen tidak hanya berfungsi menjadi pengumpul atau wholesaler, namun bisa juga menjadi retailer. Karya akhir ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar produk pada industri majalah berita di Indonesia dipasarkan secara eceran, dan penyebarannya hingga ke konsumen sebagian besar dilakukan oleh perantara pemasaran yaitu agen, sub agen dan pengecer. Namun demikian, dalam memasarkan produknya penerbit hanya berhubungan dengan perantara pemasaran tingkat pertama yaitu agen.
Karena dianggap mewakili selera pembaca, penerbit kemudian menggunakan informasi dari agen untuk menentukan strategi untuk kebijakan pemasaran maupun produk. Penerbit memposisikan agen sebagai pihak yang dianggap sangat kompeten dalam memberikan saran mulai dari saran untuk oplah, saran pada bentuk desain cover (sampul muka) majalah bahkan sampai berita yang hendak ditampilkan. Implikasinya, terjadi persinggungan antara fungsi sosial pers dan pers sebagai bagian dari sebuah industri yang menjadikan keuntungan sebagai tujuannya, di mana agen berada di antara persinggungan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13753
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Erlyska Octaviany
"Meningkatkan jumlah perempuan di panggung politik merupakan isu yang banyak diperdebatkan sepanjang masa Pemilu tahun 2004 ini terutama menjelang Pemilu 5 April 2004 yang lalu untuk memilih calon legislatif. Inti perdebatan terfokus pada masalah kemampuan perempuan dalam berpolitik dan tidak terpenuhinya kuota 30 %.
Partisipasi perempuan dalam dunia politik masih kurang terwakili. Hal ini disebabkan bukan karena kecilnya represcntasi kaum wanita tetapi karena lambatnya proses perubahan. Hal ini dikarenakan adanya pendapat bahwa keikutsertakan kaum perempuan di kancah dunia politik akan membahwa dampak buruk yaitu ketidakstabilan dalam keluarga sehingga kaum pria enggan untuk memberikan tempat bagi wanita di dunia politik
Sebagai penelitian kualitatif dengan perspektif kritis, dalam tesis ini digunakan metode analisis wacana dengan paradigma kritis. Yaitu, model wacana critical discourse analysis (CDA) dari Norman Fairclough. Teori ini menggabungkan tiga dimensi dalam communicative events, yaitu teks, praktik wacana (discourse practice) dan praktik sosial budaya (sociocultural practise). Selanjutnya analisis teks yang digunakan berdasar teori Pan dan Konsicki.
Hasilnya dari frame yang ditemukan bahwa Metro TV, stasiun televisi yang mengukuhkan diri sebagai Election Channel menonjolkan bahwa keterwakilan perempuan dalam politik perlu mendapatkan perhatian lebih. Sanyak caleg perempuan yang berkualitas dengan visi dan misi yang jelas harus terhadang dengan kendala-kendala yang disebabkan oleh budaya patriaki.
Penelitian ini juga memakai paradigma kritis. Dalam ilmu komunikasi dan kajian media, paradigma kritis sering dipakai dalam penelitian terutama dalam mengungkapkan bagaimana suatu teks muncul di masyarakat. Di dalam paradigma kritis terdapat cultural study, the critical theory. feminism, reception theory dan semiotic. Data ideologi sendiri merupakan kata yang penting dalam teori kritis. Definisi ideologi adalah sekelompok ide yang menjadi struktur dasar sebuah grup, sebuah sistim representasi bagaiman suatu grup atau individual melihat keadaan di sekelilingnya. Produksi teks yang diteliti mencerminkan bagaimana ideologi pengelola Metro TV yang berfungsi sebagai perpanjagnan tangan dari sekelompok pemegang kckuasaan. Maka isi media itu tentu tidak bertentangan dengan kepentingan mereka.

The main issue in 2004 election, especially in the upcoming of the last . July 5th, 2004 legislative candidate election was how to increase the number of women in politics. The debates were focused on the women's performance in politics and unfulfilled quota of 30%.
Women's participation in political world is still not well represented, not because of the small number of representation, but merely in view of the fact that changing the opinion that women's participation in politics will bring instability in their family's life. That is the reason why men are not eager to give place to women in political world.
As a qualitative research with crisis perspective, this thesis will use critical discourse analysis (CDA) from Norman Fairclough. This theory combines three dimensions in communicative events which are text, discourse practice and sociocultural practice. Next, the text analysis that will be use is based on Pan and Konsicki theory.
The result from the frame the has been discovered by Metro TV, TV station that proclaimed as the Election Channel, was women's representation in politics needs more attention, since many women candidates the have a quality vision and a clear mission stumbled by patriarchal culture.
