Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 288 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vincent Velayo
"Tesis ini berjudul kekuatan pembuktian salinan akta dalam persidangan perdata studi putusan Mahkamah Agung No. 10 K/PDT/2015, terdapat tiga rumusan masalah yang dibahas yaitu keabsahan perjanjian yang dibuat di hadapan Notaris, kekuatan pembuktian Minuta Akta, Salinan Akta, Kutipan Akta dan Grosse Akta Notaris menurut ilmu hukum atau doktrin, dan pertimbangan hakim terhadap kekuatan pembuktian Salinan Akta Pengakuan Utang dalam Putusan Mahkamah Agung.
Tesis ini ditulis untuk mengkaji permasalahan mengenai kekuatan pembuktian akta autentik dalam persidangan, yang dilakukan dengan tujuan agar mengetahui pengaturan hukum terkait pembuktian akta autentik dan kekuatan pembuktiannya dalam persidangan. Metode penelitian yang dipakai adalah yuridis normatif, dengan teknik studi kepustakaan untuk mengumpulkan data sekunder, yang berupa bahan hukum primer dan sekunder. Sistematika penulisan dibagi dalam lima bab.
Hasil penelitian dari tesis ini yaitu bahwa perjanjian memiliki kekuatan hukum dan keberlakuan hukum yang mengikat bagi para pihak apabila dibuat dengan memenuhi syarat-syarat perjanjian, perjanjian yang dibuat dengan akta Notaris harus memenuhi peraturan agar dapat memenuhi syarat akta autentik agar dapat memiliki kekuatan pembuktian sempurna. Untuk minuta, salinan, kutipan, dan Grosse Akta memiliki kekuatan pembuktian akta autentik apabila terpenuhi syarat-syarat lahiriah, formil, dan materiil. Pada kasus ini, Akta Pengakuan Utang tidak memiliki kekuatan pembuktian, sehingga tidak ada perikatan hukum yang terjadi, dan semua akibat hukum yang telah terjadi harus batal demi hukum.

This thesis is entitled power of proof from copy of the deed in the civil trial of the Supreme Court decision case number 10 K/PDT/2015, there are three problems discussed, the validity of the agreement made by a Notary, the strength of proof of the Minutes of Deed, Copy of Deed, Quotation of Deed and Grosse Deed according to legal science or doctrine, and judges' consideration of the strength of proof from Copy of Deed Debt Recognition in the Decision of the Supreme Court.
This thesis was written to examine the problem about power of proof of authentic deeds during the trial, which was carried out with the aim of knowing the legal regulation relating to the verification of authentic deeds and the strength of their evidence in the trial. The method used in research is juridical normative, with techniques literature study to collect secondary data, consists of primary and secondary law materials. The writing is divided into five chapters.
The results of the research in this thesis are that agreement has legal force and legal enforcement that is binding on the parties if the agreement is made by fulfilling law regulate about agreement, an agreement made with the Notary deed must meet the regulations in order to fulfill the authentic deed requirements in order to have perfect proof power. For minuta, copies, quotations, and Grosse Deed have the power of authentic deed proving if the physical, formal and material requirements are met. In this case, the Debt Recognition Act does not have power of proving, so there is no legal engagement that occurs, all legal consequences that have occurred must be null and void.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Josephine Levina Pietra
"Perjanjian kawin dibuat untuk menyimpangi ketentuan persatuan harta perkawinan yang diatur dalam undang-undang serta dibuat dengan akta otentik untuk kepastian tanggal akta dan didaftarkan agar berlaku pada pihak ketiga yang terikat dengan para pihak pembuat perjanjian kawin. Akta otentik ini dibuat di hadapan pejabat berwenang, yakni seorang Notaris yang tunduk pada suatu undang-undang khusus yang mengatur jabatannya termasuk tugas, kewajiban serta tanggung jawabnya dalam membuat akta, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Dengan tidak dibuatnya akta perjanjian kawin yang sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang telah ditentukan, maka akta perjanjian kawin tersebut bisa dianggap cacat hukum dan batal demi hukum dan menjadikan para pihak berada dalam persatuan harta perkawinan. Dalam penulisan ini, kasus yang diangkat adalah kasus dimana diadakannya sebuah perjanjian kredit dan perjanjian jaminan yang dibuat oleh Almarhum Suhendro Halim dengan PT Bank Negara Indonesia berdasarkan perjanjian kawin yang cacat hukum dan batal demi hukum serta tidak didaftarkan pada pegawai pencatatan perkawinan yang berakibat pada dikembalikannya jaminan tersebut ketika harus dieksekusi kepada Ny. Ratnaria Tjandrasa sebagai penggugat bersih dari jaminan. Dari sini kemudian penulis melakukan penelitian yuridis normatif tentang tanggung jawab Notaris dalam menjalankan jabatannya dalam membuat akta perjanjian kawin serta upaya hukum seperti apakah yang dapat dilakukan pihak ketiga yang dirugikan karena berada dalam posisi tidak memiliki jaminan untuk pelunasan hutang perjanjian kredit yang masih berjalan.

