Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 241 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Samino
Abstrak :
Era globalisasi menuntut penyedia pelayanan kesehatan meningkatkan mutu pelayanannya. Pelayanan paripurna merupakan hak setiap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Upaya peningkatan kesehatan diarahkan agar memberi manfaat sebesar-besamya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat, serta dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Salah satu indikator pelayanan bermutu terpenuhinya pelaksanaan informed consent sesuai dengan hukum. Perjan RS CM merupakan RS rujukan nasional, pelaksanaan informed consent harus lebih balk dibandingkan dengan RS setingkat lainnya, namun sampai saat ini belum diketahui sejauh mana pelaksanaannya. Penelitian dilakukan di IRNA A (lantai I kid, III kanan-kiri, dan IV kanan) Perjan RSCM, Jakarta pada Juni - Agustus 2003. Desain penelitian, kualitatif deskriptif yang bersifat eksploratif dengan pendekatan sistem. Informannya : pasien (7), perawat (8), dokter (4), dan pengkajian dokumen informed consent (60). Pengumpulan data melalui wawancara mendalam, focus group discussion, observasi, kuesioner (pertanyaan terbuka - khusus dokter), dan pengkajian dokumen. Tujuannya untuk mengetahui pelaksanaan informed consent yang memenuhi aspek hukum. Penelitian menemukan bahwa (a). pengetahuan pasien/keluarganya mengenai hak dan kewajiban cukup bagus, walaupun saat masuk di RS tidak pemah diberi penjelasan, (b). pengetahuan perawat dan dokter mengenai peraturan per-uu-an yang mengatur informed consent masih rendah, (c). pemahaman pasien/ keluarganya mengenai informed consent dan dokumennya cukup bagus, (d). pemahaman perawat mengenai informed consent dan dokumennya cukup bagus, (e). peranan perawat dalam pelaksanaan informed consent sebagai saksi dan advokasi, (f). pemahaman dokter mengenai informed consent dan dokumennya cukup bagus, (g). informasi medis yang diberikan oleh dokter ke pasien/keluarganya pada umumnya mencakup : penyakit yang diderita pasien, rencana tindakan, dan efek samping, (h). pelaksanaan informed consent di Perjan RSCM belum sesuai dengan peratum per-uu-an yang berlaku (hukum), dan (i). enam puluh (60) dokumen yang dilakukan pengkajian tidak ada satu pun yang kolomnya terisi dengan lengkap, sehingga tidak ada yang memenuhi aspek hukum. Ada beberapa kelemahan dalam formulir informed consent, yaitu informasinya tidak tertulis sehingga mengakibatkan ketidak-jelasan informasi medis dan lemah sebagai alat bukti, pasien kurang memahami, untuk itu perlu dilakukan perbaikan, sehingga informasinya dapat diuraikan dalam formulir tersebut dan dijelaskan secara lisan. Hambatan pelaksanaan informed consent, tidak ada SOP, pemahaman pelaksana informed consent belum maksimal, rendah pengetahuan pelaksana tentang hukum informed consent, dan informasi disampaikan secara lisan. Implikasi dari temuan ini pentingnya pembuatan SOP informed consent dan pelaksanaannya selalu dievaluasi secara berkala untuk mengetahui keberhasilan dan kelemahannya, sehingga pelaksanaan informed consent yang memenuhi aspek hukum dapat diwujudkan. Daftar pustaka : 66 (1982 -2003)
The Implementation of Informed Consent a Legal Aspect Point of View in IRNA A Perjan RS dr. Cipto Mangunkusumo, 2003In the globalization era, the expectation of health care service from the caregiver is high. The comprehensive care is a right for every human being, family and for the community. The effort in improving health care service is aimed of the highest advantage for community welfare on enhancing people health status. One of the indicators of the good health care is the accomplishment of informed consent on every patient. The national top referral Cipto Mangunkusumo hospital, suppose has already implemented the informed consent comparing to the other hospital in Indonesia, but still, it has not been discover what has been implemented. This study is going to explore the implementation of informed consent on certain installation IRNA A (l' floor, 3`11 floor, & 4t' floor) during June - August 2003. The methodology of this study is descriptive explorative using qualitative approach. The data resource are 7 patients, 8 nurses, 4 doctors and 60 informed consent documentation. Data collection using in depth interview, focus group discussion, observation, questioner and assessing the document. The aim of this study is to look at the implementation of informed consent as legal aspect. This study found that (a) the patient & family knowledge about informed consent are fairly good, although they do not get the information when they admitted to the hospital, (b) the knowledge of the nurses & the doctors on informed consent as an legal aspect are fairly poor, (c) patient & family perception on informed consent are fairly good, (d) nurses perception on informed consent are fairly good, (e) Nurse role on informed consent is as witness & advocate (t) doctors perception on informed consent are fairly good, (g) the information that usually inform to the patient are the medical diagnosis, the medical therapy and the side effect of the treatment (h) The informed consent on the Cipto Hospital are not well implemented and (i) sixty document of informed consent that had assessed are not well completed. There are some weaknesses on the informed consent form in this hospital, which are most of the information are not clearly written, that cause uncertain information and it is not powerful as a legal aspect, the patients are not well informed and need improvement. The constrain of implementing the informed consent are there is no standard, the perception of the caregiver are not sufficient and most of the information are verbally informed. The implication of this research suggest that hospital need to have standard to implement informed consent, it should be evaluated periodically that could improve the implement of informed consent, References ; 66 (1982-2003)
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 7754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santy Yudiastuti
Abstrak :
