Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rita Lahirin
"Penelitian ini merupakan penelitian dengan design cross over, tersamar ganda, alokasi acak, dan bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian minuman teh hijau terhadap kadar glukosa darah postprandial setelah mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat pada individu remaja sehat. Sebanyak 24 subjek remaja sehat mengikuti penelitian ini sampai selesai. Seluruh subjek penelitian mendapat perlakuan dengan mengonsumsi minuman teh hijau yang mengandung 66,52 mg katekin teh hijau atau 369,14 mg katekin teh hijau, serta dua lembar roti dan tiga gram sukrosa. Perlakuan terbagi dalam dua hari dengan diselingi periode wash out selama tiga hari. Pada penelitian ini terkumpul 24 data per kelompok, yang terdiri dari karakteristik demografi dan hasil pengukuran kadar glukosa darah puasa, menit ke-30, 60, dan 120. Hasil penelitian ini memperlihatkan rerata usia subjek 20,08 ± 0,40 tahun dan rerata indeks massa tubuh (IMT) 20,37 ± 1,40 kg/m2. Kadar glukosa darah puasa tidak menunjukkan perbedaan bermakna di antara kedua kelompok (p = 0,164). Hasil pengukuran kadar glukosa darah kelompok yang mengonsumsi 369,14 mg katekin teh hijau dibandingkan yang mengonsumsi 66,52 mg katekin teh hijau, lebih rendah secara bermakna pada menit ke-60 dan ke-120 dengan nilai sebagai berikut 113,70 ± 13,20 mg/dL vs 124,16 ± 8,17 mg/dL; p = 0,005 dan 88,95 ± 6,13 mg/dL vs 105,25 ± 13,85 mg/dL; p <0,001. Kesimpulan, kadar glukosa darah postprandial lebih rendah secara bermakna pada pemberian minuman yang mengandung 369,14 mg katekin teh hijau dibandingkan dengan mengonsumsi 66,52 mg katekin teh hijau.

This study was a randomized, cross over, double-blind clinical trial, aimed to evaluate the effect of green tea on postprandial blood glucose level after consumption of high carbohydrate diet in healthy adolescents. Twenty four subjects completed this study. After solution of 2 g or 10 g green tea in 300 mL hot water was made, the subjects was given 100 mL, two slices bread and 3 g sucrose which held in two days with three day-wash out period. Twenty four data in each group were analyzed, including demographic characteristic, fasting and postprandial blood glucose levels which measured at regular intervals (30, 60, and 120 min). This study showed mean age of subjects was 20,08 ± 0,40 years and mean body mass index was 20,37 ± 1,40 kg/m2. Fasting blood glucose level in both groups was not significantly different (p = 0,164). At min 60 and 120, postprandial glucose levels in intervention group (which consumed 369,14 mg green tea catechins) were significantly lower compared with control group (which consumed 66,52 mg green tea catechin); 113,70 ± 13,20 mg/dL vs 124,16 ± 8,17 mg/dL; p = 0,005 and 88,95 ± 6,13 mg/dL vs 105,25 ± 13,85 mg/dL; p <0,001. In conclusion, there was a significant decrease in postprandial blood glucose after consumption of 369,14 mg catechins green tea compared with 66,52 mg catechins green tea. "
Depok: [Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, ], 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihanah Suzan
"Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui korelasi antara asupan vitamin D dengan kadar 25(OH)D serum pada pasien lupus eritematosus sistemik perempuan usia dewasa.
Metode: Peneltian ini merupakan penelitian potong lintang pada 36 pasien SLE perempuan dewasa dari Poliklinik Reumatologi di RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Pengambilan data subyek meliputi usia, klasifikasi penyakit SLE, obat-obatan yang digunakan, tipe kulit, penggunaan tabir surya, bagian tubuh yang tertutup pakaian, lama terpajan sinar matahari, indeks massa tubuh (IMT), asupan vitamin D, dan kadar 25(OH)D serum.
Hasil: Sebagian besar (41,7%) subyek berusia antara 36–45 tahun, tergolong klasifikasi SLE ringan (52,8%), selalu menggunakan tabir surya (63,9%), tipe kulit IV (69,4%), dan memakai pakaian yang menutupi seluruh/sebagian besar tubuh (69,4%), serta tidak terpajan dan terpajan sinar matahari <30 menit (77,8%). Semua subyek menggunakan kortikosteroid. Separuh subyek memiliki berat badan normal berdasarkan IMT, sebagian besar (55,6%) subyek mempunyai asupan vitamin D cukup berdasarkan AKG 2012, dan 28 subyek (77,8%) menderita defisiensi vitamin D ( kadar 25(OH)D serum <50 nmol/L). Didapatkan korelasi positif yang sedang antara asupan vitamin D dengan kadar 25(OH)D serum pada subyek penelitian (r = 0,52; P <0,01).
