Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachmad M. Firmansyah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22609
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Moraldo H.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S22406
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
R. Evi Latifah
Abstrak :
Skipsi ini mengetengahkan permasalah penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang telah menjadi masalah nasional di Indonesia, karena perbuatan dampak negatifnya terhadap kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Di satu sisi terdapat tuntutan agar setiap tersangka atau terdakwa perkara penyalahgunaan narkotika dan psikotropika ditahan untuk selanjutnya dituntut dan dihukum seberat-beratnya, sementara pada sisi lain terdapat kemungkinan bagi tersangka atau terdakwa untuk mengajukan permohonan pembantaran penahanan, sebagaimana di Polres Metro Jakarta Selatan. Pelaksanaan proses pembantaran di Sat Serse Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan selama ini hanya mengacu kepada Kebijakan Kapolda yang dituangkan dalam Surat Telegram Kapolda Metro Jaya No. Pol: STR/168/VIII/2002 pada tanggal 30 Agustus 2002. KUHAP sendiri tidak memberikan aturan mengenai perihal pembantaran ini. Proses pembantaran penahanan yang didasarkan kepada kebijaksaan pimpinan Polisi tersebut, dalam prakteknya menimbulkan pula negosiasi tertentu antara penyidik dengan tersangka dan atau keluarga tersangka yang pada gilirannya dikhawatirkan dapat menciptakan satu budaya buruk bagi personil kepolisian di Polres Metro Jakarta Selatan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S22256
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Juventhy M.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S22301
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosy Ervinna
Abstrak :
Malapraktek medis banyak terjadi di Indonesia. Profesi dokter menjadi sorotan dalam kasus malapraktek medis. Masyarakat masih awam mengenai malapraktek medis. Penyelesaian di pengadilan sampai tahap putusan masih sedikit. Proses pembuktian dalam sidang mempengaruhi hasil putusan hakim. Pembuktian dalam hukum acara perdata adalah berdasarkan alat-alat bukti secara limitatif. Salah satu alat bukti tersebut adalah alat bukti surat. Alat bukti surat memiliki kekuatan pembuktian tertinggi diantara alat bukti-alat bukti lain. Malapraktek medis merupakan bentuk kelalaian dokter. Malapraktek medis memuat aspek etis dan aspek hukum. Dasar dari aspek etis adalah kode etik kedokteran. Aspek hukum terdiri dari aspek hukum perdata dan hukum pidana. Hubungan antara dokter dan pasien termasuk dalam perikatan perdata. Dokter menyalahi perikatan disebut wanprestasi. Gugatan tanpa dasar perikatan dapat dilakukan. Dasar gugatannya adalah perbuatan melawan hukum. Salah satu alat bukti dalam kasus malapraktek medis adalah rekam medis. Rekam medis berbentuk catatan. Tindakan medis dokter terhadap pasien adalah inti rekam medis. Dokter harus merahasiakan rekam medis. Dalam rumah sakit terdapat penyelenggaraan rekam medis. Isi rekam medis adalah milik pasien. Berkas rekam medis adalah milik rumah sakit. Rekam medis dapat digunakan sebagai alat bukti dalam gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Rekam medis adalah penerapan pemeliharaan pelayanan kesehatan. Rumah sakit wajib membuat rekam medis. Rekam medis yang baik bermanfaat dalam pembuktian malapraktek medis. Rekam medis adalah alat bukti surat. Rekam medis bukan akta otentik. Rekam medis adalah akta di bawah tangan. Kekuatan pembuktian rekam medis adalah bebas.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S22059
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Kamaratih
Abstrak :
Upaya hukum Peninjauan Kembali merupakan salah satu dari jenis upaya hukum luar biasa. Permohonan Peninjauan Kembali dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Pihak yang berhak mengajukan Peninjauan Kembali menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana adalah terpidana dan ahli warisnya. Namun belakangan ini yang terjadi adalah Penuntut Umum yang merupakan pihak-pihak di luar yang disebutkan dalam KUHAP diberikan hak untuk mengajukan Peninjauan Kembali. Dalam tulisan ini perkara yang akan diangkat adalah Peninjauan Kembali oleh Penuntut Umum dalam kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir. Yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah pihak-pihak manakah yang mempunyai hak untuk mengajukan Peninjauan Kembali, bagaimanakah putusan Mahkamah Agung selama ini menanggapi permintaan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Penuntut Umu, dan apa yang menjadi legitimasi yuridis dari Mahkamah Agung dalam menerima permohonan Peninjauan Kembali oleh Penuntut Umum. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan penelitian yang bersifat normatif, sumber data sekunder dengan bahan hukum primer dan sekunder yang berupa peraturan perundang-undanganm yurisprudensi, dan buku. Analisa datanya bersifat deskriptif analitis. Pihak yang dapat mengajukan Peninjauan Kembali bersifat limitatif menurut Pasal 263 ayat (1) KUHAP, sehingga dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung yang menerima Peninjauan Kembali terhadap Pollycarpus dalam kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir merupakan awal dari ketidakpastian hukum apalagi beberapa bulan sebelum diterimanya permohonan Peninjauan Kembali tersebut, Mahkamah Agung menolak pengajuan Peninjauan Kembali oleh Penuntut Umum dalam putusan No.84/PK/PID/2006. Mahkamah Agung harus menentukan ketentuan mana dan penafsiran seperti apa yang harus digunakan dalam memberikan hak pada pihak yang dapat mengajukan Peninjauan Kembali.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Orchida Ramadhania
Abstrak :
