Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1699 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Himawan Soetanto
Abstrak :
Tahun 1948, tahun ketiga perjuangan mempertahankan kemerdekaan merupakan tahun yang paling berat bagi Republik Indonesia. Diterimanya persetujuan Renville oleh Republik Indonesia menimbulkan banyak kerugian baginya. Wilayah kedaulatan Republik Indonesia menjadi semakin sempit, pasukan-pasukan gerilya Indonesia yang belum dapat dikalahkan oleh Belanda harus dipindahkan dari "kantong-kantong" gerilyanya ke daerah Republik yang semakin sempit. Pengunduran pasukan bukan disebabkan karena telah dikalahkan secara militer di dalam medan pertempuran, tetapi disebabkan keputusan yang disepakati bersama di dalam meja perundingan. , suatu "negotiated retreat". Tetapi Belanda melakukan pelanggaran demi pelanggaran persetujuan Renville, menolak diadakannya pebliscite, menunda-menunda diadakannya perundingan lanjutan pasca Renville dan lain-lain. Renville menimbulkan hubungan Indonesia dan Belanda suatu suasana perdamaian yang semu, suatu "state of uneasy peace". Belanda tetap memelihara kekuatan militernya, tidak menguranginya setelah Renville. Jumlah kekuatan 120.000, tetap dipertahankannya, suatu kekuatan militer yang terbesar yang ditugaskan ke Indonesia di dalam sejarah Belanda. Kenyataan ini bagi Republik Indonesia merupakan indikasi bahwa Belanda sewaktu-waktu akan menggunakan kekuatan militernya untuk melakukan agresi militer, memaksakan kehendaknya apabila perundingan-perundingan pasca Renville tidak menghasilkan keputusan politik yang memuaskan baginya. Mengalirnya para pengungsi di dalam jumlah besar dan pasukan Republik yang ber"hijrah"dari daerah-daerah yang diduduki Belanda kewilayah Republik, menimbulkan problema ekonomi dan sosial yang besar, kesulitan diperbesar dengan adanya blokade ekonomi yang ketat fihak Belanda. Akibat diterimanya persetujuan Renville juga menimbulkan krisis parlementer. Perdana Menteri Amir Syarifudin meletakkan jabatannya, setelah kabinet "Sayap Kirinya" tidak mendapat dukungan dari Masyumi dan Partai Nasional Indonesia. Presiden Soekarno menunjuk Wakil Perdana Menteri Mohamad Hatta sebagai formatur kabinet , dan berhasil membentuk kabinet baru pada tanggal 30 Januari 1948. Namun ketidak berhasilan Hatta untuk mengangkat seorang Menteri dari Sayap Kiri menimbulkan mala petaka yang cukup besar. Sayap Kiri menjadi kekuatan oposisi, kekuatan kanan dan tengah revolusi Indonesia di dalam kabinet Hatta melakukan konsolidasi kekuatannya. Sayap Kiri yang telah mengkonsolidasikan dirinya menjadi Front Demokrasi Rakyat, suatu kekuatan politik dan mempunyai sayap militer , melakukan oposisi yang semakin radikal. Pertentangan antara kekuatan kanan dan kiri semakin meningkat dibulan-bulan setelah perjanjian Renville dan berakhir dengan konflik bersenjata di Madiun.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T11237
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imas Emalia
Abstrak :
Awal abad ke-20 adalah masa yang penuh dengan gejolak perjuangan rakyat. Semua penderitaan yang dialami masyarakat Indonesia memunculkan berbagai protes sosial hampir di setiap pelosok Nusantara. Di Keresidenan Cirebon akibat adanya Landreform 1918 ternyata lebih banyak merugikan masyarakat petani dibandingkan dengan keuntungannya yang diambil pihak perkebunan swasta. Bencana kelaparan terjadi hampir di setiap daerah Keresidenan Cirebon. Banyak penduduk yang mengalami perpindahan ke daerah-daerah pegunungan untuk sekedar sekedar mencari makanan sebagai penyambung kehidupan. Hal semacam ini yang memicu masyarakat untuk mendukung berbagai gerakan politik, termasuk gerakan politik keagamaan islam yang marak saat itu. Melalui para ulama yang pulang dari berhaji dan membawa budaya baru yang dipengaruhi gerakan Wahabbiyah di sana, mereka terorganisasikan dalam menuntut hak dan kebebasan. Seperti kemunculan Sarekat Islam (SI) di Surakarta dan Muhammadiyah di Yogyakarta yang dipelopori kaum santri dan pedagang yang datang dari berhaji, adalah awal dari kebangkitan Islam di