Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendrico Ilham
"ABSTRAK
Banyak para pengamat ekonomi di Indonesia menyatakan bahwa krisis
ekonomi yang terjadi di Indonesia disebabkan karena adanya kesalahan dalam
manajemen negara yang terlalu sentralistik. Krisis ekonomi ini telah mendorong
sentimen positif terhadap paradigma pengelolaan ekonomi nasional secara
desentralisasi oleh unit-unit ekonomi daerah. Pada pengelolaan ekonomi secara
desentralisasi, seluruh daerah diharapkan dapat berdiri sendiri dalam
membangun daerahnya. Dan salah satu yang harus diperhatikan dalam
membangun daerah adalah kemampuan membiayai program-program
pembangunan itu dari sumber pendanaan sendiri. Karya akhir ini membahas
tentang salah satu alternatif sumber pendanaan pembangunan di daerah, yang
sejalan dengan kerangka otonomi yang diinginkan oleh banyak pihak.
Karya akhir ini dimulai dengan penjelasan singkat, keadaan sosial dan
ekonomi yang berkembang di Indonesia pada masa kini, beserta
permasalahannya. Dalam pembahasannya penulis merasa bahwa, keadaan
ekonomi Indonesia yang ada sekarang ini tidak seharusnya terjadi pada negara
seperti Indonesia. Sebagai negara yang banyak dianugerahi sumber daya alam
seharusnya Indonesia menjadi salah satu negara yang paling makmur di dunia.
Dari situ dapat ditarik kesimpulan secara singkat bahwa telah terjadinya ketidak
beresan sistem manajemen pengelolaan sumber-sumber perekonomian negara
yang tidak optimal. Sentimen terhadap desentralisasi, otonomi, referendum, atau
bahkan pemisahan diri dari negara kesatuan juga menambah kasanah paradigma
yang beredar di masyarakat pada saat ini. Paradigma tersebut timbul, karena
adanya perasaan ketìdakadilan serta penindasan terhadap kebutuhan yang
beraneka-ragam yang ada di Indonesia.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan suatu instrumen
pembiayaan yang diharapkan dapat menjadi jembatan atas pendanaan atas setiap
segmen kebutuhan yang beragam di Indonesia, Municipal bond, suatu bentuk
instrumen pendanaan yang dikeluarkan oleh Pemda, yang dapat digunakan baik
bagi pemerintah daerah ataupun sektor swasta, dapat merupakan sebagai suatu
alternatif terhadap pemenuhan kebutuhan yang beragam tersebut. Pertimbangan
mendasar penggunaan instrumen ini karena sifat-sifatnya yang memberikan
keleluasaan yang besar bagi penggunaannya.
Pembahasan kemudian dilanjutkan dengan melihat pengalaman empiris
dari negara-negara lain. Pengalaman-pengalaman ini diperlukan untuk
mempermudah analisa manfaat penggunaan instrumen tersebut. Tidak hanya
manfaatnya yang ditonjolkan atas penggunaan municipal bond tetapi juga
kontroversi yang masih menjadi perdebatan alot di negara-negara yang telah
menggunakannya. Hal ini dimaksudkan agar kita dapat mempunyai referensi
yang singkat dalam membandingkan manfaat dan kelemahan instrumen
keuangan tersebut.
Pada bagian terakhir penulis menganalisis suatu kondisi skenarjo
seandainya municipal bond dicoba untuk diterbitkan di Indonesia. Pada bagian
ini diterangkan tentang prospek dan tantangan, serta kemungkinan
operasionalisasi municipal bond di Indonesia. Bahasannya secara singkat
mencakup tahapan operasional penerbitan municipal bond, yang terdiri dari
tinjauan secara hukum, dan kelembagaan, aspek keuangan. Kemudian, penulis
memberikan usulan atas saran kebijakan, beserta strategi implementasi
penerbitan municipal bond pada masa datang, yang diharapkan memberikan
masukan dalam proses menuju Otonomi yang berkeadilan di Indonesia.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Huda
"ABSTRAK
Sebagai lembaga intermediasi keungan pendapatan utama bank berupa Interest
Margin, sedangkan keuntungannya adalah pendapatan dikurangi biaya operasional.
Persaingan tingkat bunga mengakibatkan interest income semakin kecil. Hanya bank
yang efisien saja yang mampu bersaing dan bertahan.
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1991 telah menghancurkan industri
perbankan. Tingkat bunga meningkat tajam, likuiditas ketat, cost of fund tinggi, kegiatan
investasi merosot, bahkan sektor produksi banyak yang terhenti. Pembayaran kredit
menjadi macet dan berakhir pada kondisi negative spread. Pada periode tahun 1997-1999
pemerintah telah melakukan tindakan berupa likuidasi 54 bank, Beku Operasi 10 bank,
Take Over 11 bank dan rekapitalisasi 9 bank.
Setelah kondisi dapat dikendalikan berangsur-angsur suku bunga SBI turun. Hal
ini tidak secara otomatis membuat perekonomian bergairah kembali. Akibatnya
perbankan mengalami over liquidity. SBI masih dianggap alternatif investasi yang
menarik dan aman dibandingkan dengan alternatif penyaluran kredit. Kelebihan likuiditas
ini selain menyimpan ancaman juga terdapat opportunity untuk memanfaatkannya.
