Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. R. Emy Sriwahyuni
"Penelitian ini dimotivasi oleh kondisi Kabupaten Bogor yang mempunyai lokasi sangat strategis, yakni relatif dekat dengan ibukota negara dengan akses ke daerah lain yang relatif mudah dan lancar. Hal tersebut dapat menjadi peluang tetapi juga dapat merupakan ancaman apabila Kabupaten Bogor tidak dapat mengelola sumber daya alam dan manusianya dengan baik. Peluang yang diperoleh adalah apabila sumberdaya yang ada dapat dikelola dan dipasarkan dengan baik, baik dalam wilayah internal Kabupaten Bogor sendiri maupun dalam wilayah Jabotabek, Jawa Barat dan Nasional, Tetapi ancamannya adalah apabila produksi dan kualitas yang dihasilkan sektoral rendah, maka daerah lain yang berdekatan akan segera menggantikan posisi Kabupaten Bogor sebagai penghasil produk sektoral tersebut. Dan tentu saja Kabupaten Bogor hanya akan bertindak sebagai pengguna produk sektoral daerah lain saja.
Penelitian ini mencoba menganalisis kondisi perekonomian dan ketenagakerjaan di Kabupaten Bogor. Selajutnya penelitian ini akan mengidentifikasi sektor-sektor strategis yang dapat dikembangkan dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor. Sektor strategis yang akan dikembangkan adalah sektor yang memenuhi keunggulan ekonomi dan institusional baik di wilayah internal Kabupaten Bogor sendiri, maupun dalam lingkup Jabotabek, Propinsi Jawa Barat dan Nasional. Metode yang digunakan adalah analisis pertumbuhan sektor, analisis peranan sektor dalam PDRB, analisis Tabel Input-Output, analisis LQ, Shift Share dan Multiplier.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor strategis yang mempunyai performance lebih dominan dibandingkan sektor sejenis dalam lingkup Nasional dan lingkup Propinsi Jawa Barat adalah sektor industri pengolahan dan sub sektor restoran. Sektor strategis dalam lingkup Jabotabek adalah sub sektor peternakan, sektor industri pengolahan dan sub sektor restoran.
Sedangkan untuk internal Kabupaten Bogor, sektor yang mempunyai peranan terbesar adalah sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Sektor yang dapat dikembangkan baik internal Kabupaten Bogor maupun dalam iingkup Jabotabek, Jawa Barat dan Nasional adalah sektor Industri 1 pengolahan dan sub sektor Restoran. Dalam hal ini industri pengolahan yang dimaksud adalah industri pengolahan yang mampu mengolah produksi sektor pertanian dan potensi lokal lainnya.
Sedangkan perkembangan sub sektor restoran sangat berkaitan erat dengan potensi pariwisata Kabupaten Bogor yang juga perlu lebih dikembangkan lagi.
Diversifikasi potensi sektor ekonomi dirasakan semakin penting berkaitan dengan otonomi daerah, dimana daerah harus ditopang oleh seluruh potensi yang ada dalam wilayah tersebut. Untuk itu Pemerintah Daerah memegang peranan penting dalam mengkoordinasikan setiap arahan kebijakan sehingga sektor-sektor strategis tersebut dapat lebih dikembangkan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T7230
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Sahat
"Gambaran hasil-hasil pembangunan pada umumnya merupakan refleksi dari pada pengelolaan potensi sumber daya yang dimiliki, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, investasi, keberadaan infrastruktur dan sumber daya lainnya. Mengingat pembangunan bidang ekonomi selalu berhubungan dengan permasalahan bagaimana memanfaatkan sumberdaya yang tersedia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, maka selain ketersediaan sumber daya, peranan perencanaan pembangunan atau faktor kebijaksanaan diharapkan dapat memberikan arti yang signifikan terhadap hasil-hasil yang telah maupun yang akan dicapai.
Untuk mengetahui hal dimaksud di suatu daerah, selain memperhatikan apakah perencanaan sebelumnya sudah mempertimbangkan kondisi obyektif yang dimiliki daerah, juga apakah dari hasil pengelolaan sumber daya yang dimiliki tersebut telah memenuhi harapan atau belum. Secara umum, hal tersebut dapat diamati meialui penilaian terhadap kebijaksanaan dan berbagai indikator pembangunan.
Sehubungan dengan lokasi yang akan menjadi obyek penelitian adalah wilayah Propinsi Kalimantan Barat, beberapa hal yang perlu dicermati adalah menilai keberhasilan ataupun ketidak berhasilan yang telah dicapai, tentu saja dengan memperhatikan problematika yang terjadi sebagai faktor yang sangat mempengaruhi pembangunan itu sendiri. Untuk beberapa hal, indikator penting perlu dikemukakan dan dibandingkan dengan skala Nasional.
Secara teoritis gabungan dari potensi yang dimiliki suatu daerah dimaksud, idealnya diarahkan atau diprogramkan dalam kerangka pembangunan sektor-sektor yang memiliki potensi dengan keunggulan komparatif dan sektorsektor yang akan mendukung keunggulan kompetitif. Untuk menilai keberadaan potensi unggulan dimaksud, studi ini dibantu dua peralatan analisis, yaitu input-output dan ekonometrika. Serdasar analisis itu potensi yang tergolong unggul adalah sektor yang secara umum berkemampuan untuk menarik atau mendorong pertumbuhan sektor-sektor lainnnya lebih besar dari pada kemampuan rata-rata pertumbuhan ekonomi, dilihat dari beberapa kriteria.
