Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Christoforus Steven Dwinovandi
"Ekstrak flavonoid yang terkandung didalam propolis telah terbukti dapat meningkatkan fungsi jantung pasca myocardial infarction (MI). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh propolis terhadap karakteristik swelling, profil rilis, degradasi, dan toksisitas hidrogel polivinil alkohol (PVA)-gelatin untuk aplikasi perancah patch jantung. Perancah hidrogel PVA/gelatin difabrikasi menggunakan metode freeze thaw dengan penambahan propolis sebanyak 3%, 7%, dan 10%. Inkorporasi propolis didalam matriks hidrogel menyebabkan penurunan swelling ratio hidrogel menjadi sekitar 254%, 221% dan 190% saat penambahan propolis sebanyak 3%, 7%, dan 10% secara berurutan. Kemampuan swelling ini mampu menjadikan hidrogel sebagai sistem penghantar obat yang melepas propolis melalui mekanisme sustained released. Dalam durasi 6 jam, perancah hidrogel mampu melepas propolis sebanyak 4,30%, 4,86%, dan 5,68% seiring dengan meningkatnya kandungan propolis 3%, 7%, dan 10%.  Penambahan konsentrasi propolis terbukti memodifikasi laju degradasi hidrogel dimana seiring penambahan propolis, weight loss yang diamati semakin tinggi. Sampel dengan propolis 3%, 7%, dan 10% mengalami pengurangan berat sebanyak 31%, 41%, dan 48% secara berurutan. Degradasi yang terjadi pada hidrogel mengikuti mekanisme surface erosion sehingga memampukan patch terdegradasi dalam lingkungan biologis seiring perbaikan jaringan jantung. Hasil uji sitotoksisitas mendapati nilai viabilitas sel pada kadar propolis 3%, 7% dan 10%, adalah 77%, 94%, dan 80% secara berurutan.  Nilai viabilitas sel menunjukkan bahwa propolis tidak menghambat metabolisme sel HEK-293 dan tidak bersifat toksik. Penelitian ini menunjukkan propolis dapat dienkapsulasi ke dalam matriks hidrogel sebagai sistem penghantaran obat maupun sebagai perancah patch jantung yang berpotensi mempercepat regenerasi jaringan baru.

Flavonoid extracts contained in propolis have been shown to improve heart function after myocardial infarction (MI). This study aims to study the effect of propolis on swelling characteristics, release profile, degradation, and toxicity of hydrogels made from polyvinyl alcohol (PVA)-gelatin for cardiac patch scaffold applications. The PVA/gelatin hydrogel scaffolds were fabricated using the freeze thaw method with the addition of 3%, 7% and 10% propolis. The incorporation of propolis in the hydrogel matrix led to a decrease in the swelling ratio of the hydrogel to around 254%, 221% and 190% when the concentration of propolis was 3%, 7% and 10% respectively. This swelling behavior turns the hydrogel into a drug delivery system that releases propolis through a sustained release mechanism. Within 6 hours, the hydrogel scaffolds were able to release 4.30%, 4.86%, and 5.68% of propolis as the propolis concentration increased by 3%, 7%, and 10%. The addition of propolis concentration has been shown to modify the hydrogel degradation rate as when propolis is added, the observed weight loss is higher. Samples with 3%, 7%, and 10% propolis experienced a weight reduction of 31%, 41%, and 48%, respectively. The degradation that occurs in the hydrogel follows the surface erosion mechanism so that it enables the patch to degrade in a biological environment as cardiac tissue repairs. Cytotoxicity test results found cell viability values at propolis levels of 3%, 7% and 10% were 77%, 94% and 80% respectively. This research shows that propolis can be incorporated into a hydrogel matrix as a drug delivery system or as a cardiac patch scaffold which has the potential to accelerate the regeneration of new tissue."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Rahmadiani Ayunindra