The prenuptial agreement is made to deviate from the union of the marital assets which stipulated in the law and made with an authentic deed for certainty of the date and registered to apply to third parties whose bound by the prenuptial agreement makers. This authentic deed made before an authorized official, a Notary who is subject to a special law that regulates his position including his duties, obligations and responsibilities in making a deed, namely Law Number 2 Year 2014 concerning Amendment to Law Number 30 years 2004 concerning Notary Position. With the absence of a prenuptial agreement deed in accordance with predetermined legal rules, the prenuptial agreement deed can be deemed legally flawed and null and void and makes the parties in the union of marital assets. In this paper, the case raised is the case in which a loan agreement and guarantee agreement was made by the late Suhendro Halim with PT Bank Negara Indonesia based on a prenuptial agreement that was legally flawed and null and void and was not registered with the marriage registrar employee who resulted in the return of collateral when it must be executed to Ny. Ratnaria Tjandrasa as the plaintiff free from collateral status. From this case, the writer conducts a normative juridical analysis about the responsibility of the Notary in carrying out his position in making prenuptial agreement deeds and what legal remedies can be done by third parties who are disadvantaged because they are in the position of having no collateral for repayment for the loan agreement."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52255
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annafiu Khoiriyyah
"Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib menjaga keluhuran jabatannya dengan selalu mentaati UUJN dan Kode Etik Notaris agar Notaris senantiasa berhati-hati dan tidak melaksanakan kesalahan dalam jabatannya, khususnya dalam tugasnya untuk membuat Akta Autentik. Apabila terjadi sedikit kesalahan saja yang dilakukan oleh Notaris tersebut, maka Notaris harus dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut baik secara kode etik dan peraturan jabatan, serta secara perdata dan/atau pidana. Tesis ini bertujuan untuk menganalisa tentang kesalahan yang dilakukan Notaris dalam melaksanakan jabatannya serta menganalisa keabsahan suatu Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Agar dapat menjawab masalah tersebut, Penulis menggunakan penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian dekriptif analitis dengan tujuan untuk memberikan data seteliti mungkin mengenai suatu keadaan, khususnya mengenai kesalahan Notaris yang didasarkan pada Putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris (MPPN) Nomor 19/B/MPPN/XII/2017 sebagai data sekunder.  Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan adanya pelanggaran jabatan yang dilakukan oleh Notaris RR, seorang Notaris/PPAT di Kota Tangerang. Kesalahan Notaris RR pada kasus ini yaitu disebabkan oleh keberpihakannya pada Penjual sehingga merugikan Pembeli dalam transaksi pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan objek sebuah tanah. Selanjutnya, MPPN tersebut menjatuhkan sanksi teguran tertulis karena Notaris RR telah melanggar ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) a dan c serta Pasal 15 ayat (2) d dan e UndangUndang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 (UUJN). Terhadap PPJB yang dibuat tersebut secara bentuknya ialah tetap akta autentik, secara fungsi menjadi akta dibawah tangan dan berdasarkan syarat sah perjanjiannya, akta menjadi batal demi hukum, sehingga, Notaris RR dapat dimintakan pertanggungjawabannya sebagaimana diatur Pasal 84 UUJN.