Kedepan, mengingat kehadiran Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, diperkirakan akan menumbuhkan nuansa dan harapan baru bagi Daerah, khususnya dalam kaitannya dengan perencanaan pembangunan. Apabila periode sebelumnya penyusunan perencanaan lebih bersifat top, down maka dengan adanya kehendak perubahan tali, tampaknya daerah dapat mengubah orientasi pembangunan dari yang tadinya lebih menitikberatkan pada pendekatan sektoral ke pendekatan regional atau merupakan kebijaksanaan yang senantiasa berawal dari potensi yang dimiliki daerah.
Dengan didasarkan atas penilaian historis terhadap hasil-hasil pembangunan dihubungkan dengan penilaian apakah potensi yang dimiliki daerah sudah diberdayakan secara optimal atau belum baik terhadap yang sedang bergulir maupun yang belum dimanfaatkan maka perencanaan pembangunan daerah nantinya diarahkan dalam upaya pemberdayaan potensi unggulan setelah sebelumnya dilakukan prediksi.
Mengingat prediksi sebagai salah satu unsur penting datam perencanaan pembangunan, maka dalam hal untuk keperluan dimaksud, selain sudah memperhatikan kondisi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi suatu daerah, juga perkiraan kondisi perekonomian nasional pada umumnya, untuk selanjutnya dikernukakan rekomendasi kebijaksanaan yang sesuai, yaitu kebijakan pemberdayaan sektor unggulan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T7239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eleonora Sofilda
"Tesis ini dibuat untuk mengetahui bagaimana kinerja ekspor manufaktur padat sumberdaya pertanian dengan tiga pendekatan, yaitu Constant Market Share, Revealed Comparative Advantage, dan Trade Specialization Ratio. Periode penelitian yang digunakan mulai dari tahun 1986 sampai dengan tahun 1998. Hasil perhitungan constant market share (CMS) menunjukkan bahwa pada tahun 1986 sannpai dengan tahun 1993 nilai ekspor Indonesia untuk komoditas manufaktur padat sumberdaya pertanian (SITC 611, 612, 613, 634, dan 635) masih mengalami peningkatan, walaupun peningkatan nilai ekspor ini mengalami penurunan yang berfluktuasi dari tahun ke tahun. Nilai ekspor yang bernilai positif ini lebih disebabkan karena positifnya efek pertumbuhan dunia dan efek Jaya saing. Pada saat negatifnya efek daya saing di pasar internasional, mulai tahun 1994 sampai dengan tahun 1998 terjadi penurunan yang sangat tajam untuk nilai ekspor-Indonesia untuk komoditas manufaktur padat sumber daya pertanian.
Krisis ekonomi yang dimulai pada awal 1997 yang disebabkan depresiasi rupiah ternyata membawa dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Depresisasi rupiah yang terjadi seharusnya mampu meningkatkan nilai ekspor ternyata tidak terjadi, hal ini menunjukkan bahwa daya saing Indonesia untuk komoditas ini sangat lemah di dunia Internasional. Oleh karena itu negara kita harus meningkatkan kualitas dari komoditas yang di ekspor dan memperhatikan aspek-aspek lainnya yang menjadi penyebab lemahnya daya saing Indonesia di pasar Internasional. Perlunya perhatian Pemerintah yang lebih dalam menjalankan roda perekonomian sehingga produksi menjadi lebih efisien dan perlu ditingkatkan peran ekspor komoditas yang padat sumberdaya pertanian karena basis Indonesia dalam produksi ada pada sumberdaya pertanian.

This thesis is made to know how export working heavy agriculture with three approaches, which is Constant Market Share, Revealed Comparative Advantage and Trade Specialization Ratio. Period of research which is in use start from 1986 until 1998. The result of constant market share (CMS) calculation shown that in the year of 1986 until 1993 Indonesian value of export for the commodity of heavy agriculture resources manufacture (SITC 611, 612, 613, 634 and 635) still continuing to improvement, although this value of improvement still decline to reduction from year to year. The value of export which has positive mark is causes more of the positive effect of the world growth and competitive effect. By the time that competitive effect at the International market which have negative, from 1994 until 1998 become decline that so hard of Indonesia export value for the commodity of heavy manufacture agriculture resources.
Economic crisis which is began at the earlier 1997 causes by rupiah depreciation bring the huge side effect of Indonesian economic. Rupiah depreciation should capable to improve export value in fact not happened. This is shown that Indonesian competitive for these commodity very weak at the International world. Because of that our country have to improvement the quality from commodity which is going to export and give full attention of another aspect which is causes weakness of lndonesian competitive at the International market. The government should to give lull attention to continuing economic cycling that production more efficient and to improve commodity of export which is have heavy agriculture because Indonesian base on production exist on agriculture resources."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T 8030
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwandi
"Secara nasional tingkat penggunaan benih unggul berrmutu masih rendah, pada tahun 1997/1998 baru mencapai 37,58% dari kebutuhan. Penggunaan benih padi unggul di Jawa relatif lebih tinggi dibanding di luar Jawa. Guna meningkatkan penggunaan benih unggul bermutu sehingga tercapai peningkatan produktivitas beras nasional, pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan salah satunya berupa pemberian subsidi benih padi.
Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis dampak penghapusan subsidi benih padi dengan menggunakan model permintaan. Penelitian ini menggunakan studi kasus dipilih di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan pertimbangan propinsi tersebut merupakan pemasok beras terbesar di Indonesia dan tingkat penggunaan benih unggul relatif lebih tinggi dibanding daerah lain.
Jenis data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian dan instansi terkait lainnya. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan kondisi usaha perbenihan dan usaha tani, sedangkan analisis kuantitatif dengan model permintaan benih digunakan untuk menghitung besarnya perkiraan dampak penghapusan subsidi benih terhadap usaha tani padi.
Kebijakan dengan tujuan stabilitas harga benih dan menyediakan kebutuhan benih unggul secara cukup dengan harga terjangkau petani selama ini telah dilakukan oleh pemerintah melalui penetapan harga eceran tertinggi (HET) dan pembayaran subsidi harga yang disalurkan tidak langsung kepada petani, melainkan melalui produsen benih BUMN yaitu PT. Sang Hyang Seri dan PT. Pertani. Kebijakan stabilisasi harga benih dengan cara memberikan subsidi harga benih berakibat menimbulkan beban biaya pemerintah dan kurang memberikan iklim kondusif bagi swasta untuk masuk dalam industri perbenihan. Penetapan HET benih mengalami kesulitan di tingkat lapangan, .mengingat wilayah Indonesia yang luas, kepulauan dan kondisi geografis dan aksesibilitas yang beragam antar daerah. Sampai saat ini penyediaan benih padi unggul masih terbatas pada daerah yang mudah dijangkau. Besarnya biaya produksi pertanian yang bervariasi antar daerah juga turut mempersulit penentuan besarnya HET benih padi. Bila HET benih dipatuhi dan nilai subsidi diberikan sebesar selisih harga pokok produksi dengan HET benih, maka kemungkinan tidak terjadi kerugian bobot mati. Subsidi benih padi tidak hanya dinikmati oleh petani melainkan juga dinikmati pula oleh BUMN perbenihan. Subsidi benih padi sebesar Rp.400/kg pada tahun 1999 yang disalurkan melalui PT. SHS dinikmati petani Rp. 278,8/kg dan yang dinikmati PT. SHS melalui profit marjin dan ekstra profit sebesar Rp. 121,2/kg. Sedangkan subsidi yang disalurkan melalui PT. Pertani, petani menikmati sebesar Rp. 201,2/kg dan PT. Pertani sebesar Rp.198,8/kg.
Apabila subsidi benih padi dihapuskan akan menyebabkan harga benih padi meningkat. Peningkatan harga benih mengakibatkan menurunnya permintaan petani terhadap benih padi. Petani cenderung memperbanyak penggunaan benih yang diproduksi sendiri atau barter dengan tetangga, karena harga benih tidak terjangkau oleh sebagian besar petani.
Guna melihat dampak penghapusan subsidi benih terhadap usaha tani, ditentukan oleh respon petani yang diukur dengan elastisitas permintaannya. Variabel-variabel yang diperkirakan mempengaruhi permintaan benih antara lain harga benih itu sendiri, jumlah benih yang dimiliki sendiri, harga gabah, dan luas penanaman padi. Harga benih berkorelasi negatif terhadap permintaan benih dengan nilai elastisitas harga benih di Jawa Barat -0,702, Jawa Tengah -0,724 dan di Jawa Timur -0,567, yang berarti bila harga benih meningkat permintaan benih akan menurun. Nilai elastisitas jumlah benih yang dimiliki sendiri dari tiga propinsi secara berurutan masing-masing -0,429; -0,173 dan -0,171. Jumlah benih milik sendiri ini dapat dianggap sebagai barang substitusi dengan benih yang akan dibeli. Bila jumlah benih yang dimiliki sudah cukup, maka petani cenderung mengurangi pembelian benih dari produsen benih/pasar.
Variabel harga gabah dianggap sebagai indikator yang akan direspon oleh petani apakah akan menggunakan benih unggul yang dibeli walaupun harganya lebih mahal dibanding dengan memanfaatkan benih sendiri. Bila harga gabah meningkat, maka permintaan benih cenderung lebih tinggi. Elastisitas permintaan benih terhadap harga gabah di Jawa Tengah lebih elastis dibanding dua propinsi lainnya. Hal ini terjadi karena sebagian besar benih yang digunakan petani berasal dari pembelian. Luas penanaman padi berhubungan positif terhadap permintaan benih, dimana semakin luas areal penanaman padi, maka kebutuhan benihnya akan semakin meningkat. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh elastisitas luas areal tanam padi pada ketiga propinsi relatif sama.
