Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Susilih
"The Implementation of Rice Subsidy PolicyThe economic crisis, which has debilitated Indonesia in 1997 that was followed by rice crisis has brought the impact of more descend of public purchasing power in fulfilling the basic food need. This problem threatened the food security of the people or caused the food insecurity.
In relation with this Act Number 7/1996 about Food in article 1 clause 17, mentioned that food security is the condition of food fulfillment for household that is reflected by availability of food that is sufficient both in quantity and in quality, secure, spread evenly and affordably by the people.
Next in the Rice Policy that was regulated in the President Instruction Number 9/2002, in article 5 is mandated that government had to guaranty the supply, implementation of the distribution of rice for the poor and food vulnerability. Based on that regulation then Bulog as food authority which has wide experience on supply and rice distribution, is given assignment to increase food security for all inhabitants in Republic of Indonesia region. For this purpose, the policy of subsidized rice which manifest by OPK/Raskin program was released, so rice as the basic need food can be reached by poor families.
Although, there are some deviances in the implementation of OPK/Raskin (Special Market Operation/Rice for the Poor), especially in the targeting. There are also some cases of moral hazard in the implementation of the policy. But, it has been acknowledged that the implementation of the program supposed to be the most successful programs within any Social Safety Net Programs.
From this success, this study revealed the true description of the OPK/Raskin that had been going on since 1998. The analysis of the content and the context of the policy was done to the implementation of the program. The content of the policy was the factor that influenced the outcomes of the policy when it was implemented. The context of the policy was also the factor that influenced certain social, political, and economic environment, so the implementation of the policy needed to consider the context of policy; that is the environment where the policy was to be implemented. Outcome was the final result of the policy expected to achieve. The analysis of the outcomes of the policy was done simply by comparing the output realized with the goals to be achieved from the policy.
Based on the content of the policy, the rice subsidy policy was quite easy to implement But in the context of policy, the program did not yield impact that were expected in the objective of the program. The problem come from the authority of Bulog in the determining the allocation ceiling of rice nationally which was based on the data of four families from BKKBN (National Family Planning Board).
Then, the study recommended that Bulog had to try optimally in exacerbating the targeted household, so the beneficiaries would be the true targeted individuals or groups that need the cheap rice. Moreover, the upgrading of purchasing power of the poor society would be more prioritized through some working and opportunity enhancement programs; so that in the long run, the charity-based subsidy would be less significant.
Bibliography: 31 books (1983-2003); 34 newspapers/magazines/journals (1998-2004); 4 working papers/module (1988-200X); 5 research reports (1999-2004); 3 website articles ; 5 documentations (2001-2004) ; 2 guidelines (2003&2004); 2 regulations (1996&2002)"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13788
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharmen
"abstrak
Hampir semua negara di dunia baik negara berkembang maupun negara maju melakukan intervensi terhadap komoditi bahan pangan. Namun besarnya intervensi Pemerintah pada komoditi pangan antara satu negara dengan negara lainnya sangat berbedabeda. Jepang misalnya memberikan proteksi yang besar bagi perlindungan petani dalam negeri. Sedangkan di Indonesia perlindungan terhadap komoditi beras juga dilakukan melalui instrumen kebijaksanaan Pemerintah dalam stabilasasi harga beras. Tujuan Pemerintah melakukan intervensi terhadap komoditi pangan di Indonesia adalah : (a) Melindungi atau meningkatkan pendapatan petani; (b) mengurangi ketidakstabilan harga dan pengendalian inflasi; dan (c) menjamin keseimbangan antara produksi dan konsumsi dalam negeri.
Intervensi Pemerintah terhadap komoditi beras adalah melalui mekanisme harga yang menurut meier (1991) digolongkan pada pendekatan productive state dimana peran Pemerintah ditujukan untuk memperbaiki kegagalan pasar dan bentuk intervensi tidaklah bersifat langsung tetapi melalui mekanisme harga, setelah pasar bekerja dengan normal maka intervensi Pemerintah akan ditarik kembali. Kebijaksanaan yang muncul didasarkan untuk kesejahteraan masyarakat luas.
