Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Martiman Prodjohamidjojo
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984
363.25 MAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfahmi
Abstrak :
Tesis ini membahas pengaturan dan mekanisme serta pelaksanaan penyidikan kembali terhadap perkara yang dihentikan penyidikannya dengan alasan ditemukannya bukti baru. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menyarankan perlunya pengaturan yang tegas dalam undangundang mengenai penyidikan kembali perkara yang pemah dihentikan penyidikannya dengan alasan ditemukannya bukti baru; perlunya mekanisme pengeluaran Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang transparan dan SP3 tersebut dapat memberi kepastian hukum serta keadilan bagi tersangka.
The focus of this study is arrangement and mechanism with implementation reinvestigation on the case already dismissed its investigation by reason finding new evidence. This research is qualitative descriptive interpretive. The researcher suggests that be needed a clear arrangement in legislation about reinvestigation on the case already dismissed its investigation reinvestigation on the case already dismissed its investigation by reason finding new evidence; be needed mechanism Letter of Command Dismissed Investigation with transparent and its be able to give certainty of law with justice for suspected.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T37427
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Beste Refo Kandida
Abstrak :
Tugas Akhir ini merupakan hasil penelitian tentang analisis pelaksanaan pemeriksaan terhadap seorang tersangka tindak pidana secara daring (online)pada saat diberlakukannya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama Pandemi Covid-19 di Subdit II Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) di Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif-kualitatif yang bersumber dari data primer dan sekunder dengan metode pengumpulan data yang dilakukan melalui cara wawancara dengan penyidik dan Kanit pada Subdit II Dittipidum Bareskrim, Kapus Daskrimti Kejagung, maupun Kabirohumas MA sebagai informan primer, observasi dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, hasil pemeriksaan online yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tidak memiliki kekuatan hukum dikarenakan tidak ditandatangani oleh saksi dan tersangka sehingga tidak memenuhi unsur-unsur yang diamanatkan dalam ketentuan Pasal 75 ayat (3) KUHAP. Kedua, Penyidik Subdit II Dittipidum Bareskrim Polri dapat menerapkan 2 (dua) pilihan untuk memperoleh BAP hasil pemeriksaan saksi dan tersangka yang dilakukan secara online yakni: (1) menyampaikan BAP kepada saksi dan tersangka melalui jasa ekspedisi yang terpercaya untuk ditandatangani secara basah; dan (2) BAP dimuat dalam File berbentuk PDF, yang dikirimkan melalui e-mail kepada saksi dan tersangka, kemudian file tersebut dicetak oleh ditandatangani secara basah. Hasil cetak yang telah ditandatangani kemudian dipindai (scanned) dan dikirimkan kembali kepada penyidik. Dengan demikian BAP hasil pemeriksaan saksi dan tersangka yang dilakukan secara online dapat menjadi wujud nyata dari upaya penegakan hukum secara penuh (full enforcement) yang memenuhi ketentuan Pasal 75 ayat (3) KUHAP terkait pemeriksaan saksi dan tersangka, dan tetap memperhatikan kebijakan pemerintah dalam upaya penegakan hukum di masa pandemi Covid-19. ......This Final Project is the result of research on the analysis of the implementation of an online examination of a suspect of a criminal act when the Large-Scale Social Restrictions (PSBB) policy was implemented during the Covid-19 Pandemic in Sub-Directorate II of the Directorate of General Crimes (Dittipidum). This research was conducted with a descriptive-qualitative method sourced from primary and secondary data with data collection methods carried out by means of interviews with investigators and the Kanit at Subdit II Dittipidum Bareskrim, Head of Daskrimti AGO, and the Head of Public Relations of MA as primary informants, observation and document review. The results of the study show, first, that the results of the online examination as outlined in the Minutes of Examination (BAP) Investigators of Subdit II Dittipidum Bareskrim Polri can apply 2 (two) options to obtain BAP results from examination of witnesses and suspects conducted online, namely: (1) submitting BAP to witnesses and suspects through a trusted expedition service to be signed wetly; and (2) the BAP is contained in a PDF file, which is sent via e-mail to witnesses and suspects, then the file is printed by a wet signature. The signed printout is then scanned and sent back to the investigator. Thus the BAP results from the examination of witnesses and suspects conducted online can be a tangible manifestation of full enforcement efforts that comply with the provisions of Article 75 paragraph (3) of the Criminal Procedure Code regarding the examination of witnesses and suspects, and still pay attention to government policies in enforcement efforts. law during the Covid-19 pandemic. 
