Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Batoro Moch. Sardjana
Abstrak :
ABSTRAK
Pendapat orang tentang pikiran Nathaniel Hawthorne sangat beragam. Sebagian mengatakan bahwa dia seorang Puritan sebagian yang lain menyatakan bahwa dia seorang Transendental.

Karya ini mencoba untuk meneliti pikiran novelis ini dalam karya puncaknya, The Scarlet Letter, dengan tujuan untuk menampilkan sisi lain pemikirannya dari kaca mata saya selaku orang Indonesia.

Mengingat pernyataan Hawthorne dalam "The Custom House", bahwa watak nenek moyangnya yang Puritan berjalinan kuat dengan wataknya, dan bahwa dia menghirup paham Transendentalisme, saya mengajukan sebuah tesis: dalam pikiran Hawthorne dalam karyanya itu terdapat ambivalensi antara Puritanisme dan Transendentalisme.

Bertolak dari teori RJ Rees dalam bukunya English Literature, bahwa fungsi sastra ialah mengungkapkan dan mengkomunikasikan pikiran serta sikap pengarangannya terhadap hidup, maka untuk mencapai tujuan itu, saya menggunakan pendekatan Sejarah Biografi menurut Guerin et al, yang ditopang dengan pendekatan intrinsik menurut Rene Wellek dan Austin Warren dalam buku mereka Theory of Literature .

Hasil akhir penelitian mengungkapkan bahwa pikiran Hawthorne dalam karyanya itu bersifat ambivalen antara Puritanisme dan Trasendentalisme, dengan titik berat pada Trasendentalisme.
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Suryandari
Abstrak :
Penelitian ini mengenai makna mobile home di Amerika dengan menggunakan model analisis diskursus kritis (Critical Discourse Analysis) versi Norman Fairclough (1995). Dalam penelitian ini teks primer mengenai mobile home bersumber pada 10 (sepuluh) buku. Sedangkan beberapa jenis data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas artikel-artikel jurnal mengenai mobile home yang dikumpulkan melalui internet. Mobile home adalah rumah siap pakai yang dirakit di pabrik dan dapat langsung diletakkan secara utuh di lokasi (Hart:2002 ). Istilah mobile home digunakan sebagai judul tulisan ini berdasarkan pendapat Wallis (1997) yang menyatakan bahwa istilah mobile home mengandung konsep hibrid tentang trailer dan manufactured home. Istilah mobile home merupakan jalan tengah terhadap istilah trailer dan manufactured home, selain itu, istilah ini merupakan istilah mum yang digunakan oleh para penulis dari kalangan akademisi maupun pers untuk mendeskripsikan mengenai trailer dan manufactured home. Pendekatan yang digunakan adalah cultural studies yang menempatkan makna sebagai sesuatu yang dikonstruksi melalui pengetahuan untuk mendukung praktek-praktek ideologi di dalam masyarakat tersebut. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis diskursus kritis (Critical Discourse Analysis, disingkat CDA) versi Norman Faiclough (1995). Metode analisa ini dikenal dalam ilmu budaya sebagai salah satu bentuk analisa tekstual. Fairclough (1995) mengatakan bahwa CDA dalam hal ini bukanlah semata-mata studi bahasa (linguistik tradisional) tetapi juga menghubungkannya dengan konteks sosial. Tujuan penelitian ini adalah mernbuktikan adanya praktek diskursus dalam proses pernaknaan mobile home di dalam masyarakat Amerika. Dari Hasil penelitian disimpulkan bahwa telah terjadi praktek-praktek diskursus dalam proses pemaknaan mobile home yang dilakukan oleh pemerintah melalui institusi-institusi yang mengatur masalah perumahan dan kalangan produsen mobile home yang memiliki kepentingan untuk memasarkan produknya. Praktek-praktek diskursus mengenai mobile home dilakukan rnelalui bentuk representasi fi-ontier di media massa oleh kalangan industri mobile home, dan melalui kebijakan-kebijakan yang dikcluarkan oleh institusi-institusi pemerintah Amerika Serikat yang menangani masalah perumahan. Kebijakan-kebijakan tersebut menempatkan mobile home ke dalam posisi yang dilematis, yaitu : di satu sisi pemerintah Amerika Serikat membutuhkan mobile home sebagai alternatif rumah dengan harga yang tcijangkau bagi keluarga-keluarga muda Amerika. Sementara di sisi lain, kebijakan zoning dan pembalasan pemakaian highway dalam distribusi mobile home membuat mobile home tetap dalam posisinya yang inferior dibandingkan dengan rumah permanen.
This thesis is about the meaning of mobile home in America using a Critical Discourse Analysis method by Norman Fairclough (1995). This research base on 10 primary books and several secondary data such as articles from journals and internet. Mobile home is a home that built in fabric and can be moved to the location where the owner want to live on. The First "mobile homes" were camper trailer, often homemade, that were towed behind the family car as a better vacation home than a tent. Many authors are using the terms of trailer and mobile home both to refer to the same subject. The term of manufactured home only popular among the US Government and mobile home's businessman. This thesis uses cultural studies approach to analyze the meaning of mobile home in America. The goal of this thesis is to prove that the meaning of mobile home in America was constructed by the US Government using the practice of discourse, such as zoning and highway rules, by the mobile home's businessman, and also by the local community.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T17607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Yatini
Abstrak :
INTRODUCTION
A scientific movement called the Enlightenment came to America around 1770. It originated in the same movement which had spread through Euro e after the coming of the Renaissance in the fourteenth century. During this era, people sought, explored and invented new things such as Galileo telescope, Newton's law of gravitation and so forth. This spirit of exploration began to dominate intellectual life in America and turned the pessimistic orthodox Puritan notions of the eucated classes into more liberal views. The Englightment put reason above autorithy. It encourage scientific inquiry and a eliefe in the perfectibility of man. The philosopher of the Enlightenment rejected the gloomy determinism of orthodox Puritanism that man was totally depraved and the belief in origin sin.

