Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amia Luthfia R. Koestoer
"Dilatarbelakangi oleh tuntutan era globalisasi dan adanya pendapat yang menyatakan bahwa pelajar Indonesia di luar negeri memiliki hambatan untuk melakukan kontak dan bercakap-cakap dengan orang-orang di negara tuan rumah, maka penelitian ini mengkaji kompetensi (kemampuan) komunikasi antarbudaya orang Indonesia yang menetap sementara pada lingkungan pendidikan di Australia. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, maka penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan konstruktivism. Metode yang digunakan adalah observational dengan berpartisipasi secara aktif di dalam kehidupan sehari-hari subyek penelitian dan situasi studi.
Konsep kompetensi komunikasi digunakan sebagai alat untuk mengukur kualitas komunikasi seseorang atau sekelompok orang. "Keberhasilan" (effectiveness) dan kelayakan (appropriateness) adalah dimensi yang digunakan untuk menilai kompetensi komunikasi. Jadi, kompetensi komunikasi antarbudaya melihat keberhasilan dan kelayakan komunikasi dan interaksi antara orangorang dari budaya yang berbeda. Keberadaan seseorang pada budaya yang berbeda menuntut dirinya untuk beradaptasi, dan yang mendasari proses adaptasi yang dialaminya adalah proses komunikasi. Melalui komunikasi yang berhasil dan layak, seseorang dapat meningkatkan kontrol terhadap perilakunya dan lingkungannya. Tiga buah dimensi, yaitu the affective process, the cognitive process dan the behavioral process, digunakan untuk "mengukur" kompetensi komunikasi antarbudaya sekaligus digunakan untuk menganalisisnya.
Hasil penelitian ini adalah terdapat perbedaan kompetensi pada konteks sosial formal dan konteks sosial informal. Pada konteks sosial formal para peserta training yang semuanya wanita ternyata cukup kompeten dalam berkomunikasi antar budaya dengan orang-orang Australia. Mereka dapat memenuhi dimensi affective, cognitive dan behavioral. Tapi pada konteks sosial informal, mereka tidak cukup kompeten. Perbedaannya adalah pada atribut message skill, interaction management dan cultural awareness, dimana pada konteks formal atribut-atribut tersebut ditemukan, sedangkan pada konteks informal atribut tersebut tidak ditemukan . Perbedaan yang lain adalah pada konteks formal, atribut appropriate self disclosure tidak ditemukan tapi pada konteks informal justru atribut tersebut dapat ditemukan. Di kedua konteks sosial, atribut-atribut self concept / self esteem, open-mindedness, non-judgmental attitudes, social relaxation, behavioral flexibility dan social skill I emphatic dapat ditemukan.
Perbedaan kompetensi komunikasi antarbudaya apakah subyek penelitian bersama-sama dengan teman sekelompoknya atau seorang diri ketika sedang berkomunikasi dengan orang Australia hanya ditemukan secara terbatas pada anggota kelompok yang kemampuan Bahasa inggrisnya lebih rendah dibandingkan anggota kelompok yang lain. Bagi mereka bantuan anggotaanggota lain dalam kelompok sangat diandalkan untuk berkomunikasi dengan orang Australia."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Kironosasi W.
"Studi ini mempelajari stereotip dan prasangka dalam komunikasi antar kelompok yang merupakan kajian studi komunikasi antar budaya. Studi yang membahas masalah stereotip dan prasangka antar sukubangsa memang sudah banyak dilakukan, namun studi yang membahas masalah stereotip dan prasangka dari orang Bali dan orang Sasak belum banyak dilakukan. Studi ini lebih menekankan pada masalah situasional, yaitu situasi komunikasi dan situasi kelompok, oleh karena itu unit pengamatannya adalah interaksi antar kelompok--yaitu antara sukubangsa Bali dan sukubangsa Sasak.
Dalam kajian komunikasi (interaksi) antar kelompok, data atau informasi mengenai lawan interaksi menjadi penting terutama stereotip mengenai sukubangsa yang satu terhadap sukubangsa lain merupakan landasan dalam berinteraksi (berkomunikasi).