Intervensi melalui mekanisme harga dilakukan dengan mempengaruhi tingkat harga di pasar. Pola pelaksanaan intervensi tersebut adalah dengan cara : (a) membeli beras produsen pada saat terjadinya musim panen dan menyimpannya menjadi buffer stole atau melakukan pengadaan beras melalui impor apabila tingkat produksi petani tidak bisa menutupi kekurangan konsumsi dan (b) melepaskan sick cadangannya pada saat terjadinya musim kemarau (kelangkaan beras).
Dalam rangka pengadaan beras baik pengadaan dalam negeri maupun melalui impor, Bulog memperoleh fasilitas kredit dengan tingkat suku bunga yang rendah (dibawah harga pasar), selisih
tingkat suku bunga kredit yang diterima tersebut mencerminkan subsidi Pemerintah untuk komoditi beras, disamping subsidi lainnya seperti pelaksanaan operasi pasar.
Besarnya stok cadangan beras komoditi beras yang dimiliki Bulog mencerminkan besarnya pinjaman yang diterima Bulog dalam dari Pemerintah. Semakin besar stok cadangan yang dimiliki Bulog maka semakin besar pula pinjaman yang disalurkan kepada Bulog. Besarnya anggaran yang disalurkan melalui Bulog dalam rangka menstabilkan harga beras mengakibatkan adanya kegiatan-kegiatan pembangunan lainnya yang tertunda atau bahkan tidak dapat dibelanjai atau dikurangi dari anggaran Pemerintah yang juga memiliki dampak sosial yang luas terhadap masyarakat, seperti pembangunan Puskesmas, pembangunan sekolah dasar, dan lain sebagainya.
Hasil Analisa
Analisa dilakukan dengan dua cara yaitu analisa kualitatif dan analisa kuantitatif. Analisa kualitatif, menggambaran secara deskriptif tentang profil komoditi beras, sedangkan analisa kuantitatif, mengitung besaran subsidi yang disalurkan Pemerintah dan membandingkan hasil perhitungan subsidi tersebut dengan kegiatan lain yang juga memiliki dampak sosial terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.
Pola intervensi yang dilakukan Bulog, oleh banyak pihak dikatakan telah berhasil salah satunya dibuktikan melalui penelitian Peter Tirner dalam syahrir (1992), seorang pakar ekonomi pembangunan mengatakan bahwa Bulog adalah salah satu contoh institusi yang berhasil melakukan intervensi Pemerintah terhadap komoditi pangan di Indonesia. Pola intervensi yang dilakukan oleh Bulog pada komoditi beras mengakibatkan telah menguntungkan semua pihak baik itu petani, masyarakat dan Pemerintah.
Namun demikian sebagai dampak dari keberhasilan tersebut muncul berbagai persoalan baru (baik itu dampak dari subsidi maupun perubahan-perubahan yang terjadi dalam negeri dimasang datang, seperti pada konsumsi, beras hampir dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat, suplai beras dijamin oleh Pemerintah sampai pada daerah-daerah terpencil dan dengan harga yang relatif murah dan terjangkau. Akibatnya mendudukan posisi beras pada kelangkaan yang semu. Kondisi tersebut merupakan disinsentif.bagi
keanekaragaman bahan makanan atau diversifikasi bahan pangan di Indonesia. Akibat lainnya adalah mendudukan beras menjadi komoditi yang "strategis" sehingga ketergantungan mayarakat terhadap beras semakin tinggi.
Indonesia atau negara berkembang lainnya yang sebagian besar masyarakatnya mengkonsumsi beras. Dengan kondisi "krismon" seperti sekarang ini, sebagian masyarakat lebih cenderung melakukan hal apa saja untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya dengan cara melakukan pencurian, penjarahan, perampokan dan kerusuhan sosial lainnya. Kondisi demikian dibuktikan melalui penelitian Timmer tahun 1996 yang secara empirik menyimpulkan bahwa tidak ada satu negarapun yang dapat mempertahankan proses pertumbuhan ekonomi tanpa terlebih dahulu memecahkan masalah pangannya dalam arti keamanan pangan.