This pessimistic notion was derived from Calvinism which believed in the divinity of God, the power of the Bible and the inscrutability of nature (Horton & Edwards, 1952: p.50).
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Bambang Supeno
Abstrak :
Setiap pemasukan amandemen dapat dianggap sebagai penemuan titik equilibrium atau titik konsensus baru bagi bangsa Amerika, maka selama lebih dari 2 abad sejarah perkembangannya sudah terjadi 27 kali perubahan titik equilibrium atau titik konsensus (menurut Michael Kammen "conflict within xoncensus"). Hal ini menunjukkan bab prinsip dan nilai-nilai dasar bangsa Amerika yang diyakini sebagai ideologi tidak hanya menunjukkan adanya fleksibilitas secara formal dan teoritis, tetapi juga dalam wujud realitanya. Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mendalami teori-teori interpretasi konstitusi dengan kasus-kasus Amandemen Pertama yang ber- kaitan dengan ruang lingkup kekuasaan legislatif dan eksekutif.
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Lydia Siwy Syauta
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Turan
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian ini bertolak dari pemikiran bahwa bentuk pengelolaan Satuan Pengamanan dapat terpola secara terorganisasi dan berada di dalam struktur ataupun dapat pula terpola di luar struktur organisasi suatu organisasi perusahaan. Namun kemudian, lingkup dan sifat pengelolaan perusahaan yang otonom yang ditentukan oleh keinginan, kepentingan dan kebutuhan perusahaan sangat mempengaruhi pola pengelolaan dan penggunaan Satpam. Hal ini karena fungsi pengamanan yang diwadahi dalam organisasi perusahaan ditentukan oleh visi, interprestasi serta pemahaman fihak pengelola terhadap masalah keamanan, penggunaan sumber-sumber serta cara pengelolaan yang dipilih. Permasalahan yang pertama dalam penelitian ini adalah mengenali dan memahami sejauh mana pengaruh pola dan dinamika organisasi perusahaan terhadap fungsi-fungsi pengamanan. Kemudian, masyarakat juga turut membentuk pola penyelenggaraan yang kini diterapkan. Minat, sikap dan pendapat masyarakat turut berperan dalam membentuk pola pengelolaan Satuan Pengamanan, Permasalahan yang kedua adalah dalam penelitian ini adalah bagaimana sikap dan pendapat masyarakat yang menjadi target pengamanan atas pola pengelolaan Satuan Pengamanan yang diterapkan. Permasalahan yang ketiga adalah berhubungan dengan keterkaitan antara penyelenggaraan pengamanan swakarsa, dalam hal ini penyelenggaraan Satuan Pengamanan dengan peran-peran aparat negara dalam pelaksanaan fungsi pemolisian. Permasalahan yang ketiga ini mencakup bagaimana pola hubungan kerja antara pengelola Satuan Pengamanan dengan pihak-pihak terkait. Penelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian kualitatif. Namun demikian, data tertentu diliput dengan kuesioner. Analisis atas data yang dihimpun dengan kuesioner diolah secara manual dan dianalisis pada tingkat analisis persentase. Data mengenai perilaku manajemen dihimpun dengan metoda observasi dan wawancara tidak berstruktur. Penelitian