"Tulang merupakan organ penting pembentuk kerangka manusia yang mampu meregenerasi dirinya sendiri, tetapi tidak selamanya memiliki kapabilitas regenerasi yang memadai. Intervensi medis dibutuhkan untuk membantu proses penyembuhan tulang pada kasus-kasus cedera berat, salah satunya dengan melakukan rekayasa jaringan tulang menggunakan perancah. Penelitian ini melakukan fabrikasi perancah komposit berbahan dasar PCL dan hidroksiapatit dengan variasi konsentrasi propolis dan modifikasi permukaan menggunakan gelatin. Material alami PCL dan hidroksiapatit digabungkan dengan material sintetis PCL untuk membantu memperlambat proses degradasi di dalam tubuh dan mempertahankan integritas struktural hingga waktu yang dibutuhkan tulang untuk melakukan regenerasi. Penambahan propolis dilakukan untuk membantu proses penyembuhan tulang. Perancah difabrikasi menggunakan metode solvent casting/particulate leaching (SCPL) dan pelapisan (coating) untuk memodifikasi permukaan. Untuk mengetahui biokompatibilitas perancah, dilakukan uji viabilitas sel secara langsung menggunakan hemasitometer dan viabilitas tidak langsung menggunakan uji MTT. Uji viabilitas yang dilakukan menunjukkan laju proliferasi dan viabilitas yang sangat baik terutama untuk perancah yang dilapisi gelatin dibanding perancah yang tidak dilapisi gelatin. Uji viabilitas juga menunjukkan hasil yang baik untuk perancah dengan penambahan konsentrasi propolis 5% dan 7%. Proliferasi tertinggi ada pada perancah PCL/HAp + gelatin dengan kenaikan 993,02%, PCL/HAp/prop5% + gelatin dengan kenaikan 680,85%, dan PCL/HAp/prop7% + gelatin dengan kenaikan 562,32% pada hari terakhir pengujian. Viabilitas tertinggi ada pada perancah PCL/HAp + gelatin dengan nilai 90,41%, PCL/HAp/prop5% + gelatin dengan nilai 89,62%, dan PCL/HAp/prop7% + gelatin dengan nilai 87,37% pada hari terakhir pengujian. Absorbansi tertinggi ada pada perancah PCL/HAp + gelatin dengan nilai 0,731, PCL/HAp/prop5% + gelatin dengan nilai 0,6678, dan PCL/HAp/prop7% + gelatin dengan nilai 0,7135 pada hari terakhir pengujian. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa perancah dengan kombinasi material PCL, hidroksiapatit, gelatin, dan propolis yang dibuat dengan metode SCPL dan pelapisan dapat menjadi kandidat untuk aplikasi rekayasa jaringan.

Bone is an important organ forming the human skeleton which is capable of regenerating itself, but does not always have adequate regeneration capability. Medical intervention is needed to help the bone healing process in cases of severe injuries, one of which is by engineering bone tissue using a scaffold. This study fabricated composite scaffolds made from PCL and hydroxyapatite with various concentrations of propolis and surface modification using gelatin. The natural ingredients PCL and hydroxyapatite are combined with the synthetic ingredients PCL to help slow down the degradation process in the body and maintain structural integrity until the time it takes for bone to regenerate. The addition of propolis is done to help the bone healing process. Scaffolds were fabricated using solvent casting/particulate leaching (SCPL) and coating methods to modify the surface. To determine the biocompatibility of the scaffolds, direct cell viability tests were performed using a hemacytometer and indirect viability using the MTT test. Viability tests performed showed very good proliferation rates and viability, especially for gelatin-coated scaffolds compared to non-gelatin-coated scaffolds. The viability test also showed good results for the scaffolds with the addition of 5% and 7% propolis concentrations. The highest proliferation was in the PCL/HAp + gelatin scaffold with an increase of 993.02%, PCL/HAp/prop5% + gelatin with an increase of 680.85%, and PCL/HAp/prop7% + gelatin with an increase of 562.32% on the last day of testing. The highest viability was in the PCL/HAp + gelatin scaffold with a value of 90.41%, PCL/HAp/prop5% + gelatin with a value of 89.62%, and PCL/HAp/prop7% + gelatin with a value of 87.37% on the last day of testing. The highest absorbance was found in the PCL/HAp + gelatin scaffold with a value of 0.731, PCL/HAp/prop5% + gelatin with a value of 0.6678, and PCL/HAp/prop7% + gelatin with a value of 0.7135 on the last day of testing. This study concludes that scaffolds with a combination of PCL, hydroxyapatite, gelatin, and propolis made by the SCPL and coating methods can be candidates for tissue engineering applications.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridha Alviny Syakirah
