Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 588 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sa'Adatud Daroini
"Akta Hibah merupakan salah satu akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan PPAT. Dalam prosesnya pembuatannya, tidak boleh ada paksaan terhadap pemberi hibah untuk menandatangani akta tersebut. Hal ini karena pada dasarnya hibah adalah pemberian dari seseorang semasa hidupnya dengan cuma-cuma. Jika dalam pembuatan akta hibah terdapat paksaan dari salah satu pihak maka akan berakibat pada keabsahan akta hibah tersebut dan PPAT dapat digugat. Permasalahan dalam penelitian ini mengenai seorang PPAT yang dapat dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta hibah dan tanggung jawab PPAT terhadap akta hibah yang dibuat dengan adanya paksaan dalam penandatanganannya berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1007/Pdt.G/2020/PN Sby. Penelitian ini menggunakan yuridis normatif, dengan tipologi yang bersifat eksplanatoris analitis dan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akta hibah yang dibuat dengan adanya paksaan menjadi tidak sah dan dapat diminta pembatalannya ke pengadilan karena tidak memenuhi syarat sah perjanjian mengenai kesepakatan para pihak. Notaris/PPAT YA dapat diminta pertanggung jawaban secara perdata karena telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu membuat akta hibah dimana pemberi hibah tidak pernah menyetujui adanya penghibahan tersebut dan hal tersebut merugikan pemberi hibah. Tanggung jawab berikutnya adalah secara administratif, karena Notaris/PPAT YA telah melanggar Pasal 28 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 serta tanggung jawab secara pidana karena melanggar Pasal 264 ayat (1) KUHP. Berdasarkan hal tersebut, PPAT sebaiknya menolak untuk membuat akta hibah yang dalam penandatanganannya terdapat paksaan yang dilakukan oleh salah satu pihak karena akan berakibat pada keabsahan akta hibah tersebut dan PPAT dapat dikenakan tanggung jawab secara perdata, administratif dan bahkan pidana.

The Grant Deed is one of the authentic deeds made by or before the PPAT. In the process of making the Deed, there shouldn’t be any force towards the grantor to sign the deed. It is because basically a grant is a gift from someone during his/her lifetime for free. If there is a force in the making of a grant deed from one of the parties, it will affect the validity of the grant deed and the PPAT could be sued. The problem of this research is concerning the validity of the grant deed and the liability of PPAT towards the grant deed which was made by forcing the signing of the grant deed based on the Surabaya District Court Decision Number 1007/Pdt.G/2020/PN Sby. This research uses normative juridical, with explanatory analytical typology and uses secondary data. The result of this research showed that the grant deed which was made by force becomes invalid and its cancellation could be requested to the court because it does not comply the legal requirements of the agreement regarding the deal of the parties. Notary/PPAT YA can be held civilly liable for committing an unlawful act, namely making a grant deed that has never been approved by the grantor and it is detrimental to the grantor. The following liability is administratively, because Notary/PPAT YA has violated Article number 28 clause (4) of the Regulation of the Head of the National Land Agency Number 1 of 2006 as well as criminal liability for violating Article 264 clause (1) of the KUHP. Based on that, it is better for the PPAT to refuse making a grant deed which was forced by one of the parties in its signing because it would affect the validity of the grant deed and PPAT might be subject to civil, administratively, or even criminally."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Yuliani Iriana
"yang dibuat tanpa adanya dokumen asli. Dokumen asli adalah hal yang sangat diperlukan dalam peralihan obyek teretentu. Ketidaklengkapan dokumen dalam pembuatan akta akan menimbulkan kerugian berlanjut kepada salah satu pihak. Oleh sebab itu penulisan ini berfokus pada bagaimana keabsahan akta dan pertanggungjawaban notaris dalam menjalankan kewajibannya dalam membuat akta, dengan mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Jo. Pasal 1868 KUHPerdata jo Pasal 38 UUJN, dan ketentuan verlijden dalam pembuatan akta dan memahami pertanggungjawaban berdasarkan UUJN dan Kode Etik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan tipe penelitian deskriptif-analitis, dianalisa menggunakan metode analisis kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data sekunder. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa akta kuasa menjual yang dibuat tanpa adanya dokumen asli tetaplah menjadi akta autentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna, selama ia memenuhi syarat bentuk suatu akta autentik sebagaimana diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata Jo. Pasal 38 UUJN. Serta ketiadaan sertipikat asli atas obyek yang hendak diperjualbelikan tidak berimplikasi apapun pada akta kuasa menjual. Pertanggungjawaban yang dibebankan kepada Notaris atas kelalaian dalam proses pembuatan akta ini ialah sanksi administratif yakni pemberhentian sementara selama 6 (enam) bulan.