Indonesia. Di Keresidenan Cirebon ini pengaruh kraton juga sangat kuat di hati masyarakat. Campur tangan pemerintah kolonial dalam kraton sangat dirasakan sebagai momok dalam kehidupan. Akan tetapi kenyataan itu selalu mewarnai kehidupan. Akibat hal itu para penghulu kraton menjauhkan diri dari kehidupannya di kraton Kasepuhan dan Kanoman. Pendirian tarekat merupakan cara untuk menggalang umat dalam membela hak dan kebebasannya menjalankan peribadatan dan membebaskan dari keterkungkungan penderitaan yang dialaminya. Dukungan gerakan tarekat terhadap SI dan PO di Keresidenan Cirebon semakin memperkuat perjuangan masyarakat Keresidenan cirebon. Bahkan pusat kegiatan tarekat ini selain di pesantren-pesantren juga di kraton. Konsep gerakan tarekat ini adalah selain menjalankan ajaran Islam yang sebenar-benarnya juga adalah nonkooperatif dengan kolonialisme. Dukungan kraton terhadap gerakan tarekat ini juga menunjukkan kraton bersifat antikolonialisme. Kraton juga mendukung terhadap berbagai kegiatan SI dan PO dalam memprotes dan mengkritik sistem sewa tanah dan perpajakan yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda, Kraton juga mendukung berlakunya sistem pendidikan yang berdasarkan al Qur'an yang diterapkan oleh SI dan PO. Keberhasilan organisasi ini adalah merupakan suatu cara untuk menyuarakan persatuan di antara organisasi-organisasi Islam. Selain itu juga dalam rangka membebaskan umat Islam dari keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan, dan ketertindasan dari kolonialisme. Usahausaha ini ditempuh juga dengan diselenggarakannya kongres Al Islam I yang mula pertama diprakarsai oleh Central Sarekat Islam (CSI) dan disambut baik oleh seluruh organisasi Islam Indonesia, dan SI Cirebon yang akhirnya menerima kepercayaan sebagai tuan rumah penyelenggara. Hal ini menunjukkan bahwa dinamika pergerakan di Keresidenan Cirebon sangat berarti dalam jajaran sejarah pergeran.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11614
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Syamtasiyah Ahyat
Abstrak :
Pendahuluan
Suatu penulisan tentang politik-ekonomi suatu masyarakat sudah selayaknya merumuskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan politik dan apa yang dimaksud dengan ekonomi. Di antaranya terdapat rumusan yang melukiskan politik dan ekonomi secara terpisah, namun tulisan ini melihat politik dan ekonomi sebagai dua gejala yang tidak dapat dipisahkan dalam hubungan antar manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.

Perumusan masalah yang ingin diketahui dari penelitian ini adalah faktor-faktor apakah yang mempengaruhi menurunnya kekuasaan dan kewibawaan kerajaan Kutai sejak kerajaan ini mulai berkenalan dengan pemerintahan Hindia Belanda. Penulisan ini menggunaka pendekatan metode deskriptif analistis kualitatif yaitu dengan menganalisa data-data yang ada dan menuliskan secara deskriptif. Penggunaan metode kualitatif melalui tahapan hermaneutika yaitu memahami dan menginterpretasi dokumen-dokumen yang ada.

1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Gade Ismail
Abstrak :
ABSTRAK
Setelah dalam bab-bab terdahulu dilakukan pembahasan secara panjang lebar, maka pada bahagian ini dibuat suatu kesimpulan umum dari studi ini. Berhubung Kesultanan Sambas bukanlah suatu kesul¬tanan agraris, maka pemasukan penguasa dari berbagai pajak sebagaimana lazimnya pada kerajaan-kerajaan agraris tidak mungkin terlaksana di kesultanan ini. Sesuai dengan sifat kesultanan ini yang merupakan Ke¬sultanan muara swngai yang dibangun oleh para panda-tang yang berasal dari luar pulau ini, maka pemasukan untuk penguasa didasarkan kepada penguasaan perdagang¬an antara daerah pesisir dengan daerah pedalaman. Daerah pedalaman yang luas di hulu-hulu sungai yang didiami oleh penduduk Dayak yang bercocok tanam di ladang-ladang dan mencari hasil hutan, serta penduduk Gina yang bekerja pada tambang-tambang emas, merupakan daerah yang menghasilkan berbagai barang yang sangat laku untuk diexport ke luar negeri. Daerah pedalaman itu juga merupakan pasar yang paling baik untuk menjual...
