Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitria Ariani
"Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan salah satu teknologi pencitraan medis yang paling menonjol untuk memeriksa tulang dan jaringan lunak pada tubuh manusia. Namun, MRI memiliki kekurangan pada waktu pemindaian yang lama. Untuk mengatasi masalah ini, pencitraan paralel digunakan untuk mengurangi waktu pemindaian dengan menggunakan beberapa koil penerima dan pengurangan data pada k-space yang menyebabkan munculnya artefak dan noise. Sensitivity Encoding (SENSE) dan Generalized Autocalibrating Partially Parallel Acquisitions (GRAPPA) merupakan algoritma pencitraan paralel yang bekerja pada domain gambar dan domain k-space untuk merekonstruksi citra yang memiliki artefak dan noise. Namun penggunaan kedua algoritma tersebut masih terbatas oleh parameter yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh parameter pada kedua algoritma terhadap citra hasil rekonstruksi pada MRI yang dilakukan melalui simulasi. Selama simulasi, kami menggunakan variasi jumlah kumparan (nc) dan faktor akselerasi (R) untuk kedua algoritma serta jumlah garis ACS (NACS) dan ukuran kernel (nk) untuk algoritma GRAPPA. Untuk menganalisis data, kami menggunakan metode Image Quality Assessment (IQA) yaitu structural similarity index measure (SSIM) dan mean squared error (MSE) sebagai metode kuantitatif untuk menilai kualitas gambar dengan cara membedakan citra asli dan citra hasil rekonstruksi. Berdasarkan analisis kuantitatif, hasil menunjukkan bahwa jumlah koil penerima dan faktor akselerasi saling terkait pada kedua algoritma. Dimana nilai faktor akselerasi yang semakin besar menyebabkan kualitas citra menurun sedangkan lebih banyak jumlah koil penerima yang digunakan dapat membuat citra hasil rekonstruksi menjadi lebih baik. Namun demikian, penggunaan jumlah koil penerima dengan faktor akselerasi yang tepat akan menghasilkan citra yang semakin baik. Pada parameter algoritma GRAPPA, hasil variasi jumlah garis ACS tidak menunjukkan banyak perbedaan. Sedangkan GRAPPA kernel dengan variasi nk = 9 x 4 menunjukkan hasil yang lebih baik pada citra hasil rekonstruksi. Kedua algoritma sama-sama menunjukkan hasil terbaik pada parameter nc = 16. Studi ini menunjukkan bahwa pencitraan paralel menggunakan algoritma SENSE dan GRAPPA mampu menghasilkan citra rekonstruksi yang baik yang dibuktikan dengan nilai MSE 0 dan SSIM 1 pada parameter R = 1 (full-sampled) dan pada data under-sampled dengan menggunakan parameter yang tepat

Magnetic Resonance Imaging (MRI) is one of the most prominent medical imaging technologies for examining human bones and soft tissues. However, it has a shortcoming of long scan time. To overcome this problem, parallel imaging is used to reduce scan time by using multiple coil receivers and under-sampled k-space data which lead to artifact and noise images. Sensitivity Encoding (SENSE) and Generalized Autocalibrating Partially Parallel Acquisitions (GRAPPA) are parallel imaging algorithms that work in the image domain and k-space domain to reconstruct the aliased images. However, the use of both algorithms is still limited by its parameter. This study aims to investigate how parameters in both algorithms influence MRI image reconstruction via simulation. During the simulation, we used the variation of the number of coils (nc) and acceleration factor (R) for both algorithms and the number of ACS lines (NACS) and size of kernel (nk) for the GRAPPA algorithm. In order to analyze the data, we use structural similarity index measure (SSIM) and mean squared error (MSE) as the image quality assessment (IQA) methods to differentiate original and reconstructed images. According to the IQA parameter, the results showed that the number of coils and acceleration factor are correlated for both algorithms. A higher acceleration factor number causes more aliasing and noise while more coils can make the reconstruction image better. Nevertheless, the number of coils with the right number of acceleration factor will result in a good reconstructed image. In GRAPPA parameters, the results of variation of the number of ACS lines did not show many differences. Whereas, GRAPPA kernel with variation of nk = 9 x 4 showed better results in the reconstructed images. Both algorithms showed the same best results in the parameter of nc = 16. This study showed that SENSE and GRAPPA are capable of retrieving good reconstruction images as evidenced by the values of MSE 0 and SSIM 1 at parameter R = 1 (full-sampled) and on under-sampled data by using the right parameters."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitinjak, Defrianto H.