This thesis discusses the legal implications of making a sales authorization deed that was made in the absence of original documents. Original documents are indispensable in the transition of certain objects. The incomplete documents in making the deed will cause continued loss to one party. Therefore this writing focuses on the validity and accountability of the notary in carrying out his obligations in making the deed, with reference to the provisions of Article 1 number 1 Jo. Article 1868 of the Civil Code in conjunction with Article 38 of the UUJN, and verifiable provisions in making deeds and understanding accountability under the UUJN and the Code of Ethics. This study uses normative juridical research methods, with descriptive-analytical research type, analyzed using qualitative analysis methods using secondary data collection techniques. The results of this study conclude that the deed of selling power made without the original documents remains an authentic deed which has perfect proof of strength, as long as it fulfills the requirements for the form of an authentic deed as regulated in Article 1868 of the Civil Code Jo. Article 38 UUJN. And the absence of the original certificate of the object to be traded has no implication whatsoever to the deed of selling power. The responsibility imposed on the Notary for negligence in the process of making this deed is an administrative sanction, namely a temporary dismissal for 6 (six) months."
Depok: Universitas Indonesia, 2020
T54797
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nur Dwitya Pradita
"Tesis ini membahas mengenai Putusan Majelis Pemeriksa Pusat Notaris Nomor 08/B/MPPN/XI/2018 dan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 120/Pdt.G/2018/PN.Tng, dimana terdapat perbuatan Notaris mengalihakan hak atas tanah milik penjual menggunakan Akta Kuasa Jual yang didasarkan pada Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang belum lunas. Permasalahan yang dibahas adalah mengenai keabsahan peralihan hak atas tanah menggunakan Akta Kuasa Jual, akibat hukum terhadap akta-akta yang dibuat oleh Notaris dan tanggung jawab Notaris terhadap perbuatannya. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif. Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Hasil penelitian diperoleh bahwa peralihan hak atas tanah menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli adalah tidak sah dan akta-akta tersebut hanya berkekuatan akta di bawah tangan sehingga dapat dimintakan pembatalan. Berdasarkan Putusan Majelis Pemeriksa Pusat Notaris Nomor 08/B/MPPN/XI/2018, Notaris Muhammad Irsan, SH dijatuhkan sanksi administratif yang telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 120/Pdt.G/2018/PN.Tng seharusnya dapat diperiksa menggunakan Perbuatan Melawan Hukum sebagai dasar hukum gugatannya.

This thesis analyze about National Supervisory Board of Notary's Ruling No. 08/B/MPPN/XI/2018 and District Court of Tangerang's Ruling No. 120/Pdt.g/2018/PN.Tng, where there is an act of a Notary conducting transfer of land rights using an unpaid Conditional Sale and Purchase Agreement. The problems discussed are about the validity of transfer of land rights using the Deed of Authorization to Sell, legal consequences of deeds made by the Notary and the Notary`s responsibility for his actions. This research used juridical normative. Type of this research is qualitative.