Mengingat adanya perbedaan dalam hal nilai-nilai (persepsi), bahasa, stereotipstereotip dan prasangka, pandangan hidup, sikap, pola non-verbal serta orientasi nilai antara sukubangsa Bali & Sasak diduga dapat menyebabkan munculnya kesalahpahaman antarbudaya. Oleh karena itu dianggap perlu untuk melakukan suatu kajian ilmiah terhadap interaksi yang terjadi antara kedua sukubangsa tersebut.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penelitian ini berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1) bagaimanakah pandangan stereotip & prasangka sukubangsa Bali terhadap sukubangsa Sasak; 2) bagaimanakah pandangan stereotip & prasangka sukubangsa Sasak terhadap sukubangsa Bali; dan 3) bagaimanakah & mengapa stereotip & prasangka dapat mempelancar atau mengharnbat interaksi antara kedua sukubangsa tersebut; serta 4) bagaimanakah gaya komunikasi antara kedua sukubangsa tersebut di dalam interaksi mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualtitatif.
Temuan penelitian menggambarkan bahwa sukubangsa Bali walaupun sudah menetap di Lombok khususnya di Cakranegara (Mataram-Lombok Barat) sejak lama., namun mereka masih sangat ketat dalam menjalankan nilai-nilai dan aturan-aturan yang berlaku dalam kebudayaan masyarakatnya. Bahkan menggunakan bahasa Bali halus dan sebutan kebangsawanan relatif penting bagi mereka. Pada saat berinteraksi salah dalam menggunakan bahasa terutama bagi orang Sasak yang bukan bangsawanan dengan orang Bali bangsawan dapat menimbulkan kesalahpahaman komunikasi antara kedua sukubangsa tersebut. Sehingga dalam berinteraksi informasi (data kultural, sosiologi dan psikologi) mengenai lawan interaksi menjadi sangat panting. Namun dalam berinteraksi antara sukubangsa Bali dan sukubangsa Sasak stereotip dan prasangka pada situasi-situasi tertentu dapat diredam. Gaya komunikasi mereka cenderung kaku dan resmi. Dalam hal ini perbedaan nilai-nilai, bahasa, serta adanya stereotip & prasangka pada situasi persaingan (konfhk) dapat menghambat komunakasi di antara mereka dan pada situasi keijasama atau akomodasi perbedaan tersebut dapat diredam. Dalam konflik sukubangsa Bali cenderung mengaktifkan kesukubangsaan sementara itu sukubangsa Sasak mengaktifkan keagamaan."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Hayatunnur Taqwa
"Penelitian ini bertitik tolak dari tiga konsep yaitu konflik, berita, dan aspek ekonomi politik. Berita konflik Sambas yang terjadi pada saat itu di persepsi menjadi sebuah komoditas yang dapat di jual kepada konsumen. Dikaitkan dengan gejala Komodifikasi, penelitian ini mencurigai adanya proses komodifikasi dalam pemberitaan yang di sajikan oleh surat kabar Equator tersebut. Penelitian ini berupaya untuk mengungkap terjadinya perubahan orientasi masalah komunikasi antar budaya yang ideal menjadi produk komoditas yang di lakukan oleh surat kabar Equator.
Momen yang di ambil adalah pada saat konflik berlangsung sekitar bulan Januari hingga April 1999. Pemilihan subjek penelitian di jatuhkan kepada pemberitaan konflik yang di sajikan pada surat kabar Equator. Penelitian ini berusaha menganalisa pemberitaan konflik antar etnis melayu dan madura Kab. Sambas di Kalimantan Barat dan ingin mengetahui bagaimana dinamika yang terjadi di dalam ruang redaksi pada saat memproduksi pemberitaan tersebut, maka penelitian ini di dasarkan asumsi bahwa surat kabar Equator telah melakukan keberpihakan dalam pemberitaannya.
Metode yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah Metode Analisis Kritis (CDA). Unit Analisis adalah pemberitaan Konflik Sambas di Kalimantan Barat Pada Surat Kabar Equator sekitar Bulan Januari hingga April 1999.
Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi komodifikasi dalam berita konflik yang dilakukan oleh Surat Kabar Equator, serta terjadinya keberpihakan yang jelas kepada komunitas yang dominan yakni etnis melayu dari merugikan pihak etnis madura yang tidak dominan.
Kebijakan yang di ambil oleh Equator di anggap menguntungkan posisi media ini, eksistensi maupun aspek ekonomis dari peningkatan oplah penjualan yang pada akhirnya menyelamatkan keuangan perusahaan. Terlebih ketika itu, proses reformasi yang baru bergulir melahirkan euphoria di masyarakat, dengan demikian surat kabar Equator juga terimbas oleh suasana euphoria tersebut. Akibatnya selain di dorong untuk menyelamatkan keuangan perusahaan, Equator lebih berani untuk tampil vulgar dan ekspresif, yang pada masa orde baru sangat di tabukan. Meskipun harus mengenyampingkan etika jurnalistik serta tanggung jawab untuk mendidik masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13971
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Israwaty Suriady
"Konflik yang terjadi akhir tahun 1998 berhasil menghancurkan tatanan hidup masyarakat Poso yang telah terbentuk selama ini. Konflik yang bersumber dari interaksi masyarakat sehari-hari dengan latar belakang sosial, budaya, ekonomi yang berbeda tanpa disadari menjadi potensi-potensi konflik laten yang kemudian lahir menjadi bentuk kekerasan, bermula dari perkelahian anak muda yang sedang berpesta minuman keras.
Tindakan kekerasan yang oleh media massa disebut dengan kerusuhan Poso Jilid I - V membuat stigma-stigma dan integrasi masyarakat ke dalam kelompok Islam dan Kristen semakin nyata dan menjadi jurang pemisah di antara kelompok yang ada dalam masyarakat Poso. Perbedaan ini semakin menyulitkan pemerintah daerah dalam menyusun suatu kesepakatan damai yang dapat diterima kedua belah pihak bertikai. Pada akhirnya akhir tahun 2001 pertemuan di Malino menghasilkan suatu kesepakatan damai yang dikenal dengan Deklarasi Malino.
Deklarasi Malino merupakan upaya damai yang berasal dari kedua kelompok yang bertikai, kemudian difasilitasi oleh pemerintah. Hasil kesepakatan ini kemudian berusaha direkonsiliasikan kepada masyarakat, khususnya pada kelompok yang telah bertikai. Berbagai upaya dilakukan pemerintah agar kehidupan masyarakat bisa kembali normal tanpa ada ketakutan munculnya konflik baru kembali.
Konflik telah terjadi dan hal lain yang memerlukan perhatian adalah bagaimana mengelola dan mengatur konflik yang masih sering terjadi pasca Deklarasi Malino, agar tidak muncul menjadi konflik kekerasan baru di daerah Poso. Serta bagaimana memanfaatkan pengaruh pemuka pendapat, masyarakat ataupun tokoh agama dalam proses manajemen konflik tersebut.
Model manajemen konflik yang dikemukakan oleh Ting Toomey adalah kerangka yang digunakan untuk melihat bentuk manajemen yang digunakan masyarakat Poso yaitu bentuk Integrating, Compromising, Dominating, Obliging dan Avoiding. Serta konsep-konsep budaya lain yang dapat membantu melihat fenomena yang ada dalam masyarakat.
Dalam melihat bentuk manajemen konflik tersebut, studi ini menggunakan bentuk penelitian kualitatif-deskriptif, paradigma konstruktivis. Peneliti berusaha menggambarkan secara utuh latar alamiah (masyarakat Paso) pasca Deklarasi Malino.
Hasil studi menunjukkan bahwa penggunaan model manajemen konflik Integrating, Avoiding dan Compromising adalah yang dominan dilakukan oleh masyarakat. Keinginan untuk berdamai dengan membentuk berbagai forum yang melibatkan semua lapisan dan kelompok masyarakat juga sangat membantu proses ke arah penyelesaian dan mengatur konflik yang terjadi, khususnya pasca Deklarasi Malino.