ini mengungkapkan bahwa dalam suatu gabungan usaha atau corporate group seperti PT. Jaya Real Property, pengelolaan keamanan tidak terwadahi dengan benar. Kemudian, terdapat kecenderungan bahwa fungsi pengamanan lebih diarahkan untuk pengamanan objek-objek yang menjadi milik perusahaan seperti apartemen-apartemen, pertokoan/ swalayanlplaza, lingkungan perkantoran dan perhotelan sebagai hasil produksinya. Terdapat pula kecenderungan mereduksi fungsi pengamanan yang kemudian hanya diarahkan untuk pengaturan keamanan, ketertiban serta kelancaran lalu lintas. Hal ini nampaknya dilakukan oleh manajemen perusahaan dalam rangka menjaga citra hunian demi kepentingan bisnis perusahaan. Kecenderungan bahwa penetapan dan penekanan kebijakan pengamanan terhadap public area kurang mencerminkan konsepsi pengamanan terpadu. Selanjutnya ditemukan bahwa lingkup dan kewenangan koordinator keamanan masih bersifat terbatas, hanya meliputi pengelolaan dan pembinaan sumber daya manusia, pengelolaan sarana dan prasarana keamanan serta prosedur keamanan. Pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan mutu Satpam yang diperlukan tidak atau belum terprogramkan secara jelas. Pengelolaan keamanan dan pendayagunaan Satuan Pengamanan di lingkungan PT. Jaya Real Property, pada hakekatnya bersifat non struktural. Manajemen PT. Jaya Real Property menempatkan pengelolaan keamanan di kawasan Taman Bintaro Jaya berada di luar struktur organisasi PT. Jaya Real Property. Kebijakan manajemen PT_ Jaya Real Property ditandai dengan fungsi dari departemen atau organisasi yang dibebani tugas keamanan di PT. Jaya Real Property tersebut, tidak berkemampuan untuk menjalankan fungsi keamanan karena keterbatasan kewenangannya. Pola pengamanan yang non struktural ini telah menimbulkan in-efisiensi, kurang berkembangnya manajemen keamanan, serta sulitnya mengerahkan potensi perusahaan bilamana diperlukan untuk pengerahan dan penggerakan mendadak. Masyarakat juga turut membentuk pola penyelenggaraan yang kini diterapkan. Artinya, sikap dan pendapat masyarakat turut berperan dalam membentuk pola pengelolaan Satuan Pengamanan. Ditemukan bahwa sikap dan pendapat masyarakat (yang menjadi target pengamanan) atas pola pengelolaan Satuan Pengamanan telah mempengaruhi bentukbentuk pengelolaan Satuan Pengamanan. Dalam rangka peningkatan layanan kwalitas pengamanan untuk warga tidak terdapat realisasi kebijaksanaan perusahaan yang bertujuan untuk tetap memperhatikan kebutuhan pelanggan akan keamanan lingkungan. Sehingga telah menimbulkan tuntutan terbuka dari warga dan dari pelanggan terhadap inkonsistensi mutu pelayanan keamanan. Hubungan antara pengelolaan keamanan dan pendayagunaan Satpam dengan fihak pelanggan atau konsumennya (para penghuni kawasan sektor-sektor, proyek-proyek pengembangan baru dan para pengusaha) ditandai dengan masih rendahnya pemahaman dan pendalaman kedua belah pihak akan pentingnya komunikasi dan tukar-menukar informasi. Terdapat keterkaitan yang sangat erat antara pola penyelenggaraan pengamanan swakarsa, dalam hal ini penyelenggaraan Satuan