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1985
T39137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samosir, Andrey E.V.
Abstrak :
God Bless merupakan salah satu pelopor pergerakan musik rock di Indonesia. Setelah Koes Bersaudara memperkenalkan musik rock kepada masyarakat Indonesia lewat lagu-lagu The Beatles, God Bless pun mulai memperkaya khasanah musik rock di Indonesia lewat lagu-lagu bercorak Genesis dan Deep Purple. Pada awal terbentuknya, God Bless merupakan gabungan dari beberapa anak tnuda yang merupunyai visi yang sama dalam bermusik, yaitu memainkan musik rock yang tidak mengikuti selera pasar. Melalui God Bless, individu-individu yang terlibat di dalamnya mulai bereksplorasi untuk memperoleh warna musik rock God Bless sebenarnya. Dalam perjalanan karimya, God Bless juga tidak terlepas dari bantuan beberapa orang lain yang turut mendukung keberhasilan rnereka. Kerja kolektif dari beberapa individu ini yang kemudian memungkinkan bagi para pendengar musik di Indonesia untuk menikmati lagu-lagu God Bless. God Bless tidak hanya piawai dalam mengaransemen musik rock, namun juga rnelalui link lagu mereka mencoba untuk peduli terhadap keadaan sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia. Lirik lagu mereka merupakan himbauan kepada setnua pihak di masyarakat agar dapat membangun negara Indonesia rnenjadi lebih baik. Perjalanan panjang dan eksistensi God Bless selama 24 tahun merupakan salah satu factor yang men jadikan mereka sebuah legend di blantika musik rock Indonesia.
God Bless is one of a pioneer in the movement of rock music in Indonesia. After Koes Bersaudara introduced the rock music scene in Indonesia with The Beatles' songs, later God Bless began to introduce the rock music scene in Indonesia with songs from Genesis and Deep Purple.At first, God Bless was a unity of several teenagers who have the same vision in music, which is to play rock music without concerning the music industry demand. In God Bless. every member in the band gets involved in exploration of sound ;aid musical characters to obtain the true character of God B!: s' music. In its career, some persons also supported the success of God Bless. These persons work collectively with every member of God Bless which later also being a determinant factor of the success of God Bless. Their collective action, which is. enables all of the fans and audiences to listen to God Bless' songs in CD's or cassettes. God Bless not just good in arranging music, but God Bless made its lyrics very well. Most of its lyrics are about social condition in Indonesia, and God Bless try to be concerned with all these matters. With songs, they want to share their thoughts and visions with all their audience. God Bless try to make an improvement in the society, especially the way of living among the citizens and to make Indonesia a better country to live in. 24 years of their journey in rock music scene in Indonesia, is one of the factors that made God Bless a legend in rock music scene in Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T39134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Tidak lama setelah Sukarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, meletuslah konfrontasi RI - Belanda yang dipicu oleh keinginan Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Dalam konfrontasi ini Belanda berusaha melemahkan RI dengan cara menduduki daerah¬daerah kekuasaan RI dan kemudian memprakarsai pendirian negara-negara dan daerah-daerah istimewa di daerah-daerah yang berhasil dikuasainya tersebut. Dari 15 negara dan daerah istimewa yang didirikan atas prakarsa Belanda, hanya ada tiga negara yang relatif kuat dilihat dari sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimilikinya, yaitu NIT, NST dan Pasundan.Tujuan Belanda yang sebenarnya mendirikan negara-negara dan daerah-daerah istimewa itu adalah untuk mengembalikan lagi kekuasaanya di Indonesia, dengan cara memfungsikan kembali alat kekuasaannya di Indonesia, yaitu Binnelands Bestuur dan KNIL di negara-negara dan daerah-daerah yang dibentuknya itu. Adanya kenyataan bahwa di Indonesia telah berdiri suatu negara yang merdeka, yakni RI mendorong pihak Belanda untuk menjalankan siasat federalistic, yaitu berusaha agar di Indonesia didirikan sebuah negara federal yang beranggotakan RI bersama-sama dengan negara-negara dan daerah-daerah istimewa yang dikendalikannya. Hal ini tampak dari persetujuan-persetujuan yang dilakukan antara RI dan Belanda, seperti persetujuan Linggajati dan Renville, di mana Belanda selalu menekankan