"Mikroorganisme terdapat di tanah, debu, udara, air, makanan ataupun permukaan jaringan tubuh kita. Keberadaan mikroorganisme tersebut ada yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetapi banyak pula yang merugikan manusia misalnya dapat menimbulkan berbagai penyakit atau bahkan dapat menimbulkan kerusakan akibat kontaminasi. Pengendalian mikroorganisme dapat dilakukan dengan sterilisasi. Proses sterilisasi dapat menggunakan gas ozon (O3) atau sinar ultraviolet C (UV-C). Tesis ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan chamber sterilisasi yang telah di desain dan membandingkan proses sterilisasi menggunakan gas ozon dan sinar UV-C. Pada penelitian sampel yang digunakan untuk sterilisasi adalah sepasang sepatu yang sehari-hari di gunakan di luar ruangan. Proses sterilisasi dilakukan di dalam chamber yang di sisi dalam ditempel dengan alumunium foil serta di beri dudukan sampel berupa jaring besi. Sterilisasi di lakukan dengan durasi selama 3, 5 dan 10 menit menggunakan gas ozon dan sinar UV-C secara terpisah. Sampel yang telah disterilisasi kemudian di hitung jumlah mikroorganisme menggunakan Adenosine Tri-Phosphate (ATP) meter. Pada penelitian ini telah berhasil melakukan sterilisasi sebesar 99% dan 97% menggunakan gas ozon dan sinar UV-C pada durasi 10 menit. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa persentase penurunan jumlah mikroorganisme berbanding lurus dengan durasi sterilisasi dan secara signifikan terdapat perubahan antara sebelum sterilisasi dengan setelah sterilisasi yang di tunjukkan dalam uji statistic one way Anova menggunakan aplikasi GraphPad Prism 9.

Microorganisms are found in soil, dust, air, water, food or the surface of our body tissues. The existence of these microorganisms is beneficial for human life, but many are harmful to humans, for example, can cause various diseases or can even cause damage due to contamination. Microorganism kontrol can be done by sterilization. The sterilization process can use ozone (O3) gas or ultraviolet C (UV-C) light. This thesis aims to determine the effectiveness of the sterilization box that has been designed and compare the sterilization process using ozone gas and UV-C light. In this study, the sample used for sterilization was a pair of shoes that were used outdoors everyday. The sterilization process is occurred in a box which is attached with aluminium foil and given a wire mesh as sample holder. Sterilization is carried out for 3, 5 and 10 minutes using ozone gas and UV-C rays separately. The samples that have been sterilized are counted the number of microorganisms using an Adenosine Tri-Phosphate (ATP) meter. In this study, 99% and 97% of sterilization have been carried out using ozone gas and UV-C light for a duration of 10 minutes. This study can be concluded that the percentage reduction in the number of microorganisms is directly proportional to the duration of sterilization and significantly differences between before and after sterilization which is shown in the one way Anova statistical test using the GraphPad Prism 9 application."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakinah Dwiyanti
"Mikroorganisme di udara bebas dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit pada manusia sehingga harus diperhatikan untuk meminimalisir terjadinya penyebaran infeksi. Ozon dapat digunakan untuk sterilisasi dengan kelebihan dapat menjangkau seluruh area dan tidak menyisakan zat beracun yang berbahaya. Ozon merupakan salah satu gas penyusun atmosfer yang terdiri dari molekul triatom oksigen (O3). Kemampuan ozon sebagai oksidator kuat dapat memusnahkan bakteri melalui proses oksidasi langsung. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan membuat prototipe untuk mensterilisasi ruangan dengan ozon menggunakan sistem kontrol jarak jauh. Rancangan prototipe menggunakan mikrokontroler Arduino Mega, Bluetooth, dan generator ozon sebagai penghasil ozon. Metode pengujian prototipe dilakukan menggunakan sampel Agar BBL Blood yang diletakkan di ruangan untuk disterilisasi dengan sterilisator ozon, kemudian diinkubasi selama 24 jam. Rata-rata bakteri Staphylococcus epidermidis yang tumbuh di ruang A tanpa sterilisasi sebanyak 21 CFU/m3 dan menjadi 11,2 CFU/m3 setelah sterilisasi, sedangkan pada ruang B tanpa sterilisasi sebanyak 193,4 CFU/m3 dan setelah sterilisasi 97,6 CFU/m3 . Hasil dari pengujian menunjukkan bahwa prototipe sterilisator ozon dapat mengurangi atau membunuh bakteri di udara.