Menurut penelitian LPEM-Ul tahun 1999, masalah ketahanan pangan nasional seiama ini sebenarnya hanya bertumpu kepada Bulog dengan dukungan kemudahan impor. Ketika nilai Rupiah melemah pada tingkat yang sangat parah, sisi ketahanan pangan yang didukung oleh impor tersebut terguncang hebat. Nilai kurs rupiah terhadap dollar sebelum krisis telah menyembunyikan kelemahan fundamental di sektor pertanian padi dengan adanya tekanan produksi.
Pertanyaan yang sangat penting yang perlu dipikirkan adalah bagaimana memenuhi kebutuhan pangan dengan cara yang sebaik-baiknya bagi penduduk Indonesia dan bagaimana bentuk kebijaksanaan yang rasional secara ekonomi dan optimal bagi kebutuhan masyarakat Indonesia. Untuk dapat menjawab pertanyaan diatas beberapa cara telah pernah dilakukan oleh Pemerintah, salah satunya melalui program swasembada pangan. Program swasembada pangan merupakan sasaran yang secara konsisten harus tetap diupayakan, agar kebutuhan pangan secara nasional dapat terpenuhi dengan tingkat harga yang dapat dipertahankan dan relatif stabil. Untuk mendukung kebijakan swasembada pangan tersebut maka teknologi harus secara terus menerus dihasilkan dan dikembangkan serta disebarluaskan kepada petani agar swasembada pangan dapat tercapai. Disamping itu sumber daya manusia di bidang pertanian perlu ditingkatkan agar teknologi tersebut dapat diserap dan diterapkan dengan baik oleh
petani. Penyediaan dan penyebaran teknologi produksi dan pemasaran yang lancar dan berkelanjutan merupakan prasarat bagi kelanjutan pembangunan di sektor pertanian. Alternatif Iainnya adalah diversifikasi bahan makanan kebutuhan pokok perlu diinformasikan secara baik dan benar sehingga ketergantungan terhadap satu bahan makanan pokok (beras) tidak terjadi. Diversifikasi dan pengembangan komoditi pangan di luar beras diperlukan agar ekonomi perdesaan tetap merupakan sumber pertumbuhan yang kuat dan dapat menampung pertambahan tenaga kerja baru.
Selanjutnya di masa mendatang kebijaksanaan harga dasar diharapkan dapat berubah intensitasnya sebagai akibat dari makin meningkatnya penghasilan masyarakat, yaitu pada saat pengeluaran masyarakat untuk konsumsi beras menjadi bagian yang relatif kecil dari seluruh pengeluaran rumah tangganya, maka pada kondisi demikian diharapkan fluktuasi harga beras tidak lagi mempengaruhi pengeluaran penduduk dan selanjutnya beras akan berubah fungsi dengan tidak lagi menjadi komoditi yang "strategic". Kebijaksanaan stabilisasi harga beraspun akan mengalami perubahan yang tentu saja termasuk kelembagaan Bulog.
Perspektif mengenai kebijaksanaan harga seperti ini penting diperhatikan karena upaya untuk menstabilkan harga selalu menimbulkan biaya yang tidak kecil dan biaya tersebut adalah biaya riil dengan mengorbankan kegiatan-kegiatan pembangunan Iainnya. Karenanya dalam jangka panjang harus dibuka kemungkinankemungkinan untuk memperlonggar sasaran untuk menstabilkan harga pangan terutama apabila tingkat penghasilan konsumen sudah cukup tinggi. Dengan demikian dana yang tadinya dialokasikan untuk subsidi beras dapat dimanfaatkan ke sektor Iainnya seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya.
Perkembangan beberapa negara sosialis memberikan isyarat akan adanya perubahan besar-besaran tentang peran Pemerintah dalam rnembangun perekonomian negara dan bangsa. Kebijaksanaan harus diarahkan untuk mendorong sistem dan lembaga-lembaga pasar berkembang dan dapat bekerja dengan Iebih efisien. Sehingga kemampuan dan efisiensi lembaga-lembaga pasar dalam melaksanakan fungsi ekonominya akan mengalami peningkatan.
