Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 534 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mitra Wulandari
"ABSTRAK
Kota Tanjungpinang merupakan salah satu kota pesisir yang memiliki
permukiman di atas air pada perairan pesisir dengan pelantar-pelantar sebagai
aksesnya. Kondisi tersebut sudah terjadi sejak lama, turun-temurun, bahkan sudah
menjadi bagian kekhasan budaya dari masyarakatnya. Sayangnya pengaturan
mengenai hak atas tanah di kawasan tersebut belum ada. Permasalahannya adalah
penerapan hak atas tanah di perairan pesisir tidak dapat begitu saja disamakan
dengan daratan, mengingat rezim yang terkait tidak hanya bidang pertanahan,
tetapi juga kelautan, lingkungan, dsb. Penelitian ini memiliki tiga tujuan, pertama,
menjabarkan konsep Hukum Tanah Nasional dalam memenuhi penerapan hak atas
tanah di perairan pesisir. Kedua, menjabarkan penerapan Hak Milik, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai yang sudah dilakukan Kantah Kota Tanjungpinang
selama ini untuk permukiman di atas air perairan pesisirnya. Ketiga, menganalisis
dan meberikan rekomendasi pengaturan terkait hak atas tanah untuk permukiman
di atas air perairan pesisir Kota Tanjungpinang (sebaga antisipasi). Adapun
motode yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu meneliti bahan pustaka atau
data sekunder yang terkait. Kesimpulannya, hak atas tanah yang paling tepat
adalah Hak Pengelolaan yang diserahkan kepada Pemerintah Kota Tanjungpinang,
kemudian diberikan kepada masyarakat yang bermukim di sana baik dengan Hak
Milik, Hak Guna Bangunan, maupun Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan. Hal ini
bertujuan agar pemerintah daerah setempat memiliki kekuasaan yang efektif
dalam melakukan fungsi kontrol terhadap pemilikan dan penguasaan tanah di
kawasan permukiman tersebut, sehingga kondisi lingkungan dan berbagai aspek
lainnya tetap terjaga

ABSTRACT
Tanjungpinang is one of the coastal cities that have settlements on the
coastal waters with ?pelantar? as an access. The condition has been going on
since long, hereditary, and become part of the cultural distinctiveness of the
community. Unfortunately arrangements regarding land rights in the region does
not exist. The problem is the application of the right to land in the coastal waters
can not be equated with the mainland, given the associated regime not only in
land, but also marine, environment, etc. This study has three objectives, first,
describes the concept of the National Land Law in the implementation of land
rights in coastal waters. Second, describe the application of Hak Milik, Hak Guna
Bangunan, and Hak Pakai that has been given during Kantah Tanjungpinang for
settlement on coastal waters. Third, gave the recommendations related to land
rights arrangements for settlement on coastal waters in Tanjungpinang (as
anticipation). The method used normative, that is checking library materials or
secondary data related. The conclusion, Hak Pengelolaan submitted to the
Government Tanjungpinang, then given to the people who live there either with
Hak Milik, Hak Guna Bangunan, and Hak Pakai above Hak Pengelolaan. It is
intended that local governments have the authority to perform the functions of
effective control over the ownership and control of land in the settlement area,
and keep the environmental conditions and various other aspects remain intact"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjhong Sendrawan
"ABSTRAK
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 mewajibkan adanya perjanjian kerjasama antara Bank dengan Pengembang jika properti yang dijadikan agunan belum tersedia secara utuh, yang memuat kesanggupan Pengembang untuk menyelesaikan properti sesuai dengan yang diperjanjikan dengan Debitur atau nasabah dan adanya jaminan dari Pengembang kepada Bank bahwa Pengembang akan menyelesaikan kewajiban kepada Debitur atau nasabah penerima fasilitas Kredit Pemilikan Apartemen (KPA), apabila properti tidak dapat diselesaikan dan/atau diserah-terimakan sesuai perjanjian.