Pengalaman pahit selama krisis ekonomi mengharuskan bank untuk menempuh
strategi baru. Interest Margin terbukti tidak mampu mengatasi permasalahan yang
disebabkan oleh fluktuasi bunga. Perbankan harus menekan sumber penghasilan lain yang
lebih stabil. Salah satu alternatif yang ada adalah Fee Base Income (FBI).
Perkembangan teknologi yang pesai telah meningkatkan peranannya dari sekedar
pendukung operasional perusahaan menjadi bagian dar strategi perusahaan dalam
mencapai tujuan. Manfaat teknologi antara lain menciptakan keunggulan bersaing,
meningkatkan produktivitas dan prestasi, menciptakan cara baru dalam mengatur dan
mengkoordinir dan mengembangkan usaha baru.
Wilayali Indonesia yang luas dan jumlah penduduk yang besar merupakan pasar
potensial bagi industri perbankan. Sementara itu perkembangan dunia telekomunikasi dan
komputer telah mendorong berkembangnya teknologi informasi. Perkembangan penting
lain adalah pemanfaatan satelit sebagai media transmisi apalagi dengan ditemukannya
teknologi Very Small Aperture Terminal (VSA T) yang memungkinkan membangun
private network yang maxnpu dihubungkan dengan jaringan public. Teknologi satelit
sangat cocok diterapkan di Indonesia karena karakteristiknya sesuai dengan topologi
wilayah yang terbentang luas dan berupa kepulauan.
Aplikasi perdagangan elektronik (E Commerce) merupakan perkembangan lain
yang sangat berpengaruh pada dunia bisnis. Dengan internet transaksi dapat dilakukan
tanpa harus membangun jaringan dan aplikasi khusus. Perdagangan elektronik dapat
dilakukan dengan cepat dan murah ke seluruh dunia. Satu-satunya masalah adalah
security dan transaksi dan data yang dikirimkan.
Tujuan evaluasi ini untuk memperoleh keunggulan bersaing pada industri
perbankan dengan penerapan teknologi informasi berbasis komunikasi satelit. Evaluasi
dilakukan terhadap dua sisi yaitu perspektif bisnis dan perspektif teknologi. Pilihan
investasi dilakukan sebagai alternatif untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas pada
industri perbankan. Teknologi informasi dipilih sebagai salah satu alternatif karena
dipercaya mampu meningkatkan posisi bersaing bank dimasa yang akan datang.
Penerapan teknologi informasi yang memerlukan investasi besar menemukan saat yang tepat dengan ketersediaan dana yang besar dengan bunga yang relatif rendah. Evaluasi dilakukan dengan metode skor. Potensi pelayanan yang dievaluasi berupa pelayanan Online Banking, ATM, POS serta E Commerce.
Selain harus melakukan pembenahan kondisi sejalan dengan pemulihan ekonomi
yang mulai terjadi, dalam waktu singkat perbankan juga harus mempersiapkan persaingan
yang akan semakin ketat dengan adanya globalisasi. Persaingan global akan ditandai
dengan persaingan pelayanan yang cepat, mudah dan murah. Penerapan teknologi
informasi pada industri perbankan akan berpengaruh pada wilayah operasi perbankan,
pola persaingan dan pendapatan non bunga Fee Based Income (FBI).
Perbankan harus mengidentifikasikan posisinya dalam peta persaingan. Hal ini
penting karena perbedaan kondisi akan mempengaruhi pilihan investasi yang sebaiknya
dilakukan. Hasil perhitungan ROI untuk perbankan nasional (Infrastrcture) diperoleh:
ATM (6.7 %), Pos (9.7 %), On Line Banking (16.8 %) dan ROI gabungan (30.9 %).
Sedangkan skor pada masing-masing kategori perusahaan diperoleh urutan investasi yang
disarankan (investment, infrastructure, breakthru management) yaitu On Line Banking,
ATM, POS dan E-Commerce. Perkecu2lian pada kelompok penisahaan Strategic dengan
urutan ATM, On Line Banking, E-Commerce, dan POS.
"
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T2852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friedrih Himawan
"Industri Properti pada umumnya dan Bisnis Ruang Perkantoian Sewa di Jakarta pada khususnya pernah menjadi Suatu bisnis yang meiggiurkan kalangan pengusaha dan pemilik modal, karena sifatnya yang sejalan dengan pertumbuhan kegiatan ekonomi nasional dan usia produk yang relatif panjag bila dibandingkan produk dan industri lain. Sehingga oleh karena itulah, maka pada sekitar tahun 1990 sampai tahun 1996, industri ruang perkantoran sewa di Jakarta bisa dikatakan mengalami booming dengan tingkat permintaan yang terus meningkat dan tingkat hunian yang tinggi.
Namun memasuki tahun 1997, keadaan ekonomi nasional mengalami krisis yang biasa dikenal sebagai krisis moneter yang akhirnya berkembang menjadi krisis multidimensi, sehingga seluruh faktor yang menjadi pendukung pertumbuhan industri ruang perkantoran sewa, mengalami kemunduran, Kemunduran yang terjadi pada seluruh faktor yang menjadi pendukung pertumbuhan industri ruang perkantoran sewa ini, secara langsung mempengaruhi kinerja industri dan pelaku-pelaku di dalamnya. Tingkat nliai tukar rupiah yang Pernah menyentuh Rp. 15.000 per USS I pada sekitar tahun 1998, membuat PelakU lndstri ruang perkantoran sewa, khususnya kalangan investor dan Pengembang menjadi kalang kabut, karena nilal hutang yang sebagian besar adalah di luar negeri mengalami peningkatan yang tajam, sehingga nilai yang harus dikembalikan balk berupa cicilan pokok maupun bunganya menjadi sulit untuk dipenuhi.