pembentukan negara federal di Indonesia bilamana Indonesia telah menerima kemerdekaan dari Belanda. Kesanggupan RI untuk mendirikan negara federal seperti tampak dalam Persetujuan Linggajati, pada gilirannya mem¬bangkitkan semangat perjuangan kemerdekaan pemimpin-pemimpin federalis yang kemudian bergabung di dalam PMF. Sejak akhir Desember 1948, ketika RI dalam keadaan lema.h setelah agresi Belanda II, PMF banyak mengambil prakarsa-prakarsa politik untuk mencari jalan yang terbaik bagi RI, PMF dan Belanda dalam mengusahakan kemerdekaan Indonesia yang diakui oleh Belanda. PMF antara lain mengambil inisiatif untuk mengada¬kan pertemuan RI-PMF guna menentukan langkah-langkah bersama untuk menghadapi Belanda dalam KMB. Langkah politik PMF ini tidak sia-sia karena KMB akhirnya dapat berjalan dengan balk yang kemudian disusul dengan pendirian Negara Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949.Akan tetapi RIS ternyata tidak dapat bertahan lama, kurang lebih delapan bulan setelah pendiriannya RIS bubar. Banyak faktor yang menyebabkan singkatnya masa hidup RIS. Pertama, tidak satu pun tokoh politik utama di Indonesia pada waktu itu yang bersedia mendukung keberadaan RIS. Kedua, hampir semua partai politik juga tidak menghendaki...
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
T38827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrata Krisna Limadharma
Abstrak :
Tema tesis ini adalah perubahan agraris, yang dalam-dalam dekade terakhir ini mendapat banyak sorotan dari para ilmuwan sosial, khusunya sejarawan. Daya tarik studi tentang pertanian dan sejarah sosial-ekonomi pedesaan pada masa colonial muncul setelahC. Geertz mencetuskan dua konsep dasar untuk menganalisa sejarah perekonomian pedesaan Jawa, yaitu involusi pertanian dan kemiskinan bersama.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
T38087
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasman Djamaluddin
Abstrak :
Temuan kajian ini adalah bahwa Harian Merdeka, salah satu surat kabar perjuangan, yang khusus berbicara mengenai politik dan lahir pada tanggal 1 Oktober 1945, sangat konsisten melaksanakan garis politiknya hingga pendirinya B.M. Diah meninggal dunia pada tanggal 10 Juni 1996. Pada awal tahun 1950-an, muncul istilah Personal Journalism, sebuah corak jurnalistik yang berkembang setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda. Istilah ini begitu lekat pada Harlan Merdeka, sehingga nama Harlan Merdeka tidak dapat dilepaskan dari nama pendirinya B.M. Diah. Sebaliknya, nama B.M. Diah tidak dapat dilepaskan pula dari nama Harlan Merdeka yang didirikan dan dipimpinnya. Yang menjadi ciri khas di Harian Merdeka adalah munculnya istilah personal journalism tidak didahului oleh subyektifitas B.M. Diah, tetapi lebih terkait dengan sikap B.M. Diah yang konsekuen melaksanakan garis politik yang telah digariskannya, baik dalam berita-berita, editorial, gagasan atau pikiran-pikiran di surat kabar yang dipimpinnya. Ini pula yang menjadi salah satu faktor mengapa Harian Merdeka mampu bertahan lama bila dibandingkan dengan surat kabar lain di masa perjuangan. Jika pada akhirnya muncul istilah "Kerajaan B.M. Diah" dan "Keluarga Besar B.M. Diah", hal itu adalah akibat dari sikap konsekuennya tersebut. Pada waktu itu, berdasarkan kenyataan di lapangan, hanya B.M. Diah yang mampu memahami ke arah mana surat kabarnya berjalan. Inilah ciri khas dari Harlan Merdeka yang tidak dapat ditemukan di surat kabar-surat kabar perjuangan semasanya. Bagi masyarakat pers, tentu bisa melihat kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan dari personal journalism yang diterapkan di Harlan Merdeka sejak 1945-1996 tersebut. Kelebihan dan kelemahan ini sudah tentu dapat dijadikan masukan berharga bagi perkembangan pers Indonesia di masa mendatang. Boleh jadi istilah personal journalism pads masa sekarang bisa saja muncul, baik di media cetak maupun elektronik, karena kelebihan-kelebihan seorang figur di dalam menata dan mengendalikan medianya tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Hanya personal journalism yang diterapkan sekarang sudah tentu berbeda dengan personal journalism yang berkembang di masa perjuangan. Untuk itu perlu diberi pemaknaan baru tentang istilah personal journalism". ......This study discovers that the Merdeka Daily, one of the newspapers of struggle which especially speaks about politics and was established on 1 October 1945, was very consistent in implementing its political line until the founder B.M. Diah passed away on 10 June 1996. In the early 1950s, a