Kesimpulan: Terdapat korelasi positif yang sedang antara asupan vitamin D dengan kadar 25(OH)D serum pada pasien SLE perempuan dewasa (r = 0,52; P <0,01).

Objective: the aim of the study is to investigate the correlation between vitamin D intake and serum 25(OH)D concentration of adult woman SLE patients.
Methods: A cross-sectional study was conducted in 36 adult woman patients with SLE from Rheumatology Clinic of the Departemen of Internal Medicine Dr. Cipto Mangunkusumo hospital. Data collection included age, SLE classification, drugs, skin type, use of sunscreen, part of the body covered by clothes, length of sun exposure, body mass index (BMI), vitamin D intake, and serum 25(OH)D concentration.
Results: Most of the subjects (41.7%) aged 36–45 years old, classified as mild SLE (52.8%), always used sunscreen (63.9%), skin type IV (69.4%), wearing clothes that covered all or almost of the body (69.4%), and not exposed or had sun exposure less than 30 minute (77.8%). All subjects used corticosteroid. Based on BMI half of the subjects had normal body weight, Based on AKG 2012 most (55.6%) had adequate vitamin D intakes, and 28 subjects (77.8%) were in vitamin D-deficient (serum 25(OH)D concentration <50 nmol/L). There were moderate positive correlation between vitamin D intake and serum 25(OH)D concentration in subjects (r = 0.52; P <0.01).
Conclusion: There were moderate positive correlation between vitamin D intake and serum 25(OH)D concentration of adult woman SLE patients (r = 0.52, P <0.01).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Noor Miati
"LATAR BELAKANG: Infertilitas laki-laki salah satunya diakibatkan ketidakseimbangan transpor ion pada spermatozoa, yang dapat menyebabkan gangguan motilitas spermatozoa. Keseimbangan transpor ion untuk memelihara homeostasis spermatozoa yang dimediasi oleh ATPase, diantaranya adalah Na+, K+-ATPase dan Ca2+-ATPase. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa aktivitas spesifik Na+, K+-ATPase dan Ca2+-ATPase menurun pada kelompok astenozoospermia. Akan tetapi belum diketahui bagaimana aktivitas spesifik Na+, K+-ATPase dan Ca2+-ATPase pada kelompok infertilitas lain, yaitu oligoastenoteratozoospermia (OAT) dan nekrozoospermia. Oleh karena itu, pada penelitian ini diteliti aktivitas spesifik Na+, K+-ATPase dan Ca2+-ATPase beserta ekspresi protein Na+, K+-ATPase isoform α4 dan PMCA4 pada kelompok OAT dan nekrozoospermia.
METODE: Pada sampel dilakukan analisis semen, isolasi sel, protein dan fraksi membran. Analisis semen dilakukan secara mikroskopik dengan makler, disertai uji HOS dan viabilitas. Aktivitas enzim diukur berdasarkan kemampuan ATPase melepaskan fosfat organik dari ATP dan ditetapkan sebagai aktivitas spesifik. Ekspresi protein Na+, K+-ATPase isoform α4 dan PMCA4 dilakukan dengan teksnik western blot, sedangkan distribusi proteinnya digunakan teknik imunositokimia.
HASIL: Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa hampir pada seluruh parameter baik motilitas, viabilitas, integritas membran, aktivitas Na+,K+-ATPase dan Ca2+- ATPase, serta ekspresi protein Na+,K+-ATPase Isoform α4 dan PMCA4 pada kelompok OAT dan nekrozoospermia cenderung lebih rendah dibandingkan dengan normozoospermia. Penurunan ekspresi PMCA4 pada kelompok OAT dan nekrozoospermia berbeda bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan normozoospermia. Hasil uji korelasi ekspresi Na+,K+-ATPase Isoform α4 dengan aktivitas spesifik Na+,K+-ATPase menunjukkan korelasi negatif yang lemah namun tidak bermakna. Demikian pula halnya dengan hasil uji ekspresi PMCA4 dan aktifitas spesifik Ca2+-ATPase.
KESIMPULAN: Aktivitas spesifik Na+,K+-ATPase dan Ca2+-ATPase serta ekspresi Na+,K+-ATPase isoform α4 dan PMCA4 yang tinggi diperlukan untuk mendukung homeostasis sperma sehingga sperma mempunyai motilitas yang baik.