Notary as a position of trust must maintain the dignity of her position by always obeying UUJN and Notary Code of Ethics so that the Notary is always be careful and do not carry out mistakes in her position, especially in her duty to make Authentic Deeds. If there are only a few mistakes made by the Notary, then the Notary must be able to account for her actions both in the code of ethics and rules of office, as well as in civil and/or criminal. This thesis aims to analyze the mistakes made by the Notary in carrying out her position and analyze the validity of a Buy Sell Agreement Fastening (PPJB). In order to answer this problem, the author uses normative juridical research with the type of analytical descriptive research with the aim of providing data as accurately as possible about a situation, especially regarding the notary’s faults based on the decision of the Notary Central Supervisory Board (MPPN) Number 19/B/MPPN/XII/2017 as secondary data. Based on the results of the research, it was found that there was a violation of position carried out by Notary named RR, a Notary/PPAT in Tangerang City. Notary RR’s fault in this case is caused by her partiality to the Seller in the transaction of making PPJB with the land as an object. Furthermore, the MPPN impose written warnings sanctions for her as because the Notary RR has violated the provisions in Article 16 paragraph (1) a and c and Article 15 paragraph (2) d and e of the Notary Position Act No. 2 of 2014 (UUJN). Against the PPJB, the form is to remain an authentic deed, functionally becomes an underhanded deed and based on the legal terms of the agreement, the deed becomes null and void, so that the Notary RR can be held accountable as stipulated in Article 84 of the UUJN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Aisya Putri
"ABSTRAK Sebuah tanggung jawab diperlukan dalam setiap pekerjaan termasuk pada profesi Jabatan Notaris dengan demikian akan menunjukan sikap yang profesional dan mengurangi notaris dalam pelanggaran kode etik. Hal seperti ini akan menumbuhkan kepercayaan yang tinggi terhadap Notaris. Seorang Notaris dalam kode etiknya diatur bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya harus menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur, tidak berpihak dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya wajib bertanggung jawab artinya, kesediaan dengan melakukan sebaik mungkin tugas apa saja yang termaksud lingkup profesinya, bertindak secara proposional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma, dan kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atau pelaksaan kewajibannya. Pada putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris No. 11/B/MPPN/XII/2017, adapun masalah yang diteliti adalah pertanggung jawaban Notaris dalam memberikan bantuan terhadap masyarakat yangmembutuhkan jasanya. Adapun pihak dalam kasus tersebut adalah Franciscus yang menitipkan sertipikat hak milik no. 1743/Pinang atas nama H. Abdullah kepada Notaris Bambang Suwondo untuk dilakukan proses balik nama dari H. Abdullah menjadi Wen Chie Siang. Segera setelah diberikannya sertipikat tersebut Notaris tersebut tidak melakukan proses balik nama bahkan sertipikat tersebut sampai hilang. Sebenarnya Notaris bertanggung jawab atas hilangya sertipikat tersebut, meskipun pekerjaan balik nama bukan menjadi kewenangan seorang Notaris namun Notaris yang bersangkutan adalahNotaris/PPAT, sehingga itu adalah konsekuensi berdasarkan kepercayaan dari para pihak setelah melakukan AJB.

ABSTRACT
A responsibility is required in every job, including in the profession of Notary Position and thus will show a professional attitude and reduce the notary in violating the code of ethics. Things like this will foster high trust in the Notary. A Notary in his code of ethics is regulated that in carrying out his duties, he must be aware of his obligations, work independently, be honest, impartial and with full responsibility. In carrying out its duties, it is obligatory to be responsible, that is, willingness to do as well as possible the tasks of the scope of the profession, to act proportionally, without differentiating payment cases and free cases, and willingness to provide accountability reports or carrying out their obligations. On the decision of MajelisPengawasPusatNotaris No. 11 / B / MPPN / XII / 2017, while the problem under study is the responsibility of the Notary in providing assistance to the people who need their services. In the case was FP who entrusted his freehold tittle no. 1743 / Pinang in the name of HA to Notary BS for transfer of ownership from HA to WCS. Immediately after the certificate was issued, the Notary did not process the transfer of ownership and even the certificate was lost. Actually the Notary is responsible for the loss of the certificate, even though the transfer of ownership is not the authority of a Notary, but Notary in the case is a Notary / Land Deed Official (PPAT), so that it is a consequence based on the trust of the parties after carrying out the AJB.