Indonesia yang secara geografis memiliki wilayah yang luas serta dengan perkembangan dinamika masyarakat yang berbeda dan adanya kesenjangan ekonomi, sosial serta kesenjangan antar daerah mengakibatkan penentuan kebijaksanaan yang tepat secara nasional akan menjadi sulit. Karenanya sejalan dengan konsep otonomi daerah maka upaya untuk meminimalisasi kesulitan dalam penerapan kebijaksanaan pangan dapat didistribusikan kepada daerah. Sehingga diharapkan daerah akan dapat menerapkan kebijaksanaan pangan untuk daerahnya sendiri. Pemberian wewenang yang kuat kepada daerah dalam menentukan arah kebijaksanaan pangan perlu lebih didukung secara lebih serius dengan prinsip tidak bertentangan atau justru menghambat akan terbentuknya lembaga ekonomi berbasiskan mekanisme pasar di daerah.
Implikasi Kebijakan
Pemberian subsidi beras melalui kebijaksanaan harga dasar dalam menghadapi perubahan makroekonomi dan globalisasi akan mempengaruhi peranan Bulog masa yang akan datang. Pengaruh tersebut adalah :
n Pertama, tekanan terhadap anggaran Pemerintah (rutin dan pembangunan) dimasa datang semakin kuat sehingga kemampuan Pemerintah dalam membiayai subsidi dan biaya operasional lainnya makin melemah.
n Kedua, dengan Undang Undang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, maka Pemberian wewenang penuh pada daerah untuk menentukan nasibnya sendiri harus pertimbangan. Sehingga perlu restrukturisasi dan redefenisi kelembagaan Bulog. Sejalan dengan itu, harus dilakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia di daerah.
? Ketiga, pada keadaan normal diharapkan terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat dari beras kepada bahan pangan substitusi Iainnya seperti jagung, gandum, sagu, kentang dan lain-lain yang menyebabkan kebutuhan relatif akan pangan (beras) akan berkurang.
? Keempat, tekanan terhadap kebutuhan akan deregulasi makin deras, meskipun dirasakan benturan terhadap kepentingan berbagai kelompok yang telah menikmati rente ekonomi. Sehingga upaya ke arah penciptaan sistem ekonomi yang berbasiskan mekanisme pasar perlu diciptakan, dan didorong ke arah itu.
Dari keempat point diatas, perubahan terhadap fungsi dan peranan Bulog dapat dilakukan secara sporadis dan bertahap. Pada tahap awal, larangan terhadap monopoli impor beras dicabut (monopoli Bulog terhadap komoditi beras) dan sektor swasta diberikan kesempatan untuk melakukannya secara transparan, sehingga tercipta persaingan yang sehat dalam perekonomian.
Dengan demikian ada tiga alternatif kebijaksanaan yang dapat disarankan. Setiap alternatif kebijaksanaan tentu saja mempunyai dampak konsekuensi yang dihadapi, diantaranya :
n Alternatif kebijaksanaan pertama adalah tetap mempertahankan kebijaksanaan pengaturan harga komoditi beras yang dimonopoli oleh Bulog dengan konsekuensi biaya subsidi yang basal..
? Alternatif kebijaksanaan kedua adalah dengan menerapkan deregulasi penuh (full deregulation) yaitu membebaskan dan menghapus pengaturan harga (price control).
n Alternatif kebijaksanaan ketiga adalah deregulasi parsial yaitu mengurangi hambatan entry (barrier to entry) dengan menetapkan standar entry. Pengaturan harga masih tetap diperlukan dengan memberi batasan (range) tertentu atas harga, dan memberi peluang kepada entrant untuk menjual pada batasan harga tersebut. Upaya sungguh-sungguh diperlukan untuk menciptakan kelembagaan yang berbasiskan pada mekanisme pasar.
Dari ketiga alternatif kebijaksanaan diatas sesuai dengan pendekatan regulasi, perlu diperhatikan juga alternatif kebijaksanaan persaingan yang menyangkut dua hal, yaitu :
n Pertama, pengaturan terhadap tindakan-tindakan pelaku usaha
dalam kegiatan usahanya, dan
? Kedua, kebijaksanaan untuk mendorong terciptanya iklim persaingan dalam perekonomian yang mengacu pada konsep mekanisme pasar.
