Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
S8030
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
S8531
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alim Bathoro
"Reformasi bidang pertambangan memberikan perubahan arah dalam kepemilikan perusahaan pertambangan asing di Indonesia, yang dikenal dengan nasionalisasi. Karena perusahaan-perusahaan milik asing tersebar di berbagai daerah maka nasionalisasi berimplikasi dalam hubungan pusat dan daerah, terutama kepentingan para elit. Untuk itu, penelitian ini mengajukan pertanyaan bagaimana pola hubungan penguasa dan pengusaha. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi pola hubungan penguasa dan pengusaha. Penelitian ini menggunakan teori elite capture Bardhan, Diyya Dutta, dan teori ekonomi politik Caporaso, sebagai teori utama. Teori politik lokal Vedi R. Hadiz, dan teori konflik Ralf Dahrendorf dan teori konsensus Maswadi Rauf sebagai teori pendukung. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menganalisis data-data yang ada wawancara mendalam terhadap 5 orang informan, Gubernur Gatot Pujo Nugroho, Anggota DPR RI Chairuman Harahap, Harry Azhar Aziz, H. Refrizal, Anggota DPRD Sumut H. Muhammad Nuh. Temuan penelitian ini menemukan bahwa elite capture dalam nasionalisasi PT Inalum tersebut, telah mengakibatkan negara dalam hal ini Pemprov Sumatera Utara tidak netral, karena Gubernur Gatot Pujo Nugroho sebagai alat pengusaha Luhut Pandjaitan. Sementara di tingkat pusat, negara bersifat netral. Namun demikian, dalam kebijakan yang lain, penguasa juga melakukan capture. Sehingga penguasa dalam hal ini Presiden SBY merupakan latent elite capture. Implikasi teoritis dari penelitian ini menguatkan teori elite capture, dalam konteks relasi kekuasaan elite dengan pengusaha. Sedangkan teori Caporaso, menguatkan pendekatan ekonomi politik berbasiskan kekuasaan.

The reformation of the mining field has shifted nationalization, or specifically, the ownership of foreign mining companies in Indonesia. Due to the nationwide spread of foreign companies, they play a significant role in the centralregional government relationship, especially in the interest of the power elite. Therefore, this study aims to explain the relationship pattern between the power elite and entrepreneurs, as well as the factors that surround and influence it. This study uses Bardhan’s and Diyya Dutta’s elit capture thory and Caporaso’s political economy theory as the main theories. In addition, Vedi R. Hadiz’s local politics theory, Ralf Dahrendorf’s conflict theory, and Maswadi Rauf’s consensus theory acts as the supporting theory. Using a qualitative method, this study analyzes the data obtained through in-depth interview with five informants consisting of Governor Gatot Pujo Nugroho, three people from the People’s Representative Council (Chairuman Harahap, Harry Azhar Aziz, and H. Refrizal), and H. Muhammad Nuh from the Regional Representatives Council. The principal findings of this study shows that the elite capture in the nationalization of Inalum has led to the bias of the North Sumateran government because Governor Gatot Pujo Nugroho became Luhut Pandjaitan’s tool. Although the central government still maintained its neutrality, there are policies used by the authorities, in this case, President Susilo Bambang Yudhoyono, to commit elite capture. The theoretical implication of this research substantiates the elite capture theory in the context of a relationship between power elite and entrepreneurs. On the other hand, Caporaso’s theory supports the power-based political economy approach."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronny Rendra Setyawan
"Hubungan Pusat-Daerah Pada Masa Awal Orde Baru (1967-1978): Studi Kasen Daerah Istimewa Aceh. Sebuah bangsa ada karena adanya kehendak bersama, kesamaan sejarah yang sama, dan tujuan yang sama. Sebuah bangsa menjadi tidak ada adaiah karena adanya ketidakadilan, diskriminasi dan tertutupnya kran-kran kebebasan untuk mengekspresikan diri. Bangsa Indonesia lahir karena adanya cita-cita bersama dari seluruh suku bangsa yang ada untuk membebaskan diri dari belenggu imperialisme dan untuk setara dengan bangsa-bangsa lainnya, McIalui proses yang panjang kemudian terbentuklah negara Republik Indonesia. Proses pengelolaan negara yang terjadi di Indonesia mengalami fluktuasi sepanjang sejarah. Sejak zaman revolusi sampai masa Orde Baru Indonesia sebagai sebuah negara terus mengalami tantangan. Skripsi ini membahas hal tersebut dengan studi kasus di Daerah Istimewa Aceh. Daerah Aceh sejak masa kemerdekaan hingga Orde Baru adalah daerah yang terus menerus mengalami pergolakan. Pada masa kemerdekaan yang diperangi adalah Belanda, sedangkan pada masa-masa setelah itu peperangan yang terjadi adalah antara Aceh melawan Jakarta (daerah pusat). Pada masa Orde Baru Aceh adalah merupakan saiah satu daerah yang kaya akan sumber daya alam, tetapi jika dibandingkan dengan pembangunan yang ada terasa kurang sebanding. Hal ini bukan hanya terjadi di Aceh, tetapi di beberapa daerah lain mengalami hal yang sama. Hal ini terjadi karena pemerintah pusat telah menetapkan sebuah mekanisme tertentu untuk melemahkan daerah, balk secara politik maupun ekonomi. UU No 5 tahun 1974 yang merupakan produk dari Orde Baru ini, menjadi senjata yang sangat ampuh untuk menekan daerah. Sebagai contoh adalah masalah pengangkatan kepala daerah, walupu n di tiap daerah ada kepala daerah, tetapi yang menentukannya tetap pemerintah pusat. Disamping itu pola penyeragaman struktur pemerintahan daerah secara nasional menjadikan daerah ini menjadi teralienasi dari sistem budayanya sendiri. Dalam hal ekonomi pemerintah pusat membuat daerah-daerah menjadi mangalami ketergantungan yang tinggi terhadap pusat. Pemerintah lebih mengedepankan pemberian subsidi kepada daerah-daerah. terrnasuk Aceh. Dalam Realisasi Penerimaan Daerah Otonom Tingkat I, subsidi pemerintah pusat dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan rata-rata posisinya sekitar 60 % dari total penerimaan. Subsidi pemerintah pusat ini merupakan hasil yang diambiI dari daerah. Hal tersebut akhirnya menimbulkan reaksi, khususnya di Aceh. Walaupun reaksinya dalam skala kecil pada waktu itu, tetapi hal ini menunjukkan bahwa pemerintah pusat telah membuat manajemen hubungan pusat-daerah secara kurang baik. Reaksi ini diwujudkan dengan perjuangan bersenjata yang dipimpin oleh Hasan Muhammad Tiro. Pada awainya gerakan ini merupakan gerakan elit dari kalangan intelektual Aceh yang merasa resah melihat kondisi Aceh pada sat itu, yang menurut mereka Aceh diperlakukan secara tidak adil oleh pemerintah pusat. Gerakan ini walaupun pada akhirnya dapat ditumpas oleh pemerintah, tetapi tidak mati, dan pada tahun-tahun berikutnya pendukungnya mulai bertambah banyak."
2000
S12414
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library