 

"
Depok: 2019
T52256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Megawati
"Tesis ini membahas mengenai Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas yang disertai dengan Surat Kuasa Menjual yang mengabaikan (waive) Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai dasar pembuatan Akta Jual Beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang merupakan perjanjian simulasi (pura-pura) oleh kreditor yang berada di posisi unggul secara ekonomis atas suatu hutang piutang dengan debitor, artinya bahwa pada dasarnya hubungan hukum antara kreditor dengan debitor adalah hutang piutang, namun antara mereka tidak dibuat suatu Akta Pengakuan Hutang, Perjanjian Kredit, atau akta lain yang serupa maksudnya. Akta yang dibuat oleh kreditor dan debitor tersebut di hadapan Notaris adalah berupa Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas disertai dengan Surat Kuasa Menjual yang mengabaikan (waive) Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, baik kuasa menjual itu langsung terdapat dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas tersebut maupun dibuat terpisah dengan Akta Kuasa Menjual. Sehingga, seolah-olah menunjukkan bahwa hubungan hukum antara kreditor dan debitor tersebut adalah jual beli, bukan hutang piutang. Permasalahannya adalah bagaimana keabsahan pemberian kuasa menjual yang mengabaikan Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang merupakan perjanjian simulasi yang digunakan sebagai dasar pembuatan Akta Jual Beli dan bagaimana perlindungan terhadap pemberi kuasa menjual tersebut dalam perjanjian simulasi dimana ia telah melepaskan haknya dan berusaha untuk menarik kembali haknya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian deskriptif analitis, data sekunder, bahan hukum primer, sekunder, tersier, alat pengumpulan data studi dokumen (bahan pustaka), metode analisis data kualitatif, serta bentuk hasil penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian penulis adalah perjanjian simulasi merupakan suatu penyelundupan hukum sehingga akibatnya adalah batal demi hukum dan debitor (pemberi kuasa) masih terlindungi oleh hukum dengan dapat bernegosiasi dengan kreditor (penerima kuasa) untuk membuat perjanjian baru.

This thesis is about Sale Purchase Binding Agreement which is already full paid followed with Sale Power of Attorney which waived Article 1813 of Indonesian Civil Code as the based to drawn up Sale Purchase Deed before Land Deed Official which is simulation agreement by the powerful in economy's creditor of a debt with debtor, it means that basically their legal relationship is debt and credit, but they did not make a Acknowledgement of Indebtedness Deed, Credit Agreement, or others deed that have the same meaning. The deed that they make before Notary is Sale Purchase Binding Agreement which is already full paid followed with Sale Power of Attorney which waived Article 1813 of Indonesian Civil Code, either that Sale Power of Attorney is included in the Sale Purchase Binding Agreement or separately made in a Power of Attorney Deed. The result is, showed as if that their legal relationship is sale purchase, not debt and credit. The problems are how's the legality of Sale Power of Attorney which Waived Article 1813 of Indonesian Civil Code which is a simulation agreement as the based to drawn up Sale Purchase Deed and how's the protection towards sale power of attorney giver in a simulation agreement where he had remove his right and trying to take his right back. In this research writer is using juridical normative research form, descriptive analytical research typology, secondary data, primary, secondary, and tertiary legal material, document studies (library material) data incorporation tool, qualitative data analytical method, and descriptive analytical research result form. Writer's research result are that simulation agreement is a legal smuggling with null and void by law consequence and debtor (attorney giver) is still protected by the law where he is possible to negotiate with creditor (attorney receiver) in making a new agreement. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Rachmania