Bila subsidi benih padi dicabut, berdasarkan model permintaan benih padi pada tiga propinsi diperoleh kesimpulan bahwa kenaikan harga benih akibat penghapusan subsidi mengakibatkan penurunan permintaan benih padi yang diminta petani Jawa Barat sebesar 5.470 ton (11,60%), di Jawa Tengah 10.160 ton (11,94%) dan Jawa Timur 8.180 ton (9,48%). Penghapusan subsidi benih padi diperkirakan tidak berdampak terhadap biaya usaha tani mengingat porsi pengadaan benih terhadap total biaya usaha tani di Jawa Barat hanya 1,89%, Jawa Tengah 3,92% dan di Jawa Timur 4,08%. Namun demikian karena benih merupakan faktor penentu kualitas dan produktifitas usaha tani, maka penggunaan benih yang tidak bermutu dapat menghambat keberhasilan usaha tani. Bila penurunan permintaan benih hanya dipenuhi dengan benih tidak bermutu, diperkirakan akan terjadi penurunan produksi gabah di Jawa Barat sebesar 87.756 ton (atau menurun 0,94% dari produksi gabah Jawa Barat tahun 1998), di Jawa Tengah sebesar 134.878 ton (menurun 1,60% dari produksi gabah Jawa Tengah tahun 1998) dan di Jawa Timur sebesar 98.468 ton (menurun 1,17% dari produksi gabah Jawa Timur tahun 1998). Alternatif yang dapat dilakukan pemerintah adalah menghapus subsidi benih secara bertahap dengan batas maksimum dua tahun. Kebijakan tersebut merupakan kebijakan dalam kerangka manajemen krisis, tidak terjadi gejolak di dalam masyarakat, namun juga memberikan iklim kondusif bagi usaha perbenihan. Setelah dua tahun subsidi dicabut total dengan pertimbangan perkonomian sudah membaik dan days bell meningkat, serta memberi waktu prakondisi yang cukup bagi BUMN perbenihan mengingat siklus produksi dan pengolahan benih memerlukan waktu 4-7 bulan.
Penghapusan subsidi dapat dilakukan saat ini hanya pada "daerah maju" seperti pada propinsi lokasi studi kasus, sedangkan untuk "daerah remote" seperti Kawasan Timur Indonesia tetap diberikan subsidi benih padi untuk meningkatkan penggunaan benih unggul dengan harga terjangkau. Perlu dikaji lebih lanjut mengenai efektivitas pemberian subsidi benih padi pada daerah remote. Penghapusan subsidi perlu diikuti upaya-upaya peningkatan efisiensi dalam memproduksi benih dan peningkatan efisiensi distribusi dan pemasaran benih.
Tidak akan terjadi penurunan produksi gabah bila subsidi benih dicabut, kalau dilakukan langkah antisipatif antara lain penghematan anggaran pemerintah dari penghapusan subsidi benih dimanfaatkan untuk kegiatan lain yang terkait dalam pengembangan perbenihan, terutama mendorong peningkatan penggunaan benih unggul dan meningkatkan mutu, misalnya memberdayakan penangkar benih padi, melakukan kampanye gerakan sadar mutu benih, memperluas pemasaran dan distribusi benih, mereview peraturan perundangan yang menghambat usaha perbenihan serta memperbaiki sistem pembinaan dan pengawasan mutu benih.
Penghapusan subsidi harga benih sebaiknya diimbangi Pula dengan meningkatkan harga dasar gabah, sehingga diperoleh rasio harga gabah dengan benih pada tingkat yang kondusif guna mendorong gairah petani tetap menggunakan benih unggul dengan cara tetap mempertahankan rasio harga dasar gabah denagn benih melalui menaikkan harga dasar gabah.
Di mass mendatang peran pemerintah tidak lagi mengatur harga bidang pertanian. Pemerintah agar berkonsentrasi pada perannya dalam menciptakan paket teknologi dan menciptakan benih padi hibrid guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani, memberikan alih teknologi dan informasi alternatif-alternatif usaha yang menguntungkan petani, serta memperbaiki sarana dan prasarana penunjang. Usaha ini dilakukan untuk efisiensi produksi dan meningkatkan daya saing produk pertanian dalam era pasar babas.
Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, peran pusat dalam pengembangan industri perbenihan semestinya terbatas pada pengaturanpengaturan dan kebijakan yang bersifat nasional seperti ketentuan impor benihfperkarantinaan, penentuan standar mutu, sistem pembinaan dan pengawasan mutu. Di luar hal tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan daerah."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Muhammad Yosalvina Yovani
"Di Kalimantan Selatan diperkirakan deposit batu bara yang tersimpan di dalam tanah daerah ini berkisar 4,7 milyar ton. Semakin tingginya permintaan batu bara ternyata tidak dapat dicukupi oleh penawaran atau supply dari pengusahaan pertambangan yang ada (legal). Disisi lain untuk mendapatkan izin pengusahaan pertambangan ini sangat sulit. Selain birokrasinya yang berbelit-belit yang memakan waktu berbulan-bulan, pengusaha juga harus mengeluarkan "uang pelicin" yang tidak sedikit jumlahnya. Hal ini membuat pengusaha daerah "enggan" untuk mengurus izin tersebut. Akhirnya mereka mengambil jalan pintas dengan berusaha tanpa memiliki izin, sehingga saat ini dikenallah istilah Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Batu bara.