Untuk yang pertama harus di atasi dengan suatu Undang-undang Persaingan Sehat atau Undang-Undang Antimonopoli, sedangkan untuk yang kedua lebih pada deregulasi dan liberalisasi perdagangan internasional. Untuk menciptakan Iingkungan yang Iebih kondusif bagi persaingan yang sehat maka kebijaksanaan persaingan yang menangani keduanya secara komprehensif harus diperkenalkan. Tanpa menangani masalah tadi secara komprehensif hanya akan menyelesaikan sebagian dari permasalahan dan tidak akan efektif untuk menciptakan suatu struktur pasar yang efisien.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The policy of seed subsidy through seed producers is not effective.Lots of farmers are not using the encouraged labeled seeds because the price of subsidized seeds are relatively high and the quality of seeds produced by a number of producers is not well prepared as expected....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Suryo Rahadi
"Sesuai dengan Peraturan Presiden, harga jual eceran untuk Jenis BBM Tertentu jenis Bensin Premium adalah Rp 6.000/liter. Harga jual eceran tersebut, untuk saat ini masih berada dibawah harga patokannya sehingga beban subsidi yang ditanggung Pemerintah cukup besar. Terlebih lagi dengan semakin meningkatnya harga minyak dunia. Jika dilihat dari jumlah volumenya maupun besaran subsidinya secara total, maka Bensin Premium merupakan jenis Bahan Bakar yang paling besar dibandingkan dengan dua jenis BBM yang lain. Karena hal itu sangat dibutuhkan sebuah kebijakan Pemerintah terhadap penetapan harga Bensin Premium dengan memperhatikan kemampuan keuangan negra namun tetap memperhatikan daya beli masyarakat.
Dalam penetapan harga BBM jenis Bensin Premium dilakukan perhitungan dari segi harga patokannya maupun harga jual ecerannya. Untuk harga patokan dilakukan perhitungan berdasarkan least costnya maupun market pricenya. Sedangkan harga jual eceran dihitung dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan pengaruhnya terhadap indikator-ndikator ekonomi. Dan yang paling mendasar adalah penetapan kedua jenis harga tersebut harus melihat pengaruhnya terhadap keuangan negara.
Dari hasil perhitungan didapat besarnya harga patokan akan sangat bergantung kepada tingkat harga minyak dunia karena harga minyak mentah merupakan komponen terbesar dalam struktur harga patokan. Harga patokan yang dihitung berdasarkan least cost menghasilkan jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan market price sehingga mengasilkan jumlah subsidi yang lebih sedikit pula sehingga lebih menguntungkan negara. Penyesuaian harga jual eceran menuju tingkat yang sesuai dengan keekonomiannya diperlukan untuk mengurangi beban keuangan negara (subsidi).

Based on Presidential Decree, regulated price for gasoline is Rp.6000/litre. Nowadays, that price is stil below the economic price, there fore the subsidy that must have been paid by the Goverment increased. On the other hand, there is increasing of oil price that has bad influence for national budget. In the 2006, the Goverment have to prepare Natioal Budget for subsidi till Rp60 T (forgasoline, kerosene and gas oil). If were fer to the volume of regulated fueland the amount of subsidy, we can see that Gasoline give shigher value than the others (kerosene and gas oil). Because of that, the Goverment needs the policy for regulated gas oline which depend on national budget but still taking no te of willingness to pay of people.
When we try to make fuel policy of gasoline, we did it by calculate standard price and regulated price. For the regulated price, we didit based on its least co stand market price And for the regulated price, we decided it with taking note of willingness to pay and the impact of the changes of regulated price to macro indicator of economics such as, inflation, GDP, etc.