Pengamanan dengan partai-partai aparat negara dalam pelaksanaan fungsi pemolisian. Pola hubungan kerja antara pengelola Satuan Pengamanan di lingkungan pemukiman Bintaro dengan pihak-pihak terkait lainnya, seperti dengan satuan Marinir dan Kodam masih ditandai dengan ketidak-jelasan hubungan kerja. Hubungan-hubungan kerja tersebut cenderung berubah-ubah sesuai tuntutan keadaan. Akibatnya adalah timbulnya sejumlah kesalahfahaman tatkala mengatasi kerusuhan yang terjadi pada bulan Mei 1998 lalu. Disarankan agar Polri memantapkan fungsi pembinaan Satpam ini. Di antaranya adalah memberikan bobot keberlakuan secara sosiologis dan psikologis, agar para pengelolalpengguna Satpam merasakan bahwa pembinaan Polri itu juga sebagai suatu kebutuhannya sendiri. Upaya berlanjut, sistematis dan metodis untuk mengenali dan memahami lebih obyektif dan realistis tentang bagaimana dan sejauhmana tuntutan kebutuhan akan keamanan serta pengelolaan/penggunaan Satpam yang berkembang di masyarakat, sehingga jabaran dan penerapan program pembinaan Satpam seperti yang ditugasi oleh Undang-Undang No. 28 tahun 1997 itu tidak hanya terbatas dan sebatas pada perumusan prinsip-prinsip umum pembinaan saja, akan tetapi secara lebih spesifik mencakup operasionalisasi pembinaan Satpam. Pendayagunaan Satuan Pengamanan memberikan penelusuran yang lebih jauh, sebagai upaya meningkatkan mutu pengamanan swakarsa di lingkungan pemukimanpemukiman dan kawasan terpadu dengan mengintegrasikan koordinator pengamanan dalam suatu manajemen kawasan masyarakat swakarsa, dipandang perlu untuk memahami dan mengenali pola-pola pengamanan yang cenderung bersifat spesifik dengan memahami sikap dan pandangan dari obyek dan subyek yang akan dibina. Sebab, pengelolaan sistim pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat swakarsa, sangat mengandalkan pemahaman dan pengenalan atas pola pengamanan keamanan yang berlangsung di masyarakatt. Kemudian, dalam hubungan-hubungan kerja dengan instansi terkait, khususnya di dalam rangka memelihara hubungan antara manajemen kawasan pemukiman dengan pihak-pihak terkait maka perlu dibentuk "Consultative Group" dan "Traffic Board" Pola kemitraan ini secara khusus akan bermanfaat untuk menangani kasus-kasus kejahatan ataupun penanggulangan kasus-kasus laka lintas.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Wahjono
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian tentang Perilaku Penyidik Dalam Proses Pemeriksaan di Polres "X" bertujuan untuk menunjukkan tentang proses pemeriksaan tersangka pelaku tindak pidana Pencurian Kendaraan Bermotor oleh penyidik dan penyidik pembantu Polri selaku alat negara penegak hukum. Permasalahan yang diteliti adalah pelaksanaan dari prosedur dan tatacara pemeriksaan terhadap tersangka tindak pidana Pencurian Kendaraan Bermotor baik oleh penyidik maupun penyidik pembantu. Selain daripada itu juga diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap pelaksanaan pemeriksaan tersangka, bentuk bentuk penyimpangan yang terjadi serta pola-pola perilaku yang muncul dalam proses pemeriksaan.