Kondisi perekorornian rnakro nasioiial yang mengalami kemunduran telah menyebaban perubahan perilaku konsumen ruang perkantoran sewa, yaitu dengan memindahkan usaha mereka ke ruang perkantoran sewa di Iuar kawasan segítiga emas untuk menekan bíaya. Bahkan banyak juga dan konsumen tersebut akhirnya menutup usahanya. Sehingga tingkat hunian ruang perkantoran sewa mengalami penurunan yang sangat drastis.
Sementara itu, kondIsi perekonomian nasional Inonesia tidak kunjung membaik, ditambah lagi dengan terus terjadinya krisis multidimensi yang mengurangi minat investor baik asing maupun lokal untuk menanamkan modalnya pada berbagai sektor industri.
Namun, bila diaimati lebih jauh, gedung-gedung perkantoran di kawasan segitiga emas Jakarta masih tetap berdiri tegak, waiaupun tingkat hunian sangatlah marjinal. Walaupun dibelit berbagai masalah yang ada, namun masih ada pelaku industrí ruang perkantoran sewa di Jakarta yang mampu bertahan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam industri ruang perkantoran sewa di Jakarta, masih terselip peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku inudstri tersebut yang tentunya harus diiringi dengan berbagai kemampuan untuk menekan biaya sambil meningkatkan penghasilannya.
Analisa dalam karya tulis ini dilakukan dengan lebih dulu mempelajari kinerja industri perkantoran sewa di Jakarta untuk memahami sejauh mana industrl ini mengalami kemunduran. Dari hasil analisa tampak bahwa memang Industri ini mengalami kemunduran yang cukup drastis bahkan sempat mengalami pertumbuhan negatif dalam tingkat huniannya.
Kemudian dengan menganalisa faktor-faktor potensial yang mempengaruhi permintaan, penawaran dan harga sewa ruang perkantoran di Jakarta dengan berbagal asumsi pertumbuhannya, tampak bahwa industri ruang perkantoran sewa di Jakarta masih belum menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, bahkan masih dapat dikatakan bahwa dalam industri tersebut masih terjadi kondisi oversupply, dan kondisi booming yang pernah terjadi, akan terkoreksi hingga titik tertentu. Dalam kondisi seperti inilah, dibutuhkan kejelian dari pemilik dan pengelola gedung untuk menekan biaya-biaya operasionalnya secara optimum, dan memanfaatkan segaia sumber daya yang dimiliki sehingga dapat tercapai suatu keunggulan daya bersaing yang path gilirannya akan mampu menarik konsumen baru yang relatif juga masih minim."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T2440
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Widjaya Sadguna
"ABSTRAK
Kondisi perhotelan dan pariwisata di Indonesia sejak masa krisis sampai dengan sekarang mengalami pertumbuhan yang tidak menggembirakan. Sektor pariwisata yang dijadikan salah satu tulang punggung penerimaan negara di luar migas tidak bisa pulih karena krisis multi dimensi Indonesia yang tidak kunjung menunjukan perbaikan. Negara- negara tetangga sesama ASEAN telah berhasil menggalakan sektor pariwisatanya, bahkan Thailand sejak tahun 1998 sudah berhasil membalikan keadaan ini dengan mengalami pertumbuhan positif. Kondisi sosial, politik dan keamanan yang buruk adalah faktor yang membuat Indonesia tidak mampu menarik wistawan asing untuk berkunjung ke Indonesia. Wisatawan asing takut berkunjung ke Indonesia karena setiap hari terdapat begitu banyak berita yang menghawatirkan dan mengerikan dengan terjadinya kerusuhan antar etnis, pemboman, dan berita-berita lainnya yang menakutkan.
Memasuki era otonomi daerah kota Semarang yang seharusnya berbenah diri di sektor pariwisata, hal ini tidak terjadi karena terkena dampak buruk dari kondisi di tanah air seperti di atas. Kondisi perhotelan di Semarang, lebih khusus lagi hotel berbintang empat dan lima terlihat harus susah payah mempertahankan bisnis mereka saat ini. Hotel berbintang empat dan lima di Semarang terdiri dari; hotel Ciputra Semarang, hotel Patra Jasa Semarang, hotel Graha Santika Semarang, dan hotel Grand Candi Semarang yang merupakan satu- satunya hotel berbintang lima. Ke empat hotel tersebut memiliki pangsa pasar yang serupa yaitu tamu hotel yang berasal dari kalangan bisnis dan meeting sehingga mereka harus berhadapan satu sama lainnya.
Penyusunan karya akhir ini dilakukan dengan dua pendekatan yaitu secara eksploratori riset atau desk research yaitu melakukan studi literatur dan pengumpulan Analisa persaingan secondary datas. Riset kualitatif dilakukan atas persepsi konsumen dari hotel berbintang empat dan lima di Semarang untuk mendapatkan gambaran tentang persepsi konsumen terhadap hotel- hotel yang ada. Strategi yang diterapkan dari masing- rnasing hotel ini adalah ekstensifikasi di produk yang ditawarkan dan strategi positioning yang membedakan hotel satu sama lainnya.