This research was also using a critical paradigm, in communication science and media presenting is use to discover how a text emerge in society. Inside critical' paradigm there are cultural study, the critical theory, feminism, reception theory and semiotic. The word ideology it self is an important word in critical theory. Definition of ideology is a group of ideas that become a base of a group, a representing system or how a group or individual see their surrounding. The researched on the text production reflects on how Metro TV ideology functions as the helping hand from the people in power, so they would not go against their interest."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T 13909
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bharata Kusuma
"Berkembangnya berbagai aplikasi internet berdampak besar pada pola komunikasi manusia. Dengan peralatan yang relatif sederhana dan murah dibandingkan masa-masa sebelumnya, seorang pengguna internet dapat bertukar teks, gambar atau bahkan gambar bergerak dan audio tanpa batasan waktu maupun ruang.
Secara revolusioner, lahir masyarakat berbasis internet yang disebut sebagai komunitas cyber atau masyarakat virtual. Komunitas ini dalam bahasa Indonesia lazim disebut sebagai komunitas maya. Komunitas maya ini cenderung menjadi pilihan dan dimanfaatkan sebagai sarana sosialisasi maupun aktualisasi diri dari sejumlah netter. Tak heran jika secara kuantitatif komunitas maya ini jumlahnya terus bertambah dan secara kualitatif dalam beberapa indikasi, komunitas maya makin menunjukkan kematangan sebagaimana komunitas nyata. Untuk mengambil manfaat yang besar dari tumbuhnya komunitas maya ini kita perlu mengamati bentuk dari komunitas maya, dan bagaimana perbandingannya dengan kelompok di dunia nyata.
Pada penelitian ini, peneliti mengangkat permasalahan apakah para anggota suatu milis bisa disebut sebagai suatu kelompok di dunia maya?
Kemudian, bagaimana perbandingan milis sebagai kelompok di dunia maya dengan kelompok di dunia nyata?
Hasil dari penelitian ini sangat membuka kemungkinan adanya kesempatan baru bagi dunia bisnis, pendidikan praktis, dan sosial kemasyarakatan. Hal ini terjadi karena dari kelompok maya ini dapat dijaring masukan dan opini mengenai suatu hal yang berkaitan dengan dunia praktis. Bahkan menjadi lebih kuat pada kelompok-kelompok maya yang membentuk kelompoknya berdasarkan kegemaran atau penggunaan suatu produk, misalnya pada kelompok pemakai PDA (Personal Digital Assistance), mereka sangat tanggap terhadap munculnya produk baru atau suatu hal yang baru berkaitan dengan PDA. Bukan tidak mungkin mereka bisa menjadi saluran untuk menyebarluaskan suatu produk baru melalui metode pemasaran dari mulut ke mulut.
Kelompok dunia maya juga merupakan pusat konsentrasi massa yang tidak terlihat di dunia nyata tapi jumlah anggotanya cukup besar. Adanya saling keterkaitan di antara anggota kelompok membuat penyebaran suatu informasi yang dianggap panting menjadi sangat cepat. Satu orang pengguna Internet bisa menjadi anggota di beberapa milis, tidak jarang informasi seperti berita yang menghebohkan masyarakat, berjalan cepat di berbagai mills, berjalan dari milis ke milis, hingga hampir seluruh pengguna Internet dapat menerima berita tersebut.
Milis tidak lagi hanya menjadi sebuah wahana berkomunikasi dan bertukar pikiran namun akan terus berkembang menjadi sebuah medium. Sebuah saluran yang dapat membentuk opini dan memobilisasi gerakan dalam masyarakat. Kecenderungan ini harus ditelaah dan dipelajari menjadi kajian komunikasi sosiologis dan psikologis yang menarik di masa yang akan datang.

The growth of various Internet applications has a big effect to the human communication pattern with simple and cheap equipment compared to the previous era. An Internet user can exchange text, picture and even motion graphics including audio without any limitation by time or place.
It is revolutionary born the Internet based society, which is called cyber community or virtual community. This community in Indonesian language is called as ?Komunitas Maya?. These communities tend to become a choice and used as place for socialization and self-actualization by the numbers of netters. It is not surprising if this cyber community quantitatively is always increasing and become as mature as a real community. To take greater benefit from the growth of this virtual community we must observe the form of it and compare it with the group in the real world.
In this research, the writer raised the problem: Are the members of a milling list can be described as a group in the virtual world? Then, what is the comparative of the mailing list as the groups in the virtual world with the groups in the real worlds?