Microorganisms in the air can cause various human diseases, hence it must be controlled to minimize infectious transmissions. Ozone can be used for sterilization with its advantages to reach the entire area and not produce toxic and harmful substances. Ozone is one of the atmospheric gases consisting of triatome oxygen (O3) molecules. The property of ozone as a strong oxidizing agent can destroy bacteria through a direct oxidation reaction. This research aims to create a prototype to sterilize rooms with ozone using a remote control system. The prototype uses an Arduino Mega microcontroller, Bluetooth, and an ozone generator to produce ozone. The testing method was carried out using BBL Blood Agar samples placed in a room to be sterilized by the prototype and incubated for 24 hours. Average growth of Staphylococcus epidermidis in room A was 21 CFU/m3 without sterilization and 11.2 CFU/m3 after sterilization, whereas and in room B was 193,4 CFU/m3 without sterilization and 97.6 CFU/m3 after sterilization. The result of the study indicated that the ozone sterilizer prototype can reduce or exterminated bacteria in the air."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulita Ika Pawestri
"Pandemi virus corona SARS-CoV-2 di seluruh dunia telah menyebabkan besarnya populasi manusia yang terinfeksi COVID-19. Penyebaran virus yang massive membutuhkan alat diagnostik yang cepat, sehingga keputusan terkait kebijakan kesehatan, pembatasan publik, dan keputusan karantina dapat diambil dengan tepat. Polymerase chain reaction (PCR) adalah standar emas dalam pengujian asam nukleat yang mendeteksi viral ribonucleic acid (RNA). Meskipun real-time RT- PCR sensitif dan reliabel, namun prosesnya memakan waktu yang cukup lama sehingga tidak cukup untuk menjawab kebutuhan diagnosis di masa pandemi global COVID-19. Amplifikasi isotermal merupakan salah satu metode yang dapat digunakan sebagai alternatif PCR. Metode amplifikasi isotermal yang paling banyak diterapkan adalah loop-mediated isothermal amplification (LAMP). Pada penelitian ini dilakukan perancangan prototipe berbasis pemanas poliamida yang dapat mempermudah proses reaksi LAMP. Sistem ini dapat menghasilkan suhu konstan 60˚C-65˚C dalam 30 menit dengan nilai error rata-rata pengukuran sensor suhu sebesar 1.75% dengan akurasi 98.25%. Pada pengujian perbandingan nilai suhu pada sensor dengan suhu dalam tube terdapat error rata-rata sebesar 1.75% dengan akurasi 95.45%. Kuantifikasi intensitas fluoresens juga telah berhasil dilakukan dengan tingkat zat fluorosensi yang berbeda-beda dengan membaca nilai keabuan minimal 102,76

The SARS-CoV-2 coronavirus pandemic worldwide has caused a large number of people to be infected with COVID-19. The massive spread of the virus requires rapid diagnostic tools, so that appropriate health, public and policy decisions can be made. Polymerase chain reaction (PCR) is the gold standard in nucleic acid testing that detects viral ribonucleic acid (RNA). Although real-time RT-PCR is sensitive and reliable, the process takes a long time so it is not sufficient to answer the need for diagnosis during the global COVID-19 pandemic. Isothermal amplification is one method that can be used as an alternative PCR. The most widely applied isothermal amplification method is loop-mediated isothermal amplification (LAMP). In this study, a prototype based on a polyimide heater was designed that could facilitate the LAMP reaction process. This system can produce a constant temperature of 60˚C-65˚C in 30 minutes with an average error value of 1.75% of temperature sensor measurements with an accuracy of 98.25%. In testing the comparison of the temperature value on the sensor with the temperature in the tube, there is an average error of 1.75% with an accuracy of 95.45%. Fluorescence intensity quantification has also been successfully carried out with different levels of fluorescence intensity and can read a minimum gray value of 102,76"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dio Alif Pradana