Strategi ini merupakan bagian dari strategi konsolidasi dari masing- masing hotel untuk mengahadapi tantangan besar di kondisi ekstemalnya seperti kondisi ekonomi yang membuat kemampuan pasar yang menurun, pasar menciut, dan dukungan sektor perbank~ yang sulit. Kesulitan ini ditambah lagi dengan menurunnya tamu dari kalangan tamu bisnis asing yang berkunjung di Semarang karena takut mengunjungi Indonesia. Tamu dari kalangan wisatawan asing hampir tidak bisa diharapkan lagi karena secara keseluruhan mengalami penurunan seperti yang dialami daerah- daerah lain di Indonesia.
Berbicara lebih lanjut tentang produk- produk hotel berbintang empat dan lima di
Semarang, terkesan produk yang ditawarkan tidak memiliki perbedaan yang cukup
signifikan, karena satu dengan lainnya terlihat mirip dan sangat mudah ditiru. Sebenamya
positioning yang ditetapkan masing- masing hotel sudah cukup baik, dengan melihat
potensi yang dimiliki. Tampak setiap hotel berusaha mencari segmen tersendiri untuk
menarik kehadiran tamu hanya belum terlihat efektif dan masih mencari bentuk yang
paling pas.
Dari riset yang dilakukan ditarik suatu kesimpulan bahwa kondisi perhotelan berbintang empat dan lima di Semarang belum memiliki atribut tertentu yang kuat dipersepsi konsumennya. Hal ini cukup menghawatirkan karena tidak terlihat faktorpembeda dari masing- masing hotel, sehingga konsumen cenderung tidak akan loyal
terhadap hotel tertentu.
Ketertarikan pasar di hotel berbintang em pat dan lima di Semarang terlihat rendah
karena data- data penunjang seperti tingkat hunian kamar dan harga kamar terlihat
rendah. Hanya saja apabila kondisi pertumbuhan mulai menunjukan perbaikan di
kemudian hari hal ini bisa mengundang pendatang baru yang potensial. Pendatang baru
yang mengetahui bahwa konsumen tidak bisa membedakan kekuatan masing- masing
hotel akan menetapkan strateginya kepada atribut- atribut yang lemah tadi.
Untuk mensiasati penurunan pendapatan, hotel berbintang empat dan lima di
Semarang telah mencoba mengatasi penerimaan yang menurun dari tingkat hunian dan
harga kamar (dibandingakn dengan US Doillar) dengan menggenjot sektor penerimaan
lainnya, seperti menggencarkan penerimaan dari sektor konvensi, F&B, dan paket- paket
yang di tawarkan kepada masyrakat lokal. Strtegi ini diakui cukup berhasil dengan ratarata
penerimaan dari sektor non-kamar meningkat menjadi 30% -50%, bergantung dari
masing- masing hotel yang ada.
Hotel berbintang empat dan lima di Semarang disarankan agar memperhatikan
pembuatan strategi jangka panjang yang lebih jelas untuk mem-positioning-kan hotelnya
dengan lebih spesifik. Hotel Ciputra yang di saat ini dipandang sebagai hotel bisnis akan
berkonsentrasi pada sisi kuatnya di sektor bisnis dan hotel Patra Jasa yang ingin menjadi
hotel resort harus membenahi diri ke arah resort dan leisure hotel. Hotel Graha Santika
harus pula menemukan positioning yang jelas ap'*ah ingin menjadi hotel bisnis murni
ataukah hotel dengan pendekatan leisure. Sementara itu hotel Grand Candi yang
merupakan hotel berkelas bintang lima satu-- satunya di Semarang tidak bisa mengandalkan kategori bintang limanya saja untuk menarik perhatian tamu yang akan
menginap. Grand Candi yang ingin menjadi hotel berbintang lima plus, yaitu dengan
membidik pasar leisure hotel tampaknya belum berhasil membangun imej seperti yang
diharapkan.
Ke empat hotel ini mendapat persaingan keras dari hotel berbintang tiga di
Semarang yang semakin memperbaiki diri dari segi kualitas pelayanan dan perbaikan
fisik dari kamar- kamar yang ada. Tantangan lainnya adalah investor yang ingin masuk
juga ke pasar hotel kategori bintang empat ke atas kelak apabila kondisi sudah mulai
membaik nantinya. Strategi yang tepat harus dibuat untuk menghadapi persaingan jangka
pendek dan mengantisipasi persaingan di waktu mendatang."