BACKGROUND: Male infertility could be caused by sperm motility disorders. This condition is caused by imbalance ion transport. The balance of ion transport to maintain homeostasis of spermatazoa, is mediated by the ATPase, including the Na+,K+-ATPase and Ca2+-ATPase. Several studies have shown that the specific activity of Na+,K+-ATPase and Ca2+-ATPase decreased in group astenozoospermia. There is no data about the specific activity of Na+,K+-ATPase and Ca2+-ATPase in the other infertility cases, i.e, oligoasthenoteratozoospermia (OAT) dan necrozoospermia group. Therefore, this study investigated the specific activity of Na+,K+-ATPase and Ca2+-ATPase and the expression of Na+,K+-ATPase isoform α4 and PMCA4 protein in both cases.
METHODS: Samples were examined for semen analysis, cell isolation, proteins and membrane fractionation. Semen analysis performed microscopically by Makler, accompanied by HOS and viability test. Enzyme activity is measured by the ability ATPase to release organic phosphate from ATP and defined as a specific activity. The protein expression of Na+,K+-ATPase isoform α4 and PMCA4 done with western blot technique, while the distribution of the protein used immunocytochemistry techniques.
RESULT: This study showed that almost all the parameters such as motility, viability, membrane integrity, the activity of Na+,K+-ATPase and Ca2+-ATPase, and protein expression of Na+,K+-ATPase isoforms α4 and PMCA4 in the OAT and necrozoospermia were tendency lower than the normozoospermia. Decrease expression of PMCA4 on OAT and nekrozoospermia group were significantly difference compared to normozoospermia. The correlation of Na+,K+-ATPase isoform α4 intensity with specific activity of Na+,K+-ATPase as well as PMCA4 was weak negatife but not significantly.
CONCLUSSION: The specific activity of Na+,K+-ATPase and Ca2+-ATPase and high expression of Na+,K+-ATPase isoform α4 and PMCA4 support homeostasis condition in sperm leading achievement of good motility.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Dwi Hartuti
"Latar belakang: Plasmodium falciparum merupakan salah satu parasit penyebab penyakit malaria yang menyerang manusia. Mitokondria P. falciparum memiliki perbedaan komponen dengan manusia terutama jenis enzim yang terlibat dalam rantai transpor elektron. Malat: kinon oksidoreduktase MQO adalah enzim fungsional yang bekerja dalam mengkatalisis konversi malat menjadi oksaloasetat yang dibutuhkan pada siklus asam sitrat. Elektron yang dihasilkan akan dimanfaatkan untuk pembentukan ATP melalui fosforilasi oksidatif. a-mangostin merupakan senyawa xanton utama yang berasal dari manggis, Garcinia mangostana Linn. Ekstrak kulit buah manggis dan a-mangostin diketahui memiliki efek antiplasmodium yang dibuktikan melalui penelitian in vitro.
Metode: Enzim rekombinan PfMQO diekspresikan pada bakteri Eschericia coli BL21star DE3 . Fraksi membran E.coli yang mengikat enzim diisolasi menggunakan sentrifugasi kecepatan 104.000xg. Karakteristik enzim PfMQO ditentukan secara spektrofotometri dengan mengikuti kinetika reaksi enzim terhadap substrat malat dan ubikinon pada 600 nm. Aktivitas penghambatan ?-mangostin terhadap PfMQO diuji dengan mengikuti reduksi ubikinon pada panjang gelombang 278 nm. Uji konfirmasi aktivitas inhibisi ?-mangostin dilakukan terhadap kultur P. falciparum in vitro dan sel limfosit manusia.
Hasil: PfMQO bekerja pada kondisi optimal di suhu 37 C dan pH netral. Enzim PfMQO yang terikat pada fraksi membran bakteri memiliki karakter nilai aktivitas spesifik sebesar 13,3890 ?mol/menit/mg, konstanta Michaelis-Menten Km untuk ubikinon sebesar 6,2090 0,6486 ?M dan Vmax sebesar 16,9600 0,5866 ?mol/menit/mg . Nilai konstanta Michaelis-Menten Km untuk malat sebesar 5,9960 0,3440 mM dan Vmax sebesar 16,4000 0,3838 ?mol/menit/mg . a-mangostin memiliki aktivitas penghambatan terhadap enzim PfMQO dengan nilai IC50 sebesar 1,7390 0,0077 M. Penghambatan a-mangostin terhadap enzim PfMQO di situs pengikatan malat dan ubikinon melalui mekanisme campuran dengan nilai konstanta inhibisi Ki masing-masing sebesar 2,3260 mM dan 1,6720 ?M. a-mangostin memiliki aktivitas penghambatan pertumbuhan terhadap kultur P. falciparum IC50 = 5,7060 1,0976 M . Uji toksisitas a-mangostin terhadap sel limfosit manusia memberikan nilai hambatan CC50 sebesar 11,3800 ?M. Evaluasi toksisitas ?-mangostin melalui nilai perhitungan SI didapatkan SI terhadap PfMQO sebesar 6,5440 dan kultur P. falciparum 1,9944.