Tesis ini mengkaji masalah perjanjian kerja sama dan perjanjian pemberian jaminan antara Bank dengan Pengembang dalam rangka pembiayaan pemilikan Rumah Susun tersebut. Tesis ini juga mengkaji bagaimana tindak lanjut setelah pembuatan Perjanjian Pemberian Jaminan oleh Bank terhadap kelalaian Pengembang dalam Perjanjian Kerjasama dan/atau terhadap kelalaian Debitur dalam Perjanjian Pemberian Fasilitas KPA. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan menggunakan sumber data berupa data sekunder.
Hasil penelitian adalah akta Perjanjian Pemberian Jaminan dalam praktek perbankan telah dapat diterima sebagai pengganti jaminan hak atas tanah selama belum diterbitkannya Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun oleh instansi yang berwenang dan Hak Tanggungan belum dipegang oleh Bank sebagai jaminan atas fasilitas Kredit Pemilikan Apartemen (KPA). Kesimpulan yang diambil adalah pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam praktek perbankan telah diaplikasikan dalam perjanjian kerja sama dan perjanjian pemberian jaminan. Dalam hal terjadi kelalaian Debitur dan/atau Pengembang, tindakan yang dapat diambil oleh Bank dengan adanya akta Perjanjian Pemberian Jaminan tersebut adalah menandatangani Akta Subrogasi dengan Pengembang, sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan.

ABSTRACT
Circular Letter of Bank Indonesia No. 15/40/DKMP dated 24 September 2013 requires the existence of a corporation agreement between Bank and Developer if a property which shall be used as collateral is not available, in which contains the ability of the Developer to complete the development of the property in accordance with the agreement between the Developer and the customer, and a corporate guarantee from the Developer to the Bank that the Developer shall fulfill his liability to the customer who received the apartment credit facility (KPA) should the property cannot be developed and/or handed over in accordance with the relevant agreement.
This thesis examines the issue on cooperation agreement between the Bank and the Developer of Apartment Project and buy back guarantee agreement (as one form of corporate guarantee agreement). This thesis also examines how the execution of the Corporate Guarantee Agreement over Developer negligence in Cooperation Agreement and the Apartment Credit Facility Agreement. This study is a normative legal research, using the data in the form of secondary data sources (literature).
The results showed that the deed of buy back guarantee agreement in banking practices have already been accepted as a substitute for security as long as the strata title certificates have not been issued by the competent authority and the mortgage over the apartment unit is not held by the Bank as collateral for the relevant apartment credit facility agreement. The conclusion drawn is the implementation of the prudent principles in banking practices is applied in the cooperation agreement and the buy back guarantee agreement. In the event of Debtor and/or Developer negligence, upon the presence of the deed of buy back guarantee agreement, the Bank can sign a subrogation deed with the Developer as one of alternative dispute resolutions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Annisa Widiastuti
"Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis status Tanah Gasibu dan pembatalan sertifikat hak atas Tanah Gasibu oleh Mahkamah Agung dalam upaya peninjauan kembali dengan Putusan Nomor 35 PK/TUN/2009. Dalam sengketa Tanah Gasibu, adanya ketidakjelasan status hukum atas tanah diakibatkan karena dualisme hukum tanah sebelum adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) antara tanah adat dan tanah negara. Selain itu, adanya putusan pengadilan mengenai pembatalan sertifikat-sertifikat hak atas tanah meskipun dalam hukum pertanahan nasional, sertifikat diakui sebagai tanda bukti hak atas tanah yang kuat. Oleh karena itu, analisis ini diharapkan dapat menelaah bagaimanakah status hukum Tanah Gasibu, dan apakah pembatalan sertifikatsertifikat hak atas Tanah Gasibu telah sesuai dengan hukum perpajakan, pertanahan, dan peradilan tata usaha Negara Indonesia serta mengkaji juga terkait eksekusi putusan pembatalan sertifikat hak atas Tanah Gasibu tersebut.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Data dianalisis dengan metode analisis kualitatif untuk memberikan gambaran dan menjelaskan secara deskriptif analitis secara menyeluruh dan sistematis obyek dari pokok permasalahan yang disajikan dalam bentuk uraian. Penelitian ini adalah penelitian monodispliner yang didasarkan pada satu disiplin ilmu yaitu ilmu hukum. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Berdasarkan hasil penelitian, pertama, status Tanah Gasibu adalah Tanah adat yang merupakan tanah yang dipunyai bangsa Indonesia. Kedua, pembatalan sertifikat-sertifikat hak atas tanah telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebelum sertifikat diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) seharusnya melakukan penelusuran secara teliti dengan memperhatikan sejarah dan asal usul tanah dan melakukan inventarisasi ulang tanah-tanah yang ada di Indonesia. BPN dan Pengadilan Tata Usaha Negara juga harus bersikap objektif untuk dapat menjamin hak-hak masyarakat. Selain itu, harus ada upaya transformasi aturan hukum tanah adat dalam produk hukum tanah nasional yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan hukum tanah nasional dan perkembangan masyarakat.