The result showed that the standard price is depend on the world oil price because it is the biggest component or the structure of standard price. Standard price that calculated by least cost analysis give the lower price than use the market price. So, budget that must have been paid by government is lower. We need regulated price adjustment concern the economic price to minimize subsidy."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T25648
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Corn seed subsidy policy is one of the ministry of agriculture's development programs which was estabilished in 2006 and continued in 2008 . The aim of this policy is to increase area of hybrid corn, increase production and productivity, open job opportunity and improve farmer's income,acclerate the developmentof national corn seed industry, provide feed industry and raw material for food industry and support corn self-sufficiency program...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sommeng, Andy Noorsaman
"The gas usage for household is less than gas usage for industries. PGN gas is delivered to industrial sector greater than 98%, while household sector less than 2%. Laclt of gas distribution infastructure to the customer location is a constraint for exploiting of gas. ln this stuay, investment pattern to develop the gas distribution pipeline was investigated for energy substitution of BEM in the household sector on the chance to decrease subsidy. As the case study, some house estate in Tangerang were selected which are house estate of I. Angkasa Pura 2; II. Batuceper Permai and Polri Batuceper both are existed in Batuceper Ward; III Kehakiman, Kehakiman 1 and Kehakiman 2 in Tangerang Word; and IV. Simprug di Poris, Tamara Porisgaga, Taman Poris, Poris Indah and Cipondoh Makmur in Cipondoh Ward. By using software of Oil Gas and of Economic Model (OGEM) economics calculation for getting gas distribution fee is done. For estimating government investment aid the approach of gas price is equal to kerosene price as Rp 2.700,- per litre that assumed as willingness to pay of the society. The calculation result shows that financing aid from the Government is still needed for the development of gas distribution pipeline for each selected location are 55% ,65%, 40% and 30%. Government participation on the investment for developing pipeline will save in this case no more subsidy starting on 28%, 41", 15"}? and 12nd month .The project will attract for the investor if it has certainty level in the investation feasibility at least equal to 80%. In this study by using Crystal Ball simulation, with the certainty level 80% yielding lRR about 19% which is indicating that cultivation of investment is being feasible."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
JUTE-21-2-Jun2007-140
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Rini Setia
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk melakukan analisis strategi bersaing PT Pusri Palembang terkait adanya rencana reformasi kebijakan subsidi pupuk nasional. Dalam rangka memperbaiki skema subsidi pupuk yang berlaku saat ini, Pemerintah sedang mengkaji beberapa alternatif penyaluran subsidi pupuk. Kajian ini masih terus berkembang.Saat ini Pemerintah sedang menerapkan uji coba penyaluran pupuk bersubsidi menggunakan Kartu Tani di Jawa Tengah. Kartu Tani merupakan sebuah kartu multifungsi yang dapat digunakan untuk membeli pupuk bersubsidi, menabung di bank dan selanjutnya akan diintegrasikan dengan program pertanian strategis lainnya. Dengan menggunakan Kartu Tani, penyaluran kuota pupuk bersubsidi khusus diberikan kepada individu petani tepat subjek . Selanjutnya pada tahun 2020, Pemerintah berencana untuk menerapkan Program Bantuan Langsung Petani sehingga petani mendapatkan cash transfer.Penelitian ini dilaksanakan dengan metode kualitatif menggunakan pendekatan studi kasus dan dilakukan wawancara dengan petani di Kabupaten Batang dan sejumlah pimpinan di Pusri menggunakan semi structured questionnaire. Analisis terhadap dokumen perusahaan dan kajian tentang subsidi pupuk dilakukan untuk melengkapi hasil wawancara yang telah dilaksanakan.Strategi yang perlu dilakukan perusahaan adalah cost leadership strategy dengan cara efisiensi penggunaan bahan baku, optimalisasi kinerja pabrik dan Cost Reduction Program. Differentiation strategy dapat dilakukan melalui pengembangan produk, hubungan dengan pelanggan dan melalui pembiayaan. Pengembangan inovasi dan knowledge management juga merupakan merupakan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk bertahan dan tumbuh di tengah kompetisi industri pupuk yang semakin ketat.