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataaan bahwa angka pemanfaatan tempat tidur (TT) di wilayah Kabupaten Subang pada tahun 2000 sebesar 73,7%, angka ini mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 1999 sebesar 49,7%. Dalam pengembangan rumah sakit (RS) diperlukan studi kelayakan, sederhana atau kompleksnya tergantung dari kemampuan biaya. Secara umum aspek-aspek yang akan dikaji dalam studi kelayakan meliputi : aspek hukum, sosial-ekonomi dan budaya, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen dan aspek keuangan. RSUD Subang adalah RS Tipe C, terletak di daerah Ciereng tepatnya di JI. Brigjen Katamso No. 37. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui apakah dengan adanya rencana pengembangan jumlah TT ruang perawatan kelas dan diperkirakan dibutuhkan dana untuk investasi yang cukup besar, maka perlu dikaji apakah rencana pengembangan jumlah TT ruang perawatan kelas ini layak untuk direalisasikan ? Tujuan penelitian ini adalah ingin mendapatkan gambaran mengenai kelayakan dari rencana pengembangan jumlah TT di ruang perawatan kelas dengan melakukan penilaian dari segi ekonomis dengan cara menghitung Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Benefit Cost Ratio (BCR). Jenis penelitian ini merupakan penelitian operasional (operational research) untuk studi kelayakan berupa studi kasus, dengan menggunakan data sekunder 4 tahun terakhir (trend analysis). Kemudian melakukan analisis faktor internal dan eksternal di lingkungan RSUD Subang. Merujuk hasil analisis faktor internal di wilayah cakupan RSUD Subang, terlihat bahwa kebutuhan akan layanan kesehatan pada saat ini masih belum terlayani, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Mengacu kepada data demografi dan angka kunjungan pasien ke RS di Kabupaten Subang maka didapatkan jumlah TT untuk kebutuhan RS di Kabupaten Subang sebanyak 2145 TT (belum dikurangi dengan TT di RSUD sebanyak 150 TT), untuk ruang perawatan kelas sebanyak 243 IT. Namun disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia dan standar ruang dari Dir Jen Yan Med DepKes RI maka didapatkan sebanyak 40 TT, dengan perincian 10 TT di VIP, 14 TT di Utama I dan 16 TT di Utama II, dengan menggunakan rata-rata LOS selama 3 hari. Dengan perkembangan agribisnis dan agroindustri di daerah Subang menjadikan peluang besar bagi RSUD dalam rencana pengembangan jumlah TT ruang perawatan kelas. Perkembangan pola morbiditas di RSUD Subang merupakan potensi pasar yang tidak mungkin diabaikan. Melihat pola penyakit yang ada, pengembangan layanan RSUD Subang pada tahap awal dipusatkan pada layanan rawat inap. Selanjutnya mulai diselenggarakan kegiatan yang mengikuti perkembangan RS itu sendiri dan kegiatan manajemen administrasi pendukungnya. Selanjutnya melakukan perhitungan/proyeksi keuangan untuk mengetahui kelayakan dari sisi ekonomis. Dari perhitungan ini didapatkan skema biaya investasi dan pendanaan sebesar Rp 1.994.762.000,00. Nilai NPV selama periode 15 tahun sebesar Rp 2.021.249,00. Nilai NPV pada perhitungan ini lebih besar dari 0, maka rencana investasi ini dapat diterima. Benefit Cost Ratio yang didapat adalah 2,01, Hasil perhitungan IRR (internal Rate Of Return) kegiatan RS ini adalah 27,92%. Dengan nilai IRR lebih besar dari nilai bunga kredit investasi sebesar 17,90% maka dari hasil perhitungan ini dapat dinilai layak dan RS dapat melanjutkan proyek ini. Untuk merealisasikan rencana pengembangan jumlah TT ruang perawatan kelas, maka disarankan agar pihak manajemen RSUD Subang segera mencari investor untuk melakukan kerjasama dalam hal investasi untuk peralatan medik atau penunjang dengan konsep bagi hasil antara pemilik / penyandang dana dengan pihak RS supaya masyarakat segera mendapatkan fasilitas pelayanan sesuai dengan yang diinginkan. Dengan adanya kerjasama ini sudah dapat dipastikan akan menurunkan biaya investasi, tetapi dari pendapatan yang dihasilkan tidak mengganggu terhadap arus kas. Disamping biaya operasional, juga dapat ditekan yang pada akhirnya akan mampu memberikan cost benefit ratio yang menguntungkan bagi organisasi RSUD Subang.
Feasibility Analysis of the Inpatient Bed Quantity Development at RSUD Subang, 2002The background of this study was based on the fact of bed occupancy rate in the District of Subang increased out of 49,7% in 1999 to 73,7% in 2000. Hospital development needs feasibility study, how simple and complex the hospital depends on its cost capability. In general, the aspects that would be reviewed in the feasibility study are as follows: legal, social-economy and culture, market and marketing, technique and technology, management, and financial. In this study, the researcher would like to know whether the plan of inpatient bed development is feasible to be done or not due to this project would need lavish money to be invested. So, the aim of this study was to obtain the description about the feasibility of inpatient bed development in RSUD Subang by using economical assessment i.e. Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), and Benefit Cost Ratio (BCR). The study was an operational research for feasibility study that was conducted in RSUD Subang (a Type C-Hospital). The study used secondary data in the last 4 years (trend analysis) and analyzed the internal and external factors in the environment of RSUD Subang. Based on the result of internal factors analysis in coverage area of RSUD Subang, was shown that health care need was inadequate not only the quantity but also the quality. Referring to demography data and patient visit rate in the District of Subang was obtained the need of bed quantity for hospital in the district of Subang were 2145 beds (including the number of beds in RSUD Subang as much as 150 beds), and the need of bed quantity fOr inpatient class were 243 beds. However, based on the available land and room standard from MOH was obtained 40 beds, in details distributed as follows: 10 beds in the VIP room, 14 beds in the Main 1 room, and 16 beds in the Main II room by using average length of stay: 3 days. The agribusiness and agro industry development in the District of Subang becomes a big opportunity for RSUD Subang in developing its inpatient beds quantity. The morbidity pattern in RSUD Subang was also a market potential that could not be ignored. So, the preliminary step of health care development in RSUD Subang was focused on inpatient service. Furthermore, it would be held the activities that follow the hospital development itself and supporting administration management activities. Based on the financial projection was obtained the scheme of investment cost and financing as much as Rpl.994.762.000,00. Besides, NPV for 15 year-period was Rp2.021.249,00. NPV was obtained from this calculation showed more than 0 (zero). It means that the investment plan is feasible. Benefit cost ratio that obtained was 2,01. Internal rate of return that obtained was 27,92%. The IRR was higher than investment interest rate: 17,90%, it means that the project is feasible. In order to the realization of inpatient bed development plan could work out, it is recommended to the management of RSUD Subang to look for investors to conduct the collaboration in medical equipment investment by using profit sharing concept between the owner and the hospital management side. Such collaboration will decrease the investment cost and the revenue that gained will not disturb the cash flow. Suppressing operational cost will give cost benefit ratio for the hospital.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T10820