The result of the research obtained that the transfer of land rights under Conditional Sale and Purchase Agreement is invalid and the deeds are unauthentic so that cancellation can be requested. Based on National Supervisory Board of Notary's Ruling No. 08/B/MPPN/XI/2018, Muhammad Irsan, SH sentenced with administrative sanction, and is in accordance with the laws and regulations and District Court of Tangerang`s Ruling No. 120/Pdt.g/2018/PN.Tng supposedly can be examined using unlawful act as its legal basis."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T54226
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luhftia Puti Saras Asih
"ABSTRAK Jual beli tanah di Indonesia menurut Hukum Tanah Nasional dalam UUPA bersumber pada ketentuan Hukum Adat. Asas hukum adat terkait jual beli tanah adalah asas riil, terang dan tunai. Untuk memenuhi asas Terang maka jual beli harus dilakukan dihadapan PPAT. Bukti bahwa jual beli telah dilakukan dihadapan PPAT adalah dengan diterbitkannya Akta Jual Beli oleh PPAT. Selain menjadi bukti telah terjadinya jual beli, Akta Jual Beli juga menjadi salah satu syarat untuk dilakukan pendaftaran tanah. Penelitian ini membahas mengenai akibat hukum dari Akta Jual Beli yang terdapat kesalahan dalam pencantuman Nomor Sertifikat Hak Milik atas objek jual beli terhadap keabsahan jual beli tanah dan perlindungan hukum terhadap pembeli yang tidak mengetahui terjadinya kesalahan tersebut. Penulisan tesis ini menggunakan bentuk penelitian hukum yuridis normatif dengan metode kualitatif untuk menganalisis data dan tipe penelitian deskriptif analitis. Berdasarkan analisa yang dilakukan, diketahui bahwa kesalahan pencantuman Nomor Sertifikat Hak Milik tidak menjadikan jual beli tanah batal karena fungsi dari Akta Jual Beli adalah sebagai bukti terjadinya jual beli dan syarat pendaftaran peralihan. Peralihan telah terjadi apabila tanah objek jual beli tidak sedang dijaminkan atau sedang dalam sengketa, Penjual memiliki hak atas tanah tersebut dan berwenang dalam posisinya menjadi Penjual serta Pembeli juga merupakan orang yang berwenang menerima peralihan tersebut. Pembeli yang dapat membuktikan bahwa ia tidak mengetahui adanya kesalahan mengenai kewenangan penjual, objek jual beli dan isi Akta Jual Beli haruslah dilindungi dengan cara mengesahkan jual beli yang telah dilakukan dan menghukum Penjual untuk menyerahkan Sertifikat dan dokumen terkait tanah objek jual beli.

ABSTRACT
Land buying and selling in Indonesia according to the National Land Law in the UUPA is sourced from the provisions of Customary Law. The principle that used in customary law related to land sale and purchase is the Riil, Terang and Tunai. To fulfill the Terang principle, buying and selling must be done before The PPAT. Evidence that buying and selling has been done before PPAT is with the issuance of the Buy and Sell Deed by PPAT. In addition to being proof of buying and selling, the Deed of Sale is also a condition for land registration. This study aims to provide an explanation of the legal consequences of the Buy and Sell Deeds that have errors in the inclusion of the Number of Property Rights Certificate on the object of sale and purchase against the validity of land purchase and legal protection against buyers who do not know of the occurrence of such errors. The writing of this thesis uses a form of normative juridical law research with qualitative methods to analyze data and types of analytical descriptive research. based on the analysis carried out, it is known that the error in the inclusion of the Property Rights Certificate Number does not make the sale and purchase of land null and void because the function of the Sale and Purchase Act is proof of the sale and purchase requirements. Buying and selling has been valid if the land that is the object of sale and purchase is not being guaranteed or is in dispute, the Seller has the right to the land and is authorized to be the Seller and the Buyer is the person authorized to accept the transfer. A buyer who can prove that he is not aware of an error regarding the authority of the seller, the object of buying and selling and the Deed of Sale must be protected by validating the sale and punishing the Seller for submitting Certificates and documents related to the land of sale and purchase.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lazuardi Adnan
"Undang-undang tentang rumah susun yang merupakan bagian dari peraturan hukum tanah di Indonesia tentunya bersumber pada kaidah hukum tanah nasional. Walaupun demikian, Penerapan asas pemisahan horizontal yang merupakan asas hukum adat pada undang-undang rumah susun masih menjadi pertanyaan. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah dengan berlakunya Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 29 Tahun 2016 mengakibatkan Warga Negara Asing dapat memiliki hunian dengan hak atas tanah selain Hak Pakai. Padahal, maksud dari asas pemisahan horizontal tidak seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 29 Tahun 2016. Penerapan asas pemisahan horizontal dalam kepemilikan satuan rumah susun tidak hanya sebatas kepemilikan dan penggunaan satuan rumah susun itu sendiri. Melainkan juga terkait kepemilikan tanah yang tercantum dalam tanah bersama. Maka dari itu, bentuk penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian yuridis normatif. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan menggunakan pengumpulan data dan menganalisis suatu peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan Hak Pakai Atas Satuan Rumah Susun di atas tanah Hak Guna Bangunan yang dimiliki Warga Negara Asing bertentangan dengan kaidah hukum, yaitu kaidah non-kontradiksi dan juga bertentangan dengan asas hukum tanah nasional. Selain itu, penulis menyarankan bahwa pembuat/perancang peraturan perundang-undangan secepatnya memperbaiki Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 29 Tahun 2016, sehingga tidak menimbulkan disharmonisasi ketentuan mengenai kepemillikan sarusun oleh Warga Negara Asing dan mengakibatkan kekacauan hukum di Indonesia.