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Pambudi
Abstrak :
Mulai 1 Januari 1984 sampai sekarang, sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assessment. Sistem ini memberikan kebebasan bagi Wajib Pajak untuk melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya secara mandiri, sedangkan fiskus hanya bertugas mengawasi saja. Alat pengujian kepatuhan yang efektif adalah melalui pemeriksaan pajak yang dilakukan secara acak. Secara normatif, Hasil Pemeriksaan Pajak setidaknya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pemeriksaan yang berakhir dengan closing conference yang berujung dengan penerbitan SKP dan apabila ditemukan adanya indikasi telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan tidak ditutup dengan closing conference melainkan dilanjutkan ke Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagai Iangkah awal sebelum dilakukan Penyidikan. Dari data yang ada menunjukkan bahwa SKP atas hasil pemeriksaan tidak seluruhnya dibayar oleh Wajib Pajak, yang berarti Wajib Pajak melakukan upaya keberatan atas hasil pemeriksaan. Bertitik tokak dari permasalahan tersebut, dipandang perlu meningkatkan tindakan Penyidikan yang diakhiri dengan Proses Pengadilan sebagai upaya untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Oleh karenanya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah memberikan gambaran pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai tindak lanjut pemeriksaan, menganalisis pemeriksaan yang bagaimana yang bisa dilanjutkan ke tindakan penyidikan, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan penyidikan, mengidentitikasi hambatan yang dihadapi, dan menganalisis cara yang sebaiknya dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut. Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis dengan metode pengumpulan data berupa Studi kepustakaan. Data yang digunakan adalah data sekunder dari buku, jurnal, media masa, serta sumber-sumber lain yang relevan. Dari analisis tersebut diperoleh kesimpulan, bahwa tindakan penyidikan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak perlu ditingkatkan dalam rangka meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib- Pajak. Namun, mengingat proses penyidikan membutuhkan waktu yang relatif Iama dan biaya yang besar, hendaknya penyidikan dilakukan secara selektif, yaitu terhadap kasus-kasus yang besar atau terhadap Wajib Pajak yang menonjol apabila dianggap perlu, sehingga membawa deterrent efect yang cukup Iuas bagi Wajib Pajak.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22643
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Engkesman R. Hillep
Abstrak :
Tesis ini merupakan hasil penelitian menggunakan metoda kualitatif dalam bentuk studi kasus, dengan pendekatan manajemen, yuridis dan psikologis dalam membahas proses pengambilan keputusan para agen yaitu Pimpinan dan para Penyidik Bareskrim Polri, yang memiliki kapasitas bertindak kreatif, sebagai respon terhadap aturan dan sumber daya organisasi (struktur) dalam penyidikan terhadap para Tersangka Perwira Tinggi Polri. Permasalahan pokok dan tesis ini adalah mempertanyakan apakah para agen mampu menerapkan kapasitas bertindak kreatif yang mereka miliki sehingga dapat mempertahankan jati diri sebagai penegak hukum yang jujur, adil dan tidak diskriminatif, sertal tidak menyalah gunakan wewenangnya ketika menyidik sesama anggota Polri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, memahami proses, bentuk, pola, kemungkinan penyebab dan pengaruh dari keputusan para agen khususnya para Penyidik dalam mengunakan kapasitas bertindak kreatif ketika menyidik sesama anggota Polri, dalam hal ini para Perwira Tinggi Polri. Secara umum penelitian menunjukan bahwa, kapasitas bertindak kreatif yang mendasari keputusan penyidik untuk memberiakukan atau tidak memberiakukan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan undangundang atau ketentuan lainnya yang berlaku dalam organisasi kepolisian, terhadap tersangka yang adalah atasan atau senior mereka, dipengaruhi oleh persepsi Penyidik yang lahir dari budaya kepolisian yang mereka anut. Kadar rasa hormat dan loyalitas kepada atasan maupun senior memegang peranan dominan terhadap penilaian subyektif penyidik dalam bertindak sehingga aspek etika dalam bentuk sikap yang penuh sopan santun, manusiawi, dan empati sangat ditonjolkan, Iebih-lebih kepada para Tersangka yang dinilai sebagai senior yang memiliki kepribadian yang balk oleh para penyidik. Meskipun demikian, prinsip-prinsip dan