Akibatnya walaupun sektor pertambangan dan penggalian ini meningkat pesat, namun tidak memberikan kontribusi atau pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Disisi lain sistem penambangan yang mereka jalankan cenderung tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Kemudian salah satu hal yang membuat masalah PETI ini semakin pelik adalah, ada diantara pengusaha yang membuka usaha tambangnya di daerah konsesi perusahaan lain (PT. Arutmin). Hal ini jelas melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Dari hasil penelitian dalam kerangka penanggulangan masalah PETI batu bara ini. Penulis menggunakan 2 (dua) metode penelitian, yang pertama yaitu analisis Analitical Hierarcy Process (AHP). Dari kuesioner yang dibagikan kepada Pemda dan PT. Arutmin, hasil analisis dengan menggunakan alat ini ditemukan aktor atau pelaku yang dianggap paling berkompeten dalam menanggulangi masalah PETI ini adalah Pemerintah Daerah (yang lebih difokuskan kepada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kotabaru). Dengan kepentingan yang diutamakan adalah masalah kelestarian lingkungan. Sedangkan kebijakan yang diambil adalah Kebijakan Kemudahan Perizinan dan Relokasi PETI batu bara. Kemudian untuk mendapatkan suatu strategi yang lebih terfokus dan mengena pada sasaran, peneliti menggunakan alat analisis Managemen Strategis (SWOT). Sehingga diharapkan dengan menganalisa faktor Internal dan Eksternal dari stake holder utamanya yaitu Dinas Pertambangan dan Energi Kotabaru, akan dihasilkan suatu rumusan strategi yang efektif, komprehensif dan tepat sasaran.
Dari hasil analisis ini dirumuskan strategi yang dibagi dalam dua kurun waktu, yaitu untuk jangka pendek dan jangka panjang. Pada strategi jangka pendek, ditemukan strategi S - O, dengan skor 265, 484. Sedangkan untuk jangka panjang ditemukan strategi W-0 dengan skor nilai 240, 631. Diperlukan suatu kesamaan visi kedua belah pihak (Pemda dan Pengusaha PETI) agar tercipta suatu tujuan yang sama-sama berusaha untuk memajukan daerah.
Hantaman krisis yang berkepanjangan seharusnya makin membuat kita bersatu dan bahu-membahu untuk bekerja sama menggerakkan roda perekonomian bangsa. Apabila kita lihat dan kaji lebih mendalam, pada dasarnya PETI adalah merupakan bangsa Indonesia, saudara kita sendiri, juga perlu dipertimbangkan peralatan yang mereka gunakan sudah cukup bagus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Karena itu pada dasarnya keberadaan pengusaha PETI ini merupakan "aset daerah" yang perlu diarahkan sehingga dapat membantu memberi pemasukan keuangan kepada daerah dalam kerangka melaksanakan pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan pada umumnya dan Kabupaten Kotabaru pada khususnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T10366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Yovani
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah sistem cluster yang merupakan kebijakan pemerintah baru untuk mengembangkan unit usaha dapat memberikan pengaruh terhadap produktivitas, inovasi dan ekpansi usaha sebagai penentu daya saing setiap UK di sentra kayu Klender. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menguji apakah inter-firm linkage dan dukungan serta peran pemerintah merupakan faktor yang esensial sebagai pendorong tingkat produktivitas, inovasi dan pembentukan usaha baru yang tinggi di dalam sentra usaha kecil UK-UK yang terletak di dalam sebuah sentra seperti sentra mebel kayu Pd.Bambu-Klender.
Pendekatan penelitian ini pada dasarnya adalah pendekalan kuantitatif dengan data sekunder dan data primer yang dikumpulkan melalui dengan jumlah responden 50 orang. Untuk memperoleh informasi-informasi yang tidak dapat trrsaring mrlalui survei maka peneliti menggunakan in-depth interview (wawancara mendalam). Analisa statistik yang digunakan merupakan analisa univariat tiap-tiap variabel dengan menggunakan mean, median. modus dan ukuran statistik deskriptif lainnya. Estimasi yang digunakan merupakan estimasi interval dengan tingkat kepercayaan 95%. Analisa Bivariat dengan menggunakan tabel silang merupakan analisa yang digunakan untuk menguji ada tidaknya asosiasi antar variabel dengan ukuran statistik Chi-kuadrat (Pearcon Chi-Square).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio produktivitas baik itu produktivitas kapital maupun modal kecil, tingkat inovasi para UK-UK juga rendah dan pembentukan usaha baru terjadi di sentra ini. Pembentukan usaha baru tersebut ditandai dengan bertambahnya jumlah UK di dalam sentra tersebut secara cepat. Jumlah UK yang terus bertambah semata-mata hanya karena Klender sudah memiliki label sebagai industri furniture kayu, sehingga sebagian besar masyarakat Jakarta akan mengambil furniture dari area ini. UK-UK yang terus bertambah tersebut bukan merupakan UK-UK yang memiliki kemampuan usaha yang baik. Untuk variabel interfirm-linkage, ditemukan dari penelitian ini, bahwa ternyata mayoritas UK di dalam sentra mebel kayu Pondok-Bambu-Klender ini mengambil bahan-bahan baku dan mesin untuk produksinya dari luar sentra Klender karena harga yang anehnya justru lebih murah di luar sentra daripada di dalam sentra itu sendiri. Hanya beberapa komponen pendukung seperti engsel mebel, lem dan komponen lain yang diambil dari dalam Klender.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa peran pemerintah dan interfirm linkages merupakan faktor esensial bagi produktivitas, inovasi dan PUB sentra ini. Hal ini ditunjukkan dengan hubungan-hubungan asosiasi yang terbukti secara statistik bahwa produktivitas, inovasi yang rendah disebabkan oleh inter-firm linkage baik secara horisontal maupun vertikal tidak terjadi di dalam sentra ini. Begitu pula pemerintah, dibuktikan bahwa tidak adanya peran pemerintah berasosiasi dengan tingkat produktivitas dan inovasi yang rendah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T10422
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darmawan Adi Wiyanto
"Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan pembinaan dan pengembangan usaha kecil furniture yang terarah dan terpadu serta berkesinambungan dan guna mewujudkan usaha kecil furniture yang tangguh dan mandiri, serta dapat berkembang menjadi usaha menengah adalah dengan menggalakkan program "kemitraan". Diharapkan melalui kemitraan dapat secara cepat tercipta simbiosis mutualistik, sehingga kekurangan dan keterbatasan pengusaha kecil furniture dapat teratasi bahkan usaha kecil furniture akan memperoleh berbagai manfaat dengan prinsip win-win solution.