This research is aimed for analyze the Gasibu Land status and Gasibu Land Rights certificates cancellation by supreme court number 35 PK/TUN/2009. In this Gasibu Land Case, Unclear legal status of the land is caused by the dualism of the land law in Indonesia before Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria applied between indigenous lands and state lands. In addition, The court decides to cancel the land rights certificates, eventhough the national land law regulates that the certificates is recognized as strong land rights proof. Therefore, This analysis is expected to examine how the gasibu land legal status is and whether the gasibu land rights certificates cancellation by national taxation, land, and administrative court laws and also reviews the execution Gasibu land rights certificate cancellation of the court decision.
Research method that is used in this research is normative juridical. The data were analyzed with qualitative analysis method to provide an overview and explain with descriptive analytical througly and systematically from the issues that is presented in essay. This research is monodiscipliner based on the the science of law. The data use in this research is secondary data.
Based on this research, firstly, Gasibu Land status is customary land which is the land tand belongs to the nation of Indonesia. Secondly, the Gasibu Land rights certificates camcellation is accordance to the law. Certificates issued by National Land Institution (BPN) should conduct thorough searches by taking into account the history and origins of the land and take inventory of over lands in Indonesia. BPN dan administrative courts should also be objective to ensure the civil society rights. In addition, there should be efforts to transform the rules of customary land law in the national land law that is adapted to the needs of national land law and the development of society.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Josephine Susilowati
"Beberapa tahapan dalam proses pensertipikatan satuan rumah susun (sarusun) adalah pengesahan akta pemisahan dan pertelaan. Kepemilikan atas tanah tempat rumah susun berdiri akan berubah dari kepemilikan tunggal penyelenggara pembangunan menjadi bagian tak terpisahkan dari kepemilikan bersama yang terpecah sesuai dengan Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) tiap satuan rumah susun. Kepemilikan hak atas sarusun dibuktikan dengan adanya Sertipikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun), yang diterbitkan serentak bersamaan dengan disimpannya Sertipikat Hak Atas Tanah terkait. Setiap terjadi pengalihan SHM Sarusun dari penyelenggara pembangunan kepada pemiliknya yang baru, beralih pula kepemilikan bersama sesuai dengan NPP terkait. Ketika seluruh sarusun telah dialihkan, berarti seluruh bagian tanah bersama telah beralih kepada para pemilik sarusun yang baru. Sertipikat Hak Atas Tanah Bersama sebagai bukti hak atas tanah bersama masih tercatat atas nama penyelenggara pembangunan dan disimpan oleh Kantor Pertanahan Setempat, tanpa dapat digunakan maupun dipindahtangankan. Ketentuan mengenai perubahan pencatatan nama pemegang hak kepemilikan bersama dalam Sertipikat Hak Atas Tanah Bersama belum diatur secara tegas. Kedudukan subyek tercatat dalam Sertipikat Hak Atas Tanah Bersama berperan dalam melakukan perbuatan hukum, terutama mengenai perpanjangan jangka waktu kepemilikan hak atas tanah bersama. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif, menekankan penggunaan bahan hukum sekunder, metode analisis data kualitatif yang menghasilkan hasil penelitian berupa deskriptif analitis. Kedudukan subyek pemegang hak atas tanah dalam Sertipikat Hak Atas Tanah Bersama di Rumah Susun demi hukum berada pada para pemilik sarusun, tetapi pencatatannya perlu diatur dalam ketentuan yang berlaku dan prosedur perpanjangan hak atas tanah bersama yang telah diatur dalam peraturan yang berlaku membutuhkan pembentukan Peraturan Pemerintah untuk mengatur mengenai kecakapan bertindak PPPSRS selaku wakil dari para pemilik sarusun.