Kesimpulan: Enzim MQO dalam tubuh parasit P. falciparum dapat ditetapkan sebagai target pengobatan malaria dan a-mangostin berpotensi untuk dikembangkan sebagai antimalaria namun masih bersifat toksik bagi sel manusia.

Background Plasmodium falciparum is one of parasite causing malaria disease that attacks human. Mitochondria of P. falciparum has a different component with human especially enzyme that involve in electron transport chain. Malate quinone oxidoreductase MQO is functional enzyme which catalyze conversion of malate to oxaloacetate which needed in citric acid cycle. Generated electron will be utilized to form ATP through oxidative phosphorylation. a mangostin is a main xanton of mangosteen, Garcinia mangostana Linn. Mangosteen pericarp extract and a mangostin have been known in having antiplasmodial effect by in vitro study.
Method PfMQO recombinant enzyme was expressed in bacteria Eschericia coli BL21star DE3 . E.coli membrane fraction that expressed enzyme were isolated using centrifugation 104.000 x g. Characterization of PfMQO were determined by spectrophotometry with following kinetic reaction of enzyme to malate and ubiquinone as substrate at 600 nm. Inhibition activity mangostin against PfMQO were assayed by following ubiquinone reduction at 278 nm. Confirmation test of mangostin inhibition activity were conducted againts Plasmodium falciparum culture in vitro and human lymphocyte cell.
Results PfMQO has an optimum condition at 37 C and netural pH. PfMQO enzyme which bind on bacterial membrane fraction has a specific activity 13.3890 mol minutes mg, Michaelis Menten value Km for ubiquinone is 6.2090 0.6486 M and Vmax is 16.9600 0.5866 mol minutes mg . Michaelis Menten value Km for malate is 5.9960 0.3440 mM and Vmax is 16.4000 0.3838 mol minutes mg . mangostin has inhibition activity against PfMQO enzyme with inhibition concentration IC50 value of 1.7390 0.0077 M. Inhibition of mangostin to PfMQO at malate and ubiquinone binding site by mixed type inhibition with inhibition constant Ki values are 2.3260 mM and 1.6720 M, respectively. mangostin has inhibition activity to P. falciparum growth with IC50 value of 5.7060 1.0976 M. Toxicity value CC50 to human lymphocyte cells is 11.3800 M. Evaluation of mangostin toxicity based on SI with SI value to PfMQO of 6,5440 and to P. falciparum culture of 1,9944.
Conclusion PfMQO enzyme in parasite P. falciparum body could be determined as malaria drug target and a mangostin is potential to be developed as antimalarial agent but still toxic for human cell. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ingka Nilawardani
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui suplernentasi vitamin B12 pada penderita HIV terhadap jumlah CD4, sehingga diharapkan dapat mencegah progresivitas penyakit HIV. Penelitiam ini merupakan uji klinis tanpa pembanding, terhadap 15 orang pasien HIV di poliklinik UPT HIV RSUPNCM Jakarta mulai satu Februari sampai dengan 20 April 2010. Subyek mendapat suplementasi vitamin B12 (metilkobalamin) 1000 pg/had, peroral, sclama enam minggu. Data dikumpulkan meliputi data demografi (usia dan jenis kelamin), adanya hepatitis gastroenteritis dan infeksi akut selama penelitian, status gizi (indeks massa tubuh), analisis asupan zat gizi dengan metode had record 3 x24 jam dan FFQ semikuantitatit2 lcadar vitamin B12 serum dan jumlah CD4. Analisis data menggunakan uji t berpasangan atau Wiicoxon dengan batas kemaknaan p < 0,05. Sebanyak 15 subyek mengikuti penelitian sampaj sclesai. Setelah enam minggu perlakuan, didapatkan adanya peningkatan yang bennakna terhadap kadar vitamin Bn serum awal 270,71 i 71,04 pmol/L, pada akhir perlakuan 419,11 =4= 122,95 pmol/L meningkat signiiikan (p > 0,001). Terdapat 11 dari 15 subyek mengalami peningicatan jumlah CD4 pada akhir penelitian. Median jumlah CD4 subyek pada awal penelitian 143 (23 - 372) sei/pL dibandingkan dengan median pada akhir pcrlakuan 166 (18 - 428) /pL, didapatkan perubahan signifikan (p = 0,03l). Uji korelasi Spearman, tidak menunjukan korelasi bermakna antara perbedaan jumlah CD4 dengan perbedaan kadar vitamin B12 serum (r= -0,375, p= 0,l68). Dcngan demikian dapat disimpulkan bahwa, walaupun tidak terdapat korelasi pada perbedaan jumlah CD4 dan kadar vitamin B12, namun suplementasi vitamin B12 menggunakan metilkobalamin 1000 pg/hari, peroral, selama enam minggu pada penderita HIV dapat meningkatkan secara bcrmakna kadar vitamin Bn serum dan terdapat perubahan bermakna jumlah CD4.