kebijaksanaan yang telah digariskan pimpinan untuk menuntaskan kasusnya, sebagai wujud tanggung jawab terhadap tugas dan byalitas kepada institusi tetap dipertahankan, sehingga seluruh prosedur dan tahapan penyidikan sesuai ketentuan dapat dipenuhi dan kasusnya dapat diteruskan sampai pada tingkat peradilan dan penjatuhan hukuman. Kesimpulan dan hasil penelitian memperlihatkan, pertama, para agen sesuai dengan tingkat kekuasaan dan wewenang mereka di dalam organisasi dengan kreasi dan kapasitas bertindak atas penilaian sendiri itu memberi kontribusi pencapaian tujuan penyidikan tanpa menimbulkan konflik yang berarti. Kedua, pada level pengambil keputusan, melalui tindakan kreatifnya mampu mengeliminir tekanan struktur yang lebih tinggi dan berskala strategis, bahkan berhasil mereproduksi struktur Baru dalam bentuk Keputusan Menkumham RI yang menetapkan rumah tahanan Polri sebagai Lapas bagi Terpidana Polri. Dan ketiga, hasii dari tindakan-tindakan kreatif pada level pelaksana, temyata memperlihatkan diskriminasi perlakuan yang dapat dikiasifrkasikan sebagai penyimpangan ringan namun dapat memberi implikasi yuridis bila terekspos ke depan publik hukum. Wujud dari tindakan kreatif para agen yang diskriminatif menunjukan pola sebagai berikut :Terdapat perlakuan yang berbeda yang ditampilkan Penyidik (agen) dalam penyidikan terhadap Tersangka sipil dan tersangka anggota Polri. Perlakuan terhadap Tersangka Pain umumnya lebih longgar dan semakin tinggi tingkat kepangkatan Tersangka Polri yang disidik, semakin tinggi pula tingkat kelonggaran yang diberikan. Perlakuan yang sangat khusus diberikan pada Tersangka berpangkat Perwira Tinggi Polri. Sesuai dengan tujuan tesis, rekomendasi yang diajukan adalah perlunya menetapkan dan merumuskan secara lebih jelas dan tepat konsep diskresi untuk Polri agar keragaman pemahaman dapat dicegah; penyusunan petunjuk yang jelas tentang prosedur pemenksaan pelanggaran disiplin, kode etik Polri dan pelanggaran pidana oleh anggota Polri berikut sistem pengawasannya; Berta penyusunan prosedur tetap penyidikan terhadap anggota Polri yang diproses karena pelanggaran pidana.
The thesis is a result of a research employing qualitative method in a form of a case study. The thesis also employs management, juridical and physiological approach in discussing the process of making decision made by some agents; that is, the administrators and investigators of Criminal Investigation Department (CID) of Indonesian National Police (INP) who have the capability to act creatively as a response to regulations and the organization's human resources in investigating high-rank police officers. The capability to act creatively as the base of the investigators' decision as the agents of enforcing or not enforcing regulations stated in laws or other rules that prevail in police organization to the suspects who are actually the investigators' superiors or seniors, is influenced by the investigators' perception which comes from the police culture. The degree of respect and loyalty of the investigators to their superiors or seniors plays dominant roles in their subjective assessment so that ethical aspects in the forms of respect, humanity, and empathy strongly dominate such assessment. This is especially true in investigating suspects who are their senior that are regarded by the investigators to have good personality. Nevertheless, principles and policies that are underscored by their chief as a form of responsibility to the duties and loyalty to the institution are still maintained so that all procedures and steps of investigation can be fulfilled. In addition, the case can be forwarded to the level of trial and punishment. The result of the research reveal some points: First, the agents, in accordance with their level of authority in their organizations and with their capability and creativity have given contribution in order to achieve the goals of investigation without causing significant conflict; Second, at the level of decision maker the investigators, using their creative action, are able to eliminate higher structural pressure as well as strategic pressure and they even succeeded to struggle for a new structure in a form of a decree of the Minister of Law and Human Rights which determines the prison of INP members as the penitentiary for convicted from INP members; and Third, the results of creative action at the level of implementation, in fact, show that discriminative treatment that can be classified as minor deviances but