One of the steps within certification of condominium units is legitimizing the segregation deed and its dissociation. Ownership of the land whereby the condominium resides would shift from singular ownership of the developer into inseparable common ownership, fissioned accordingly to Proportional Comparison Value (NPP) of condominium units. Ownership of the condominium units proven by Deed of Condominium Unit would be established concurrently, along with the preservation of Deed of Common Land. Every transitional conduct of a Deed of Condominium Unit from the developer to its new owner, would also mean the transition of common ownership per the value rested in each NPP. When all of the units have been transferred, the entire common land would be owned by the owners of condominium units. The Deed of Common Land which serves as proof of the common land ownership, would still be listed under the name of the developer and archived strictly in the Land Office. Currently there is no governing provision in changing the registered holder in The Deed of Common Land. The legitimacy of the registered subject in The Deed of Common Land matters for their ability to take legal actions, especially regarding the prolongation of its ownership. This normative judicial research uses descriptive research typology, emphasizes on using secondary legal materials, with qualitative data methods producing analytically descripted results. In conclusion, the legitimacy of the holder of common land by law is the right of the owners of condominium units needs to be clearly regulated and the prolongation of common land rights stipulated in the current regulations still requires the establishment of a Government Regulation regarding the capacity of the Owners Union as a representative of the condominium owners."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Kinanti Pangesti Putri
"ABSTRAK
Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang disebutkan syarat
kepailitan yang wajib dipenuhi dan dibuktikan di persidangan. Berdasarkan pasal tersebut maka terhadap debitor yang memiliki lebih dari satu kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih dapat dipailitkan apabila dapat dibuktikan secara sederhana dalam persidangan. Oleh karena itu penulis ingin meneliti apakah Permohonan Pailit yang diajukan oleh para pekerja PT Indah Pontjan telah memenuhi syarat pailit sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan apakah putusan pengadilan dan Mahkamah Agung telah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bentuk penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara studi kepustakaan. Dari hasil penelitian, diperoleh kesimpulan yaitu mantan pekerja yang dilakukan pemutusan hubungan kerja merupakan kreditur preferen dalam kepailitan dan utang berupa upah pekerja beserta hak-hak lainya yang timbul akibat pemutusan hubungan kerja merupakan utang dalam kepailitan. Oleh karena itu permohonan pailit yang diajukan para mantan pekerja PT Indah Pontjan terhadap PT Indah Pontjan telah sesuai dengan syarat pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan syarat pailit tersebut telah dapat dibuktikan secara sederhana dengan adanya Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Nomor 04/G/2008/PHI. Mdn tanggal 8 Januari 2008 jo Putusan Nomor 905 K/Pdt.
Sus/2008 tanggal 24 Maret 2009 jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 03 PK/Pdt. Sus/2010 tanggal 16 Februari 2010. Berdasarkan Pasal 31 ayat (1) Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang meskipun terhadap harta debitur telah terdapat penetapan eksekusi putusan pengadilan sebelumnya, debitur tetap dapat dimohonkan pailit selama syarat pailit terpenuhi dan dapat dibuktikan secara sederhana.