"Kerusakan pada tulang atau cacat tulang merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia yang perlu diperhatikan, karena dapat mengganggu aktivitas kehidupan. Metode yang cukup menjanjikan untuk penyembuhan cacat tulang adalah fabrikasi perancah dari bahan biomaterial. Perancah adalah biomaterial padat berbentuk 3 dimensi dengan struktur berpori yang dapat mendukung interaksi sel biomaterial, proliferasi, diferensiasi sel, dan dapat terurai dengan tingkat toksisitas minimal. Penelitian ini bertujuan untuk memfabrikasi perancah dengan komposit berupa hidroksiapatit (HAp)/kolagen/kitosan, hidroksiapatit/kolagen/kitosan/functionalized-multi walled carbon nanotube (f-MWCNT) dengan hidroksiapatit serta kolagen hasil ekstraksi tulang ikan tuna, hidroksiapatit/kolagen/kitosan/titanium dioksida (TiO2), dan hidroksiapatit/kolagen/kitosan/functionalized-multi walled carbon nanotube (f-MWCNT). Fabrikasi dilakukan dengan menggunakan metode freeze drying. Perancah hasil fabrikasi dikarakterisasi sifat biologisnya melalui uji biokompatibilitas dengan MTS assay dan uji diferensiasi sel dengan pewarnaan alizarin merah. Uji viabilitas menunjukkan sel umumnya bermigrasi dan menempel dekat perancah. Penambahan bahan mekanik f-MWCNT dan titanium dioksida pada perancah dapat mengurangi viabilitas sel. Namun, pada kadar yang tepat, perancah dengan kandungan f-MWCNT atau titanium dioksida dapat memiliki sifat viabilitas yang baik. Uji diferensiasi menunjukkan penambahan bahan mekanik f-MWCNT dan titanium dioksida dapat menginduksi diferensiasi osteogenik namun hasilnya masih tidak optimal.

Damage to bones or bone defects is a public health problem around the world that needs attention because it can interfere many life activities. A promising method for healing bone defects is the fabrication of scaffolds from biomaterials. Scaffolds are solid biomaterials in 3-dimensional sHApe with a porous structure that can support biomaterial cell interactions, proliferation, cell differentiation, and can be decomposed with minimal toxicity. This study aims to fabricate scaffolds with composites in the form of hydroxyapatite/collagen/chitosan, hydroxyapatite/collagen/chitosan/functionalized MWCNT (f-MWCNT) where the hydroxyapatite and collgen used were obtained from tuna fish bone extraction, hydroxyapatite/collagen/chitosan/titanium dioxide, and hydroxyapatite/collagen/chitosan/functionalized MWCNT (f-MWCNT). Fabrication was carried out using freeze drying method. The fabricated scaffolds were characterized for their biological properties through biocompatibility test with MTS assay and cell differentiation test with alizarin red staining. Viability tests showed cells generally migrated and adhered near the scaffold. The addition of mechanical material f-MWCNT and titanium dioxide to the scaffold can reduce cell viability. However, at the right levels, scaffolds containing f-MWCNT or titanium dioxide can have good viability. The differentiation test showed that the addition of mechanical material f-MWCNT and titanium dioxide could induce osteogenic differentiation but the results were still not optimal."
Depok: FaKultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Joshua Yoshihiko
"Non-union biasanya terjadi sebanyak 1.9–10% dari total kasus fraktur tulang. Rekayasa jaringan tulang berpotensi menjadi pilihan terapi yang efektif dan personal untuk pengobatan fraktur non-union. Penelitian ini menggunakan komposit osteobiologis berbasis HAp/HA/CS ditambahkan dengan pilihan material f-MWCNT, f-Gr, dan GO  serta difabrikasi secara liofilisasi untuk membentuk struktur mikropori dengan sifat osteoinduktif dan osteokonduktif. UCMSC akan ditanam di dalam perancah yang telah difabrikasi in vitro dan setelah berkembang, perancah akan dikarakterisasi untuk kapasitas proliferasi dan diferensiasi dengan pewarnaan MTS dan alizarin merah. Perancah HAp/HA/CS/f-MWCNT merupakan pilihan komposit terbaik dengan kemampuan mendukung viabilitas (54.52 OD) dan diferensiasi (0.27 OD) pada UCMSC secara signifikan tetapi memerlukan perbaikan untuk integritas perancah.