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mariatul Fadilah
Abstrak :
Penetapan tarif ruang rawat inap kelas III RSUD Palembang Bari selama ini belum memiliki keseragaman metode, sehingga dalam kebijakan penetapan tarif ruang rawat inap (ranap) kelas III untuk gakin memakai PPE sedangkan untuk pasien umum memakai Perda kota Palembang tanpa memperhitungkan dan menganalisa biaya satuan layanan. Bagaimana metode penetapan tarif ranap kls III di RSUD Palembang Bari bila dilihat dengan analisa biaya yang berbasis aktifitas, maka dilakukan suatu penelitian/studi tentang hal ini. Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental (survey) yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data yang digunakan adalah data sekunder dari bagian keuangan dan catatan medis RSUD Palembang Bari dan data primer didapat dengan wawancara mendalam. Perhitungan dan analisis biaya satuan layanan dilakukan dengan metode pengalokasian biaya berdasarkan aktivitas (activity based costing) sedangkan kebijakan tarif ruang rawat inap kls III ditetapkan sesuai dengan biaya satuan layanan. Hasil penelitian menunjukkan penetapan tarif ruang rawat inap kls III di RSUD Palembang Bari (BOR 32.83 % tahun 2002) dengan menggunakan biaya satuan layanan yang berbasiskan aktifitas adalah tarif ranap kls III rata-rata sebesar Rp 77.938 dengan rincian tarif ranap kls III Anak sebesar Rp 62.540. tarif ranap kls III Kebidanan sebesar Rp 165.742 dan tarif ranap kls III Perawatan Umum sebesar Rp 61.000, hal ini lebih besar dari tarif yang ditetapkan pada ranap kls III sebesar Rp 10.000. Sehingga untuk tahun 2002, Pemda Kota Palembang telah mensubsidi pasien yang menggunakan ranap kls III sebesar Rp 260.545.964, dimana sebesar Rp 107.981.610 diberikan pada pasien umum yang bukan gakin. Kesalahan pemberian subsidi ini akan meningkat bila disimulasikan dengan BOR 80 % (normatif, di isi semua oleh pasien umum) sebesar Rp 205.454.996. Hasil penelitian ini diharapkan merupakan informasi awal dan dapat ditindaklanjuti oleh RSUD Palembang Bari, Dinas Kesehatan Kota Palembang, Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang, Walikota Palembang serta DPRD Kota Palembang.
Tariff Analysis for Poverty in In-Patient Unit at RSUD Palembang Bari, in 2002RSUD Palembang Bari has been applied various methods for coming to a decision for the in-patient tariff in class III. The hospital has been exercised Essential Service Package (PPE) for poverty group as well as for regular patient using local government policy without analyzing its unit cost. Due to the situation, this study is conducted in order to evaluate how tariff for the inpatient unit in RSUD Palembang Bari may be analyzed using unit cost analysis. This non experimental (survey) research is descriptive using qualitative approach. Data provided is divided into two types: secondary and primary data. Secondary data is presented from hospital's financial department and medical record. Primary data is provided using in-depth interview. Unit Cost analysis employs activity based costing method, while tariff for class III will be analyzed based on unit cost per services. Research has indicated that the inpatient unit should consider the average tariff for class III is Rp. 77.938,- including Rp. 62.540 for pediatric and Rp. 165.742,- for the obsgyn and Rp. 61.000,- . This number is more than the existing tariff which is Rp. 10.000,-. This eventually causes high number of cost subsidizing the non poverty patient which is Rp. 107.981.610 out of Rp. 260.545.964 cost of services. Assuming 80% of BOR, government may subsidize the non poverty group of Rp. 205.454.969,-. Hopefully, this research may become the initial information as well as following up decision by RSUD Palembang Bari, Dinas Kesehatan Kota Palmbang, Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang, Walikota Kota Palembang and DPRD Kota Palembang.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 10924
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marlina Widyadewi
Abstrak :
Pemberlakuan Otonomi Daerah menyebabkan perubahan pola sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi dan hal tersebut juga berdampak pada sektor kesehatan. Dengan adanya otonomi daerah, Pemerintah Daerah harus semakin fokus terhadap masalah pembiayaan pelayanan kesehatan karena pada hakekatnya penyelenggaraan Puskesmas Unit Swadana Daerah merupakan penjabaran tujuan otonomi daerah yaitu untuk mewujudkan peningkatan pelayanan masyarakat secara efisien dan efektif. Selama ini Puskesmas Kecamatan Tebet memberlakukan tarif berdasarkan SK Kepala Dinas Kesehatan tahun 2001 tentang tarif di Puskesmas dan tidak berdasarkan dengan Perda No.3 tahun 1999 yang berlaku. Permasalahan yang dihadapi yaitu rendahnya tarif pelayanan rawat imp persalinan berdasarkan Perda dan belum diketahuinya biaya satuan untuk persalinan, khususnya persalinan normal sebagai dasar pendekatan kebijakan pentarifan yang baru. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang besarnya biaya satuan rawat inap persalinan normal di RB Puskesmas Kecamatan Tebet. Jenis penelitian adalah observasi dengan pendekatan kuantitatif dan bersifat analitik. Metode analisis biaya mempergunakan Activity Based Costing (ABC). Data yang digunakan adalah data primer tercatat pada tahun 2002 pada Puskesmas Kecamatan Tebet dan RB. Dari hasil penelitian, didapat biaya satuan normatif untuk kelas I Rp. 327.741,-, kelas II Rp. 318.411; , kelas III Rp. 3I 3.747,-. CRR tanpa biaya investasi untuk kelas I Rp. 64,70 %, kelas II 56,62 % dan kelas M Rp. 48,53%. Maka dengan hasil tersebut, disarankan untuk menjadi pertimbangan bagi Dinas Kesehatan Prop.DKI Jakarta serta Panda DKI Jakarta sebagai penentu kebijakan dan pengambil keputusan mengenai tarif untuk pelayanan rawat inap persalinan normal di Puskesmas dengan memperhatikan kemampuan membayar masyarakat. Bagi Puskesmas Kecamatan Tebet sendiri, agar mulai melakukan penghematan biaya semaksimal mungkin dengan maksud menekan pengeluaran biaya. ......Unit Cost Analysis of Overnight Stay Service of Normal Childbirth in Tebet Public Health Center, 2002The conduct of regional autonomy causes the changes in government system from centralization to desentralization and it also affects the health sector. Regarding the regional autonomy, the