"Sertipikat merupakan tanda bukti hak atas pendaftaran tanah yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pendaftaran tanah, diantaranya yaitu melengkapi bukti-bukti baik tertulis maupun tidak tertulis. Surat keterangan riwayat tanah dan surat keterangan tanah tidak sengketa merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam pendaftaran tanah. Peran dari Pejabat Kepala Desa dalam mengeluarkan surat keterangan tanah tersebut, seringkali membutuhkan waktu yang lama dan tidak jarang menimbulkan sengketa di kemudian hari. Permasalahan yang seringkali ditemui yaitu sengketa kepemilikan tanah, dimana pihak yang satu selaku pemegang sertipikat terbukti, bahwa surat keterangan riwayat tanah dan surat keterangan tanah tidak sengketa adalah palsu. Permasalahan ini terjadi karena Pejabat Sementara Kepala Desa berperan dalam pemalsuan tersebut. Pihak lainnya yang telah melakukan jual beli dimana jual beli tersebut, tidak melakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap objek tanah tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, mengkaji antara ketentuan hukum yang ada dengan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat, sedangkan tipologi penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis, dengan menggambarkan dan menjelaskan lebih dalam mengenai keabsahan sertipikat yang dokumen-dokumen pendukungnya yang mempengaruhi pembatalan akta jual beli pihak lain. Hasil dari penelitian ini bahwa para pihak dalam melakukan pendaftaran tanah harus lebih teliti, sehingga pendaftaran tanah dapat memberikan kepastian hukum dengan diterbitkannya tanda bukti hak.

The certificate is a proof of the rights over the land registry conducted by holders of land rights In the land register there are several requirements that must be met, namely the complete evidence both written and unwritten. Certificate of land history and a non-dispute land certificate are not a requirement that must be fulfilled in land registration. The role of Official Village Chief in issuing the land certificate, often takes a long time and not seldom causes a dispute in the future. Among these problems are often encountered, namely land ownership disputes, where one party as the holder of the certificate is proven that the certificate of land history and a non-dispute land certificate are fake. This problems happen is because of the Acting Village Chief involved in the forgery. And other parties have done selling and buying where it did not a sale and purchase where it did not check the land object in advance. This study uses the juridical normative research, examines existing laws with problems that occur in the community, whereas the research typology used is descriptive analytical research, which is providing data as thoroughly as possible to reinforce the old theories by describing and explaining more about the validity of the certificate in supporting documents which affecting the cancellation of the deed of sale and purchase of another party. The results of this study that the parties in conducting of land registration should be more careful, so the land registration can provide legal certainty with the issuance of entitlement proof."
Universitas Indonesia, 2019
T52450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Zaky Madany
"Dalam perkembangan zaman seperti sekarang ini, globalisasi tidak hanya merubuhkan "batasan" suatu negara dalam bidang ekonomi, politik dan kebudayaan, namun juga pergaulan manusia yang dapat dilihat dari semakin banyaknya kasus perkawinan yang terjadi antara dua orang yang tunduk pada dua hukum yang berbeda karena perbedaan status kewarganegaraan. Perkawinan campuran pada perkembangannya menimbulkan berbagai permasalahan hukum, salah satunya yaitu dalam ruang lingkup status harta kekayaan bersama. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penulis berkesimpulan bahwa Warga Negara Indonesia yang melangsungkan perkawinan campuran (dengan Warga Negara Asing) dapat tetap memiliki properti dengan status hak milik dengan cara membuat perjanjian pemisahan harta. Karena seperti yang kita ketahui bersama, hak milik atas tanah hanya melekat pada Warga Negara Indonesia. Sedangkan pada prinsipnya, apabila tidak ada perjanjian pemisahan harta, maka harta yang timbul setelah terjadinya perkawinan akan menjadi harta bersama. Sehingga, untuk tetap mendapatkan status hak milik dari properti tersebut, Warga Negara Indonesia yang bersangkutan harus membuat perjanjian pemisahan harta untuk memastikan bahwa secara sah properti yang dimiliki adalah milik Warga Negara Indonesia dengan status hak milik.