Non-union occurs around 1.9-10% from the total case of fractures. Bone tissue engineering is a potential choice for Non-union that is effective, personal for treating the abnormality. This research used HAp/HA/CS as base added with optional materials of f-MWCNT, f-Gr, and GO as the osteobiology composite and further fabricated by freeze drying to create a microporous structure with osteoinductive and osteoconductive properties. UCMSC is planted with the fabricated scaffold in vitro and after development, scaffold is characterized for proliferation and differentiation capacity using MTS and red alizarin staining. HAp/HA/CS/f-MWCNT scaffold proves to be the best composite option in this research that significantly promotes viability (54.52 OD) and differentiation (0.27 OD) to UCMSC but needs further refinement for scaffold integrity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofia Alissandra Sitchon Winarno
"Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi dan menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal menduduki peringkat kedua di Indonesia. Penyakit periodontal terdiri atas 2 jenis yaitu gingivitis dan periodontitis. P. gingivalis dan S. sanguinis merupakan bakteri yang sering dikaitkan dengan kerusakan pada jaringan peridontal terutama gingivitis dan periodontitis, dan memiliki sifat resisten terhadap antibiotik. Nisin termasuk dalam bakteriosin kelas I lantibiotik dan merupkan peptida antimikroba yang diproduksi oleh bakteri Gram-positif tertentu yang mencakup spesies Lactococcus dan Streptococcus. Nisin A dan nisin Z merupakan varian nisin alami yang diproduksi oleh L. lactis dimana keduanya memiliki aktivitas bakterisidal. Bakteriosin merupakan solusi potensial untuk masalah ini karena aktivitas spektrumnya yang luas terhadap bakteri resisten terhadap antibiotik. Untuk melihat efektivitas bakteriosin nisin Z dan nisin A terhadap bakteri patogen P. gingivalis dan S. sanguinis dilakukan studi in-silicodengan menggunakan metode molecular docking dengan menggunakan software PatchDock dan FireDock. Visualisasi dilakukan menggunakan PyMol untuk melihat situs interaksi antara ligan dan reseptor. Protein target yang digunakan dari bakteri P. gingivalis dan S. sanguinis adalah LPS dan bakteriosin nisin A serta nisin Z dipilih sebagai ligan uji. Hasil metode molecular docking dan visualisasi menunjukan bahwa nilai global energy terbaik dari docking bakteriosin nisin Z dan protein LPS bakteri P. gingivalis adalah -45.40 kcal/mol dan antara bakteriosin nisin A dan protein LPS bakteri S. sanguinis adalah -42.59 kcal/mol. Selain itu, terdapat interaksi antara asam amino ASP-74, ASP-76, dan ARG-66 pada bakteriosin nisin A dengan reseptor LPS pada bakteri S. sanguinis dan interaksi antara asam amino Lys-1C pada bakteriosin nisin Z dengan reseptor LPS pada bakteri P. gingivalis. Dapat disimpulkan bahwa bakteriosin nisin A dapat menghambat aksi bakteri S. sanguinis dan bakteriosin nisin Z dapat menghambat aksi bakteri P. gingivalis sebagai bakteri patogen di mulut.