2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Dahlia
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tino Darusman
"Evaluasi proyek merupakan bahasan kompleks. Evaluasi dapat dilakukan dalam berbagai aspek, serta ruang lingkup yang berbeda tergantung pada pihak-pihak yang terkait dengan benefit dan cost dari proyek yang bersangkutan. Sebagai distributor semen utama di daerah Sumatera bagian Selatan, PTSB memiliki tanggung jawab tidak hanya kepada para pemegang sahamnya, tetapi juga kepada masyarakat. Dalam kasus PTSB ini, evaluasi dilakukan pada pertengahan proyek. POPT, demikian proyek tersebut disingkat, merupakan proyek survival bagi PTSB. Pelaksanaan tahap pertama dari proyek ini, atau POPT I, berjalan dengan lancar. Target proyek dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan, bahkan tanpa sengaja ditemukan suatu inovasi baru yang memberikan kontribusi berharga bagi industri semen. Saatnya untuk merampungkan proyek ini. Namun, badai krisis moneter memaksa manajemen PTSB untuk menghentikan POPT II di tengah jalan. Manajemen dihadapkan pada kenyataan, jika proyek tidak dilanjutkan perusahaan dapat terancam bangkrut, karena tidak mampu melunasi hutang proyek yang membengkak. Di samping itu, Social & Economic cost yang cukup besar harus ditanggung masyarakat dan pemerintah jika perusahaan ditutup. POPT harus dilanjutkan. Namun, membengkaknya biaya proyek menyebabkan kondisi keuangan perusahaan menurun. Restrukturisasi finansial perlu dilakukan untuk memperbaiki kondisi keuangan perusahaan. Dengan demikian proyek dapat dilanjutkan dengan proyeksi yang menguntungkan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
S19258
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Airlangga Putra
"ABSTRAK
Dewasa ¡ni proses liberalisasi perdagangan mengalami perkembangan yang pesat
Saiah satu fenomena yang menarik dari perkembangan ini adalah munculnya isu-isu
mengenai lingkungan hidup.
Sejak di masukkannya ketentuan-ketentuan mengenai I¡ngkungan hidup dalam
kerangka WTO, sektor perdagangan internasional Indonesia menghadapi tantangan yang
sangat berat. Hal ini dikarenakan munculnya tuntutan dan pasar intemasional agar
produk-produk yang dihasilkan Indonesia memenuhi berbagai persyaratan Lingkungan. Di
antara berbagai persyaratan lingkungan, yang paling populer saat ini adalab standar ISO
14000 dan Ekolabeling.
Gambaran ekspor indonesia dalam tahun terakhir ini tampak memprihatinkan,
dimana terjadi penurunan nilai ekspor dari berbagai jenis komoditas, termasuk juga
komoditas-komoditas yang rentan terhadap ketentuan-ketentuan mengenai Iingkungan,
seperti kayu, tekstil, ikan olahan, bahan-bahan kimia, pupuk, kulit, kertas, dan lain
sebagainya. Dalam rangka pemulihan kinerja ekspor kita, tentu saja kontribusi dan
komoditas-komoditas yang rentan terhadap ketentuan lingkungan tersebut harus kita
perhatikan. Dengan demikian, tentunya, persyaratan-persayatan lingkungan harus benar
benar dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Untuk itulah peranan kebijakan Lingkungan
pemeríntah menjadi vital bagi perkembengan perdagangan internasional kita, atau dengan
kata lain timbut suatu tuntutan untuk mengintegrasikan kebijakan Iingkungan dengan
kebijakan perdagangan internasional.
Di sial lain, dunia usaha Indonesia sendiri tampak belum siap menghadapi era
perdagangan bebas yang berwawasan lingkungan tersebut. Hal ini terlihat dari masih
kurangnya wawasan lingkungan dalam menjalankan operasi bisnis perusahaan. Banyak
sekali kasus-kasus pencemaran dan perusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia,
terutama pencemaran sungai dan perusakan hutan. Hal ini disebabkan sikap mental
banyak pengusaha kita yang masih menganggap remeh masalah pelestarian lingkungan.
Disamping itu orientasi dari banyak pengusaha kita masihlah mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya dengan menghalalkan segala cara, bila perlu dengan mengorbankan
lingkungan.
Solusi untuk permasalahan di atas adalah dengan mensosialisasikan penerapan
standar sistem manajemen lingkungan (SML) ISO seri 14000, Standar ini memberikan
sistem yang menyeluruh bagi manajemen perusahaan dalam merumuskan, melaksanakan,
dan mengevaluasi kebijaksanaan lingkungannya. Jika SML ini diterapkan dengan
sungguh-sungguh dan profesional, tentu akan menjadi keunggulan kompetitif ?tersendiri
bagi perusahaan.
Di sisi pemerintah, perangkat hukum di bidang lingkungan hidup, yang telah
dirumuskan oleh pemerintahan transisi, masih dìanggap belum mencerminkan suatu
Good Environmental Governance, sehingga perlu diadakan perbaikan oleh pemerintahan
baru basil Pemilu 1999.
Upaya pengintegrasian kebijakan lingkungan hidup dengan kebijakan perdagangan
internasional teLah puta dilakukan oLeh pemenintah melalui pengadopsiaTi berbagal
perangkat sukarela dalam pengelolaan lingkungan hidup, termasuk standar ISO sen
14000. Tugas pengadopsian ISO 14000 dilaksanakan oleh Bapedal, terutama melalui Sub
Direktorat Standarisasi Lingkungan. Upaya yang dilakukan antara lain adalah
mengadakan proyek percontohan, memberikan bantuan teknis dan berbagai pelatihan,
mengadakan seminar dan lokakarya, menyempurnakan sistem standarisasi, akreditasí,
dan sertifikasi bidang lingkurigan hidup, dan lain sebagainya. Namun masih banyak yang
harus dilakukan pemerintab dalam upaya pengintegrasian tersebut. Pemerintah
disarankan untuk melakukan pengadopsian lebih lanjut terhadap berbagai standar, lainnya
dalam ISO seri 14000, mengingat ISO 14001 saja belumlah cukup untuk menjamin
upaya-upaya pelestarian hidup di kalangan dunia usaha. Disamping ¡tu, dalam upaya
pengadopsian perangkat-perangkat pengetolaan lingkungan hidup, Bapedal juga
disarankan untuk lebih meningkatkan kerja sama dan koordinasi dengan instansi-instansi
lainnya seperti Deperindag dan Departemen Pertanian.