The result of this research is widely open the possibility of the new opportunity for the business world, practical education, and social life. This happened because from the virtual group we can gather any input and opinion about anything related to the practical world even it will be much stronger in the virtual groups who create their groups based on their interest or the using of a product in example: group of PDA users, they are very aware to the launching of a new product or something new related to their PDA. It is not impossible they become the channel to spread a new product by using word of mouth method.
Virtual world group also a big mass concentration that is unseen from the real world. The connectivity between the group?s members makes it very fast to spread any information that considered as important message. One internet user can be a member of many mailing list, it is often happened one message move from one list to another until reach the most of internet user throughout country or even to the whole world.
Mailing list is not longer just a tools of communications or exchange of minds, but it will continuous become a multi purpose medium media. It is a channel, which formed opinion and has a potential to mobilize movement in the society. These potential should be deeper learned as a social and psychological communication study, now and in the future.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14074
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subhan Afifi
"Pers Islam dalam sejarah pers nasional masih masuk dalam kategori "pinggiran". Dalam setting sosiologi, kenyataan ini cukup mengherankan, mengingat sekitar 80 % penduduk Indonesia beragama Islam. Mengapa pers yang dengan simbol-simbol Islam atau yang jelas-jelas menyebut dirinya pers Islam tidak mampu berkembang menjadi kekuatan yang signifikan, baik dari segi pengaruh politik maupun bisnis.
Penelitian ini bertitik tolak dari dua pandangan tentang segmentasi berdasarkan agama (segmentasi religius). Ada yang berpendapat tidak ada segmentasi Islam. Hal ini didukung oleh kenyataan banyaknya pers Islam yang gagal dan tidak mampu berkembang. Pendapat lainnya menyebutkan, segmentasi religius itu ada dalam pasar media. Pendapat ini memandang umat Islam di Indonesia adalah populasi, yang di dalamnya terdapat segmen-segmen.
Pemikiran yang menyebutkan bahwa Islam di Indonesia langsung disebut sebagai "segmen", bukan populasi, menyebabkan berkembangnya pendapat bahwa tidak akan ada media Islam yang memenuhi persyaratan sebagai pers Industri. Artinya media itu tidak akan untung karena pembaca "Islam" itu tidak cukup prospektif.
Penelitian ini menjawab pertanyaan mendasar tentang segmentasi religius : Apakah segmentasi religius itu benar-benar ada dalam pasar media di Indonesia, bagaimana keberadaannya dan sejauh mana posisinya dalam segmentasi media massa secara umum ? Bagaimana karakteristik produk (isi) pers Islam ? Bagaimanakah bentuk pasar sasaran dan segmentasi yang dilakukan pers Islam ? Apakah pers Islam telah membidik pasamya dengan jelas, dengan menetapkan segmen yang tepat ?. Bagaimana strategi segmentasi yang digunakan ? Bagaimanakah model dari segmentasi religius yang dilakukan pers Islam ? semua pertanyaan tersebut diharapkan dapat mendiskripsikan pers Islam secara komprehensif ?
Penelitian ini dilakukan berdasarkan kerangka konseptual tentang Pers sebagai Institusi Bisnis, Pers dan Khalayak, Segmentasi sebagai Strategi Bisnis Pers, Segmentasi Religius sebagai Strategi Menembus Pasar Muslim, Pers Islam di Indonesia, dan Masyarakat Muslim sebagai Khalayak Pers Islam.
Penelitian ini dilakukan dengan metode yang memiliki perspektif/pendekatan kualitatif. Perspektif ini dikenal sebagai pendekatan subjektif (dtasosiasikan juga dengan istilah-istilah hurnanisttk, interpetif, fenomenologis, konstruktivis, naturalistik, interaksionis^ induktif, holistik, eksploratori, mikro, interpretif, kontemporer dan dinamis. Perspektif yang digunakan berlandaskan pada phenomenologi yang menuntut pendekatan holistik, mendudukkan obyek penelitian dalam suatu konstruksi ganda dan melihat obyeknya dalam suatu konteks natural bukan parsiaf. Pendekatan ini tidak bermaksud melakukan generalisasi secara universal, hasilnya sangat tergarttung pada konteks penelitian dilakukan.