terminology Personal Journalism, emerged. a journalistic form which developed after the transfer of sovereignty from the Dutch. This terminology sticks to the Merdeka Daily. Thereby, the name Harian Merdeka (Merdeka Daily) could not be separated from the founder B.M. Diah. Conversely the name B.M. Diah cold not be separated from the name Harian Merdeka , which he established and led. But, what has become the special characteristics in the Merdeka Daily, was that the emergence of the personal journalism terminology was unpreceded by the subjectivity of B.M. Diah,'' but more related to the behaviour of B.M. Diah who consistently implemented the political line which he had outlined either in the news, in the editorials, in a concept or in his thoughts, in the newspaper he led. It was this which became one of the factors why was the Merdeka Daily able to survive longer compared to other newspapers in the time of struggle. If eventually the term " B.M. Diah Kingdom" and "B.M. Diah Extended Family," emerged, it was owing to his being consistent. At that time only B.M. Diah who was capable of understanding in which direction is his newspaper going. This was special feature of the Merdeka Daily unlikely to be found in other newspapers of struggle in its period. The press community would have certainly observed the superiorities and weaknesses of personal journalism applied in the Merdeka Daily from 1945 to 1996. The superiority and the weakness could surely be made as invaluable input for the development of the future Indonesian press. It is probable that the personal journalism terminology may emerge at the present time, either in the printed as well as electronic media, because the superiority of a figure in arranging and leading his media cannot be ignored. Only that the personal journalism applied nowadays of course differ from the personal journalism which developed during the time of struggle. Therefore, it needs to be given a new meaning regarding the personal journalism terminology";"This study discovers that the Merdeka Daily, one of the newspapers of struggle which especially speaks about politics and was established on 1 October 1945, was very consistent in implementing its political line until the founder B.M. Diah passed away on 10 June 1996. In the early 1950s, a terminology Personal Journalism, emerged. a journalistic form which developed after the transfer of sovereignty from the Dutch. This terminology sticks to the Merdeka Daily. Thereby, the name Harian Merdeka (Merdeka Daily) could not be separated from the founder B.M. Diah. Conversely the name B.M. Diah cold not be separated from the name Harian Merdeka , which he established and led. But, what has become the special characteristics in the Merdeka Daily, was that the emergence of the personal journalism terminology was unpreceded by the subjectivity of B.M. Diah,'' but more related to the behaviour of B.M. Diah who consistently implemented the political line which he had outlined either in the news, in the editorials, in a concept or in his thoughts, in the newspaper he led. It was this which became one of the factors why was the Merdeka Daily able to survive longer compared to other newspapers in the time of struggle. If eventually the term " B.M. Diah Kingdom" and "B.M. Diah Extended Family," emerged, it was owing to his being consistent. At that time only B.M. Diah who was capable of understanding in which direction is his newspaper going. This was special feature of the Merdeka Daily unlikely to be found in other newspapers of struggle in its period. The press community would have certainly observed the superiorities and weaknesses of personal journalism applied in the Merdeka Daily from 1945 to 1996. The superiority and the weakness could surely be made as invaluable input for the development of the future Indonesian press. It is probable that the personal journalism terminology may emerge at the present time, either in the printed as well as electronic media, because the superiority of a figure in arranging and leading his media cannot be ignored. Only that the personal journalism applied nowadays of course differ from the personal journalism which developed during the time of struggle. Therefore, it needs to be given a new meaning regarding the personal journalism terminology.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
T38593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Suwardi
Abstrak :