ABSTRACT
This study aimed to analyze competitive strategies of PT Pusri Palembang related to the national fertilizer subsidy policy reform plan. In order to improve the current fertilizer subsidy scheme, the Government is reviewing several alternatives to fertilizer subsidy distribution.The government currently implementing a trial for the distribution of subsidized fertilizer using Kartu Tani in Central Java. Kartu Tani is a multifunctional card that can be used to purchase subsidized fertilizer, a debit card and will be integrated with other strategic agriculture programs. By using Kartu Tani, the distribution of subsidized fertilizer by quota is given to individual farmers. Furthermore, by 2020, the Government plans to implement Bantuan Langsung Petani and farmers will get cash transfer to buy fertilizer.This research was conducted with approach using case study method and interview with farmers in Batang Regency, Central Java and some leaders in Pusri. An analysis of company documents and a review of fertilizer subsidies was conducted.Strategy that need to be done by Pusri is cost leadership strategy with efficiency of raw material usage, plant performance optimization and Cost Reduction Program. Differentiation strategy can be through product development, customer relations and through financing. Development of innovation and knowledge management is also a step that can be done by Pusri for going concern and grow in the midst of the increasingly fierce fertilizer industry competition."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, H. Surya Darma
"Kebijakan subsidi input pertanian yang terdiri dari subsidi pupuk dan benih sudah berlangsung lama di Indonesia. Tujuaan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produktivitas pertanian di Indonesia. Meskipun akhir-akhir ini pemerintah banyak mengurangi subsidi, akan tetapi pemberian subsidi input justru terus dipertahankan dan cenderung meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kebijakan subsidi input Pertanian bisa mempengaruhi produktivitas pertanian dan adakah alternatif kebijakan lainnya.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut penelitian ini menggunakan data panel untuk seluruh provinsi yang ada di Indonesia selama 5 tahun 2012-2016. Menggunakan model fixed effect penelitian ini ingin menguji apakah subsidi input pertanian bisa mempengaruhi produktivitas pertanian dengan menggunakan variabel kontrol lainnya yang terdiri dari teknologi, iklim, jumlah petani, dan irigasi. Hasilnya, subsidi input Pertanian ternyata terbukti signifikan secara statistik mampu meningkatkan produktivitas pertanian akan tetapi ini hanya berlaku untuk subsidi pupuk, sedangkan subsidi benih tidak terbukti signifikan.
Selain menggunakan subsidi pupuk ada alternatif kebijakan lainnya untuk mendorong produktivitas. Mekanisasi pertanian juga terbukti secara signifikan mampu meningkatkan produktivitas pertanian. Sedangkan peningkatan infrastruktur jaringan irigasi tidak terbukti signifikan secara statistik mampu meningkatkan produktivitas pertanian hal ini dikarenakan tidak terintegrasinya dengan baik antara jaringan irigasi tersier, sekunder, dan primer.

The policy of agricultural input subsidy consisting of fertilizer and seed subsidies has been going on for a long time in Indonesia. The purpose of this policy is to improve agricultural productivity in Indonesia. Although the government has recently reduced subsidies, the subsidy of inputs continues to be maintained and tends to increase. This study aims to determine whether agricultural input subsidy policy can affect agricultural productivity and other policy alternatives.
To answer this question, this research uses panel data for all provinces in Indonesia for 5 years 2012 2016. Using the fixed effect model, the study wanted to examine whether agricultural input subsidies could affect agricultural productivity by using other control variables consisting of technology, climate, number of farmers, and irrigation. As a result, subsidized agricultural inputs proved statistically significant to increase agricultural productivity but this only applies to fertilizer subsidies, while seed subsidies are not proven to be significant.
In addition to using fertilizer subsidies, there are other policy alternatives to boost productivity. Mechanization of agriculture is also proven to significantly increase agricultural productivity. While improving the infrastructure of irrigation networks is not proven statistically significant to increase agricultural productivity. This is because it does not integrate well between tertiary, secondary, and primary irrigation networks.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Pradaning Ratri
"Penelitian ini dilatarbelakangi salah satu pilar utama dalam pembangunan daerah, yaitu bahan bakar minyak. Tingginya tingkat konsumsi bahan bakar minyak namun produksi bahan bakar minyak mengalami penurunan. Pemberian subsidi bahan bakar minyak juga tidak dapat menekan tingkat konsumsi bahan bakar minyak mengakibatkan anggaran pendapatan belanja negara mengalami defisit. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang penurunan subsidi bahan bakar minyak. Di samping memberikan dampak pada perekonomian nasional juga berdampak pada perekonomian wilayah di Indonesia yang salah satunya adalah DKI Jakarta.