Periodontal is a disease that often occurs and causes dental and oral health problems. Periodontal disease is ranked second in Indonesia. There are two types of periodontal disease: gingivitis and periodontitis. P. gingivalis and S. sanguinis are bacteria that are often affected by periodontal tissue damage, especially gingivitis and periodontitis, and are resistant to antibiotics. Nisin belongs to the class I lantibiotic bacteriocins and is an antimicrobial peptide produced by certain Gram-positive bacteria including Lactococcus and Streptococcusspecies. Nisin A and nisin Z are natural variants of nisin produced by L. lactis which both have bactericidal activity. Bacteriocins are a potential solution to this problem because of their broad-spectrum activity against bacterial resistance to antibiotics. To see the effectiveness of bacteriocin nisin Z and nisin A against pathogenic bacteria P. gingivalis and S. sanguinis, an in-silico study was conducted using the molecular docking method using PatchDock and FireDock softwares. Visualization was carried out using PyMol to see the interaction site between the ligand and the receptor. The target protein used from bacteria P. gingivalis and S. sanguinis was LPS and bacteriocin nisin A and nisin Z were selected as test ligands. The results of the molecular docking method and visualization showed that the best global energy value of docking between bacteriocin nisin Z and bacterial LPS protein P. gingivalis was -45.40 kcal/mol and between bacteriocin nisin A and bacterial LPS protein S. sanguinis was -42.59 kcal/mol. In addition, there is an interaction between the amino acids ASP-74, ASP-76, ASP-78 and ARG-66 on the bacteriocin nisin A with the LPS receptor on S. sanguinis and the interaction between the amino acids Lys-1C on the bacteriocin nisin Z with the LPS receptor. on P. gingivalis bacteria. It can be concluded that bacteriocin nisin A can inhibit the action of bacteria S. sanguinis and bacteriocin nisin Z can inhibit the action of bacteria P. gingivalis as pathogenic bacteria present in the mouth."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Hendryani
"Masalah kesehatan mental semakin menjadi perhatian utama dalam masyarakat saat ini, sehingga manajemen stres menjadi sangat penting untuk menjaga kesejahteraan. Berbagai teknologi untuk mendeteksi stres telah dikembangkan, salah satu metode yang menjanjikan adalah penggunaan imaging photoplethysmography (iPPG) yang diperoleh dari video wajah yang direkam menggunakan kamera konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan akurasi klasifikasi stres dengan memanfaatkan sinyal iPPG berbasis kamera web. Dalam penelitian ini, diusulkan dua pendekatan baru pada tahap pra-pemrosesan untuk meningkatkan kualitas deteksi stres. Pendekatan pertama adalah pemilihan Region of Interest (ROI), yang berfokus pada empat area wajah: dahi, pipi kiri, pipi kanan, dan seluruh wajah. Pendekatan kedua adalah penerapan metode frame alignment untuk mengatasi artefak gerakan yang sering kali mempengaruhi kualitas sinyal. Untuk mendeteksi stres, digunakan teknik pembelajaran mesin sebagai metode klasifikasi, dengan parameter utama penanda stres berupa heart rate (HR) dan variabilitas detak jantung heart rate variability (HRV). Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh dari video wajah 80 peserta, dengan rentang usia 18 hingga 25 tahun. Tugas aritmatika digunakan sebagai pemicu stres, di mana peserta diminta menyelesaikan soal matematika. Proses pengambilan data dilakukan di laboratorium dengan kondisi pencahayaan sebesar 220 lux. Kamera web yang digunakan adalah kamera laptop dengan kecepatan 30 frame per detik (fps). Sebanyak 265 fitur yang berkaitan dengan stres berhasil diekstraksi dari video tersebut, dan data kemudian disegmentasi menggunakan validasi silang 5-fold. Untuk mengurangi noise akibat artefak gerakan, diterapkan metode frame alignment yang menunjukkan perbaikan signifikan dalam mengoreksi noise. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam rata-rata HR antara kondisi stres dan non-stres. Pada parameter HRV, perubahan signifikan ditemukan pada frekuensi rendah Low-Frequency (LF), yang sering dikaitkan dengan respon stres. Beberapa algoritma pembelajaran mesin diuji untuk klasifikasi, dan memberikan hasil akurasi yang tinggi. Decision Tree memperoleh akurasi 0,955 dengan waktu proses 3,13 ms. K-Nearest Neighbors (KNN) akurasi 0,981 dengan waktu proses 2,54 ms, dan Logistic Regression mencapai akurasi 0,985 dengan waktu proses 4,181 ms. Algoritma lain seperti Naïve Bayes akurasi 0,97, waktu 2,659 ms, Support Vector Machine (SVM) akurasi 0,985, waktu 6,71 ms, Random Forest akurasi 0,958, waktu 27,07 ms, dan RBF SVM akurasi 0,985, waktu 9,637 ms juga dievaluasi. Di antara algoritma tersebut, Logistic Regression menunjukkan akurasi klasifikasi tertinggi sebesar 0,985 dengan waktu inferensi 4,181 ms, menjadikannya model yang paling efisien untuk deteksi stres. Metode deteksi stres yang dikembangkan berhasil mendeteksi stres menggunakan kamera RGB dengan mengatasi masalah artefak gerakan melalui frame alignment. Selain itu, pemilihan empat ROI wajah yang spesifik memberikan informasi stres yang lebih andal dibandingkan dengan penggunaan ROI seluruh wajah. Sistem ini merupakan langkah maju yang signifikan dalam deteksi stres non-invasif berbasis kamera web, dengan potensi aplikasi dalam manajemen kesehatan mental dan penilaian stres. Pengembangan di masa mendatang dapat mengeksplorasi peningkatan resolusi video untuk menghasilkan sinyal yang lebih presisi, serta penggabungan model pembelajaran mendalam untuk deteksi stres yang lebih akurat. Penerapan sistem ini pada kamera mobile juga dapat menjadi solusi yang lebih praktis untuk pemantauan stres secara real-time dalam kehidupan sehari-hari.

Mental health issues have increasingly become a major concern in today's society, making stress management crucial for maintaining well-being. Various technologies for stress detection have been developed, and one promising method is the use of imaging photoplethysmography (iPPG) obtained from facial videos recorded using conventional cameras. This study aims to improve the accuracy of stress classification by utilizing iPPG signals derived from webcam-based recordings. In this research, two novel approaches are proposed at the preprocessing stage to enhance stress detection quality. The first approach is the selection of Regions of Interest (ROI), focusing on four facial areas: the forehead, left cheek, right cheek, and the entire face. The second approach involves the application of frame alignment methods to address motion artifacts, which often affect signal quality. Machine learning techniques were employed as the classification method for stress detection, with key stress indicators including heart rate (HR) and heart rate variability (HRV). The data used in this study comprises primary data obtained from facial videos of 80 participants aged 18 to 25 years. Arithmetic tasks were employed as stressors, requiring participants to solve mathematical problems. Data collection was conducted in a laboratory under lighting conditions of 220 lux. The webcam used was a laptop camera operating at a speed of 30 frames per second (fps). A total of 265 stress-related features were successfully extracted from the videos, and the data was segmented using 5-fold cross-validation. To reduce noise caused by motion artifacts, a frame alignment method was applied, demonstrating significant improvement in noise correction. The results revealed significant differences in average HR between stressed and non-stressed conditions. For HRV parameters, significant changes were observed in Low-Frequency (LF) components, often associated with stress responses. Several machine learning algorithms were tested for classification, yielding high accuracy results. Decision Tree achieved an accuracy of 0.955 with a processing time of 3.13 ms, K-Nearest Neighbors (KNN) achieved 0.981 with 2.54 ms, and Logistic Regression reached 0.985 with 4.181 ms. Other algorithms such as Naïve Bayes (accuracy 0.97, time 2.659 ms), Support Vector Machine (SVM) (accuracy 0.985, time 6.71 ms), Random Forest (accuracy 0.958, time 27.07 ms), and RBF SVM (accuracy 0.985, time 9.637 ms) were also evaluated. Among these, Logistic Regression demonstrated the highest classification accuracy of 0.985 with an inference time of 4.181 ms, making it the most efficient model for stress detection. The developed stress detection method successfully detected stress using RGB cameras by addressing motion artifact issues through frame alignment. Additionally, selecting specific facial ROIs provided more reliable stress information compared to using the entire face as an ROI. This system represents a significant advancement in non-invasive webcam-based stress detection, with potential applications in mental health management and stress assessment. Future developments could explore higher video resolution to yield more precise signals and integrate deep learning models for more accurate stress detection. Implementing this system on mobile cameras could also offer a more practical solution for real-time stress monitoring in daily life."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 >>