Media-media yang menjadi objek kajian ini adalah : Harian Republika, Pelita, majalah Sabili, Ummi, Amanah, Aku Anak Sa/eh, Suara Muhammadiyah, Media Dakwah, dan Tabloid Fikri. Pemilihan media-media tersebut didasarkan atas pertimbangan eksistensi dan pengaruhnya sebagai pers Islam di Indonesia.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh beberapa temuan, diantaranya : walaupun yang dibidik pers Islam secara umum adalah masyarakat muslim, ada perbedaan segmen pembaca yang dibidik berdasarkan "tingkat keberagamaan" masyarakat muslim itu sendiri. Ada yang membidik kelompok masyarakat muslim yang telah memilikt komitmen keagamaan yang tinggi, dalam arti menjalankan ajaran Islam secara ketat (disebut juga sebagai Islam Kaffah/menyeluruh). Ada juga yang membidik kelompok sebaliknya, masyarakat yang penghayatan dan pengamalan keagamaannya masih "pas-pasan" (belum mendalam). Ada juga yang tidak terlalu memperhitungkan persoalan tingkat keberagamaan tersebut.
Fenomena tersebut dapat memperkuat argumen bahwa Islam di Indonesia bukan segmen melainkan populasi. Di dalam populasi tersebut terdapat segmen-segmen pembaca muslim yang didasarkan "tingkat keberagamaan". Beberapa pers Islam yang membidik segmennya secara tepat dengan karakteristik isi yang sesuai, relatif disebut berhasil, yaitu Harian Republika, majalah Sabili, Aku Anak Saleh dan tabloid Fikri.
Pers Islam yang tergolong gagal dam menjalankan industrinya disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : segmentasi yang dilakukan terlalu umum, jalur distribusi yang digunakan hanya jalur distribusi umum, padahal jalur tersebut memiliki tingkat kompetisi yang ketat, dan gaya bahasa/ungkapan/sajian isi yang digunakan tidak sesuai dengan karakter segmen yang dipilih.
Berdasarkan hasil penelitian ini, untuk praktisi pers Islam direkomendasikan agar melaksanakan segmentasi secara lebih tajam berdasarkan pemetaan kondisi keberagamaan masyarakat muslim yang ada. Segmentasi yang tajam merupakan salah satu kunci keberhasilan pers Islam. Hal ini telah dibuktikan dengan keberhasilan beberapa pers Islam dalam merumuskan segmentasi secara tepat dan menyajikan isi media sesuai dengan karakter pembacanya.
Untuk para peneliti media, khususnya yang tertarik mengkaji fenomena pers spesifik, dapat melanjutkan penelitian ini dengan mengkaji beberapa hal yang belum terungkap dalam penelitian ini, seperti kecenderungan/orientasi isi pers Islam secara lebih mendalam."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T160
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roosiah Yuniarsih
"Memasuki era informasi, elektronik demokrasi sudah diterapkan di Indonesia antara lain pemasangan peralatan elektronik seperti decision making support sejak Orde Baru di, ruang-ruang sidang MPR/DPR di Senayan, Jakarta Pemanfaatan internet untuk demokrasi mulai diterapkan pada tahun 1997. Media internet untuk demokrasi terus saja berlangsung. Sejalan dengan itu ada dua masalah mendasar yang diangkat menjadi tests ini yaitu, "apakah yang telah terjadi pada berbagai fasititas dan aplikasi e-demokrasi (media e-demokrasi) yang telah pernah dibangun itu?", dan "bagaimana sebenarnya karakteristik media edemokrasi yang pernah dibangun itu?"
Mencari jawaban permasalahan itu landasan teoritik yang digunakan di dalam penelitian ini diwarnai perspektif lomunikasi politik dalam konteks ideologi demokrasi: bahwa keberadaan teknologi yang melahirkan salah satunya adalah media e-demokrasi sesungguhnya bersinggungan secara kompleks dengan aspek teknologi itu sendiri, budaya dan organisasi. Di dalamnya secara detail ia bersinggungan dengan produksi budaya media, fungsi media, tipe media, institusi dan serangkaian teori pendukungnya.
Sedangkan landasan metodologis berupa pengungkapan realitas tentang media e-demokrasi secara deskriptif-kualitatif dengan single case multi level analysis. Ada tiga unit analisa yang dideskripsikan yakni: aplikasi sister komunikasi berbasis internet (situs); aktor (key factors) dan kebijakan (proses). Analisa dilakukan dengan `cross sectional research' yang meneliti kejadian (kasus) ( pada rentang waktu kegiatan Amandemen keempat, yakni mulai akhir tahun 2001 hingga tahun 2003 di legislatif nasional MPR/DPR. berbasiskan maksimalisasi keberadaaan data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh dengan wawancara mendalam yang tidak berstruktur dan juga pengamatan.