such deviances can give juridical implication if they are exposed to the public. The shape of creative action of the discriminative agents shows the following patterns: there are different treatments done by the agents (investigators) in investigating civilian suspects and suspects belong to INP. Treatments to suspects belong to INP are generally laxer and the higher of the rank of the suspect the laxer of the treatment given. There are even extremely specific treatments given to suspects who are high-rank police officers. In accordance with the aim of the thesis, the author recommends that it is necessary to determine and to formula a clearer and more precise concept of police discretion so that various and ambiguous understanding can be avoided. In addition, the author suggests formulating a clearer direction on the procedure of investigating discipline violation, Polri code of ethic and criminal act as well as the supervision of the implementation. Finally, the author also suggests formulating a fixed procedure about the investigation of Polri members who are processed because of criminal violation.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T20683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mona Ervita
Abstrak :
ABSTRAK Salah satu wewenang yang dimiliki oleh penyidik adalah melakukan penghentian penyidikan. Penghentian penyidikan dapat dilakukan oleh penyidik apabila perkara pidana tersebut tidak mempunyai cukup bukti, bukan merupakan tindak pidana, dan dihentikan demi hukum. Alasan dari penghentian penyidikan tersebut dituangkan kedalam Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Penghentian penyidikan ini dapat diuji di praperadilan oleh penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan. Dalam perkara tindak pidana korupsi yang ditangani oleh penyidik KPK, tidak dapat menghentikan penyidikan dan menerbitkan SP3, sehingga kasus korupsi yang ditangani oleh KPK harus berlanjut hingga ke tahap sidang pengadilan. Beberapa kasus korupsi yang belum selesai dan diduga dihentikan oleh KPK salah satunya adalah kasus korupsi Bank Century. Nampaknya upaya penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik KPK tidak dapat diuji, karena penyidik KPK tidak berwenang menerbitkan SP3. Ada putusan praperadilan yang telah berkekuatan hukum tetap melalui putusan nomor 24/Pid.Pra/2018/Pn.Jkt.Sel dimana pada amar putusannya hakim menyatakan penyidik KPK seolah-olah melakukan penghentian penyidikan. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan meneliti bahan kepustakaan, perundang-undangan, wawancara dengan para akademisi dan praktisi dan analisis putusan praperadilan. Alhasil, tanpa adanya SP3, pemohon dapat menguji keabsahan penghentian penyidikan di praperadilan, dan kasus korupsi Bank Century yang diduga dihentikan oleh penyidik KPK tersebut, dilanjutkan atas perintah hakim praperadilan.
ABSTRACT One of the authorities possessed by investigators is to stop the investigation. Termination of investigation can be carried out by the investigator if the criminal case does not have enough evidence, is not a criminal offense, and is terminated for the sake of law. The reason for the termination of the investigation was poured into the Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Termination of this investigation can be tested in pretrial by a public prosecutor or third party concerned. In cases of corruption that are handled by KPK investigators, they cannot stop investigations and issue SP3, so the corruption cases handled by the KPK must continue to the court stage. Some corruption cases that have not yet been completed and are suspected of being stopped by the KPK, one of which is the corruption case of Bank Century. It seems that the efforts to stop the investigation conducted by KPK investigators cannot be tested, because KPK investigators are not authorized to issue SP3. There is a pretrial ruling that has permanent legal force through decision number 24 / Pid.Pra / 2018 / Pn. JKt. Sel wherein the judge's decision states that the KPK investigator seems to have stopped the investigation. This study uses normative legal methods by examining library materials, legislation, interviews with academics and practitioners and analysis of pretrial decisions. As a result, without the SP3, the applicant can test the validity of the termination of the investigation in pretrial, and the Century Bank corruption case which was allegedly stopped by the KPK investigator, followed by a pretrial judge's order.