"Penelitian ini berfokus pada pengembangan algoritma untuk EEG-based Brain Computer Interface (BCI) yang memanfaatkan sinyal otak untuk mengendalikan external device secara langsung. Jenis sinyal EEG yang digunakan dalam penelitian ini adalah sinyal Motor Imagery (MI) yang berisikan imajinasi gerakan anggota tubuh tertentu tanpa dilakukannya gerakan secara langsung. Pengaplikasian sinyal MI-EEG ke dalam BCI masih memiliki kendala utama dikarenakan pola yang dihasilkan sulit untuk dibedakan antara jenis gerakan yang satu dengan jenis gerakan lainnya, maupun pada jenis gerakan yang sama. Pembaharuan yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan memanfaatkan metode Wavelet Packet Transform (WPT) yang digunakan untuk meningkatkan resolusi temporal dari sinyal dengan cara mendekomposisikan sinyal ke dalam pita - pita frekuensi (frequency band) baik pada frekuensi tinggi maupun frekuensi rendah, sehingga dapat meningkatkan kemampuan Common Spatial Pattern (CSP) sebagai spatial filter sehingga didapatkan resolusi spatial yang lebih baik untuk sinyal MI-EEG tersebut. Convolutional Neural Network (CNN) kemudian dipilih untuk pelatihan dari klasifier, dimana hasil pelatihan ini nantinya akan digunakan untuk mengklasifikasikan gerakan dari MI-EEG yang diberikan. Performa dari metode ini akan dianalisis dengan menggunakan dataset 2a dari Brain Computer Interface Competition IV (BCIC IV) dan menghasilkan peningkatan rerata nilai akurasi hingga 32%, Kappa hingga 0,42, dan F-Score hingga 0,39 dibandingkan dengan hanya menggunakan CNN sebagai klasifiernya. Performa dari algoritma ini juga memiliki nilai Kappa yang cukup baik dibandingkan dengan metode – metode lain yang digunakan sebelumnya pada dataset 2a dari BCIC IV.

This study is focused on proposed a new algorithm in EEG-based Brain Computer Interface (BCI) that can directly utilize brain signals to control external devices. Motor Imagery (MI) signal, which contains the imagination of a certain limb movement, is generally used in BCI. It does not need direct movement. The application of MI-EEG signal into BCI still has major problems because the patterns obtained for each recording can be different from one another even though they have the same type of motion. In this study, we utilize the Wavelet Packet Transform (WPT) method which is used to decompose the EEG signal into specifics sub-bands frequency and Common Spatial Pattern (CSP) as a spatial filter to increase the spatial resolution of the EEG signal. The Convolutional Neural Network (CNN) is then selected for training from the classifier. The results of this training will later be used to classify the movements of the given MI-EEG. We evaluate the model using dataset 2a from Brain-Computer Interface Competition (BCIC) IV. The results show that the average accuracy increases 32%, Kappa up to 0.42, and F-Score up to 0.39 compared to only using CNN as the classifier. The performance of this algorithm also has a fairly good Kappa value compared to other methods used previously in dataset 2a from BCIC IV."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwianti Westari
"Sistem klasifikasi diabetes sangat berguna di bidang kesehatan. Dataset Pima Indian Diabetes (PID) digunakan untuk melatih dan mengevaluasi algoritma ini. Rentang nilai yang tidak seimbang pada atribut mempengaruhi kualitas hasil klasifikasi, sehingga perlu dilakukan preprocess data yang diharapkan dapat meningkatkan akurasi dari dataset hasil klasifikasi PID. Dua jenis metode yang digunakan yaitu normalisasi min-max dan normalisasi z-score. Kedua metode normalisasi ini digunakan dan akurasi klasifikasi dibandingkan. Sebelum dilakukan proses klasifikasi data, data dibagi menjadi data latih dan data uji. Hasil pengujian klasifikasi menggunakan algoritma K-Means menunjukkan bahwa akurasi terbaik terletak pada dataset PID yang telah dinormalisasi menggunakan metode normalisasi min-max, yaitu 79% dibandingkan dengan normalisasi z-score.