Regional Government should focus on the problem of health service funding so that in fact the self financing public health center can be a clarification of regional autonomy purpose, that is to create an increase on public service efficiently and effectively. All this time , Tebet Public Health Center conducts the tariff based on Letter Decree of Health Department Chief, 2001 and not on Regional Regulation No. 3, 1999 as directed. The problem that is faced is the low tariff of overnight stay service of childbirth based on Regional Regulation and unclear unit cost for normal childbirth as a basic approach to a new tariff Therefore, the general purpose of this research is to get description about the amount of unit cost and rational tariff of overnight stay service of normal childbirth at RS Tebet Public Health Center. The research design is observation with quantitative approach and analytical. The method used in cost analysis is Activity Based Costing (ABC). Whereas the data used in the research is primary recorded data year 2002 at Tebet Public Health Center and RB. It can be conclude from the research that the normative unit cost for class l is Rp. 327.741,- , class II is Rp. 318.411,- , class III is Rp. 313.747,-. The result of the research hopefully can be consideration for the Health Department of DKI Jakarta Province and the Regional. Government of DKI Jakarta Province as decision makers for tariff of overnight stay service of normal childbirth at public health center by considering to ability to pay. It will be good for Tebet Public Health Center to save money in order to decrease the big expense.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 11314
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunuhardo Ekopria Prihantoro
Abstrak :
Puskesmas adalah institusi kesehatan yang membina kesehatan masyarakat di Indonesia. Ada 18 program pokok Puskesmas. Dalam melaksanakan kegiatannya Puskesmas harus mengelola berbagai sumber daya yang ada di masyarakat. Hal ini diperlukan kepemimpinan yang efektif. Gaya kepemimpinan adalah cara yang dilakukan pimpinan untuk mencapai tujuan organisasi melalui orang lain. Rancangan penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan kros seksional. Data yang dipakai adalah data primer. Respondennya 40 Kepala Puskesmas di Kabupaten Karawang. Instumen yang dipergunakan adalah tes standar yang dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard yang disebut Leader behavior Analysis II. Dari penelitian ini didapatkan, bahwa Kepala Puskesmas menggunakan ketiga gaya sekaligus, yaitu G-1, G-2, dan G-3 sebagai gaya utama, hampir tidak ada yang menggunakan gaya G-4.
The main health infrastructure entrusted to carry out the public health services in Indonesia is the Community Health Center. There are 18 basic health services performed through Community Health Center. To achieve these objectives must manage various public resources. To support activities of the Community Health Center need effective leadership. Leadership style is a form of procedure used by a leader to achieve the objectives of organization and the individuals within that organization. The design of the study descriptive analytic with cross sectional. Data were generated from primary data. The respondent are 40 Head of Community Health Center on Karawang district. For the data gathering instrument, the research employs the standard test developed by Paul Hersey and Kenneth H. Blanchard, namely the Leader Behavior Analysis II. The research showed that Head of Community Health Center implementing the three various of the leadership style, there are G-1, G-2 and G-3 is a favorite style, almost not implementing G-4.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T5645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Fitrianingsih
Abstrak :
Krisis ekonomi yang berlarut - larut telah menjadikan bangsa Indonesia berada pada kondisi yang kurang beruntung. Ketidak beruntungan lebih nyata pada kelompok rawan yaitu ibu dan balita. Dari dampak indikator program telah menujukkan bukti yang nyata yaitu menurunnya Indeks Pembangunan Manusia / IPM . angka kematian Ibu sebagai salah satu bagian dari indikator utama sektor kesehatan juga menunjukkan trend penurunan yang sama. Berbagai program telah dicanangkan oleh pemerintah untuk melakukan upaya akselerasi penurunan kematian ibu. Gerakan Sayang Ibu , kemudian disusul dengan Gerakan Pita Putih adalah bentuk -bentuk program yang bertujuan menggalang kepedulian lintas sektor. Dalam skala internasional gaung menyelarnatkan ibu bersalin telah sangat kuat. Program safe motherhood adalah program yang memiliki tujuan penurunan kematian ibu. Terdapat 4 pilar strategis yang mendukung program ini, yaitu Keluarga berencana , ante natal care , persalinan yang normal serta rujukan obstetri. Program ini secara ekonomi telah dianggap sebagai progrram yang cost efektif dalam menurunkan kematian ibu. Program safe motherhood di kota Sukabumi memberikan gambaran yang kurang menguntungkan terutama pada keluarga miskin. Cakupan K1 , K4 dan persalinan oleh tenaga kesehatan sangat rendah. Bahwa pelayanan untuk keluarga miskin adalah bagian dari public goods, maka diperlukan informasi biaya yang diperlukan untuk program ini . Oleh sebab itu penulis tertarik untuk menghitung berapa besarnya biaya program ini untuk keluarga miskin di kota Sukabumi yang dapat dilakukan di pelayanan kesehatan dasar. Pada penelitian ini penulis hanya akan menghitung pelayanan yang dapat dilakukan di PKM adalah pelayanan ANC dan persalinan dengan sampel pada PKM Lembursitu. Penelitian menggunakan metode alokasi biaya activity based costing. Yang akan secara menyeluruh menghitung biaya satuan pelayanan persalinan dan kunjungan Kl s/d K4. Dari angka yang diperoleh kemuadian dijadikan dasar untuk menghitung kebutuhan anggaran pelayanan safe motherhood . Hasil analisis menunjukkan bahwa, pelayanan ibu hamil keluarga miskin dengan menggunakan anggaran JPSBK mencukupi untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Biaya total yang diperlukan untuk pelayaan ANC dan persalinan Gakin di Kota Sukabumi sebesar Rp 43.156.050,﷓ Secara garis besar hasil dari penelitian ini adalah bahwa diperlukan mekanisme yang memungkinkan akses gakin ke pelayanan kesehatan tidak mengalami kendala. Informasi yang jelas tentang hak hak gakin serta diikuti dengan peningkatan jumlah maupun kualitas bidan akan diharapkan mendorong keberhasilan program. Pada konteks biaya , dimana investasi dan gaji telah disediakan pemerintah , maka peningkatan kuaantitas obat penyediaan vaksin serta sarana skrining VDRL dapat menjadi usulan alokasi anggaran disamping anggaran rutin.