Ada berbagai pola/model kemitraan yang selama ini diimplementasikan, diantaranya adalah: (a) Pala/model kemitraan sub-kontrak/sub-contracting (SC), yang terdiri dari; Sub-contract up-steam (SC-up stream) dan Sub-contract partial (SCparlia/), (b) Pola/model kemitraan keterkaitan dagang (PKD), dan (c) Pola/model kemitraan operasional (PKO). Akan tetapi dalam penelitian ini kajian hanya dibatasi pada Pola Keterkaitan Dagang (PKD) dan Pala Keterkaitan OperasionaI (PKO).
Bagaimana dampak kedua pola kemitraan ini pada usaha kecil furniture di DKI Jakarta, akan menjadi kajian mama daiam penelilian ini. Dampak yang dimaksudkan adalah pada perkembangan usaha kecil furniture, yang menyangkut: peningkalan nilai tambah (value added), peningkalan keunggulan produktivitas (produktivitas tenaga kerja dan produktivitas modal/kapital), peningkatan kepentingan inovasi, dan ratio penyertaan modal sendiri dalam usaha.
Hasil penelitian menunjukkan, pelaksanaan program kemitraan pola keterkaitan dagang (PKD) memiliki dampak yang sangat signifikan dalam meningkatkan nilai tambah (value added), peningkatan produktivitas modal/kapital (capital productivity), dan peningkatan penyertaan modal sendiri dalam usaha. Akan tetapi pola kemitraan ini tidak berdampak secara signifikan terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja (labor productivity) dan tingkat kepentingan inovasi produk.
Pelaksanaan kemitraan Pola Keterkaitan Operasional (PKO) secara sangat signifikan memiliki dampak terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja (labor productivity). Akan tetapi pola kemitraan ini tidak berdampak secara signifikan terhadap peningkalan nilai tambah {value added), peningkalan produktivitas modal/kapital (capital productivity), peningkatan kepentingan inovasi, dan peningkalan penyerlaan modal modal sendiri dalam usaha.
Model kemitraan Pola Keterkaitan Dagang (PKD) relatif lebih cocok dibandingkan Pola Keterkaitan Operasional (PKO). Karena pola kemitraan ini usaha kecil furniture lebih memiliki posisi tawar (bargaining position), persiapan modal usaha kecil furniture lebih kuat, dan usaha kecil furniture memasok produk jadi sehingga relatif tidak ada tuntutan standar teknis dari dari pihak usaha besarlmenengah sebagai mitranya.
Berdasarkan temuan tersebut dapat disarankan bahwa dalam rangka implementasi kebijakan pengembangan pola kemitraan pada usaha kecil furniture, akan relatif lebih cocok jika diterapkan kemitraan Pola Keterkaitan Dagang (PKD), Akan tetapi juga patut diingat bahwa tingkat kecocokan implementasi kemitraan Pola Keterkaitan Dagang tersebut juga dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama dari pihak usaha kecil furniture itu sendiri, yaitu menyangkut pada kesiapan usaha kecil tersebut dalam rangka menjalin kemitraan dengan pola ini."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T12050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitinjak, Robert Parlindungan
"Konsensus nasional Political Will dari DPR untuk penyelenggaran negara yang bersih dan bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme, telah diundangkan melalui TAP XI/MPR/1998 tanggal 13 Nopember 1998 dan diatur lebih lanjut dengan UU No. 28/1999 tanggal 19 Mei 1999 dan UU No. 31/1999 tanggal 16 Agustus tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menggantikan UU No. 3/1971 yang lama. Hal ini merupakan babak baru dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia dengan memanfaatkan momentum era reformasi.
Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi (anti corruption strategy) secara sistematis di Indonesia_ telah sejak lama dilakukan, karena dirasakan korupsi sudah sangat membahayakan pembangunan. yaitu sejak tahun 1957 mulai dengan peraturan penguasa militer, penguasa perang pusat, TPK, Komisi 4, Opstib, sampai era reformasi dengan dibentuknya Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) pada tanggal 13 Oktober 1999 dan Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) pada tanggal 23 Mei 2000.