The diabetes classification system is very useful in the health sector.. The Pima Indian Diabetes (PID) dataset is used to train and evaluate this algorithm. The unbalanced value range in the attributes affects the quality of the classification result, so it is necessary to preprocess the data which is expected to improve the accuracy of the PID dataset classification result. Two types methods are used that are min-max normalization and z-score normalization. These two normalization methods are used and the classification accuracies are compared. Before the data classification process is carried out, the data is divided into training data and test data. The result of the classification test using the K-Means algorithm has shown that the best accuracy lies in the PID dataset which has been normalized using the min-max normalization method, which 79% compared to z-score normalization"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Ainul Fitriyah
"Pelacakan kontak COVID-19 merupakan salah satu solusi preventif untuk memperlambat penyebaran virus. Beberapa negara telah menerapkan pelacakan kontak manual dan juga pelacakan digital menggunakan aplikasi smartphone. Pada penelitian ini dibangun perangkat sistem pelacakan kontak COVID-19 berbasis kedekatan menggunakan teknologi BLE (Bluetooth Low Energy) berfokus pada pelacakan dan pengendalian penyebaran virus di komunitas lokal. Perangkat terdiri dari perangkat pengirim sinyal (tag) dan perangkat penerima sinyal (scanner). Misalkan perangkat sistem diterapkan di sebuah pabrik, tag akan digunakan oleh karyawan dengan diletakkan di saku depan baju karyawan pabrik atau dikaitkan di baju. Tag akan secara terus-menerus mengirimkan sinyal yang akan terbaca oleh scanner. Sinyal yang diterima ini dengan format receive signal strength indicator (RSSI) akan digunakan untuk menghitung jarak antara scanner dan tag. Kemudian jarak tersebut akan digunakan untuk menentukan titik koordinat dari tag dengan perhitungan menggunakan algoritma trilateration. Setelah itu jarak antar tag dapat diperoleh, namun dengan adanya fluktuasi sinyal tidak dapat diperoleh titik koordinat yang sebenarnya. Sedangkan informasi kedekatan masih bisa diperoleh dengan menyaring data jarak yang kurang dari nilai ambang jarak, 2 meter, kemudian membandingkan data tersebut dengan data keseluruhan pada selang waktu yang ditentukan, sehingga menghasilkan nilai persentase. Persentase yang tinggi, diatas 80%, menunjukkan adanya kedekatan antar tag.