Prolonged economic crises has placed Indonesia in deprived condition. This condition is more obvious among the risk groups, that is, mother and child Indicators on program showed real evidence about impact of the very bad condition as reflected by decreased Human Development Index and Maternal Mortality Rate. Varied programs have been declared by government to accelerate the reduction of MMR. Mother Friendly Movement, followed by White Band Movement are amongst program aimed to improve the inepter sect oral awareness on the issue. Internationally, the initiative to save delivery mothers has been embarked quite loudly. Safe Motherhood Program is a program aimed to reduce maternal mortality_ There are four strategic pillars to support this program, these include family planning, antenatal care, normal delivery, and obstetric referral. Economically speaking, this program has been viewed as a cost-effective program in declining the maternal mortality. Safe Motherhood Program in Sukabumi city provided a not very good situation, particularly among poor families. Coverages of K1, K4, and delivery assisted by health personnel were very low. There is a need to reveal cost information needed by this program since service for poor families is a part of public goods_ Hence, in this study, cost for ANC and delivery in Lembursitu Community Health Center. This study used activity based costing allocation method which comprehensively calculated the unit cost of delivery care and K1 to K4 visits. The acquired figures was then used as a basis for calculating the safe motherhood budget. The analysis showed that pregnancy care for poor families using JPSBK budget was sufficient to provide a quality care. Total cost needed for ANC and delivery in Sukabumi City was Rp. 43 156 050,-. In general the study showed that there is a need to have a mechanism in which the access of poor families to get health care without constraints. Clear information about poor families' rights and followed by adequate quantity and quality of midwives will improve success of the program. In the cost context, where investment and salary are provided by government, it is suggested to allocate budget to increase vaccine stock and to provide facility of VDRL screening.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Muthia
Abstrak :
Rumah Sakit Umum Daerah Karawang semenjak tahun 1995 telah berubah status menjadi Unit Swadana Daerah, dengan demikian rumah sakit harus membiayai biaya operasionalnya dari pendapatan fungsionalnya. Tujuan penelitian untuk menganalisa proses pelaksanaan perubahan sistem akuntansi berbasis kas menjadi berbasis akrual di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang selama tujuh tahun menjadi unit swadana sehingga diketahui derajat efektifitas pelaksanaan sistem akuntansi tersebut. Analisis dilakukan dengan melakukan penelitian deskriptif kualitatif terhadap Kebijakan, Metoda, Sumber Daya Manusia, Sarana dan Prasarana serta Dana / Anggaran. Kebijakan yang melandasi pelaksanaan perubahan sistem yaitu dari kebijakan ekstern berupa Keputusan Menteri Dalam Negeri Serta Perda, sedangkan kebijakan intern terdapat dalam Rencana Strategis dan beberapa Surat Keputusan Direktur. Implementasi perubahan sistem akuntansi berbasis kas menjadi berbasis akrual di RSUD Karawang dilakukan sejak menjadi unit swadana, tahun 1995, dilakukan secara bertahap. Perubahan sistem akuntansi berbasis kas menjadi akrual sangat bermanfaat dalam pengendalian keuangan dan pengambilan keputusan, karena menghasilkan informasi keuangan yang lebih lengkap dan akurat. Langkah - langkah yang ditempuh dalam melakukan perubahan yaitu mempersiapkan struktur organisasi sebagai wadah, membuat kebijakan intern yang mengatur pelaksanaan akuntansi berbasis akrual, mempersiapkan Sumber Daya Manusia, dengan cara mengikuti pelatihan dan pendidikan, serta menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung . Seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan akuntansi berbasis akrual sudah ada prosedur, tetapi pelaksanaannya baru mencapai 80 -90 %. Dana/anggaran setiap tahun diperlukan untuk pelaksanaan sistem akrual, baik untuk pengembanagan sumber daya manusia maupun pengembangan sarana dan prasarana. Hambatan yang ditemukan dalam proses perubahan yaitu pada Sumber Daya Manusia, Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan yaitu ; enrichment, pendidikan dan pelatihan serta bimbingan berkala. Sebagai saran dari hasil pembahasan, perlu ditingkatkan dalam pelaksanaan akuntansi persediaan, khususnya dalam pengadaan barang dan permintaan barang stok. Dan dalam pencatatan akuntansi biaya, khususnya pemakaian kode rekening. Daftar Pustaka 20 (1984 - 2002)