ABSTRACT
The aim of this study is to find the effect of Vitamin B12 supplementation in HIV patients on the counts of CD4 so it would prevent the HIV progressiveness in RSUPNCM Jakarta. It is an one-armed clinical trial in 15 HIV patients in UPT HIV RSUPNCM Jakarta. The subjects received vitamin B12 (methylcobalamin) supplementation 1000 ug/day, per oral, for six weeks. The data was collected included demographic data (age and sex), the presence of hepatitis co-infection and gastroente1itis,and acute infection during nutritional status (body mass index), nutrition intake analysis with 3 x24 hours food record method and semi-quantitative FFQ, the level of serum vitamin B12 and CD4 counts. The study used paired t-test or Wilcoxon with significant value p < 0,05. There were I5 subjects who completely participated. After six weeks of intervention, there as a significant increment of early serum Vitamin Bl; level which was 270,71 1 71,04 pmol/L, and at the end ofthe intervention was 419,11 :h 122,95 pmol/L; increased significantly (p > 0,00l). There were ll of 15 subjects who had an increment at the end of the study. Early CD4 counts at the beginning of the study was 143 (23 - 372) cells/pL then changed significantly at the end of the study which was 166 (18 - 428) cells/pl., p = 0,03l. Though there was no significant correlation in CD4 counts difference to serum vitamin B12 level (r= -0,375, p= 0,l68)- It can be concluded that after six week intervention with vitamin B12 supplementation in methycobalamin form 1000 ug/day, per oral, in HIV patients would significantly increase serum vitamin B12 level and would significantly change CD4 counts, even-though there was no correlation on CD4 difference and vitamin Bl; level difference.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32066
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Margareth Joice Widiastuti
"Tujuan: Penelitian ini adalah studi potong lintang untuk mengetahui hubungan antara kadar vitamin E serum dan aktivitas superoxide dismutase (SOD) eritrosit pada penderita HIV/AIDS.
Bahan dan cara: Pengumpulan data dilakukan pada pasien rawat jalan di klinik Pokdisus, RSUPNCM Jakarta selama akhir Februari 2013 sampai bulan Maret 2013. Subyek diperoleh dengan metode consecutive sampling. Sebanyak 52 subjek memenuhi kriteria penelitian. Data dikumpulkan melalui wawancara, rekam medis, dan pengukuran antropometri untuk menilai status gizi, dan pemeriksaan laboratorium yaitu kadar vitamin E serum dan aktivitas SOD eritrosit.
Hasil: Sebagian besar subjek adalah laki-laki (51,9%), usia rata-rata adalah 34 ± 4,84 tahun. Malnutrisi terjadi pada 55,8% dari subyek dan semua subyek (100%) memiliki asupan vitamin E yang kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) Indonesia. Dalam penelitian ini, sebagian besar subjek telah mendapatkan terapi ARV (94,2%). Jumlah CD4 <200sel/uL ditemukan pada 17 subyek (32,7%). Kadar vitamin E serum yang rendah didapat pada semua subyek (100%) dengan nilai rata-rata kadar vitamin E serum 3,84 (1,77-7,32) umol / L, sementara aktivitas SOD eritrosit yang cukup ditemukan pada 53,8% dari subyek dengan nilai rata-rata 1542,1 ± 281,04 U / g Hb.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar serum vitamin E dan aktivitas SOD ditemukan dalam penelitian ini. (R = 0,047, p = 0,742).

Objective: The aim of this cross sectional study was to find a correlation between serum level of vitamin E and erythrocyte superoxide dismutase (SOD) activity in HIV/AIDS patients.
Material and method: Data collection was conducted at Pokdisus outpatient clinic, RSUPNCM Jakarta, from late February 2013 to March 2013. Subjects were obtained with the consecutive sampling method. A total of 52 subjects had met the study criteria. Data were collected through interviews, medical records, and anthropometry measurements to assess the nutritional status, and through laboratory examination (i.e. serum level of vitamin E and erythrocyte SOD activity).