Kejaksaan Agung sebagai lembaga penuntutan satu-satunya di Indonesia (legal monopoly) mempunyai tanggung-jawab moral dan hukum untuk berjuang memberantas korupsi dan menegakkan supremasi hukum yang responsif dengan rasa keadilan masyarakat. Tuntutan dan harapan masyarakat sangat besar diletakkan di pundak Kejaksaan Agung, untuk mengusut tuntas dugaan adanya korupsi yang merugikan keuangan negara, dan mulai mengadili kasus-kasus korupsi besar, dan yang menarik perhatian masyarakat (catchs some big fishes) seperti Kasus Soeharto mantan Presiden RI berkuasa 32 tahun, yang mulai disidangkan tanggal 31-8-2000.
Kinerja Kejaksaan Agung dalam pemberantasan korupsi selama 5 tahun (1993/1994 s/d 1997/1998) pada tahap penyelidikan penyelesaiannya hanya 40% (34 kasus) dan sisa tunggakan 60% (50 kasus), tahap penyidikan penyelesaiannya hanya 38% (9 kasus) dan sisa tunggakan 62% (15 kasus), dan tahap penuntutan untuk seluruh Indonesia tingkat penyelesaiannya hanya 19% (115 kasus) dan sisa tunggakan 81% (479 kasus). Rata-rata sisa tunggakan kasus sekitar 60%-81%.
Pendapat para ahli tentang sebab-sebab terjadinya korupsi dan hambatan pemberantasan korupsi, dijadikan sasaran analisis yang mendasari perumusan strategi pemberantasan korupsi (anti corruption strategy) selanjutnya. Strategi secara sistematis itu diharapkan dapat mengendalikan faktor-faktor penyebab korupsi tersebut.
Bertolak dari kenyataan tersebut diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pemberantasan korupsi oleh Kejaksaan Agung, sejauh mana tingkat efektifitas Kejaksaan Agung dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, (apakah telah memberikan hasil/akibat yang maksimal, taxis dari pertimbangan efisiensi) dan berupaya untuk dapat memberikan strategi alternatif/prioritas yang dapat meningkatkan efektifitas pemberantasan korupsi (anti corruption strategy).
Hasil penelitian penulis ini menunjukkan, bahwa Kejaksaan Agung berada pada kondisi di dua lingkungan yaitu lingkungan internal dan eksternal. Hal mana telah memberikan pengaruh terhadap kinerjanya. Pengaruh sebagai faktor pendukung dan faktor penghambat bisa berasal dari internal maupun eksternal. Yang berasal dari faktor internal berupa faktor kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), dan yang berasal dari faktor eksternal berupa faktor peluang (opportunity) dan ancaman (threat). Pendekatan analisis SWOT berupaya untuk merumuskan strategi yang sesuai (best solution) untuk diterapkan dalam upaya mencapai sasaran dan goal yang diinginkan. Ada beberapa strategi alternatif yang dirumuskan, namun berdasarkan urgensi penanganannyalskala prioritas kepentingannya, maka direkomendasikan untuk memakai strategi WO untuk strategi jangka pendek dan strategi SO untuk strategi jangka panjang.
Dari hasil perumusan alternatif strategi SWOT tersebut dengan pendekatan ternyata untuk sasaran strategi kebijakan prioritas jangka pendek adalah memanfaatkan TGPTPK (Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) (0.408), memperbaiki sarana prasarana/penggajian/fas. kesejahteraan SDM kejaksaan (0,239), melakukan pengawasan intensif terhadap moralitas, etika profesi/sikap perilaku terhadap SDM kejaksaan (0,130), mengusulkan independensi kejaksaan/ (Independent Prosecution System) (0,116), dan memperbaiki/reorientasi sistem manajemen pembinaan (rekrutmen, promosi dan penempatan) SDM kejaksaan yang profesional dan rasional (0,106). Untuk sasaran strategi kebijakan prioritas jangka panjang adalah memanfaatkan lembaga ICAC (Independent Commission Anti Corruption)/ Komisi Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KGPTPK) (0,415), menetapkan target penyidikan dan penuntutan (0,366) dan mengusulkan independensi kejaksaan/(Independent Prosecution System) (0,219).
Dalam penelitian ini, ternyata dalam strategi jangka pendek maupun strategi jangka panjang memiliki sensitifitas yang sangat kecil. Artinya, walaupun terjadi perubahan dalam urutan prioritas, temyata urutan prioritas faktor endogen (strategi kebijakan) tidak mengalami perubahan, hanya perubahan dalam bobot prioritasnya.