Since 1995 the status of Karawang District Hospital has been changed to District Self-funding Unit. It means that the hospital was required matched its operating cost to its functional revenue. The objective of this study was to assess the implementation process of the accounting system change from cash basis to accrual basis in Karawang District Hospital after 7 years became District Self-funding Unit. The analysis was using descriptive qualitative research approach towards policy, method, human resource, infrastructure, and budget as well. The policies that based the implementation of system change were external policy such as the Ministry of Home Affairs Policy and Local Government Regulation, and internal policies such as strategic planning and some of the Hospital Director Policies. The accounting system change from cash basis to accrual basis has been implemented gradually since the hospital became Self-funding Unit in 1995. This system is very usefulin the finance controlling and decision-making because it provides the financial information more accurate and complete. In implementing the system change, the steps that conducted were as follows: preparing the organizational structure, making the internal policies which arranged the accrual basis implementation, preparing human resources by giving them trainings and continue education, and providing the infrastructures. All activities related to the accrual basis system have had the procedures. However, the implementation has just reached about 80-90%. The human resource certainly supports the system change and also the available infrastructures. The annual budget is needed to conduct the accrual basis system both for human resource and infrastructure development. Human resource was the constraint that available in changing process. The effort that had been conducted to solve the problem was doing job enrichment, providing training and education and periodical technical assistance. Reference : 20 (1984 - 2002)
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12654
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Murtiningsih
Abstrak :
Masalah kesehatan jiwa masyarakat banyak menyangkut sektor diluar kesehatan yang memerlukan penanggulangan bersama misalnya penyalahgunaan obat narkotik, alkohol, kenakalan remaja dan gangguan psikososial lainnya yang menyangkut perceraian, pendidikan, pekerjaan dan lain-lain. Kebijakan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat tentang pembentukan Badan Pembina Kesehatan Jiwa Masyarakat (BPKJM) Tingkat I Jawa Barat merupakan kebijakan yang tepat , karena BPKJM bertujuan membina kerja sama yang berdaya guna dan berhasil guna serta untuk mengatasi masalah-masalah intersektoral yang dihadapi dalam pembinaan kesehatan jiwa masyarakat dan rehabilitasi mental. Meskipun sudah ada kebijakan Gubernur tersebut diatas namun sampai saat ini keberadaan BPKJM Tingkat I Jawa Barat belum berfungsi secara efektif dan efisien masalahnya karena belum adanya pereneanaan strategik yang jelas. Dengan penelitian ini diharapkan BPKJM Tingkat I Jawa Barat mempunyai perencanaan strategik, yang merupakan arah jangka panjang yang dituju dan membantu BPKJM untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi sehingga BPKJM Tingkat I Jawa Barat dapat mengambil keputusan yang lebih baik dimasa datang dalam pengembangan pernbinaan kesehatan jiwa masyarakat di Jawa Barat. Penelitian ini dibatasi pada perumusan visi, misi dan tujuan BPKJM, analisis lingkungan eksternal dan internal, penetapan tujuan jangka panjang, analisis alternatif strategik dan analisis pilihan starategik. Penelitian ini bersifat analisa deskriptif dan analisa strategik dengan menggunakan pendekatan kualitatif., jumlah responder 18 orang . Pengumpulan data melalui observasi, wawancara mendalam dan fokus grup. Proses penelitian melalui tahapan-tahapan yang meliputi : I. tahap masukan (input) dengan menggunakan analisa Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matrix) den Matriks Evaluasi Faktor Internal ( IFE Matrix). 2.Tahap analisa uji silang (Matching SWOT) sehingga dapat ditentukan alternatif strategik . dan untuk menentukan posisi strategi BPKJM dan pilihan strategik yang tepat melalui analisa Strategic Position and Action Evaluation Matrix ( SPACE Matrix ) 3.Tahap pengambilan keputusan (tahap decision) yang menggunakan analisa Quantitative Planning Strategic Matrix (QPSM) sehingga diperoleh prioritas pilihan strategik. Dari hasil penelitian terdapat faktor-faktor eksternal dan internal yang potensial berupa peluang yang potensial adalah adanya media informasi dan komunikasi serta adanya lembaga-tembaga , organisasi masyarakat, organisasi profesi. Ancaman paling potensial adalah berupa dampak negatif globalisasi antara lain krisis ekonomi clan stigma masyarakat terhadap gangguan kesehatan jiwa. . Kekuatan yang paling potensial adalah adanya Surat Keputusan Gubemur dan buku pedoman BPKJM Tingkat 1 Jawa Barat. Kelemahan paling potensial adalah data khusus BPKJM tidak ada dan saat ini kesehatan jiwa bukan program prioritas. Tips strategik yang paling tepat untuk diterapkan bagi BPKJM Tingkat I Jawa Barat adalah strategi agresif dengan alternatif strategik market penetration dan produck development , yaitu strategi agresif peningkatan kualitas sumber daya manusia antara lain peningkatan pengetahuan dan keterampilan secara rnannjerial maupun operasional bagi anggota BPKJM , Pelatihan kesehatan jiwa bagi anggota BPKJM, dokter dan para medis di puskesmas dan Rumah Sakit Umum.,dan peningkatan sisem informasi manajemen BPKJM Tingkat I Jawa Barat. Dari hasil penelitian disarankan antara lain khususnya bagi Tim BPKJM Tingkat I Jawa Barat agar prioritas strategik yang dihasilkan , ditindak lanjuti dengan adanya pertemuan anggota tim secara rutin untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi diantara anggota BPKJM Tingkat I Jawa Barat dan untuk penyusunan POA agar palaksanaan pembinaan kesehatan jiwa masyarakat secara operasional dapat beijalan secara efekt f dan efisen , serta evaluasi untuk tindakan korektif bila ada masalah dal am pembinaan.