Proses pemeriksaan tersangka adalah suatu bagian dari proses penyidikan tindak pidana yang banyak berkaitan dengan hak-hak asasi manusia, sehingga harus dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan ketentuan perundang-undangan lainnya. Sebagai pedoman bagi penyidik KUHAP telah dijabarkan ke dalam Petunjuk Teknis tentang Penyidikan, termasuk di dalamnya tentang pemeriksaan tersangka dan saksi. Walaupun telah diatur oleh perundang-undangan dan peraturan lainnya, namun dalam pelaksanaannya masih banyak terjadi penyimpangan maupun pelanggaran.

Proses pemeriksaan merupakan interaksi antara penyidik dengan tersangka dalam bentuk tindakan-tindakan sosial dipengaruhi oleh kualitas profesionalisme penyidik sendiri serta faktor-faktor lingkungannya. Tindakan-tindakan sosial yang dilakukan secara terus menerus dan cenderung dipertahankan serta cenderung dibenarkan oleh lingkungannya yang akhirnya akan menjadi pola-pola perilaku, baik itu yang bersifat positif (normatif) maupun negatif (menyimpang).

Untuk menjadikan Fold sebagai sosok yang dicintai dan disegani oleh masyarakat serta mampu mengatasi segala tantangan dan hambatan yang menjadi beban tugasnya, Fold perlu membenahi dan meningkatkan profesionalismenya yang dalam setiap tindakannya selalu memperhatikan asasasas dan norma-norma yang berlaku, terutama dalam bidang penyidikan tindak pidana termasuk proses pemeriksaannya yang akan terwujud dalam pola-pola perilaku dalam pelaksanaan tugasnya.

1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Barbara B.
Abstrak :
Latar Belakang


Perbudakan sudah menjadi bagian dari sistim ekonomi Amerika sejak awal abad 17. Ekonomi Perkebunan atau aktivitas ekonomi yang berbasiskan usaha-usaha dibidang perkebunan seperti perkebunan: tembakau, jagung, indigo (nila) tebu, kapas,rami dan padi.

Luas perkebunan itu mencapai ribuan hektar, sehingga tidak mungkin ditangani tanpa bantuan tenaga budak yang dapat dipaksa bekerja. Demikian dituturkan oleh Donald A Retchie dalam bukunya Heritage of Freedom, history of USA.

"Virginia landowners had more than 100 acres (40 hectares). These large plantations needed many labors to work the land. As it became more difficult to attract white indentured servants, Virginians increased their purchase of African slaves (Ritchie, 1985:52)."

"Tuan-tuan tanah di Virginia memiliki lebih dan 40 hektares tanah perkebunan yang membutuhkan banyak pekerja buruh. Karena semakin sulit mendapatkan pelayan indentured servants (pelayan kontrak) maka orang Virgina meningkatkan pembelian budak Afrika".

Budak dibutuhkan sejak awal pembukaan lahan perkebunan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman, sampai pada saat panen dan pengurusan hasil panen. Demikian dijelaskan Carl Bridenbough dalam bukunya Myth & Realities (1975:9,56-58). Stowe malah menambahkan bahwa budak-budak itu juga diikutsertakan pada penjualanan hasil panen dan mengurus uang hasil penjualan yang diketengahkannya dalam Uncle Tom's Cabin,

"Tom is an uncommon fellow; he is certainly worth that sum anywhere- steady, honest, capable, manages my whole farm like a clock. He got a religion at a camp - meeting.... I believe he really did get it. I have trusted him, since then, with everything I have-money, house, horses."