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51729
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahwan
Abstrak :
Penghentian penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi adalah salah satu substansi penting dari perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kemudian menimbulkan perdebatan baik di kalangan akademisi maupun praktisi hukum. Diskursus tersebut mengerucut pada persoalan dasar teoritis dan urgensi. Metode penelitian socio legal yang digunakan kemudian menunjukan bahwa penghentian penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi dapat didasarkan pada sunrise principle dan sunset principle serta the shield function dan the sword function maupun prinsip realistic prospect of conviction yang dalam implementasinya memiliki dua filter yaitu evidential ficiency dan public interest. Dari perspektif teori, penghentian penyidikan dan penuntutan dapat ditelusuri dari teori integratif yaitu teori yang digambarkan sebagai dasar yang memberikan keseimbangan dalam hukum acara pidana dan bersumber dari hukum adat kebiasaan dan pandangan hidup (way of life) keselarasan, keserasian dan keseimbangan masyarakat Indonesia. Dari segi urgensi, kewenangan penghentian penyidikan dan penuntutan ini memberikan tambahan alternatif bagi KPK dalam penanganan tindak pidana korupsi terutama dalam mewujudkan kepastian hukum dan prinsip speedy trial dalam hukum acara pidana. Negara-negara seperti Hong Kong dan Belanda juga mengenal mekanisme ini. Secara normatif Indonesia dan Belanda mengaturnya dalam beberapa pasal, sedangkan Hongkong, meskipun tidak mengaturnya secara expressis verbis dalam Undang-Undang, mekanisme ini dikenal dalam praktik penegakan hukumnya sebagaimana terlihat dalam skema penanganan perkara yang dipublikasikan oleh Independent Commission Against Corruption (ICAC). Pengaturan tentang penghentian penyidikan dalam tindak pidana korupsi harus tetap dipertahankan sebagai suatu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan terjadi kesalahan prosedur penegakan hukum atau karena alasan teknis lainnya. ......Discontinuation of the investigation and prosecution of corruption crimes is one of the important substances of the amendment to Law No. 19 of 2019 concerning the Corruption Eradication Commission which then led to debates both among academicians and legal practitioners. The discourse focuses on basic theoretical issues and urgency. The socio-legal research method used then shows that the discontinuation of the investigation and prosecution of criminal acts of corruption can be based on the sunrise principle and sunset principle as well as the shield function and the sword function as well as the realistic prospect of conviction principle which in its implementation has two filters, namely evidential sufficiency and public interest. From a theoretical perspective, the discontinuation of investigations and prosecutions can be traced from the integrative theory, namely the theory that is described as the basis that provides balance in criminal procedural law and is sourced from customary law and the way of life of harmony, harmony and balance of Indonesian society. In terms of urgency, this authority to stop investigations and prosecutions provides additional alternatives for the KPK in handling corruption crimes, especially in realizing legal certainty and the principle of speedy trial in criminal procedural law. Countries such as Hong Kong and the Netherlands are also familiar with this mechanism. Normatively, Indonesia and the Netherlands regulate it in several articles, while Hong Kong, although it does not regulate it expressis verbis in the law, this mechanism is known in its law enforcement practice as seen in the case handling scheme published by the Independent Commission Against Corruption (ICAC). Regulations regarding the discontinuation of investigations in corruption crimes must be maintained as a control mechanism against possible errors in law enforcement procedures or for other technical reasons.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annissa Kusuma Hasari
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai kewenangan penyidikan tindak pidana pencucian uang. Indonesia memiliki PPATK sebagai Financial Intelligence Unit yang hanya bersifat memberikan informasi kepada Polri dan Kejaksaan RI. Hasil laporan analisa yang disampaikan oleh PPATK belum cukup memadai untuk dilakukan penyelidikan maupun penyidikan tindak pidana pencucian uang. Maka dapat dikatakan bahwa rezim pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Selain itu apabila penyidik (selain Polri) menemukan adanya indikasi perbuatan pencucian uang, namun penyidik tindak pidana asal remyata tidak memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang. Untuk itu perlu diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang kepada penyidik tindak pidana asal (multi investigators system). ......The focus of this studi is about authority in money laundering investigation in Indonesia. Indonesia has PPATK as a Financial Intelligence Unit that only feeds informations to Police and General Attomey. The infonnations that given by PPATK is not enough to start an money laundering investigation. That is why we can say Indonesian anti money laundering rezim is not running effectively. The problem occurs, when an investigator (except Police) finds some money laundering offences from predicate crime that they are investigating, but that investigator does not have investigation authority. That is why some investigators of predicate crime need giving investigation authority of money laundering (multi investigators system).