ABSTRACT
Article 2 paragraph (1) of Law of The Republic of Indonesia Number 37
of 2004 on Bankruptcy and Suspension of obligation for Payment of Debts
stipulates the conditions of bankruptcy which must be fulfilled and proven before the court. In accordance with the mentioned article, debtor having two or more creditors and not paying at least one debt which has been matured and payable can be declared bankrupt provided that the provisions of bankruptcy can be simply proven before the court. Therefore, author wants to examine whether the petition for declaration of bankruptcy filed by workers of PT Indah Pontjan has met the provision of bankruptcy stipulated in Law of The Republic of Indonesia Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts and to examine whether court decision and Supreme Court decision are complied with Law of The Republic of Indonesia Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debt. This research is a form of normative legal research with typology research is explanatory research. Data used is secondary data, the data collection techniques used is study literature. From the research, author obtains conclusions that former workers who are performed the termination of employment constitute preferred creditors in bankruptcy and debts in the form of wages of workers and other rights arising from employment termination constitute debts in bankruptcy. Therefore, petition for declaration of bankruptcy filed by former workers of PT Indah Pontjan against PT Indah Pontjan has met the conditions of bankruptcy stipulated in article
2 paragraph 1 Law of The Republic of Indonesia Number 37 of 2004 on
Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts. Further, the
conditions of bankruptcy can be simply proven before the court by the existence of Court Decision of Industrial Relations Court Number 04/G/2008/PHI. Mdn dated 8 January 2008 jo Court Decision Number 905 K/Pdt. Sus/2008 dated 24 March 2009 jo Supreme Court Decision Number 03 PK/Pdt. Sus/2010 dated 16 February 2010. In accordance with Article 31 paragraph 1 Act of The Republic of Indonesia Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts, although there is already execution related to the debtor's assets, debtor still can be declared bankrupt provided that all conditions of bankruptcy are met and proven simply before the court."
2016
T45592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luhftia Puti Saras Asih
"ABSTRAK Jual beli tanah di Indonesia menurut Hukum Tanah Nasional dalam UUPA bersumber pada ketentuan Hukum Adat. Asas hukum adat terkait jual beli tanah adalah asas riil, terang dan tunai. Untuk memenuhi asas Terang maka jual beli harus dilakukan dihadapan PPAT. Bukti bahwa jual beli telah dilakukan dihadapan PPAT adalah dengan diterbitkannya Akta Jual Beli oleh PPAT. Selain menjadi bukti telah terjadinya jual beli, Akta Jual Beli juga menjadi salah satu syarat untuk dilakukan pendaftaran tanah. Penelitian ini membahas mengenai akibat hukum dari Akta Jual Beli yang terdapat kesalahan dalam pencantuman Nomor Sertifikat Hak Milik atas objek jual beli terhadap keabsahan jual beli tanah dan perlindungan hukum terhadap pembeli yang tidak mengetahui terjadinya kesalahan tersebut. Penulisan tesis ini menggunakan bentuk penelitian hukum yuridis normatif dengan metode kualitatif untuk menganalisis data dan tipe penelitian deskriptif analitis. Berdasarkan analisa yang dilakukan, diketahui bahwa kesalahan pencantuman Nomor Sertifikat Hak Milik tidak menjadikan jual beli tanah batal karena fungsi dari Akta Jual Beli adalah sebagai bukti terjadinya jual beli dan syarat pendaftaran peralihan. Peralihan telah terjadi apabila tanah objek jual beli tidak sedang dijaminkan atau sedang dalam sengketa, Penjual memiliki hak atas tanah tersebut dan berwenang dalam posisinya menjadi Penjual serta Pembeli juga merupakan orang yang berwenang menerima peralihan tersebut. Pembeli yang dapat membuktikan bahwa ia tidak mengetahui adanya kesalahan mengenai kewenangan penjual, objek jual beli dan isi Akta Jual Beli haruslah dilindungi dengan cara mengesahkan jual beli yang telah dilakukan dan menghukum Penjual untuk menyerahkan Sertifikat dan dokumen terkait tanah objek jual beli.