Boedi Oetomo (BO) adalah organisasi pergerakan yang didirikan oleh pemuda pelajar STOVIA pada tanggal 20 Mei 1908. Berdirinya organisasi ini merintis lahirnya organisasi-organisasi pergerakan lainnya seperti Serikat Islam (SI), Muhammadiyah, Indische Partij (IP) dan lain lain. Juga munculnya organisasi pemuda kedaerahan seperti Tri Koro Dharmo, Jong Sumatranen Bond (JSB), Jong Minahasa dan lain-lain merupakan dampak dari berdirinya BO. JSB merupakan salah satu organisasi pergerakan pemuda, didirikan pada tanggal 9 Desember 1917 oleh pemuda pelajar Sumatera yang sedang belajar di Jakarta. JSB memiliki tujuan sangat berbeda dengan tujuan organisasi-organisasi pemuda yang ada pada masa itu. Perbedaan itu terlihat dari Anggaran Dasarnya yang yang menyatakan bahwa JSB bertujuan menumbuhkan kesadaran di antara para anggotanya dan menjaga agar mereka terpanggil untuk tampil sebagai pemimpin dan pemandu rakyatnya. Tujuan tersebut dapat terwujud dan dibuktikan oleh para anggotanya yang kebanyakan orang Minangkabau yang tampil menjadi tokoh-tokoh nasional seperti Muhammad Hatta, Muhammad Yamin dan lain-lain. Melalui wadah organisasi dan pemikiran tokoh-tokohnya, JSB dalam arah gerakannya mengalami transformasi atau perubahan, yang semula bersifat sangat lokal atau kedaerahan kemudian menjadi yang bersifat nasional Indonesia dan itu juga terjadi pada penamaan organisasi yang semula Jong Sumtranen Bond berubah menjadi Pemuda Sumatra. Perubahan gerakan itu sudah tampak sejak awal perkembangannya untuk mencoba membentuk federasi dengan Jong Java, kemudian pada Kongres Pemuda pertama tahun 1926 mengupayakan bahasa Melayu menjadi Bahasa Persatuan, dan secara tegas pada Kongres Pemuda Kedua tahun 1928 bahasa Melayu yang sebagian besar dipergunakan oleh masyarakat Sumatera menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan kesatuan, dan terakhir memfusi dalam Indonesia Muda tahun 1931 sebagai wujud pedulinya JSB terhadap persatuan dan kesatuan pemuda Indonesia. Jadi dalam pergerakannya JSB yang dipelopori oleh pemuda pelajar Minangkabau tetap konsisten, dari awal tujuannya untuk kemajuan Sumatera, akhirnya untuk kepentingan Bangsa Indonesia, tidak untuk kepentingan suku tertentu atau wilayah tertentu. ......Boedi Oetomo (BO) is movement organization established by STOVIA student youth on May 20th, 1908. The establishment of this organization pioneered the birth of other movement organizations such as Serikat Islam (SI), Muhammadiyah, Indische Partij (IP) and etcetera. Also the rising of local youth organization such as Tri Koro Dharmo, Jong sumatranen Bond (JSB), Jong Minahasa and etcetera is the effect of BO establisment.JSB was one of youth movement organizations, established on Desember 9th, 1917 by Sumatera's student youth studying in Jakarta. JSB hasvery defferent objective from the objectives of youth organizations existing at that period. The difference is seen from its Articles of Association stating that JSB has the objective to grow awareness among its members and maintain the sentiment of their calling to come forward as leaders and guides for their people. That objective can be manifested and proved by its members most of them are Minangkabau people come forward as national figures such as Muhammad Hatta, Muhammad Yamin, and etcetera. Through the vessel of organization and thoughts of its figures, JSB its movement direction experiencing transformation or changes, initially very local and area-oriented in its characteristic then it became nationally Indonesia in tis characteristic and it also happened at the naming of the organization initially Jong Sumatranen Bond changed into Pemuda Sumatera. The changes in the movement had appeared since its initial development trying to form federation with Jong Java, then at first Youth Congress in 1926 made the efforts to make Malay language becoming the Unifying Language, and firmly at the Second Youth Congress in 1928, Malay language, most used by Sumatera peoples, became Indonesian language as the unifying and integration language, and last fusing it with other youth organizations became Indonesia Muda in 1931 as the manifestation of JSB's concern on the unity and integrity of Indonesian youth. So, in its movement, JSB pioneered by Minangkabau student youths, is still consistent, from its initial objective for the progress of Sumatra, finally for the interest of Indonesian Nation, not for the interest of certain tribe or certain area.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tiar Anwar Bachtiar
Abstrak :