Results: The majority of the subjects were male (51,9%) with a mean age of 34 ± 4.84 years. Malnutrition occured in 55.8% of the subjects and all subjects (100%) had vitamin E intake that is less than the Indonesian recommended dietary allowance (RDA). In this study, most subjects had already been on ARV therapy (94.2%). Low CD4 cell count was found in 17 subjects (32.7%). Vitamin E deficiency was found in all subjects (100%) with a median value of serum level of vitamin E of 3.84 (1.77 to 7.32) μmol / L, while normal SOD activity was found in 53.8% of the subjects with a mean value of 1,542.1 ± 281.04 U / g Hb.
Conclusion: No significant correlation between serum level of vitamin E and SOD activity was found in this study (r = 0.047, p = 0.742).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carolina
"Asupan serat dalam menu harian penyandang diabetes masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan serat dalam makanan selingan penyandang diabetes melitus (DM) 2 terhadap kadar glukosa darah. Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan desain menyilang alokasi acak pada 7 laki-laki dan 13 perempuan di Klinik Dokter Keluarga Kayu Putih Jakarta. Subyek penelitian dibagi dalam dua kelompok: kelompok kontrol mendapat anjuran diet DM dan kelompok perlakuan mendapat anjuran diet DM dan pemberian makanan selingan yang mengandung serat 6 gram/hari selama 3 minggu. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial dilakukan pada awal dan akhir perlakuan. Status gizi obes didapatkan pada 55% subyek. Sebagian besar subyek tidak mematuhi anjuran diet DM: asupan lemak tinggi sedangkan asupan serat 7,0–13,7 g/hari. Pada awal penelitian, kadar glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial serum kedua kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna. Setelah periode perlakuan, perubahan kadar glukosa darah tidak bermakna, namun terlihat cenderung menurun pada kelompok perlakuan. Kesimpulan: pada penyandang DM tipe 2, pemberian makanan selingan yang mengandung serat 6 gram selama 3 minggu tidak menurunkan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial serum.

Fiber intake in the daily menu of diabetes patients was observed to be lower than recommendation. The aim of this study was to evaluate the effect of fiber supplementation as snack on blood glucose levels in type 2 diabetic subjects. This randomized, cross-over controlled clinical trial involved 7 men and 13 women, who visited to Family Doctor Clinic Kayu Putih in Jakarta. Subjects were assigned into two groups: control group who got diabetic diet recommendation, while treatment group got diabetic diet recommendation and snack containing 6 grams fiber/day for three weeks. Fasting blood glucose (FBG) and 2 hours postprandial blood glucose (PPBG) levels were assessed before and after intervention. Fifty five percent of the subjects were obese. Majority of subjects could not comply with diabetic regiment: high in fat, while fiber intakes was around 7.0–13.7 g/day. At baseline, FBG and PPBG levels were comparable. After intervention period, blood glucose level did not changed significantly, but tend to decrease in the treatment group. In conclusion: snack containing 6 grams of fiber for three weeks did not decrease FBG and PPBG of type 2 diabetic subjects."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfah Lutfiah
"Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan ekspresi mRNA dan aktivitas spesifik H,K-ATPase serta ekspresi mRNA CA 9 dan aktivitas spesifik CA total pada lambung tikus yang diinduksi hipoksia sistemik kronik.
Metode: Penelitian ini menggunakan 25 tikus jantan Sprague-Dawley (Rattus norvegicus). Hewan coba dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol, hipoksia 1 hari, hipoksia 3 hari, hipoksia 5 hari, dan hipoksia 7 hari. Seluruh hewan coba (kecuali kelompok kontrol) diinduksi hipoksia dengan memberikan 10% O2 dan 90% N2. Setelah diberikan perlakuan induksi, seluruh hewan coba dikorbankan, kemudian jaringan lambung diisolasi, dan digunakan sebagai sampel. Parameter yang diukur adalah ekspresi dan aktivitas spesifik H,K-ATPase dan CA. Ekspresi mRNA diukur menggunakan real time RT-PCR, aktivitas spesifik H,K-ATPase menggunakan fosfat sebagai larutan standar, dan aktivitas spesifik CA total menggunakan p-nitrofenol sebagai larutan standar.