Pemimpin informal (informal leader) memiliki peranan dan pengaruh yang sangat penting dalam proses manajemen konflik di masyarakat. Mereka menjadi wadah atau media yang menghubungkan pemerintah daerah dengan masyarakat tataran bawah (akar rumput). Mereka berperan dalam merekonsiliasikan hasil-hasil kesepakatan Malino. Para pemuka pendapat ini juga berfungsi sebagai "gate keeper" yaitu menyaring dan mengolah informasi sebelum disampaikan kepada masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Oktaviarini
"Penelitian ini dilakukan karena melihat perkembangan TV lokal di Indonesia. Penelitian ini berawal dari Teori Normative media, khususnya teori tanggung jawab sosial. Dimana inti pemikirannya adalah: Siapa saja yang menikmati kebebasan juga memiliki tanggung jawab tertentu kepada masyarakat. Di mana dalam teori normatif media, dikemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : Kebebasan media, berarti bahwa media harus babas dari tekanan pemerintah atau kepentingan-kepentingan kekuasaan lainnya. Pluralitas kepemilikan, berarti menentang konsentrasi kepemilikan dan monopoli kontrol apakah pada negara atau industri media swasta. Dengan kata lain, prinsipnya bahwa sistem media tidak harus didominasi oleh sejumlah kepentingan pengontrol dan masyarakat mempunyai akses sebagai pengirim dan penerima media yang merefleksikan gagasan-gagasan mereka dan memenuhi kepentingan-kepentingan dan keperluannya. Keragaman Informasi, pendapat dan Kandungan Budaya. Hal ini berarti bahwa, media harus menggambarkan rangkaian hasil yang merefleksikan keragaman masyarakat, khususnya dalam dimensi-dimensi wilayah, pokitik, agama, etnis, budaya, dan lain sebagainya. Media harus terbuka untuk gagasan-gagasan dan gerakan baru serta memberikan akses yang kayak untuk kaum minoritas.
Pangkal keruwetan lahirnya tayangan televisi yang tidak sesuai dengan tradisi dan budaya lokal, sesungguhnya berawal dari konsep siaran televisi nasional. Pada era otonomi daerah, peran media massa makin urgen. Salah satu upaya yang harus dilakukan demi suksesnya otonomi daerah adalah mengoptimalkan peran institusi lokal nonpemerintah, seperti media massa. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionisme, pendekatan ini mengasumsikan bahwa semua pengetahuan diperoleh melalui konstruksi yang dalam kaca mata BMS TV dibentuk secara sosial. Konstruksi pengetahuan ini termasuk didalamnya pengetahuan terhadap realitas. Proses memahami yang dilakukan tidak secara otomatis dipandu oleh kekuatan-kekuatan alamiah manusia, tetapi dari kerjasama dan upaya aktif melalui hubungan antar manusia. Dari sini, penelitian yang dilakukan tidak bisa mengabaikan faktor dasar historikal dan kultural dari berbagai bentuk konstruksi dunia.
Penelitian ini mengambil kasus di BMS TV, televisi lokal yang ada di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, di mana jangkauannya meliputi se-eks Karsidenan Banyumas (Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Cilacap, dan Kabupaten Banjarnegara) bahkan menjangkau Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Tegal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor yang digunakan sebagai pertimbangan dalam memproduksi program acara di BMS TV dan untuk mengetahui apakah program yang diproduksi BMS TV telah mencerminkan/menggambarkan usaha pelestarian budaya lokal
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, pertama, pertimbangan yang digunakan oleh BMS TV sehingga suatu acara/tayangan dianggap layak untuk disampaikan kepada khalayak adalah mengandung unsur berita, sesuai dengan kode etik, tidak mengandung SARA. Dalam proses produksi ini baik komisaris maupun direksi tidak mempengaruhi terhadap diambilnya keputusan bahwa acara/tayangan tersebut akan ditayangkan atau tidak. Komisaris maupun direksi hanya memberi pengarahan namun tidak mengintervensi.