"Tom adalah laki-laki luar biasa. Dia sangat bernilai tinggi lebih dari semua budak dimana saja. Ia mampu mengurus perkebunan saya seperti jarum jam, berputar. Tom mendapat agama dipertemuan kamping. Saya yakin dia betul dapat mencernakan ajaran agama dan dapat pula mengamalkannya. Saya mempercayainya sejak itu. Saya mempercayakan semua masalah- uang, rumah, kudakuda saga..." (Stowe,1961:10).

Dengan demikian, penulis berpendapat, budak adalah alat produksi panting, dan sekaligus juga menjadi investasi berharga bagi kelangsungan ekonomi perkebunan yang terfokus di Selatan. Alam dan geografi daerah Selatan itu subur karenanya cocok untuk pertanian (Tindall,1970 ).
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S. Partiwi Arianto
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam tesis ini saya akan memaparkan corak hubungan pria dan wanita Afro-Amerika dalam kehidupan keluarga sebagaimana terungkap dalam keempat karya-karya penulis wanita Afro-Amerika, Alice Walker dan Toni Morrison. Pada umumnya keempat novel itu mengungkapkan hubungan yang tidak serasi; pria kulit hitam cenderung menekan wanita dalam keluarga.

Alice Walker dan Toni Morrison adalah dua diantara penulis Afro-Arerika yang terkenal sejak tahun 1970, malahan Alice Walker mendapat Pulitzer Prize for Fiction tahun 1983, Toni Morrison mendapat National Book Critics Awards (Mari Evans, 1984 :370).

Penulis-penulis wanita Afro-Amerika myenyuarakan kesadaran akan ketidakadilan dan diskriminasi ras serta diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, yang mereka alami, baik dari masyarakat kulit putih Amerika yang dominan, maupun dari sesama kulit hitam, di dalam komuniti Afro-Amerika sendiri. Sejak abad ke delapan belaspun, kaum wanita Afro-Amerika telah menulis sajak, catatan harian, pengalaman-pengalaman yang berisi nilai-nilai budaya Afrika yang ada dalam kehidupan mereka seperti misalnya: Lucy Terry Prince, Phillis Wheatley, Ann Plato, dan Harriet E.Wilson 1).

Di dalam tulisan-tulisan tersebut, mereka makin sering mengungkapkan kondisi mereka yang menyedihkan, terutama dalam hubungan mereka dengan para pria dalam keluarga, seperti ayah, suami dan saudara lelaki. Hubungan mereka dengan kaum pria tampak sebagai penekanan, karena anggapan pria kulit hitam bahwa wanita lebih rendah kedudukannya, seperti yang diungkapkan oleh penulis wanita Maya Angelou.

If we look out of our eyes at the immediate world around us, we see whites and males in dominant rules (Angelou, in Claudia Tate, 1981: 2).

Pandangan tentang dominasi pria (kulit putih maupun kulit hitam) yang menyebabkan penderitaan terhadap kaum wanita Afro-Amerika semakin sering tampak dalam karya-karya fiksi yang ditulis oleh kaum wanita Afro-Amerika sendiri. Mereka berusaha untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran kaumnya dan ternyata memang hal inilah yang ingin mereka baca. Hal itu menunjukkan adanya kesadaran akan kondisi mereka serta adanya kebutuhan untuk memperbaiki kondisi tersebut.
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Redjeki Saptoro
Abstrak :
Latar Belakang
Seperti laki-laki sejak abad ketujuh belas perempuan Eropa juga bermigrasi ke Amerika Utara. Waktu perahu pemukim pertama berlabuh di Hampton Roads di dalam Domini Lama Virginia bulan Mei, 1607, penumpangnya terdiri atas lelaki saja. Mereka mendirikan benteng, gereja, gudang dan pondok-pondok di Jamestown dan mulai bercocok tanam. Wanita-wanita yang kemudian datang, bersama-sama suami harus bekerja keras untuk dapat bertahan hidup. Suami-istri melakukan semua kegiatan didalam maupun di luar rumah. Tetapi di luar rumah semua kedudukan dengan kekuasaan hanya terbuka bagi lelaki, seperti pengurusan gereja, sidang kolonial, rapat kota, hanya lelaki yang bisa berperan sebagai pemimpin. (M.P. Ryan : 1975 : 29)