The apartment law which is part of the rules of land law in Indonesia certainly comes from the norms of national land law. Nevertheless, the application of the principle of horizontale scheiding that is the principle of customary law in the apartment law is still raise a question. The problem raised in this research is the enactment of the regulation of State Minister for Agrarian Affairs/ Head of the National Land Agency Number 29 of 2016 resulting in Foreign Citizens being able to have occupancy with land rights in addition to the Right to Use. In fact, the purpose of the principle of horizontale scheiding is not as stated in the regulation of State Minister for Agrarian Affairs/ Head of the National Land Agency Number 29 of 2016. The application of the principle of horizontale scheiding in the ownership of flat units is not only limited to ownership and use of the flat unit itself. It is also related to ownership of land listed in the shared land. Therefore, the form of research used in this research is a form of juridical-normative research. The method used is a qualitative method, using data collection and analyzing a statutory regulation. The results of the research show that the right to use the flat units above the right to build owned by foreign citizens is contrary to the rule of law, namely the rule of non-contradiction and, also contrary to the principle of national land law. In addition, the authors suggest that the drafters/legislators immediately improve the regulation of State Minister for Agrarian Affairs/ Head of the National Land Agency Number 29 of 2016, so as not to cause disharmony in provisions regarding the ownership of funds by foreigners and result in legal chaos in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juang Gibran
"Pemerintah Negara Republik Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak. Dalam undang-undang tersebut, khususnya pada Pasal 15, diatur bahwa dalam rangka pelaksanaan pengampunan pajak hak atas tanah dan/atau bangun yang masih terdaftar atas nama nominee harus dilakukan balik nama menjadi atas nama Wajib Pajak.
Proses balik nama tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan Surat Pernyataan Notariil. Hal demikian jelas bertentangan dengan ketentuan dalam UndangUndang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan peraturan pelaksanaannya khususnya terkait pendaftaran tanah, dimana diatur bahwa segala bentuk perbuatan hukun untuk peralihan hak atas tanah harus dilakukan berdasarkan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Selain itu, kepemilikan tanah secara nominee juga bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Pokok Agraria.
Tulisan ini memberikan penjelasan terkait proses balik nama dari nominee kepada Wajib Pajak dilakukan pada Kantor Pertanahan dalam rangka pelaksanaan Pasal 15 Undang-Undang Pengampunan Pajak dan kekuatan hukum Surat Pernyataan Notariil atas kepemilikan benda tidak bergerak secara nominee berdasarkan dengan ketentuan dalam Pasal 15 UndangUndang Pengampunan Pajak terkait dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Agraria.
Penulisan ini menggunakan metode penelitian berbentuk yuridis-normatif sedangkan metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah metode kualitatif, dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen atau bahan pustaka.
Hasil dari penulisan tesis ini adalah Kantor Pertanahan akan menggunakan Surat Pernyataan Notariil sebagai dasar balik nama kepemilikan tanah tetapi Surat Pernyataan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria.

The Government of the Republic of Indonesia ratified the Tax Amnesty Law. In Article 15 of said law, it is stipulated that the implementation of tax amnesty for the rights to land and/or building that are still registered under a nominee must be transferred to the Taxpayer.
This transfer is conducted using a Notariil Statement. Such regulation is contrary to the Agrarian Law and its supporting regulations, specifically regarding land registration, where it is stated that all forms of legal acts for the land transfer is based on a Deed made before a Land Officer. Furthermore, land ownership by a nominee is prohibited by the Agrarian Law.
This thesis provide answer regarding process of transfer of ownership from a nominee to a Taxpayer at the Land Office in relation to the implementation of Article 15 of Tax Amnesty Law and the legal force of Notariial Statement of nominee ownership.
This thesis uses a juridical-normative research method while the data analysis method used by the author is a qualitative method, using data collection tools in the form of study documents or library materials.
The results of this thesis is that the Land Office will use Statement Letter to transfer ownership but the statement Letter does not ave legal binding power in connection with the prohibition of nominee ownership of land.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T519232
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parsaulian, Adelina Marudur
"Notaris adalah pejabat umum satu-satunya yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai suatu perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/ atau dikehendaki oleh para pihak. Notaris juga berwenang untuk menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan groose, salinan dan kutipan akta sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepadanya pejabat atau orang lain. Oleh karena itu notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus tunduk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 juncto Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) juga harus taat pada Kode Etik Profesi Notaris. Notaris bertanggungjawab terhadap masyarakat yang dilayaninya, organisasi profesi maupun terhadap negara. Namun, pada kenyataannya ada notaris yang mengabaikan tugas dan wewenang notaris yang diatur dalam UUJN dan Kode Etik Profesi Notaris sehingga menimbulkan problematika hukum. Salah satu problematika hukum tersebut dapat muncul pada saat notaris menjadi saksi dalam akta bawah tangan yang di ditandatangani olehnya.