COVID-19 contact tracing is a preventive solution to slow the spread of the virus. Several countries have implemented manual contact tracing as well as digital tracking using smartphone applications. A proximity-based COVID-19 contact tracing system device using BLE (Bluetooth Low Energy) technology focuses on tracking and controlling the spread of the virus in local communities. The device consists of a signal sending device (tag) and a signal receiving device (scanner). Suppose a system device is implemented in a factory, the tag will be used by employees by placing it in the front pocket of the factory employee's clothes or hooked on the shirt. The tag will continuously send a signal that will be read by the scanner. This received signal with the receive signal strength indicator (RSSI) format will be used to calculate the distance between the scanner and the tag. Then the distance will be used to determine the coordinate point of the tag with calculations using the trilateration algorithm. After that, the distance between tags can be obtained, while with signal fluctuation the actual coordinate point cannot be obtained, but proximity information can still be obtained by filtering distance data at a specified time interval which is less than the threshold value of the distance, 2 meters, then comparing the data with the overall data, resulting in a percentage value. A high percentage, above 80%, indicates the closeness between tags.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmalisa Suhartina
"Meningkatnya kasus positif COVID-19 membuat pentingnya memantau nilai saturasi oksigen di dalam darah (SPO2). Tujuannya agar mencegah terjadinya silent hypoxia yang dapat menurunkan kadar oksigen dalam darah tanpa disertai gejala. Silent hypoxia menyebabkan kerusakan jaringan pada tubuh serta dapat memicu terjadinya komplikasi seperti gagal nafas atau kematian mendadak. Pada umumnya alat pulse oximeter konvensional berbentuk klip yang dijepit pada jari untuk mengukur nilai SPO2 dan detak jantung (HR). Pada penelitian ini bertujuan untuk merancang alat pulse oximeter berbentuk gelang untuk membantu mempermudah pemantauan nilai SPO2 dan HR. Pada rancangan ini menggunakan mikrokontroller seeeduino xiao, modul sensor max 30100, OLED display dan BLE HM-11. Metode pengambilan data pada 10 relawan dengan menggunakan pulse oximeter konvensional sebagai referensi dan prototipe untuk mengukur kadar SPO2 dan HR. Dilakukan pengambilan data sebanyak 10 kali pada masing-masing relawan. Hasil dari rata-rata pengukuran pada prototipe diabandingkan dengan pulse oximeter konvensional didapatkan keakurasian pengukuan rata-rata SPO2 98.8 % dan HR 97% . Sehingga gelang pulse oximeter dapat melakukan pengambilan data akurasi yang cukup baik.

The increase in positive cases of COVID-19 makes it important to monitor the value of oxygen saturation in the blood (SPO2). The goal is to prevent silent hypoxia which can reduce oxygen levels in the blood without being accompanied by symptoms. Silent hypoxia causes tissue damage in the body and can lead to complications such as respiratory failure or sudden death. In general, the conventional pulse oximeter is in the form of a clamped clip on the finger to measure the SPO2 value and heart rate (HR). This research aims to design a pulse oximeter in the form of a bracelet to help monitor of SPO2 and HR values. This design uses a seeduino xiao microcontroller, max 30100 sensor module, OLED display and BLE HM-11. Methods of collecting data on ten volunteers using a conventional pulse oximeter as a reference and a prototype to measure SPO2 and HR levels. Data were collected ten times for each volunteer. The results of the average measurements on the prototype compared with conventional pulse oximeters obtained an average measurement accuracy of 98.8% SPO2 and 97% HR so that the pulse oximeter bracelet can perform data collection with fairly good accuracy."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Viar Ghina Qatrunnada
"Talasemia merupakan penyakit autosomal resesif yang menyebabkan tubuh tidak mampu memproduksi hemoglobin (Hb) secara normal, sehingga penderitanya membutuhkan transfusi darah seumur hidup. Skrining genetik bagi pasangan yang akan menikah merupakan langkah awal untuk menekan angka bayi lahir dengan gen talasemia. Namun, perhatian masyarakat masih rendah karena skrining ini tidak termasuk ke dalam prosedur pra-nikah yang dapat ditanggung oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), serta harganya cukup mahal. Penelitian ini memanfaatkan machine learning untuk memprediksi carrier dan mengklasifikasikan jenis talasemia berdasarkan hasil tes hematologi lengkap/Complete Blood Count (CBC) yang memiliki harga lebih terjangkau dari skrining genetik. Pada penelitian, digunakan beberapa algoritma pembelajaran mesin bersifat supervised classification seperti Logistic Regression, Random Forest, Support Vector Machine, Gradient Boosting, XGBoost, dan AdaBoost. Hasil menunjukkan penggunaan Support Vector Machine dengan oversampling menggunakan synthetic minority oversampling technique edited nearest neighbors (SMOTE-ENN), normalisasi dengan RobustScaler, hyperparameter tuning, dan 10-fold cross-validation berhasil mencapai nilai akurasi 98.84% dalam mengklasifikasikan carrier talasemia alfa berdasarkan hasil CBC.