Dengan makin bertambahnya kedatangan imigran, lahan pertanian lambat laun menjadi berkurang, maka pemukiman makin bergeser ke barat. Wanita golongan atas dan menengah kebanyakan tinggal di kota; mereka menjalani kehidupan jauh lebih baik dari pada wanita frontir. Gadis-gadis di kalangan atas dan menengah dipermulaan abad ke-18 telah mendapat pendidikan tidak formal untuk menunjang hari depannya sebagai istri dan ibu.

Abad ke-19 ditandai dengan terjadinya revolusi industri, pabrik-pabrik dan perusahaan bermunculan. Penduduk pedesaan mengalir ke kota industri untuk menjadi buruh pabrik. Dengan pindahnya orang desa ke kota, kehidupan keluarga petani mengalami perubahan. Mereka tidak bisa lagi hidup berswadaya dari kebun dan ternaknya. Setelah tinggal di kota para istri kehilangan daya ekonominya, karena di kota mereka tidak mempunyai kebun yang hasilnya bisa mencukupi keperluan rumah tangga dan malahan sisanya bisa dijual. Setelah di kota keperluan sehari-hari harus dibeli dengan upah kerja suami yang begitu rendah. Untuk sedikit meringankan beban keluarga harus merelakan anak yang sudah besar menjadi buruh murah di pabrik. Sebaliknya wanita kalangan menengah dan atas selain mengurus rumah tangga, diwaktu yang senggang giat mengurus usaha-usaha amal dan keagamaan.

Di pertengahan abad ke-19 para wanita yang selalu giat berusaha menegakkan keadilan di antara sesama, di Seneca Falls, di negara bagian New York, pada 19-20 Juli, 1848, pada suatu rapat besar, secara resmi mengajukan tuntutan akan perubahan kedudukan wanita. Pada pertemuan itu para wanita mengeluarkan revolusi meminta kesempatan bagi wanita dalam pendidikan, bisnis, profesi dan hak atas miliknya, kebebasan bicara dan perwalian atas anak. Tuntutan yang terakhir dan tak terbayangkan adalah hak pilih. Isu hak pilih wanita ini diumumkan untuk pertama kali di Amerika (G. G. Yates :.1940: 27-28). Setelah lebih dari 70 tahun, berhasil dengan diberlakukannya the XIX Amendment pada bulan November 1920. Dengan demikian wanita mempunyai hak pilih penuh. Ratifikasi Amandemen XIX merupakan puncak keberhasilan dari gerakan para feminis, karena dengan adanya ratifikasi tersebut dapat diartikan bahwa diskriminasi mendasar terhadap wanita telah dihilangkan.

Waktu Amerika Serikat terlibat dengan PD I, di tahun 1917 wanita dan anak didorong supaya bekerja di pabrik dan di tempat yang memerlukan tenaga kerja untuk membantu usaha nasional. Para feminis ikut aktif berperan di berbagai bidang yang bisa menunjang kemenangan Amerika, walaupun sebetulnya mereka tidak menyetujui keterlibatan Amerika dalam peperangan. Namun demi tercapainya tujuan mereka yaitu hak pilih, mereka menyesuaikan diri dengan kebijaksanaan pemerintah. Ternyata tidak lama seusai perang wanita mendapatkan hak pilih di tahun 1920 seperti diterangkan di atas. Tetapi wanita setelah menerima hak pilih tidak aktif mengadakan kegiatan.

Selama PD II wanita diminta lagi menyumbangkan tenaganya di mana diperlukan. Wanita bisa menunjukkan kecakapannya di berbagai lapangan kerja yang ditinggalkan kaum lelaki yang ikut berperang.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>