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26107
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irana Justina Zega
Abstrak :
Tanggal 28 Februari 1991, Pemerintah melalui Direksi BI mengeluarkan surat keputusan no 23/67/Kep/Dir. Dimana salah satu kebijaksanaannya mengatur perihal kewajiban penyedikan modal minimum sebesar 8% pada akhir tahun 1993. Penulis tertarik untuk melakukan tinjauan dan evaluasi terhadap kemampuan perbankan nasional untuk memenuhi kewajiban modal minimum sebesar 8 persen. Metoda penelitian yang digunakan adalah analisa laporan keuangan dan proyeksi dari penampilan perbankan dengan mengambil sampel dari bank bank yang telah go public. Serta mengadakan penelitian kepustakaan dengan mengunakan berbagai macam literatur yang berhubungan dengan perbankan. Hasil penelitian yang diperoleh dari menghitung CAR 10 bank swasta yang menjadi sampel dengan berdasar%an data laporan keuangan bulan September 1991 memperlihatkan hanya 3 bank yang sudah memiliki CAR di atas 8%. Jadi Perbankan masih harus berjuang keras untuk meningkatkan CARnya sampai Maret 1993 Keadaan perbankan akhir-akhir ini banyak mempengaruhi usaha perbankan untuk memenuhi ketentuan tersebut. Suku bunga yang tinggi oleh akibat pengaruh kebijaksanaan Uang Ketat yang dijalankan pemerintah menyebabkan cost of fund yang ditanggung bank menjadi mahal, sehingga penghasilan bank terancam turun. Suku bunga yang tinggi juga menyebabkan pengusaha kesulitan untuk mengembalikan pinjarnannya. Ancaman kredit macet yang meningkat mengakibatkan penyaluran dana kredit menjadi sangat ketat dan secara langsung mempengaruhi penghasilan bank. Kesimpulan yang diperoleh penulis adalah perbankan di Indonesia kelihatannya pesimis bahwa ketentuan CAR dapat dipenuhi melalui pendapatan dari kredit saja, melihat situasi perbankan yang ada sekarang. Untuk meningkatkan CAR perlu usaha dari sumber dana dari luar per usahaan seperti menerbitkan saham baru, melakukan pinjaman subordinasi, mengurangi Aktiva Tertimbang Menurut Resiko yang dimiliki bank Gengan mengalokasikan dana pada aktiva yang beresiko lebih rendah atau menjual aktiva tetapnya dan kemudian di lease kembali.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
S18460
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindya Mulia Kencana
Abstrak :

Dokter dalam melakukan tugas terikat dengan kode etik profesinya. Oleh sebab itu, dokter berpedoman dengan etika, sumpah jabatan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan juga meliputi tanggung jawab hukum dan tanggung jawab etika. Penelitian ini mencoba menjawab dua permasalahan bagaimana tanggung jawab hukum dan etika seorang dokter dalam melaksanakan tugas profesinya serta bagaimana penerapan sanksi hukum dan etika terhadap dokter yang tindakannya menghalangi penyidikan dengan menganalisis Putusan Pidana Nomor 17/Pid.Sus-TPK/2018/PN Jkt.Pst dan Putusan Pidana Nomor 26/Pid-Sus.TPK/2018/PT DKI. Metode penelitian menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan studi kasus serta menelaah teori, konsep, dan asas hukum serta peraturan perundang-undangan. Adapun data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka maupun wawancara sebagai pendukung penelitian, selanjutnya hasil penelitian dideskriptifkan. Berdasarkan metode penelitian, dapat disimpulkan bahwa seorang dokter memiliki 3 (tiga) tanggung jawab hukum yaitu secara perdata, administrasi, dan pidana. Sedangkan untuk tanggung jawab etika sesuai dengan yang terkandung dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia. Terhadap penerapan sanksi hukum bagi dokter yang menghalangi penyidikan dapat dikenakan sanksi hukum pidana. Sementara untuk sanksi etika yang dapat diberikan berupa penasihatan, peringatan lisan atau tertulis, pembinaan perilaku, pendidikan ulang, hingga pemecatan keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia, baik sementara ataupun permanen.


Doctors are bound by their code of ethics. Thus, doctors were obliged to follow medical ethics, oath of office, and applicable laws and regulations. Doctor's responsibilities are legal and ethical. This legal research focuses on answering two problems. First, how a doctor's legal and ethical responsibilities applied in carrying out their duties. Second, how is the application of legal and ethical sanctions against doctors whose actions were hinder an investigation by analyzing Criminal Decision Number 17/Pid.Sus-TPK/2018/PN Jkt.Pst and Criminal Decision Number 26/Pid-Sus.TPK/2018/PT DKI. The research method applied is normative juridical approach with case studies and examines theories, concepts, and principles of law and legislation. The data used to analyze obtained from literature studies and interview as supporting research, then the results are described. Based on these research methods, it can be concluded that doctors have 3 (three) legal responsibilities, namely civil, administrative, and criminal legal. As for doctor's ethical responsibilities were contained in the Indonesian Medical Ethics Code. Doctors whose actions were hinder the investigation, may subject to criminal law sanctions. As for the ethical sanctions which can be given are counseling, writing/oral warnings, fostering behavior, re-schooling, or dismissal membership of the Indonesian Doctors Association, either temporarily or permanently.

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>