Thalassemia is an autosomal recessive disease that unable the body to produce hemoglobin (Hb) normally, requiring lifelong blood transfusions. Genetic screening for future married couples is the first step to reduce the number of babies born with the thalassemia gene. However, public attention is still low because the screening is not included in the pre-marital procedures that can be covered by the Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), despite the price is quite expensive. This study utilizes machine learning to predict the carrier and classify the type of alpha-thalassemia based on the results of the Complete Blood Count (CBC) test, which is more affordable than genetic screening. In the study, several supervised classification machine learning algorithms were utilized such as Logistic Regression, Random Forest, Support Vector Machine, Gradient Boosting, XGBoost, and AdaBoost. The results show the use of Support Vector Machine with oversampling with synthetic minority oversampling technique edited nearest neighbors (SMOTE-ENN), normalization with RobustScaler, hyperparameter tuning, and 10-fold cross-validation successfully achieved 98.84% accuracy in classifying alpha thalassemia carriers based on CBC results."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Akif Tholibul Huda
"Tubuh manusia memiliki mekanisme hemostatik intrinsik tubuh dengan kapasitas yang terbatas sehingga pada kondisi tertentu hemostatic material sangat diperlukan untuk membantu dalam mempercepat proses pembekuan darah. Gelatin merupakan salah satu hemostatic material yang cocok digunakan sebagai wound dressing karena memiliki sifat antigenitas rendah, biodegradibilitas yang baik, dan biokompatibilitas di lingkungan fisiologis. Gelatin dapat dikombinasikan dengan monetite yang memiliki peran penting untuk membantu memusatkan komponen seluler dan protein darah sehingga dapat mendorong pembentukan gumpalan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan variasi konsentrasi monetite 0%, 3%, 5%, 7%, dan 10% terhadap karakteristik sifat porositas, sifat mekanik, perilaku degadrasi, dan sifat toksisitas pada wound dressing dengan bahan dasar gelatin. Sampel disintesis dengan metode freeze drying yaitu metode pengeringan bahan dalam keadaan beku dengan menghilangkan kandungan air secara langsung dari keadaan padat menjadi uap tanpa melalui fase cair. Setelah dilakukan freeze drying, sampel akan dipanaskan menggunakan vacuum drying oven untuk membentuk cross-linking dan dilanjutkan dengan proses karakterisasi. Hasil karakterisasi porositas menunjukkan bahwa monetite memiliki peran dalam mengurangi volume pori yang tersedia sehingga dapat menurunkan sifat porositas spons gelatin 4% hingga 7%. Adapun dari perilaku degradasinya, monetite dapat menjaga integritas jaringan gelatin sehingga meningkatkan kemampuan sampel dalam menahan degradasi. Dan melalui karakterisasi sitotoksisitas, dapat diketahui bahwa penambahan variasi persentase monetite tidak berdampak signifikan terhadap viabilitas pada sampel.

The human body has an intrinsic hemostatic mechanism with a limited capacity so under certain conditions hemostatic material very necessary to help in accelerating the process of blood clotting. Gelatin is one hemostatic material suitable for use as wound dressing because it has the properties of low antigenicity, good biodegradability, and biocompatibility in physiological environments. Gelatin can be combined with monetite which has an important role to help concentrate cellular components and blood proteins so as to promote clot formation. This study was conducted to determine the effect of adding variations in monetite concentrations of 0%, 3%, 5%, 7%, and 10% on the characteristics of porosity, mechanical properties, degradation behavior, and toxicity properties of wound dressing with a gelatin base. Samples were synthesized by the method freeze drying namely the method of drying materials in a frozen state by removing the water content directly from the solid state to vapor without going through the liquid phase. Once done freeze drying, the sample will be heated using vacuum drying oven to form cross-linking and proceed with the characterization process. The results of the porosity characterization show that monetite has a role in reducing the available pore volume so that it can reduce the porosity of the gelatin sponge by 4% to 7%. As for its degradation behavior, monetite can maintain the integrity of the gelatin network thereby increasing the ability of the sample to resist degradation. And through the characterization of cytotoxicity, it can be seen that the addition of variations in the percentage of monetite does not have a significant impact on the viability of the samples."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>