ABSTRACT
Land buying and selling in Indonesia according to the National Land Law in the UUPA is sourced from the provisions of Customary Law. The principle that used in customary law related to land sale and purchase is the Riil, Terang and Tunai. To fulfill the Terang principle, buying and selling must be done before The PPAT. Evidence that buying and selling has been done before PPAT is with the issuance of the Buy and Sell Deed by PPAT. In addition to being proof of buying and selling, the Deed of Sale is also a condition for land registration. This study aims to provide an explanation of the legal consequences of the Buy and Sell Deeds that have errors in the inclusion of the Number of Property Rights Certificate on the object of sale and purchase against the validity of land purchase and legal protection against buyers who do not know of the occurrence of such errors. The writing of this thesis uses a form of normative juridical law research with qualitative methods to analyze data and types of analytical descriptive research. based on the analysis carried out, it is known that the error in the inclusion of the Property Rights Certificate Number does not make the sale and purchase of land null and void because the function of the Sale and Purchase Act is proof of the sale and purchase requirements. Buying and selling has been valid if the land that is the object of sale and purchase is not being guaranteed or is in dispute, the Seller has the right to the land and is authorized to be the Seller and the Buyer is the person authorized to accept the transfer. A buyer who can prove that he is not aware of an error regarding the authority of the seller, the object of buying and selling and the Deed of Sale must be protected by validating the sale and punishing the Seller for submitting Certificates and documents related to the land of sale and purchase.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lazuardi Adnan
"Undang-undang tentang rumah susun yang merupakan bagian dari peraturan hukum tanah di Indonesia tentunya bersumber pada kaidah hukum tanah nasional. Walaupun demikian, Penerapan asas pemisahan horizontal yang merupakan asas hukum adat pada undang-undang rumah susun masih menjadi pertanyaan. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah dengan berlakunya Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 29 Tahun 2016 mengakibatkan Warga Negara Asing dapat memiliki hunian dengan hak atas tanah selain Hak Pakai. Padahal, maksud dari asas pemisahan horizontal tidak seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 29 Tahun 2016. Penerapan asas pemisahan horizontal dalam kepemilikan satuan rumah susun tidak hanya sebatas kepemilikan dan penggunaan satuan rumah susun itu sendiri. Melainkan juga terkait kepemilikan tanah yang tercantum dalam tanah bersama. Maka dari itu, bentuk penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian yuridis normatif. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan menggunakan pengumpulan data dan menganalisis suatu peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan Hak Pakai Atas Satuan Rumah Susun di atas tanah Hak Guna Bangunan yang dimiliki Warga Negara Asing bertentangan dengan kaidah hukum, yaitu kaidah non-kontradiksi dan juga bertentangan dengan asas hukum tanah nasional. Selain itu, penulis menyarankan bahwa pembuat/perancang peraturan perundang-undangan secepatnya memperbaiki Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 29 Tahun 2016, sehingga tidak menimbulkan disharmonisasi ketentuan mengenai kepemillikan sarusun oleh Warga Negara Asing dan mengakibatkan kekacauan hukum di Indonesia.

The apartment law which is part of the rules of land law in Indonesia certainly comes from the norms of national land law. Nevertheless, the application of the principle of horizontale scheiding that is the principle of customary law in the apartment law is still raise a question. The problem raised in this research is the enactment of the regulation of State Minister for Agrarian Affairs/ Head of the National Land Agency Number 29 of 2016 resulting in Foreign Citizens being able to have occupancy with land rights in addition to the Right to Use. In fact, the purpose of the principle of horizontale scheiding is not as stated in the regulation of State Minister for Agrarian Affairs/ Head of the National Land Agency Number 29 of 2016. The application of the principle of horizontale scheiding in the ownership of flat units is not only limited to ownership and use of the flat unit itself. It is also related to ownership of land listed in the shared land. Therefore, the form of research used in this research is a form of juridical-normative research. The method used is a qualitative method, using data collection and analyzing a statutory regulation. The results of the research show that the right to use the flat units above the right to build owned by foreign citizens is contrary to the rule of law, namely the rule of non-contradiction and, also contrary to the principle of national land law. In addition, the authors suggest that the drafters/legislators immediately improve the regulation of State Minister for Agrarian Affairs/ Head of the National Land Agency Number 29 of 2016, so as not to cause disharmony in provisions regarding the ownership of funds by foreigners and result in legal chaos in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juang Gibran
"Pemerintah Negara Republik Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak. Dalam undang-undang tersebut, khususnya pada Pasal 15, diatur bahwa dalam rangka pelaksanaan pengampunan pajak hak atas tanah dan/atau bangun yang masih terdaftar atas nama nominee harus dilakukan balik nama menjadi atas nama Wajib Pajak.
Proses balik nama tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan Surat Pernyataan Notariil. Hal demikian jelas bertentangan dengan ketentuan dalam UndangUndang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan peraturan pelaksanaannya khususnya terkait pendaftaran tanah, dimana diatur bahwa segala bentuk perbuatan hukun untuk peralihan hak atas tanah harus dilakukan berdasarkan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Selain itu, kepemilikan tanah secara nominee juga bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Pokok Agraria.