Selanjutnya, penelitian ini mengantarkan pada beberapa temuan. Websites bermuatan informatif dan menyediakan fasilitas partisipatif. Website dan mailinglist menjadi media yang bertendensi menyeragamkan kesatuan pandangan terhadap pentingnya proses Amandemen; agar publik yang berpotensi konflik, secara kolektif tidak searah di dalam menerima proses Amandemen, secara fungsional dapat berinteraksi dan berinterelasi yang secara normatif diharapkan mampu membentuk konformitas dan konsensus sehingga semua unsur masyarakat yang menjadi target sasaran mempunyai pan dangan yang relatif searah di dalam menerima Amandemen.
Dibandingkan dengan mailinglist, website tidak seberapa berhasil menjangkau khalayak pada umumnya. Mailinglist relatif berhasil menjadi alat sosialisasi tentang kinerja wakil rakyat dan pecan Amandemen.
Secara keseluruhan website dan mailinglist sebagai media, medianya benar, segmennya benar, konsepnya benar, tetapi pada saat menerjemahkan konsep pengembangan ke dalam strategi dan aplikasi, tidak cukup waktu, otonomi dan sinkronisasi. Digital divide adalah kendala yang dihadapi tatkala media e-demokrasi dibangun dan Amandemen berlangsung, sehingga media edemokrasi berjalan sebatas media untuk melakukan sosialisasi belaka. Di dalam konteks e-demokrasi, pada saat Amandemen berbagai aplikasi internet yang dibangun sebatas berorientasi partisipasi, e-partisipatif bukan sebagai e-voting, pemungutan suara online.
Secara internal, media e-demokrasi berhadapan dengan tiga aspek teknologi yang dikemukakan Pacey; aspek organisasi dan teknik sesungguhnya belum siap mengaplikasikan e-demokrasi, meskipun secara budaya khalayak berpolensi asosiatif terhadap inovasi yang dilakukan. Itu salah satu sebabriya media edemokrasi yang dibangun memang sebaiknya tidak diteruskan.
Namun pada masa akan datang, mengingat perkembangan pengguna internet yang terus meningkat dua kali lipat dalam setiap tahunnya; kemudian, garis kebijakan Pernerintah secara nasional juga memberikan dasar ke arah tumbuh kembangnya realisasi e-demokrasi di tingkat legislatif lokal maupun nasional; penelitian ini merekomendasikan media e-demokrasi patut diteruskan.

During the information age, electronic democracy had been applied in Indonesia, such as electronic equipment of supporting decision making support installed since New Order era at the MPRIDPR meeting rooms of legislative, Senayan Jakarta. At the beginning of 1997, internet had used around the legislatives activities. Up to now internet support the democracy keeps going on, According to that there're two basically thesis questions: what had happened to all the facilities and e-democracy appliances that used to be build ?, and how is that media e-democracies characteristic ?
Answering these theses the theory used in this research mostly political communication politic with democracy ideology context: technology related with e-democracy media truly so close in complexities with the technologies aspect it selves, cultures and organization-. Inside details it's close to media culture production, media function, media type, institution and other supported theories.
Methodology side, it's qualitative-descriptive research covering the realities of democracy media within the single case multi level analysis. There're three descriptive analysis units: communication system (using internet (sites), actors (as key factors) and policies (process). It's cross -sectional analyst's research: researching the cases when Amendment fourth, at the end of 2001-beginning of 2003 within 'national legislative activities. Primary data and secondary data were taken maximize. Primaries data were collected by observing and unstructures interview.
There are some findings in this research: most website were informative, available participative facilities. Websites and mailinglist, media tend into one perspectives uniform about the essential of Amendment process; in order public with potential conflict able to walking hand in hand collectively accepting Amendment process functionally, normatively able to interaction and interrelation building conformities and concencuss within on the one direction to the target segments.
Mailinglist succeed reach the target segmented than websites. Mailinglist succeed relatively to be the socialization tools of people representatives performances and Amendment messages.
Overall website and mailinglist as a media, it's the right media, right in determining the segment, right in conceptual but there's some perfect things when it's translated into development to be applied strategically, unenough aoutonomous time, spaces sincronized. There's also digital divide to face when the media e-democracy was build so the media limited as socialization tools. Mostly the media e-democracy here were e-participated note-voting yet.
In other side, internally, three aspect of technology showed that media democracy applied face unready organization and technically aspects. Though public associated the innovation idea, technically and organizational side were so weak. That's why the media e-democracy were build uncontinously.
But for the future according to the double growth of the Indonesian interne users while nationally Government policies directs the growth of the e-democracy realization local and national pace; this research recommended that e-democracy media should be continuous.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14280
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>