Dalam penulisan ini, penulis menganalisis mengenai kasus atas notaris yang menandatangani suatu akta yang dibuat di bawah tangan sebagai saksi dan juga membubuhi stempel notaris pada setiap halaman pada akta di bawah tangan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbuatan yang termasuk pelanggaran jabatan yang dilakukan notaris dalam pembuatan akta di bawah tangan dan akibat hukum yang ditimbulkannya. Metode penulisan yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, data yang dipergunakan adalah data sekunder, alat pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, sedangkan tipologi penelitian ini adalah deskriptif analisis. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa notaris bertanggung jawab secara hukum dan secara moral atas tindakannya yang dilakukan diluar kewenangan jabatannya.

Notary is the only public official that has authority to make an authentic deed about conducts, agreements and enactments obliged by regulations and/ or required by parties. Other rights of notary are to ensure the creation date of the deed, to save the deed, to give the groose, copies, and citation of the deed, on condition that the creation of the deed is not ordered or exempted to other official or other person by any regulations. Because of these authorities, while doing his/ her tasks and occupation as public official, notary must obey Law Number 2 Year 2014 juncto Law Number 30 Year 2004 regarding Notary Occupation (UUJN) and also Code of Ethic of Notary. Notary also accountable to the served community, professional organization, and to the country. However, in fact some notary neglect their tasks and authorities ruled in UUJN and Code of Ethic of Notary thus result in laws problems. One of the problems may incur when notary becomes witness and sign unofficial deed.
This thesis analyzes a case about a notary who signed an unofficial deed as witness and also affixed notarys stamp on every page of the unofficial deed. The purpose of this thesis is to address a conduct that considers as the obstruction of the profession which done by the notary in making unofficial deed. This thesis also analyze the law consequences ensued from that action. This research uses normative juridical method, data used is secondary data, and the tool in collecting data is literature study, while the typology of this thesis is in descriptive analysis. The result of the research shows that notary is legally and ethically responsible for any acts that he/ she did which obstruct his/ her professions rights.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T52486
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Sari
"Penelitian ini membahas mengenai studi kasus pada Putusan Nomor 54/PDT.G./2020/PN.UNR di Pengadilan Ungaran, pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang melanggar Undang-Undang Jabatan Notaris yang berlaku dengan tidak memberikan salinan akta, tidak membacakan akta, dan tidak ada saksi pada saat penandatanganan pihak pertama, lebih jauh pada kasus tersebut alasan dibuatnya akta PPJB atas ketidaktahuan pihak kedua yang mana bisa mengarah pada tindak pidana penipuan dan perbuatan melawan hukum, Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris dari sisi pidana dan perdata, implikasi perbuatan melawan hukum terhadap pihak ketiga selaku pembeli atas tanah objek sengketa terkait kasus tersebut, dan pertanggungjawaban Notaris atas pelanggaran jabatan Notaris atas tindakan yang dilakukan pada Putusan Nomor 54/Pdt.G/2020/PN.Unr. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian, yaitu hukum yuridis normatif dengan pendekatan analitis (analytical approach). Simpulan yang dapat ditarik adalah pertama unsur-unsur dalam pidana dan perdata pada tindakan Notaris telah terpenuhi dan dapat dituntut atas tanggung jawab Notaris. Kedua, Atas perbuatan hukum yang dilakukan notaris menimbulkan kerugian besar baik dari segi materil maupun immaterial dan pihak ketiga harus memberikan kembali tanah tersebut kepada Pihak SW. Ketiga, pertanggungjawaban atas tindakan Notaris dapat dikenakan pemberhentian tidak hormat atas tindakan penipuan dengan persekongkolan dalam pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli, serta dapat dituntut Pasal 378 KUHP jo. Pasal 55 KUHP yang akan dijatuhi hukuman maksimal 4 (empat) tahun penjara, dan membayar kerugian yang diderita oleh pihak SW sebesar Rp2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) atas hilangnya tanah tersebut.