Kedua, berkaitan dengan pelaksanaan tanggung jawab BMS TV dalam melestarikan budaya lokal, menurut pengamatan peneliti BMS TV sudah memproduksi acara-acara lokal, walaupun belum bisa dikatakan banyak, karena baru 30 persen tayangan lokal yang dimiliki BMS TV. Walaupun sudah memiliki tayangan lokal, namun penggunaan bahasa ibu (bahasa panginyongan) belum digunakan secara optimal. Hal ini sangat bertolak belakang dengan citra yang ingin diangkat oleh BMS TV adalah mengangkat bahasa panginyongan yang sudah hampir hilang. Hal ini terjadi karena, bahasa panginyongan yang ingin diangkat belum disiarkan dengan porsi yang lebih banyak. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pengetahuan dari SDM yang ada tentang bahasa panginyongan itu sendiri. Implikasi Teoritis dari penelitian ini, yaitu bahwa televisi sebagai salah satu media massa yang memiliki penetrasi yang besar dalam rangka penyeragaman budaya.
"
2006
T22443
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Endah Triastuti
"Skripsi ini mendeskripsikan peta pengetahuan orang tua dengan Tatar belakang budaya kemiskinan di RT 06 Kampung Pedongkelan, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, dalam memberikan makna pada pesan pemerintah dalam iklan layanan masyarakat "Aku Anak Sekolah". Peta pengetahuan tersebut mereka manfaatkan untuk memberikan makna pada stimuli iklan layanan masyarakat "Aku Anak Sekolah" yang pernah clitayangkan di media massa televisi dan radio. Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik penelitian naturalistic field research dengan tujuan deskriptif. Data dikumpulkan melalui teknik pengumpulan data participant observation, in-depth interview dan data sekunder. Teknik participant observation dan in-depth interview dilakukan pada saat peneliti menyewa sebuah kamar kos di lokasi penelitian dan tinggal di sana bersama penduduk RT 06 selama kurang lebih lima minggu. Sementara data sekunder diperoleh dari kantor Kelurahan Kayuputih, Jakarta Timur. Dalam mengumpulkan data, peneliti memilih beberapa situs yaitu tempat-tempat di mana penduduk RT 06 biasa mengadakan interaksi - seperti di dalam keluarga, di pinggir-pinggir gang, di warung, di tempat berjualan judi toto gelap, di empang, di MCK umum, di sumur pompa umum, dan di lapangan. Sementara data dikumpulkan dengan bantuan enam unit informan inti — di mana unit penelitian di sini adalah pasangan orang tua, dan bantuan beberapa pihak lain seperti penduduk setempat, guru, dan orang dari pihak yayasan. Fungsinya adalah selain untuk memperkaya data juga untuk melakukan cross-checking terhadap informasi yang diberikan oleh informan inti. Beberapa kendala yang dihadapi oleh penulis dalam melaksanakan penelitian ini adalah keterbatasan waktu, lokasi wilayan penelitian, cuaca — di mana pada saat penelitian tengah berlangsung musim hujan, peran peneliti sebelumnya yaitu sebagai relawan pada organisasi Kerabat Kerja Thu Theresa serta karakteristik penduduk itu sendiri dengan ciri-ciri kebudayaan kemiskinan yang mereka miliki. Peta pengetahuan terbentuk dari susunan unit-unit informasi yang terdapat dalam tataran kognitif manusia. Tataran kognitif itu sendiri tersusun dari informasi-informasi yang diperoleh manusia melalui pengalaman hidupnya dan melalui kegiatan komunikasi — termasuk pada saat pewarisan kebudayaan. Sebelum tersusun dalam tataran kognitif, informasi itu sendiri terlebih dahulu melalui sistem seleksi dan sistem klasifikasi Ciri-ciri kemiskinan, baik secara fisik maupun secara psikologis, menyebabkan pertukaran informasi di antara penduduk, baik dalam komunikasi antarpribadi maupun komunikasi