Tujuan studi ini adalah menganalisa subsidi bahan bakar minyak terhadap perekonomian DKI Jakarta dengan menggunakan sistem neraca sosial ekonomi. Studi ini membahas pengaruh bahan bakar minyak terhadap sektor-sektor ekonomi di DKI Jakarta, serta dampak kebijakan pemerintah tentang penurunan subsidi bahan bakar minyak pada perekonomian serta distribusi pendapatan di DKI Jakarta. Dengan pembahasan tersebut akan memberikan gambaran sektor-sektor ekonomi yang mana terkena dampak paling kuat dari kebijakan penurunan subsidi bahan bakar minyak.
Berdasarkan basil analisa, dapat dikemukan bahwa bahan bakar minyak mempunyai pengaruh sangat kuat terhadap sektor-sektor ekonomi terutama sektor jasa dan perdagangan. Alur pengaruh rumah tangga golongan VII sampai X yang telah diketahui digunakan sebagai dasar penentuan dampak kebijakan pemerintah tentang penurunan subsidi bahan bakar minyak terhadap perekonomian. Kebijakan pemerintah tentang penurunan subsidi bahan bakar minyak secara bertahap disertai dengan pemberian dana kompensasi sangat balk untuk perekonomian DKI Jakarta. Kebijakan pemerintah tersebut berdampak pada kemerataan distribusi pendapatan tenaga kerja serta kemerataan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi.
Kelemahan dan catatan tentang studi ini dapat dijadikan bahan pemikiran studi sejenis di masa depan, yaitu: (1) model ini berasumsi bahwa harga tetap, sedangkan subsidi bahan bakar minyak yang diterapkan di Indonesia dikenakan pada harga. (2) model ini memiliki jumlah sektor yang sedikit sehingga belum dapat mengetahui secara lebih terperinci sektor mana mempunyai dampak paling kuat terhadap kebijakan pemerintah. (3) model ini berasumsi bahwa tidak ada pengaruh perekonomian lain terhadap perekonomian DKI Jakarta, yang selayaknya analisa terhadap suatu wilayah juga memperhatikan aspek keterkaitan antar daerah. (4) model ini dapat memberikan pemahaman tentang dampak kebijakan pemerintah terhadap perekonomian serta distribusi pendapatan pada satu wilayah.

Background of this thesis on the main point of development region is petroleum. The level of consume petroleum is the highest on contrary the produce is become more lowly. The giving of subsidy petroleum never stop to consume petroleum, contrary government budget become deficit. The government takes out policy of subsidy petroleum. That policy makes a changing in economic of nation or region especially DKl Jakarta.
The objective of this study is examining petroleum subsidy against economic of DKI Jakarta with social accounting matrix. This study also examine the effect of petroleum on economic sector on DKI Jakarta, and the effect regulation of government about lowering petroleum subsidy in economic and income distribution in DKI Jakarta. It will give the descriptive the strongest economic sectors that affect that regulation.
The resulting of this study, it can see that petroleum has strong impact with economic sector especially service and trade sector. Structural path analysis of household in types VII until X that use for basic of the impact government regulation in economical. Government regulation that lowering subsidy petroleum with gradually and giving fund compensation. It should good impact of economic in DKI Jakarta. It affects even income distribution of labor and evenness of growth distribution on economic sector.
The weakness and note of this study are (1) the assume of this model is fixed price, the contrary subsidy of petroleum give on price in Indonesia; (2) The model have little sector, it never knew which sector have strong impact of government regulation; (3) the assume of this model is no effect on the other region in economic DKI Jakarta; (4) the model can give understanding of the impact government regulation in economic sector and income distribution.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The purpose of the research is to analyze the effect of budget deficit on economic growth.This analysis implements general evalution estimator which is used in Didiek Susetyo researched (2001)
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>