Tulisan ini memberikan penjelasan terkait proses balik nama dari nominee kepada Wajib Pajak dilakukan pada Kantor Pertanahan dalam rangka pelaksanaan Pasal 15 Undang-Undang Pengampunan Pajak dan kekuatan hukum Surat Pernyataan Notariil atas kepemilikan benda tidak bergerak secara nominee berdasarkan dengan ketentuan dalam Pasal 15 UndangUndang Pengampunan Pajak terkait dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Agraria.
Penulisan ini menggunakan metode penelitian berbentuk yuridis-normatif sedangkan metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah metode kualitatif, dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen atau bahan pustaka.
Hasil dari penulisan tesis ini adalah Kantor Pertanahan akan menggunakan Surat Pernyataan Notariil sebagai dasar balik nama kepemilikan tanah tetapi Surat Pernyataan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria.

The Government of the Republic of Indonesia ratified the Tax Amnesty Law. In Article 15 of said law, it is stipulated that the implementation of tax amnesty for the rights to land and/or building that are still registered under a nominee must be transferred to the Taxpayer.
This transfer is conducted using a Notariil Statement. Such regulation is contrary to the Agrarian Law and its supporting regulations, specifically regarding land registration, where it is stated that all forms of legal acts for the land transfer is based on a Deed made before a Land Officer. Furthermore, land ownership by a nominee is prohibited by the Agrarian Law.
This thesis provide answer regarding process of transfer of ownership from a nominee to a Taxpayer at the Land Office in relation to the implementation of Article 15 of Tax Amnesty Law and the legal force of Notariial Statement of nominee ownership.
This thesis uses a juridical-normative research method while the data analysis method used by the author is a qualitative method, using data collection tools in the form of study documents or library materials.
The results of this thesis is that the Land Office will use Statement Letter to transfer ownership but the statement Letter does not ave legal binding power in connection with the prohibition of nominee ownership of land.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T519232
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henson Mulianto Salim
"ABSTRAK

Perkembangan teknologi dan pembangunan bangunan-bangunan gedung maupun infrastruktur di perkotaan telah mengakibatkan terbatasnya ruang dan tanah yang tersedia. Fenomena ini menjelaskan betapa pentingnya pengaturan akan ruang di atas tanah yang sistematis dan komprehensif. Ruang di atas tanah dalam UndangUndang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 disebut sebagai ruang angkasa adalah ruang di atas bumi dan air. Pengaturan hukum Indonesia terhadap penguasaan dan penggunaan ruang di atas tanah memiliki kaitan erat dengan hak atas tanah, dimana kewenangan penguasaan dan penggunaan ruang di atas tanah bersumber dari Hak Menguasai Negara yang diatur Pasal 2 Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 dan sebagai akibat hukum dari hak atas tanah sebagaimana diatur Pasal 4 Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960. Pelaksanaan penguasaan dan penggunaan ruang di atas tanah di Indonesia dapat dilihat dalam praktik stasiun-stasiun layang dan jalan-jalan rel layang Prasarana MRT Jakarta, Jembatan Multiguna Senen dan Jembatan Pondok Indah Mal yang melintasi prasarana dan/atau sarana umum di DKI Jakarta yang didasari pada Izin Mendirikan Bangunan. Penelitian dilakukan dengan cara menganalisis peraturan perundang-undangan nasional yang ada dan membandingkan pengaturan akan ruang dalam Hukum Belanda dan Hukum Singapura dengan cara menelaah pengaturan yang ada serta menganalisis dalam perspektif Hukum Indonesia. Penguasaan dan penggunaan ruang di atas tanah merupakan tindakan hukum menguasai ruang di atas tanah dengan batas-batas yang ditentukan dalam penataan ruang dan persyaratan administratif dan persyaratan teknis.