Strategi Kebijakan periode jangka pendek dan jangka panjang yang dominan adalah dengan memanfaatkan keberadaan TGPTPK dan lembaga baru ICAC (Independent Commission Anti Corruption)IKGPTPK, sehingga diharapkan tercapainya peningkatan efektifitas strategi pemberantasan korupsi (anti corruption strategy) di Indonesia. Untuk ICAC, disarankan agar konsistensi terhadap sifat komisi yang harus independenlmandiri kepas dari carnpur tangan pemerintah, melibatkan peranan LSM/masyarakat dalam penanganan pemberantasan korupsi di Indonesia. Disarankan, ICAC mempunyai kewenangan terbatas hanya pada tahap penyelidikan dan penyidikan korupsi saja, sedangkan tahap penuntutan tetap sebagai wewenang Kejaksaan Agung. Perlu dirumuskan sinkronisasi susunan perundang-undangannya, agar tidak tumpang-tindih atau menabrak tata tertib hukum positif yang sudah ada."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T7939
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunandar
"Tesis ini disusun dengan tujuan untuk mendapatkan model permintaan tenaga listrik kelompok rumah tangga dan memperkirakan besarnya konsumsi tenaga listrik, produksi dan kapasitas tenaga listrik yang akan dihasilkan, serta kebutuhan dana yang diperlukan sampai dengan tahun 2010.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, digunakan analisis ekonometrika model permintaan tenaga listrik kelompok rumah tangga. Sementara perkiraan produksl dan kapasitas tenaga listrik serta kebutuhan dana akan diperoleh berdasarkan perkiraan kebutuhan tenaga listrik kelompok rumah tangga yang dihasilkan dart model permintaan yang terbentuk.
Sesuai dengan hasil pendugaan dan pengujian model, model permintaan tenaga listrik kelompok rumah tangga yang terbentuk adalah D = -254,991 + 0,002Y - 21,435P + 38.815,916R. Dari model ini diperkirakan pertumbuhan permintaan tenaga listrik rumah tangga sampai dengan tahun 2010 akan meningkat sebesar 8,3%-9,8% per tahun. Peningkatan pertumbuhan permintaan tersebut, dapat dipenuhi dengan meningkatkan kapasitas daya terpasang tenaga listrik sebesar 5.018,1 MW-5.782,9 MW dengan jumlah blaya sebesar Rp. 45 trllyun-Rp. 51,8 trilyun.
Pembangunan kapasitas baru sebesar 5.018,1 MW-5.782,9 MW diperkirakan tidak dapat diblayai sepenuhnya oleh PT Pt N (Persero) karena perkiraan pendapatan dart penjualan tenaga listrik belum cukup untuk memenuhinya dlmana per tahunnya diperkirakan mengalami defisit rata-rata 19,4%-30,2%. Namun apablla terjadi efislensi program PT PLN (Persero) sebesar 3% per tahun defisit rata-ratanya akan menjadi 14,7%-25,7%.
Mengingat pendapatan dari penjualan tenaga listrik belum cukup untuk membiayai sepenuhnya penyediaan tenaga listrik, maka perlu dilakukan upaya antara lain: (I) restrukturisasi dan efisiensi usaha di pembangkitan, transmisi, dan distribusi; (ii) penghematan tenaga listrik; (iii) pencegahan pencurian tenaga listrik; dan (iv) menarik minat investor balk dari dalam maupun Iuar negeri. Kesemua upaya tersebut harus diiringi dengan konsistensi kebijakan dan kepastian hukum demi terselenggaranya kesinambungan penyediaan tenaga listrik."
Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003
T12585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainul Wafa
"Tesis ini mencoba untuk membuktikan hipotesa bahwa jumlah permintaan listrik merupakan fungsi dari harga dan variabel-variabel permintaan terkait dan harga kepada pelanggan menurun seiring dengan peningkatan volume penjualan, oleh karena penjualan energi listrik menggunakan sistem block rate. Disamping itu tesis ini mencoba untuk melakukan peramalan permintaan listrik sebagai dasar untuk perencanaan kapasitas pasokan listrik di masa yang akan datang serta memberi input kepada para pengambil keputusan dalam merumuskan kebijakan di sektor ketenagalistrikan.
Penelitian ini dititikberatkan pada kajian sistem ketenagalistrikan umumnya dan khususnya mengenai prakiraan permintaan listrik. Dalam penelitian ini ada dua tahapan yang dilakukan yaitu tahapan pemodelan dan tahapan analisis permintaan listrik berdasarkan model persamaan simultan. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persamaan simultan permintaan listrik.
Dari penelitian ini diperoleh temuan bahwa permintaan listrik bersifat inelastic terhadap harga rata-rata listrik listrik rumah tangga, ditunjukkan dengan nilai koefisien yang kecil (< 1). Artinya bahwa perubahan harga listrik yang terjadi mendapatkan respon sangat kecil dari konsumen rumah tangga dalam permintaan listriknya. Hal ini dimungkinkan karena listrik sudah menjadi kebutuhan dasar bagi rumah tangga di Indonesia khususnya untuk penerangan. Di lain pihak perubahan PDB per kapita bersifat elastic terhadap permintaan listrik, ditunjukkan dengan nilai koefisien yang mendekati 1. Dari proyeksi permintaan listrik diketahui bahwa sampai sepuluh tahun mendatang permintaan listrik sektor rumah tangga akan meningkat sebesar hampir dua kali lipat.
Dengan kenyataan ini maka Pemerintah perlu meningkatkan kapasitas pasokan listrik sebesar dua kali lipat dalam kurun waktu sepuluh tahun mendatang melalui penggalangan partisipasi swasta untuk melakukan investasi di bidang ketenagalistrikan. Untuk mewujudkan hal ini berbagai upaya perlu dilakukan Pemerintah, diantaranya adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi investor untuk menanamkan modal di bidang ketenagalistrikan, menyusun perangkat regulasi dan peraturan-peraturan yang transparan dan jelas dan menjamin penegakan hukum di bidang ketenagalistrikan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>