Hasil : Ekspresi mRNA H,K-ATPase berubah mulai hari pertama induksi sampai hari ketujuh. Perubahan tersebut berbeda bermakna (Kruskal-Wallis, p=0,003). Ekspresi mRNA H,K-ATPase meningkat pada hari pertama induksi, dan menurun drastis dari hari ketiga sampai hari ketujuh. Ekspresi tertinggi terjadi pada hari pertama. Aktivitas spesifik H,K-ATPase juga berubah mulai hari pertama induksi sampai hari ketujuh, tetapi perubahan tersebut tidak berbeda bermakna (ANOVA, p=0,126). Aktivitas spesifik H,K-ATPase meningkat pada hari pertama induksi, kemudian mengalami penurunan pada hari ketiga dan kelima, dan naik kembali pada hari ketujuh. Aktivitas tertinggi terjadi pada hari ketujuh. Ekspresi mRNA CA 9 berubah mulai hari pertama induksi sampai hari ketujuh, tetapi perubahan tersebut tidak berbeda nermakna (Kruskal-Wallis, p=0,06). Ekspresi mRNA CA 9 lebih rendah dibanding kontrol, dan ekspresi terendah pada hari ketujuh. Aktivitas spesifik CA total berubah mulai hari pertama induksi sampai hari ketujuh. Perubahan tersebut berbeda bermakna (ANOVA, p=0,003). Aktivitas spesifik CA total menurun pada hari pertama dan ketiga, kemudian meningkat pada hari kelima sampai hari ketujuh. Aktivitas tertinggi terjadi pada hari ketujuh.
Kesimpulan: Kondisi hipoksia menyebabkan terjadinya perubahan ekspresi dan aktivitas enzim pada lambung. Ekspresi mRNA H,K-ATPase dan CA 9 mengalami penurunan, sementara itu, aktivitas spesifik H,K-ATPase dan CA total mengalami penurunan.

Background: The purpose of research is to analyze the alteration of H,K-ATPase mRNA expression and specific activity; CA 9 mRNA expression and total CA specific activity in rat gastric were induced by chronic systemic hypoxic.
Methods: The research used twenty five male Sprague-Dawley rats (Rattus norvegicus). Animals were divided into 5 groups, control, 1, 3, 5, and 7 days hypoxia. All of rats (except the control group) were induced by hypoxia with 10% O2 and 90% N2 supply. After treatment, all of rats were sacrificed, and gastric tissue were isolated and used as samples. Parameter measured were expression and specific activity of H,K-ATPase and carbonic anhydrase. The mRNA expression were measured using real time RT-PCR, specific activity of H,K-ATPase used phosphate as standard solution, and activity of total CA used p-nitrophenol as standard solution.
Results: The expression of mRNA H,K-ATPase changed from the first to seventh day of observation. Change of expression was significant (Kruskal-Wallis, p=0,003). The expression of mRNA H,K-ATPase increased in the first day, and drastically decreased from the third to the seventh day. The highest of expression on the first day. Specific activity of H,K-ATPase was also changed from the first to the seventh day, but not significant (ANOVA, p=0,126). Specific activity of enzyme increased in the first day, decreased in the third and the fifth day, and increased again in the seventh day. The highest of activity on the seventh day. The expression of mRNA CA 9 changed from the first to the seventh day, but not significant (Kruskal-Wallis, p=0,06). The expression of mRNA CA 9 was lower than control, and the lowest on the seventh day. Specific activity of total CA changed from first to seventh day. Change of activity was significant (ANOVA, p=0,003). Specific activity of enzyme decreased in the first and the third day, and increased in the fifth to the seventh day. The highest of activity on the seventh day.
Conclusion: Hypoxia condition caused alteration of gastric?s enzyme expression and activity. The expression of mRNA H,K-ATPase and CA 9 were decreased, whereas, specific activity of H,K-ATPase and total CA were increased.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnama Fajri
"Latar Belakang: Sampai saat ini belum ada terapi yang digunakan untuk mencegah iron overload pada pasien talasemia. Studi terdahulu menunjukkan bahwa ekstrak daun Mangifera foetida L. dapat menurunkan kadar besi pada model iron overload in vitro dan in vivo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi ekstrak daun Mangifera foetida L. dalam mencegah terjadinya iron overload pada tikus yang diinduksi besi.
Metode: Tiga puluh tikus Sprague-Dawley jantan dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok normal (tidak diberi perlakuan), kelompok iron overload (IO) dan kelompok dosis setara mangiferin (DSM) 50,100, dan 200 mg/kg BB. Kelompok IO, DSM 50, DSM 100, dan DSM 200 diberikan bersama dengan induksi Fe dekstran secara intraperitonial 15 mg seminggu dua kali selama 4 minggu. Sebelum dan sesudah 4 minggu percobaan hewan coba diambil darah dan urinnya. Setelah 4 minggu hewan coba diterminasi dan diambil organ limpa, hati, dan jantung. Pemeriksaan yang dilakukan adalah aktivitas SOD plasma, Fe urin, Fe limpa, Fe plasma, kadar mangiferin darah, dan kadar ferritin darah.