Strategic Planning in the Development of training (tutoring/guidance/education) in Public Mental Health Giudance , in West Java Province .Public mental health matters much involve sectors beyond health that needs concented afforts, e.g. drug abuse, alkoholics, juvenile delingaency, and other psycho-social disturbances relating to divorce, education, jobs, and other aspects of life. The policy of the Governor of West Java on the establishment of the public mental health guidance Bureau (BPKJM) of West Java is the right policy, as BPKJM aims to anchance , productive and useful cooperation, and to overcome intersectorial problems encountered in public mental health guidance/education and mental rehabilitation. Even with the above mentioned Govemor's policyof mentioned Governor's policy, still the presence of BPKJM West Java has not been funtioning effectively and efficiently , due to the lack of a dear strategic planning. It is hoped that with this study BPKJM West Java will have a strategic planning, as a long term directive goal, in assesting BPKJM to adapt to the changes in the envi ronment (that take place), so that BPKJM of West Java can make better decisions in the future in developing public mental health guidance in West Java. This study is limited to the formulation of defining vision, mission and aim of BPKJM, analysis of external and internal environment, determmiting a long term goal, analysis of alternative strategies and analysis of prioritided strategies . This study is a descriptive analysis and strategic analysis, using a qualitative approach, with 18 people as respondents. data were collected by observation, interviews, and group focus discutions. The process of study was done in stages consisting of : 1. Input stage using external factors evaluation matrix (EFE Matrix), and internal factors evaluation matrix (IFE Matrix), 2. Cross test analysis stage (Matching SWOT) , so that a strategic alternative could be established , the position of BPKJM strategy determined, and the right strategic choice priority obtained. The result of this study revealed potential internal and eksternal factors in the form of potential opprtunity i.e. in the presence of media information and communication, mass organization (ORMAS) institutions , and profesional organisations . The most potential threat is the negative influence of globalisation. The most potential strength is in the Governor's decree and BPKJM guide of West Java.The most potensial weakness is that there is no particular BPKJM funds available and that at present mental health is not a priority program. The most proper strategy for BPKJM of West Java to be applied is aggressive strategy with market penetration strategy as alternative, and product development , i.e. aggressive strategy improving the quality of human resources, upgrading managerial as well as operational knowledge and skill for BPKM members, mental health management training for BPKJM members, doctors and paramedics at health centers and general hospital , and improving the information system of BPKJM West Java management, Based on the result of this study it is suggested particularly for the BPKM West Java team that the obtained priority strategy to be followed up with routine members and team meeting to enhance coordination and communication among BPKJM West Java members, for the establisment of POA (planning of action ), in order that the implementation of public mental health education can be operational, effectively and effisiently, and for the purpose of evaluation to take corrective measures if and when problems in the guidance.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T4426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catur Septiawan G.
Abstrak :
Perguruan tinggi sebagai wadah untuk menciptakan kader-kader pemimpin bangsa memerlukan suatu cara pengelolaan yang berbeda dengan pengelolaan instansi non pendidikan, karena dalam wadah ini berkumpul orang-orang yang berilmu dan bernalar. Hal penting yang harus diperhatikan adalah bagaimana manajemen perguruan tinggi diatur sesuai dengan sistem mutu meliputi suatu administrasi yang rapi, efisien, dan transparan. Banyak diantara pengelola perguruan tinggi yang mulai memikirkan untuk menerapkan sistem mutu agar universitas yang dipimpinnya mempunyai nilai lebih dan meningkatkan daya tarik bagi para calon mahasiswa baru. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat sebagai bagian dari pendidikan tinggi yang bernaung di bawah Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia termasuk tempat untuk menciptakan kader-kader pemimpin bangsa terutama di bidang kesehatan, maka manajemennya perlu diatur sesuai dengan sistem mutu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi mahasiswa terhadap faktorfaktor yang berhubungan dengan mutu pendidikan di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tahun 2004. Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian "cross sectional " dengan jumlah sampel 156 mahasiswa 52 PS IKMUI yang masih terdaftar sebagai mahasiswa. Hasil penelitian menunjukan proporsi mahasiswa yang menjawab mutu pendidikan di PS IKMUI baik hanya 32,1%, sedangkan dari uji bivariat didapatkan ada hubungan yang bermakna antara semua variabel independen yaitu : kepemimpinan; rencana strategis; fokus pada pasar; pengukuran; analisis; serta manajemen pendidikan; orientasi pada fakultas dan staf; proses manajemen; hasil kinerja organisasi dengan mutu pendidikan di PS IKMUI. Sedangkan kepemimpinan merupakan faktor yang dominan yang berhubungan dengan mutu pendidikan di PS IKMUI. Bagi Pimpinan PS IKMUI diharapkan lebih menggunakan pendekatan informal dan persuatif kepada staf pengajarnya dalam rangka menetapkan pencapaian nilai-nilai organisasi sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan di PS IKMUI. Disamping itu pimpinan PS IKMUI sebaiknya lebih mengintensifkan komunikasi dengan mahasiswanya melalui forum yang diciptakannya maupun melalui forum yang sudah ada untuk menyerap aspirasi maupun problematika yang dialami mahasiswanya sehingga tercipta rasa kekeluargaan dan kebersamaan untuk memajukan PS IKMUI.
Aplication of Malcolm Baldridge Model For Measuring Student's Perception on Educational Quality of Postgraduate Program, Public Health Study Program University of Indonesia in 2004College as institution for creating prospective nation leaders needs different management with non-educational institution because in this institution gathered people who have knowledge and logical thinking. Important thing that must be concerned is how to manage college's management which suitable with quality system that involve tidy, efficient, and transparant administration. Amongs college's providers which begin to think about implementation of quality system so their universities have additional value and increase interested feeling for prospective student. The Public Health Study Program as part of high education which under Postgraduate Program of Faculty of Public Health University of Indonesia is a place for creating prospective nation leaders especially in health area, so its management should be managed toward quality system. The purpose of this research is to know student's perception to factors which related to educational quality on Public Health Study Program, Faculty of Public Health University of Indonesia in 2004. This research is using quantitative approach with cross sectional design and have 156 students of Postgraduate Public Health Study Program University of Indonesia which still registered as student. The result of this research, show that proportion of student who answer education quality of Public Health Study Program University of Indonesia good only 32,1%, and from bivariate test there is significant relationship between all independent variables, leadership; strategic planning; focus to market; measurement, analysis, and educational management; faculty and staf orientation; management process; result of organization capability with educational quality at Public Health Study Program University of Indonesia and leadership is a dominant factor which related to educational quality at Public Health Study Program University of Indonesia. Leaders of Public Health Study Program University of Indonesia should use more informal and persuasive approaches to lecturer staff in pursuing organization values so can improve educational quality in Public Health Study Program University of Indonesia. Beside that, leaders of Public Health Study Program University of Indonesia should do much communications intensively with their students through their forum and also existence forum. For getting aspirations and problems whom their students feel, so will be created feeling of being family and being togheter for progressing Public Health Study Program University of Indonesia.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T 12833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Pintordo H.