Akhirnya, diusulkan bagi pemerintah untuk menggunakan paradigma National
Diamond dan Porter dalam upaya mengembangkan industri jasa pengeloiaan lingkungan
hidup. Unsur utama national diamond adalah: 1) Kondisi Faktor; 2) Kondisi Permintaan;
3)Industri Pendukung dan yang terkait; dan 4) Strategi, Struktur, dan Persaingan
Perusahaan. Kondisi faktor dalam hal ini adalah faktor-faktor yang perlu didorong
keberadaanya oleb pemerintah, seperti institusi pendidikan yang mencetak para
profesional di bidang lingkungan, dan lain sebagainya, Kondisi permintaan menunjukkan
keharusan pemerintah untuk mendidik masyarakat konsumen agar menjadi lebih kritis
terhadap masalah pelestarian lingkungan, sehingga diharapkan akan dapat memberikan
masukan bagi dunia usaha dalam meningkatkan kinerja lingkungannya. Hal ¡ni pada
gilirannya akan memberikan masukan yang berarti bagi industri jasa pengelolaan
lingkungan hidup untuk dapat melakukan inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi
terwujudnya produksi yang ramah Iingkungan. Industri pendukung yang penting tentunya
perlu didorong pertumbuhannya, misalnya saja industri alat-alat pengolahan limbah,
bahan-bahan kimia untuk mengolah limbah, dan sebagainya. Sementara strategi, struktur,
dan persaingan perusahaan mengharuskan pemerintah untuk menciptakan ikiim bersaing
yang sehat dimana para pengusaha jasa pengelolaan Iingkungan dapat bersaing secara
sehat dan memberikan pelayanan yang berkualitas dengan harga yang wajar.
Dengan itu semua diharapkan faktor pelestarian Iingkungan menjadi unsur strategi
yang penting bagi kalangan industri Indonesia untuk mencapai competitive advantage.
"
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T5594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antasena Naga Perkasa
"ABSTRAK
Perubahan di dunia telah mendorong maraknya perekonomian global dan ketatnya
persaingan di pasar global. Perusahaan harus secara selektif menentukan negara tujuan
pemasarannya dan cara memasuki pasar internasional sesuai dengan kondisi perusahaan
sendiri. Salah satu alternatif untuk memasuki pasar global adalah dengan melakukan
ekspor sebagai alternatif entry yang sederhana dengan resiko yang relatif kecil.
Di dalam pelaksanaan ekspor akan banyak ditemuì hal-hal yang dapat
menghainbat kegiatan ekspor perusahaan. Hambatan-hanibatan tersebut dapat dibagi
menjadi 2 kategori, yaitu hambatan internal (hambatan finansial, manaj erial, market
riset dan distribusi) dan hambatan eksternal (hambatan bahasa dan budaya, pemerintah,
prosedur ekspor, kompetisi, perbedaan spesifikasi produk, fluktuasi nilai tukar Rupiah
Dollar AS dan hainbatan promosi).
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap perusahaan
perusahaan yang berorientasi ekspor terhadap hambatan-hambatan yang akan dihadapi
sehingga dapat dipersiapkan strategi yang tepat dan akurat untuk kesuksesan ekspor
perusahaan.
Bentuk penelitian yang digunakan adalah riset deskriptif. Sumber data adalah
data primer yang diperoleh dan survei dengan wawancara langsung dan data sekunder
dan literature. Survel dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan metode quota
Sampling terhadap 34 perusahaan dengan 3 bidang usaha yaitu perusahaan garmen,
sepatu dan farmasi.
Hal yang utama dalam kuesioner adalah pertanyaan-peitanyaan mengenai
hambatan-hambatan ekspor dengan meaggunakan pengukuran skala 1 sampai dengan 5,
dimana kn1& I berarti sangat tidak mcnghambat dan skala 5 berarti sangat menghainbat
kegiatan ekspor perusahaan.
Analisa yang digunakan dengan menggunakan tabulasi frekuensi, mean dan top
two boxes (jumlah responden yang menjawab ?menghambat dan ?sangat menghambat?)
dan juga tabulasi silang. Kemudian dilakukan uji one-way anova dan analisa faktor.
Dari hasil analisa data dapat diambil kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
Hambatan yang paling dirasakan menjadi kendala utama ekspor perusahaan
Adalah faktor fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika dengan mean 3.81
yang diikuti faktor prosedur ekspor yang runut (mean 3.57) dan kurangnya kapabilitas
sumber daya manajemen (mean 3.42). Dilihat dan analisa top two boxes maka juga
diperoleh faktor fluktuasi tillai tukar sebagal faktor yang paling menghambat yang
dijawab oleh 64.52% responden. Diikuti faktor prosedur ekspor yang rumit (50%
responden) dan hambatan persaingan yang ketat (45.16% responden).