Penelitian ini berjudul Respon Intelektual Persatuan Islam Terhadap Kebijakan Politik Orde Baru. Tujuan yang ingin dicapai dari tulisan ini adalah mengungkap siapakah intelektual-intelektual Persis pada masa Orde Baru, bagaimana respon mereka terhadap kebijakan Orde Baru, dan efeknya terhadap perkembangan Persatuan Islam. Metode penelitian yang dipakai adalah metode sejarah yang terdiri atas empat tahap penelitian, yaitu heuristik, ktitik, interpretasi dan historiografi. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa tokoh-tokoh kunci intelektual Persis pada awal Orde Baru adalah murid-murid A. Hassan, yaitu Mohammad Natsir di Jakarta, Abdul Kadir Hassan di Bangil, dan Endang Abdurrahman di Bandung. Selama Orde Baru ketiga tokoh ini menarik diri dari wilayah politik praktis dan terjun ke dunia dakwah. Sikap ketiga tokoh ini sendiri terhadap kebijakan politik Orde Baru terbelah ke dalam dua kelompok, yakni kelompok Bangil-Jakarta yang tetap ikut bersuara kritis terhadap berbagai kebijakan Orde Baru dan kelompok Bandung yang sama sekali ingin mengisolasi diri dari dunia politik sehingga sama sekali tidak ingin memberi respon apapun terhadap berbagai kebijakan politik Orde Baru. Polarisasi ini sedikit banyak juga dipicu oleh konflik internal antara kelompok Bandung dan Bangil pada Muktamar tahun 1960 di Bangil. Sejak Muktamar Bangil 1960, kendali Persis secara organisasi berada di bawah kelompok Bandung sehingga sikap Persis secara organinasi sampai dua dekade awal Orde Baru pun sama, yaitu mengisolasi diri. Sementara kelompok Bangil-Jakarta mengembangkan sendiri kader-kadernya melalui Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Polarisasi itu terjadi sampai paruh pertama tahun 1980-an ketika kepemimpinan formal Persis pindah ke tangan Abdul Latif Muchtar. Sosok tokoh intelektual ini relatif lebih terbuka dibandingkan pendahulunya karena faktor pendidikan dan pergaulannya yang sangat luas. Di tangannya Persis mulai membuka diri kembali untuk ikut merespon berbagai kebijakan pemerintah yang tengah berlaku. Berbagai kebijakan yang dibuatnya menunjukkan sikapnya yang Selain itu pula, ia juga terus berusaha untuk menyatukan kembali potensi-potensi kader Persis yang sebelumnya terpecah karena persoalan-persoalan internal. Usaha-usaha ke arah sana terus dilakukannya sampai ia meninggal tahun 1997. ......The Title of this research is Respon Intelektual Persatuan Islam Terhadap Modernisasi Orde Baru (Respons of Persis's Intellectual to The New Order's Modernization Policy).The goals of this reasearch are to find who the Persis's intellectuals a long the New Order period were, how they gave them respons, and what the effects to the Persis's development were. The method used is historical method which has four phases of research: heuristic, critic, interpretation, and historiography. According to the reseach, was found that the key figures of Persis's intellectuals on the first period of the New Order were A. Hassan's students, i.e.: Mohammad Natsir in Jakarta, Abdul Kadir Hassan in Bangil, and Endang Abdurrahman in Bandung. During the New Order period, these three figures withdrew from the political practice and dealed with the Islamic preaching. Respons of these three figures to the New Order political policy dicided in to two groups, i.e: Bangil-Jakarta's group which still gave critical attention to every the New Order's political policy and Bandung's group which wanted to withdraw purely from any kinds of politic untill do not any respon to the New Order policy. This polarization caused, a little, by intern conflict on Muktamar1960 in Bangil. Since Muktamar Bagil 1960, Persis as organization controlled by Bandung's group. Because of that, behaviour of Persis as organization was same with the behaviour of Bandung's group, i.e. isolated itself from any kinds of politic, while Bangil-Jakarta's group doveloped it's cadres by itselfs, out from the organization, throughout Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. That polarization was untill fist half of 1980s when formal leadership of Persis has taken by Abdul Latif Muchtar. This figure was more inclusive than his former becauce of his education and his large interactions with the others. By his ledership, Persis opened it's mind again to respons the goverment's pilicies at that time. Many of his pilicies for Persis showed clearly that he want to bring back again Persis to national and international interactions. Beside that, he tried to unite the separate potential cadres of Persis caused by internal frictions. His efforts to these goals was initiated untill his died in 1997.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>