This study discusses the case study on the decision Number 54/PDT.G./2020/PN.UNR at the Ungaran Court, the making of a Sale and Purchase Binding Agreement that violates the applicable Notary Position Act by not providing a copy of the deed, not reading the deed, and there was no evidence at the time of the First party's action, furthermore in that case the PPJB reason was made for the ignorance of the second party which could lead to fraud and against the law. criminal and civil, Implications of Unlawful Acts against third parties as buyers of the disputed object land related to the case, and the Notary's responsibility for violations of the Notary's position for the actions taken in Decision Number 54/Pdt.G/2020/PN .Unr. To answer these problems, research methods are used, namely normative juridical law with an analytical approach. The conclusions that can be drawn are that first, the elements in the criminal and civil actions of the Notary have been fulfilled and can be handled on the responsibility of the Notary. The two third parties caused a third major loss, both material and immaterial due to the actions of the Notary and also the S party, the third party should not have harmed the Ungaran Court Decision. Third, the responsibility for the actions of a Notary can be subject to dishonorable sanctions for fraudulent acts with conspiracy in the making of a Sale and Purchase Binding Agreement, and can overcome Article 378 of the Criminal Code jo. Article 55 of the Criminal Code which will be sentenced to a maximum of 4 (four) years in prison, and pay the loss suffered by the SW of Rp2.000.000.000, - (two billion rupiah) on the land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shahnas Ayu Swaradheka
"Tesis ini membahas tentang kepastian hukum atas pelaksanaan Debt to Equity Swap terhadap obligasi yang dikonversi menjadi saham dalam rangka penundaan kewajiban pembayaran utang. Berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal, obligasi sebagai surat berharga yakni efek atau merupakan bentuk surat bukti utang emiten kepada kreditor pemegang obligasi yang memiliki jangka waktu jatuh tempo pembayaran yang telah ditentukan. Dalam jangka waktunya, dapat dimungkinkan terjadinya keadaan dimana Emiten tidak mampu atau gagal bayar atas utang lain yang dimiliki. Untuk itu, pengajuan perdamaian penundaan kewajiban pembayaran utang menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan guna penataan utang-utang emiten tersebut. Salah satu metode dalam rangka perdamaian di penundaan kewajiban pembayaran utang atas Obligasi yang dimiliki oleh Emiten atau Debitor yaitu Debt to Equity Swap. Dalam tesis ini, dibahas mengenai tata cara pelaksanaan Debt to Equity Swap terhadap Obligasi non-convertible dalam rangka penundaan kewajiban pembayaran utang dan mengenai keberlangsungan waliamanat serta berakhirnya peran sebagai wakil dari kreditor pemegang obligasi dalam menjalankan segala tugas, wewenang serta fungsi berdasarkan perjanjian perwaliamanatan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif, dengan sifat penelitian deskriptif-analitis serta dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tidak terdapatnya upaya yang diwajibkan pada pelaksanaan Debt to Equity Swap terhadap Obligasi non-convertible dalam rangka penundaan kewajiban pembayaran utang, melainkan dapat dilakukan melalui upaya yaitu mempercepat jangka waktu Obligasi, serta dalam rangka ini pula keberlangsungan peran waliamanat masih terus berjalan.

This thesis discusses regarding the legal certainty on the implementation of Debt to Equity Swap on bonds conversion into shares in the event of Suspension of Debt Payment Obligation. Based on Indonesian Capital Market Law, bonds are commercial paper or are forms of proof of issuer's debt to bondholders as creditors who have a predetermined term of payment. Within such period of time of bonds, it is possible for a situation which will be occurred where the Issuer is unable or default on other debts held. For this reason, the reconciliation petitionof the Suspension of Debt Payment Obligation is one of the efforts that can be made to restructure the issuer's debts. One method in the form of restructuring debton the Suspension of Debt Payment Obligation on bonds held by issuers or debtors, namely Debt to Equity Swap. This thesis will be focused on the implementation of Debt to Equity Swap on non-convertible bonds in order to Suspension of Debt Payment Obligation and regarding the continuity of the Trustee and the end of the role as representative of the bond holders as creditors in carrying out all duties, authorities and functions based on the trustee agreement. The form of this research is juridical-normative, with the nature of descriptive-analytical research and analyzed using qualitative methods. On the basis of the conditions described, there is no compulsory effort in the implementation of Debt to Equity Swap against non-convertible bonds in the event of Suspension of Debt Payment Obligation, but can be done by accelerating the term of the Bonds, as well as the Trustee role still be continued.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54689
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>