Analisa tabulasi silang antara perusahaan sukses ? kurang sukses dengan faktor
hambatan ekspor. cliperoleh bahwa pcrusahaan sukses memiliki mean sebesar 2.79 dan
perusahaan kurang sukses mempunyai mean 3.31. Dengan demikian hanibatan-hambatan
ekspor lebih dirasakan oleh perusahaan yang kurang sukses. Seteleh dilakukan uji one-
way anova terdapat perbedaan yang signifikan untuk hambatan market riset, distribusi,
bahasa dan budaya serta hanibatan regulasi promosi, sementara pada hambatan-hambatan
Hambatan-hambatan ekspor tersebut dapat dibagi menjadi 4 faktor utama, yaitu
hambatan modal dan peraturan pemerintah, hambatan karakteristìk manajemen
perusahaan. faktor distribusi dan kelompok faktor perbedaan spesifikasi produk,
kompetisi serta bahasa dan budaya
Dalam 3 tahun terakhir ini, ada sebanyak 46.67% responden yang menyatakan
babwa hambatan ekspor yang diaiami relatif sama dan 14 responden (4667%) optimis
bahwa 51%-75% jenis hambatan yang ada dapat diatasi dengan baik di masa mendatang.
Sebagai saran dari penelitian ini dapat dianjurkan, pertamaa, menitikberatkan pada
hal-hal yang dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar Rupiah-Dollar AS, antara lain apabila
memungkinkan perusahaan dapat menggunakan kandungan lokal pada produk untuk
mengliindaii peningkatan biaya dan penentuan harga jual yang tepat agar tidak selalu
berubah-ubah dipengaruhi fluktuasi kurs dan tetap memberikan profit bagi perusahaan
Kedua, mempersiapkan sumber daya rnanajemen sehingga dapat meningkatkan daya
saing perusahaan seda memiliki pengetahuan yang lengkap mengenai prosedur ekspor ke
negara tujuan termasuk apabila ada persyaratan khusus dan keadaan persaingan disana
sehingga perusahaan dapat memposisikan produknya dengan tepat. Ketiga, perusahaan
harus selalu mencari informasi-informasi baik melalui Internet, jurnal maupun informasi
dari Badan Ekspor Internasional untuk selalu mengetahui trend perdagangan dunia dan
dapat menetapkan strategi yang tepat dalam menangkap peluang pasar yang ada.
"
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T5688
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Pramono
"ABSTRAK
Sebuah puusahaan yang baru saja meluncurkan produk barunya ke pasar pada
umumnya mengharapkan agar produknya dapat diterima oleh target pasar yang menjadi
sasaran perusahaan.
Jika ternyata produk tersebut tidak atau belum mendapat sambutan yang
memuaskan dari target pasar yang biasanya ditandai dengan penjualan yang tidak baik
untuk mengetahui penyebabnya perusahaan harus melakukan sebuah riset yang disebut
riset pengembangan produk.
Karya akhir ini berisi tentang riset pengembangan produk yang dilakukan untuk
membantu sebuab klab konsumen yang baru hadir di Jakarta pada akhir tahun 1998.
Penelitian ini bertujuan antara lain untuk mengetahui kesesuaian target pasar yang
ditetapkan, awareness target pasar terhadap kehadiran Buyers Club dan pendapat para
responden khususnya anggota Buyers Club terhadap fitur-fitur klab konsumen yang ada.
Riset ini dilakukan melaiui dua tahap, ysitu pertama riset eksploratori yang
bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara tepat masalah yang dihadapi Buyers
Club dengan cara melakukan wawancara dengan pihak manajemen perusahaan dan
kedua adalah riset deskriptif yang dilakukan dengan cara mengadakan wawancara
melalui kuesioner. Jumlah responden yang diwawancarai adalah 150 orang yang terdiri
dari 60 orang anggota Buyers Club dan 90 ocang non anggota Buyers Club dan
wawancara dilakukan dari awal Nopember ?99 sampal dengan akhir Desember ?99 di
perumahan, kampus UI dan beberapa perkantoran di Jakarta.
Untuk mendapatkan 60 orang anggota Buyers Club, pertama-tama ditentukan
bahwa anggota Buyers Club yang akan dijadikan responden adalah konsumen yang
mulai menjadi anggota pada bulan Mei 1999 sampai dengan bulan September 1999.
Lalu dari periode di atas, siap bulannya di ambil 12 orang anggota untuk diwawancara
sehingga jumlah keseluruban adalah 60 responden.
Enam puluh responden yang mewakili sebagian anggota Buyers Club ini
dirasakan memadai karena dari riset eksploratori yang dilakukan oleh penulis,
ditemukan bahwa anggota Buyers Club mempunyal karakteristik yang tidak banyak
berbeda satu sama lain, atau dapat dikatakan mendekati honiogen, terutama dalam hal
usia dan pengeluaran rutin per bulan.
Sedangkan untuk mendapatkan 90 responden non anggota Buyers Club, pertanla
tama diprioritaskan orang-orang yang berumur antara 20 sampai dengan 30 taknm dan
orang-orang yang mempunyai pengeluaran perbulan Rp. 700000,00 sampal dengan Rp.
1500.000,00 atau termasuk dalain masyarakat dengan kelas sosial C+, B-, B dan B+.
Hal ini dilakukan karena nielihat kenyataafl bahwa sebagian besar responden yang
menjadi anggota Buyers Club mempunyai rentang amur dan pengeluaran seperti di atas.
Dari hasil analisis data yang terkumpul ada beberapa hal penting yang dapat
dijadikan bahan masukan bagi pihak manajemen Buyers Club. Di antaranya adalah
target pasar yang telah ditetapkan oleh pihak Buyers Club ternyata sudah tepat tetapi
karena belum adanya program komunikasi terpadu yang tepat mijka target pasar tidak
menyadaii kehadiran Buyers Club di tengah-tengah mereka atau dengan kata lain brand
awareness dan kian konsumen Buyes Club sangat kecil.