Indonesia adalah negara yang begitu kaya akan keanekaragaman hayati dan sumberdaya alam. Hal tersebut merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Keberadaannya penting untuk menjamin pembangunan serta menjaga keseimbangan ekosistem alam secara keseluruhan. Oleh karena itu, Indonesia bertanggung jawab dalam mengatur sumber daya alam tersebut dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat masa kini dan masa yang akan datang. Prinsip pengaturan sumberdaya secara bijaksana dijelaskan pertama kali dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 yang selanjutnya diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan dimana yang terakhir diatur dalam undang-undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pada kenyataannya, tumbuhan, binatang, dan kawasan yang dilindungi dalam undang-undang tersebut masih senantiasa mendapat ancaman dari manusia yang tidak peduli, atau semata-mata hendak mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Mereka memperdagangkan, membunuh, atau mengekspor tumbuhan dan binatang yang dilindungi tersebut, tanpa mempedulikan jika perbuatan mereka akan membawa dampak yang sangat besar bagi kelangsungan hidup manusia lain serta keseimbangan ekosistem itu sendiri. Mengatasi hal ini, keberadaan perangkat dan proses hukum yang baik menjadi sangat diperlukan. Undang-undang saja tidak cukup apabila tidak ditunjang oleh aparat dan proses beracara di persidangan yang mampu mengatasi karakteristik masalah yang sering terdapat dalam tindak pidana bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Agar tindak pidana ini tidak dipandang remeh dan berlangsung terus menerus, sistem hukum dan proses beracara yang baik menjadi sangat esensial. Aparat Kepolisian beserta Hakim dan jaksa penuntut umum sebagai aparat penegak hukum kemudian dituntut keseriusannya dalam menanggapi urgensi pelanggaran tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya ini.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S24546
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rainer Faustine Jonathan
Abstrak :
Pengaturan mengenai syarat-syarat upaya paksa penahanan dalam peraturan peraturan perundang-undangan di Indonesia belumlah memadai. Kurang memadainya pengaturan tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan upaya paksa penahanan dalam penegakan hukum sehari-hari. Ketidakpastian hukum tersebut berpotensi menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini adalah metode yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini menyarankan agar dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana agar di dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut, diatur lebih jelas mengenai upaya paksa, khususnya penahanan.
The regulations for conditions of validity of forceful measures in Indonesian legislation is not regulated clearly and well enough yet. The lack of regulations leads to legal uncertainity in the implementation of detention in law enforcement daily activities. The legal uncertainity has the potential to cause harm to society. Research methods used in this research is juridist normatives. The result of this research suggest that revision of the Law Number 8 of 1981 on Criminal Procedure and Police Chief Regulatory Number 14 of 2012 on Management of Criminal Investigation in order in both laws, shall be clear about the forceful measures, especially detention.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S44768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Cahyo Sugito
Abstrak :
Skripsi ini membahas Peranan Balai Pemasyarakatan dalam proses Penyidikan Tindak Pidana Anak. Namun dalam melaksanakannya tugasnya masih banyak hambatan yang dihadapi baik oleh Balai Pemasyarakatan maupun oleh pihak Penyidik. Skripsi ini mengambil lokasi penelitian di Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Pusat dan Balai Pemasyarakatan Klas II Bogor sebagai perbandingan. Permasalahannya bagaimana Balai Pemasyarakatan menjalankan fungsinya dalam proses penyidikan tindak pidana anak, bagaimana hubungan antara Balai Pemasyarakatan dengan Penyidik dan apa saja hambatan yang dihadapi Balai Pemasyarakatan dalam menjalankan pendampingan tersangka yang masih anak-anak dalam proses penyidikan. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Dalam proses penyidikan sebenarnya Balai Pemasyarakatan selain memiliki tugas untuk membuat Penelitian Kemasyarakatan tetapi juga mempunyai tugas dan fungsi lain. Penulis juga mendapat kesimpulan bahwa Dilihat dari hubungan kerjasama terutama dengan pihak kepolisian sebagai penyidik belum terlihat adanya kerjasama yang baik, karena dalam proses penyidikan Balai Pemasyarakatan dalam banyak kasus selalu dilibatkan setelah proses penyidikan selesai. Selain itu dalam menjalankan tugasnya untuk mendampingi dan menangani anak yang berkonflik dengan hukum masih banyak kendala yang dihadapi oleh Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan dan hambatan yang dialami oleh Penyidik. ......This thesis discusses the role of Correctional Center in delinquency Investigation process. In carrying out these tasks, Correctional Center and Investigators are still facing many obstacles. This thesis research took place in Central Jakarta Class I Correctional Center and Bogor Class II Correctional Center as a comparison. The problem is how the Correctional Center perform its functions in the process of delinquency investigations, how the relationship between the Correctional center and the Investigator and what are the obstacles faced when assisting suspected delinquents who are still children in the process of investigation. The author uses the method of normative legal research, using secondary data. This study concludes that in the actual investigation process, Correctional Center in addition to its duty to make Social Research also has other duties and functions. The author also concludes that in the terms of cooperational relationship, especially with the police as the investigators, there has not been a good cooperation because the Correctional Center are included after the investigation is completed. Because in the process of investigation Correctional Center in many cases always involved after the investigation is completed. Furthermore, in carrying out its duty to assist and deal with children in conflict with the law, there are still many obstacles faced by the Center and the Correctional Investigator.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45250
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>