kelompok, tidak mungkin tidak terjadi. Ciri-ciri fisik itu adalah letak rumah yang saling berhimpitan, dinding rumah yang tipis — terbuat dari kardus atau tripleks, dan penggunaan fasilitas umum maupun pribadi secara bersama serta ciri-ciri fisik yaitu tingginya tingkat esprit de corps serta komunalistis yang tinggi amat mendukung kemudahan memperoleh dan mencari informasi. Informasi-informasi dari kegiatan komunikasi inilah yang memperkaya tataran kognitif penduduk di RT 06 yang berkaitan dengan pendidikan anak. Tersusunnya unit-unit informasi dalam peta pengetahuan terjadi ketika satu unit informasi lebih dapat mengaktifkan sebuah unit informasi dibandingkan unit informasi lain. Susunan unit-unit informasi dalam peta pengetahuan amat bervariasi. Variasi ini dipengaruhi oleh konteks yang terjadi pada saat stimuli diterima dan nilai-nilai kebudayaan kemiskinan. Kemiskinan secara fisik dapat dilihat dan lingkungan di mana mereka tinggal, yaitu di pemukiman miskin dan kumuh. Selain itu mereka dikatakan miskin karena keterbatasan yang mereka miliki yaitu dalam hal kepemilikan benda-benda materi dan juga pendidikan serta keterampilan. Dalam skripsi ini, konteks yang muncul adalah adanya perbedaan jenis bantuan biaya pendidikan yang diterima oleh orang tua dan pihak yayasan. Perbedaan jenis bantuan biaya itu, biaya pendidikan sebagian dan biaya pendidikan penuh, menyebabkan terjadinya variasi peta pengetahuan yang digunakan oleh orang tua dengan latar belakang pendidikan untuk memberikan makna pada pesan pemerintah dalam iklan layanan masyarakat "Aku Anak Sekolah""
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
S4160
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Abdillah Sani
"Penelitian dalam tesis ini membahas mengenai persoalan penayangan
film-film dan sinetron-sinetron serial bertema horor di televisi, yang dewasa
ini nampak semakin marak. Semua stasiun televisi swasta memiliki jam
tayang khusus untuk cerita-cerita mistik tersebut, dengan berbagai judul,
RCTI memiliki Kembalinya Si Manis Jembatan AncoL dan Impian
Pengantin. Indosiar menayangkan Mariam: si Manis Jembatan Ancol dan
film-film misteri tiap Jum?at malam. An-Teve menayangkan Kisah Misteri
tiap Kamis malam. Demikian juga dengan SCTV, Misteri Mirah Delima
dan TPI dengan film-film horor yang sudah pernah di putar di bioskop.
jika diamati, dalam film-film tersebut ada kecenderungan terdapatnya
penyimpangan dari nilai-nilai yang sebenarnya diajarkan agama Islam
melalui Al-Qur?an dan hadist Rasulullah Muhammad SAW. Penyimpangan
mana diakibatkan kuatnya melebih-lebihkan fungsi hiburan, dengan maksud
menarik minat penonton. Bagi kalangan Ulama, tayangan ini dianggap
sebagai suatu hal yang merugikan upaya pembinaan mental keagamaan
masyarakat, karena tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Namun demikian, berdasarkan penelitian ini diketahui, ternyata di
kalangan ulama sendiri meskipun sama-sama mendasarkan penilaian pada
A1-Qur?an dan Hadist, ulama yang berasal dari Nahdlatul Ulama (NU)
berbeda pandangan dengan ulama yang berasal dari kalangan
Muhammadiyah dalam menilai film dan sinetron horor tersebut. Bagi
kalangan ulama NU, sebagaimana terdapat dalam kitab-kitab peninggalan
ulama terdahulu, pelukisan alam ghaib bukan merupakan hal yang asing,
sedangkan bagi kalangan Muhammadiyah, kepercayaan semacam itu
dianggap hanya akan membawa manusia ke arah kemusyrikan. Dengan
demikian, peniaian fungsional atau disfungsionalnya siaran televisi swasta
ini berbeda antara ulama dengan latar belakang golongan yang berlainan."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>