Abstrak :
RSPAD-GS merupakan salah satu rumah sakit yang memiliki alat MRI dengan kekuatan 1.5 testa selain RS Siloan Gleneagle Tanggerang dan RS Husada Jakarta. Semenjak beroperasi, tahun 2001 sudah 993 pasien dinas dan tahun 2002 sampai dengan bulan Juni berjumlah 588 pasien dinas yang menggunakan alat ini. Alat MRI merupakan alat yang biaya pemeliharaannya cukup besar dan rencananya pada tahun 2003, biaya pemeliharaan alat MRI akan menjadi tanggungan RSPAD. Pada penelitian ini, peneliti ingin memperoleh gambaran tentang perbandingan antara pendapatan dan biaya utilisasi (operasional dan pemeliharaan) alat kesehatan MRI di RSPADGS, kontribusi dari Yanmasum terhadap pasien dinas serta kapasitas ideal antara pasien dinas dan pasien umum agar kemandirian dapat dicapai tanpa merugikan hak pasien dinas. Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat retrospektif dengan menggunakan data sekunder berupa laporan kegiatan pemeriksaan pasien di unit MRI baik pasien dinas maupun pasien umum untuk periode 18 bulan, mulai dari Januari 2001 sampai dengan Juni 2002. Selain itu menggunakan data biaya pendapatan dan pembiayaan pada periode yang sama sebagai variabel utama. Pada hasil penelitian didapatkan bahwa kapasitas yang dimiliki oleh alat MRI RSPADGS ditetapkan sebesar 15 pemeriksaan per hari atau 4500 pemeriksaan per tahun. Setiap pemeriksaan pasien membutuhkan waktu rata-rata 25 sampai dengan 30 menit. Pada periode penelitian selama 8 bulan tingkat utilisasi alat MRI sebanyak 5002 orang dengan komposisi pasien dinas sebanyak 1581 orang dan pasien umum sebanyak 3421 orang. Pada perhitungan, program Yanmasum unit MRI telah berhasil berkontribusi sebesar Rp.1.955.939.000,- bagi RSPAD-GS dalam melaksanakan tugas pemeriksaan MRI pasien dinas sebanyak 1.581 orang. Dengan menggunakan ukuran kriteria kebijakan didapatkan bahwa unit MRI mampu memenuhi kebutuhan anggarannya sendiri, akan tetapi apabila ditinjau dari kebijakan penggunaan dana, alokasi untuk biaya pemeliharaan dan biaya gas Helium perlu ditingkatkan. Menghadapi perkembangan utilisasi alat MRI dimasa mendatang, didapatkan komposisi yang ideal antara pasien dinas dan pasien umum, yaitu 2 pasien dinas dan 5 pasien umum agar unit MRI tetap mandiri tanpa mengurangi hak pasien dinas. Pada periode penelitian, ketentuan tarif yang berlaku belum dilaksanakan. Sebaiknya tarif diberlakukan sesuai kebijakan tarif. ......Income and Cost Analysis of the Magnetic Resonance Imaging RSPAD Gatot Subroto for the Period of Year 2001-2002 in Confrontation to the Self-sufficiency Policy of the Armed Forces HospitalRSPAD-GS is one of the very few hospitals that own a 1.5 testa MRI unit beside Siloam Gleneagle Hospital in Tanggerang and Husada Hospital in Jakarta. Since it became operational in 2001 it has already served 993 official patients and during the first half of 2002 (until June) 588 official patients. This MRI is an equipment that needs quite substantial maintenance cost and as is planned the maintenance cost of this MRI unit will become the responsibility of RSPADGS in 2003. In this study the researcher would like to get a picture on the ratio between income and cost of the utilization (operational and maintenance) of the MRI unit at RSPAD-GS, contribution from the servicing the public patients towards official patients as well as the ideal capacity ratio between official patients and public patients to achieve self-sufficiency without sacrificing official patients rights. The type of this study is a retrospective study using secondary data in the form of patient's activity reports at the MRI unit (official and public patients) for the period of 18 months, starting January 2001 until June 2002. Also used is the data of income and cost for the same period as main variable. In the result of this study it was found that the capacity owned by the MRI of RSPAD-GS was set at 15 examinations per day or 4500 examinations per year. Each examination needs an average time of 25 to 30 minutes. During the 18-month study period the level of utilization of this MRI unit is 5002 patients based on a composition of 1581 official patients and 3421 public patients. In the calculation, the Public Service program of the MRI unit has succeeded in contributing Rp.1.955.939.000,- to RSPAD-GS for the purpose of the examination of 1.581 official MRI patients. By using the policy criteria it was found that the MRI unit is able to fulfill its own budget requirements, however, if observed from the utilization of funds, the allocation of maintenance cost and Helium refill cost need to be improved. In consideration to the future development of the utilization of the MRI unit it was found that the most ideal composition between official and public patients is 2 official patients and 5 public patients. This to enable the MRI unit to remain self-sufficient without reducing the official patients rights. In the study period, the tariff set was not yet implemented properly. It is important that the tariff set is implemented accordingly.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12547
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>