Hasil: Ekstrak daun Mangifera foetida L. tidak dapat mencegah kenaikan Fe di plasma, dan limpa. Terjadi penurunan aktivitas SOD, yang disertai dengan peningkatan konsentrasi ferritin.
Kesimpulan: Ekstrak daun Mangifera foetida L. tidak terbukti dapat mencegah peningkatan kadar besi, ferritin dan penurunan aktivitas antioksidan pada tikus yang diinduksi besi.

Introduction: Presently, there is no available agent for the prevention of iron overload in thalassemia patients. Previous studies had shown that Mangifera foetida L. leaves extract reduced the levels of iron in iron overload in vitro and in vivo models. The present study aimed to determine the efficacy of Mangifera foetida L. leaves extract in the prevention of iron overload in the rats induced with iron.
Methods: Thirty male Sprague-Dawley rats were divided into 5 groups treated with: none (untreated), iron overload (IO), equivalent dose group mangiferin (DSM) 50, DSM 100 and DSM 200 mg / kg BB. Fe dextran 15 mg intraperitoneal twice weekly for 4 weeks were given together with IO group, DSM 50, DSM 100 and DSM 200. Urine and blood samples were taken before and after treatments. After 4 weeks of treatment, rats were terminated and samples of spleen, liver, and heart were taken. SOD activities were done in plasma, Levels of Fe were determined in plasma, urine and spleen, while Ferritin and mangiferin levels were determined from plasma.
Results: Mangifera foetida L. leaves extract did not prevent the increase of Fe plasma, and spleen. SOD activities were shown to decrease, along with the increase of ferritin concentrations.
Conclusion: Mangifera foetida L. leaves extract could not prevent the increased levels of iron, ferritin and decreased antioxidant activity in rats induced by iron."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Ema Hulina Wissaputri
"Tujuan penelitian uji klinis ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian kolostrum sapi terhadap jumlah limfosit CD4+ penderita HIV. Penelitian dilakukan di UPT HIV RSUPNCM, mulai bulan Pebruari 2010 sampai dengan Mei 2010. Sebanyak empat puluh subyek terseleksi dari penderita HIV dengan metode consecutive sampling. Dengan alokasi random blok, dihasilkan dua puluh subyek mendapat kolostrum sapi dan konseling gizi, dan dua puluh subyek lain hanya mendapat konseling gizi saja. Data dikumpulkan sebelum dan setelah periode perlakuan melalui wawancara, pengukuran antropometrik dan pemeriksaan laboratorium darah untuk penentuan jumlah limfosit CD4+. Data asupan makanan ditentukan dengan menggunakan metode food record 1 hari dalam seminggu pada awal dan a.ldrir penelitian. Selama periode penelitian, empat subyek di drop out karena kondisi memburuk (satu orang), tugas keluar kota (dua orang) dan satu orang tidak dapat dihubungi.
Nilai rerata jumlah limfosit CD4+ sebelum pemberian kolostrum sapi pada kelompok perlakuan adalah 188,67±79,29 sel/mm sedang pada kelompok kontrol 186,56±83,48 sel/mm dengan uji t tidak berpasangan kedua kelompok memberikan hasil tidak berbeda bermakna (p=0,938). Setelah perlakuan, terjadi peningkatan jumlah limfosit CD4+ pada kedua kelompok menjadi 246,06±161,18 sel/mm pada kelompok perlakuan, sedang pada kelompok kontrol menjadi 201,61±83,5 sel/mm dengan uji t tidak berpasangan menunjukkan hasil tidak berbeda bermakna. Skor kualitas hidup dengan menggunakan SF-36v2 pada kelompok perlakuan memberikan nilai rata 108,78 dan di akhir penelitian menjadi 113. Pada kelompok kontrol, sebelum perlakuan didapatkan nilai rata skor kualitas hidup adalah 108,89, setelah enam minggu, nilairerata menjadi 111,94. Uji t tidak berpasangan pada kelompok perlakuan maupun kontrol tidak menunjukan perbedaan yang bermakna. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa setelah pemberian kolostrum sapi selama enam minggu dapat mingkatkan jumlah limfosit CD4+ dan skor kualitas hidup yang secara statistik tidak bermakna. Walaupun secara statistik tidak bermakna, tetapi secara klinis ada manfaatnya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T29146
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>