ABSTRACT


Technological developments and the construction of buildings and infrastructure in urban areas have resulted in limited available space and land. This phenomenon explains the importance of systematic and comprehensive regulation of airspace. Airspace in the Agrarian Basic Law No. 5 of 1960 are referred as space which are above earth and water. Indonesian regulation on control and utilization of airspace has a close connection with land rights, where the authority to control and utilization of airspace comes from the State Ownership Rights which are regulated in Article 2 of the Agrarian Basic Law No. 5 of 1960 and as a legal consequence of land rights as stipulated in Article 4 of the Agrarian Basic Law No. 5 of 1960. The implementation of control and utilization of airspace in Indonesia can be seen in the practice of elevated stations and elevated railroad tracks of the Jakarta MRT Infrastructure, Senen Multipurpose Bridge and Pondok Indah Mall Bridge which cross above infrastructure and/or public facilities in DKI Jakarta which are based on Building Construction Permits. This study analyzed national legislation and compared the regulations of airspace in Netherlands Law and Singapore Law by examining existing regulations and analyzes in the perspective of Indonesian Law. This study explains the need for regulation of a new land rights in the form of air space rights.

"
2019
T54056
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafira Aulia
"Penguasaan Atas Tanah Bekas Eigendom Verponding Nomor 1493 oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dengan Hak Pengelolaan Nomor 1/Tamansari dan Pengelolaannya sebagai Barang Milik Daerah (BMD) (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3551 K/Pdt/2016) Permasalahan dari penelitian ini bermula dengan adanya sengketa penguasaan atas tanah bekas Eigendom Verponding Nomor 1493 antara Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dengan NV. Sadang Sari. Walaupun kemenangan ada pada pihak Pemerintah Daerah, namun permasalahan tidak kunjung usai oleh karena tanah tersebut dikuasai secara illegal oleh pihak ketiga, yaitu Organisasi Masyarakat setempat. Adapun penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) pokok pembahasan yakni analisis dan kritik penulis terhadap pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 3551 K/Pdt/2016 mengenai permasalahan penguasaan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat atas tanah bekas Eigendom Verponding Nomor 1493 dengan Hak Pengelolaan Nomor 1/Tamansari, pengelolaan Barang Milik Daerah berupa Hak Pengelolaan Nomor 1/Tamansari, dan pengeloalan yang seharusnya terhadap tanah tersebut. Untuk menganalisa permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis kualitatif. Adapun simpulan dari penelitian ini adalah bahwa penguasaan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat atas tanah bekas Eigendom Verponding Nomor 1493 adalah sah  oleh karena tanah tersebut telah jatuh sebagai tanah negara. Kemudian, pengelolaan terhadap tanah Hak Pengelolaan Nomor 1/Tamansari tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga pengelolaan yang seharusnya adalah tanah tersebut harus dimanfaatkan sesuai dengan peruntukkannya sebagai wujud dari adanya rasa memiliki, menjaga, dan melestarikan terhadap Barang Milik Daerahnya.

Land Used of Eigendom Verponding Number 1493 by the Regional Government of West Java Province with Management Rights Number 1/Tamansari and its Management as Regional Property (BMD)  (Case Study of Supreme Court  Decision Number 3551 K/Pdt/2016) The problem of this research began with the dispute over the land of former Eigendom Verponding Number 1493 between the Regional Government of West Java Province and NV. Sadang Sari. Although the victory is with the Regional Government, the problem is not over because the land is controlled illegally by the third party, namely the local community organization. The research consists of 3 (three) main topics, namely the analysis and criticism of the author on the consideration of the Supreme Court Judges in the decision Number 3551 K/Pdt/2016 concerning the issue of control of the Regional Government of West Java Province on land used of Eigendom Verponding Number 1493 with the Management Rights Number 1/Tamansari, management of Regional Property in the form of Management Right Number 1/Tamansari, and management that should be done on the land. To analyze these problems, the author uses a normative juridical research method with qualitative analysis. The conclusion of this research is that the control by the Regional Government of West Java Province on former Eigendom Verponding land Number 1493 is legal because the land has fallen as state land. Then, management of Land Management Right Number 1/Tamansari is not carried out in accordance with the provisions of legislation so that the management that should be the land must be utilized in accordance with its designation as a manifestation of a sense of ownership, safeguarding and preserving the Regional Property."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>