Salah satu bentuk komunikasi yang sangat baik utuk meningkatkan brand
awareness Buyers Club adalah berikian di televisi, khususnya RCTI pada saat jam
tayang utama. Memang untuk beriklan di media televisi biaya yang diperlukan tidak
sedikit. Tetapi Buyers Club dapat mengantisipasinya dengan jalan menggunakan iklan
bumper-in dan bumper-out di salah satu sinetron unggulan. Yaitu dengan cara
memunculkan pesan Buyers Club bentuk slide film yang ditayangkan 5 detik pada saat
sebuah sinetron akan memasuki masa istirahat dan dimunculkan lagi 5 detik pada saat
sinetron tersebut akan diputar kembali.
Untuk masalah fitur-fitur yang diberikan oleh Buyers Club, ternyata tidak semua
fitur yang ada diminati oleh anggotanya. Hal ini terlibat dan hasil analisis Thurstone di
mana terlihat fitur diskon di banyak tempat merupakan fitur yang paling diminati oleh
para responden sedangkan fitur yang paling sedikit diminati adalah fitur voice mail dan
Metro Box.
Di sini penulis menyarankan supaya kualitas fitur diskon di banyak tempat
ditingkatkan yaitu dengan membenikan minimal diskon sebesar 10% untuk setiap
transaksi belanja dan membuang fitur Metro Box dan deretan fitur-fltur Buyers Club."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boy Hazuki Rizal
"ABSTRAK
Perencanaan strategik merupakan kumpulan produk dari proses manaJemen
perusahaan untuk kondisi masa depan yang diharapkan (desired future). Ketika sebuah
perusahaan telah mendefinisikan bisnisnya, maka sesungguhnya perusahaan tersebut
telah menetapkan garis-garis yang membatasi wilayah-wilayah bisnis yang boleh (dan
yang tidak boleh) dimasukinya dan wilayah bisnis dimana ia harus (dan tidak seharusnya)
membangun capability on competence
Pasar Modal Indonesia mempunyai visi dan misi yang dituangkan dalam Cetak
Biru Pasar Modal Indonesia yang menjadi acuan kerja dari pelaku-pelaku pasar modal di
Indonesia. Cetak Biru Pasar Modal Indonesia direvisi setiap 5 (lima) tahun sekali dan
yang terbaru adalah edisi 2000-2004.
Pasar Modal Indonesia mempunyai 3 (tiga) lembaga utama yang mendukung
operasional, yaitu Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP), dan Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP). Peran dari masing-masing lembaga ini tertuang
jelas dalam UU no.8/1995. Undang-Undang Pasar Modal ini menyebutkan secara j~las
fungsi-fungsi apa yang ada dan harus ada dari tiap lembaga.
PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (selanjutnya disingkat KPEI) berfungsi
sebagai LKP yang menyediakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa
yang teratur, wajar dan efisien telah secara resmi mendapat izin usaha dari Bapepam.
Dengan adanya fungsi penjaminan, KPEI mempunyai peran yang sangat strategis yaitu
sebagai mitra pengimbang. Peran ini sangat mempengaruhi perilaku investasi di Pasar
Modal Indonesia, karena memberikan jaminan atas penyelesaian transaksi bursa yang
dilakukan.
Sejak tahun 1996 hingga awal tahun 2000 ini, KPEI sebagai objek penelitian,
belum mempunyai perencanaan yang memadai. Hal inilah yang mendorong penul.is untuk
memformulasikan secara ilmiah perencanaan strategik KPEI dengan ruang lingkup
tinjauan atas visi, misi, tujuan dan sasaran dari perusahaan, analisa eksternal dan internal
dari perusahaan, analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threat),
perhitungan posisi perusahaan dan usulan-usulan penulis untuk KPEI dalam perencanaan
masa yang akan datang.
Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan survei atas kondisi sekarang
melalui diskusi, kuesioner dan wawancara dengan karyawan. Berdasarkan hasil survei,
bahwa 71.43% karyawan tidak jelas mengenai visi dan misi perusahaan, 80.95% menilai
bahwa komunikasi dari visi dan misi perusahaan selama ini tidak pemah ada. Hal lain
yang juga terlihat adalah bahwa 71.34% dari karyawan tidak jelas mengenai tujuan dan
sasaran dari perusahaan untuk masa yang akan datang. Sehingga selama ini karyawan
bekerja berdasarkan day to day operasional tanpa mempunyai perencanaan yang jelas.
Selain dengan karyawan, diskusi dan wawancara juga dilakukan dengan para
pejabat setempat. Penulis bersama dengan para pejabat merumuskan daftar dari analisa
SWOT KPEI dan dari analisa ini kemudian dilanjutkan dengan perhitungan posisi dari
perusahaan dengan bobot dan skor yang disepakati. Dari hasil perhitungan, dengan
menggunakan Grand Strategy Matrix didapatkan posisi KPEI di kuadran 2 (dua) dari
matriks yaitu posisi dimana kesempatan lebih besar dari ancaman, dan kekuatan lebih
kecil dari kelemahan.
Berdasarkan hal di atas dan dari literatur-literatur yang dibaca, dengan
menggunakan asumsi-asumsi dasar penulis memformulasikan ulang visi, misi, tujuan dan
sasaran dari KPEI untuk masa yang akan datang.
"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>