In today`s development, globalization does not only knock down the "boundaries" of a country in the fields of economy, politics and culture, but also human relations which can be seen from the increasing number of marriages that occur between two people who are subject to two different laws because of differences citizenship status. Mixed marriage in its development raises various legal problems, one of which is in the scope of the status of shared assets. By using a normative juridical research method, the authors conclude that Indonesian citizens who carry out mixed marriages (with foreign nationals) can continue to own property with the status of property rights by making a prenuptial agreement concerning about separation of property. Because as we all know, property rights to land are only inherent in Indonesian citizens. Whereas in principle, if there is no agreement on the separation of property, the assets arising after the marriage will become a joint asset. So, in order to continue to obtain the property status of the property, the Indonesian citizen concerned must make a property separation agreement to ensure that legally owned property belongs to Indonesian citizens with ownership status."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T52449
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heny Apriyani
"Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ("UU 30/2004") sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ("UU 2/2014") . Salah satu bentuk akta otentik yang dapat dibuat oleh Notaris yaitu perjanjian pengikatan jual beli. Perjanjian pengikatan jual beli dalam prakteknya sering dibuat dalam bentuk akta otentik yang dibuat di hadapan Notaris, sehingga Perjanjian Pengikatan Jual Beli memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Namun pada praktiknya juga tidak jarang ditemui Notaris melakukan penyimpangan terhadap akta atau perjanjian yang telah dibuatnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan sejauh mana tanggung jawab notaris terhadap akta yang telah dibuatnya? Penelitian ini menggunakan metode penelitian berbentuk penelitian yuridis-normatif, sedangkan metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah metode kualitatif dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen atau bahan pustaka. Hasil dari penulisan tesis ini adalah Notaris dapat dimintakan pertanggung jawaban berupa ganti kerugian yang diderita oleh pembeli atas dasar telah melakukan perbuatan melawan hukum yakni melakukan perbuatan yang memenuhi keseluruhan unsur Pasal 1365 KUHPer. Notaris dikatakan telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena melakukan perbuatan bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat yakni membuat akta tidak sesuai dengan prosedur dan lalai dalam melaksanakan tugas jabatannya sehingga akta yang dibuat oleh Notaris tidak sesuai dengan keinginan maupun kehendak para pihak, sehingga salah satu pihak dirugikan.

Notary is a public official authorized to make authentic deeds and has other authorities as referred to in Law Number 30 of 2004 concerning Notary Position ("Law 30/2004") as amended by Act No. 2 of 2014 concerning Amendments to Laws. Law Number 30 Year 2004 concerning Notary Position ("Law 2/2014"). One form of authentic deed that can be made by a Notary is the sale and purchase agreement. The sale and purchase binding agreement in practice is often made in the form of an authentic deed made before a Notary, so that the Sale and Purchase Agreement has perfect proof power. But in practice it is also not uncommon for a Notary to deviate from the deed or agreement he has made. This raises the question as to the extent to which the notary`s responsibility for the deed has been made? This study uses a research method in the form of juridical-normative research, while the data analysis method used by the author is a qualitative method and the data collection tool used is the study of documents or library materials. The result of writing this thesis is that a notary can be held accountable in the form of compensation suffered by the buyer on the basis of having committed an act against the law, namely doing an act that fulfills the whole element of Article 1365 KUHPer. The notary is said to have committed an unlawful act because of committing an act contrary to the legal obligations of the creator namely making the deed not in accordance with the procedure and negligent in carrying out his job duties harmed."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52461
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Adhitya
"ABSTRAK Penyelesaian sengketa saat ini, dapat diselesaikan dengan melalui jalur peradilan maupun di luar peradilan. Undang-undang No.8 Tahun 1999 membentuk suatu Lembaga dalam Hukum Perlindungan Konsumen, yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). (BPSK) mempunyai tugas dan wewenang yang pada intinya adalah Berbagai penyelesain dapat dilihat di UUPK yaitu Penyelesaian dengan jalan litigasi bisa dilihat dalam ketentuan Pasal 48 UUPK. Putusan yang dihasilkan BPSK dengan arbitrase ini akan memberikan suatu pertentangan dari sudut masing-masing pihak, dalam putusan yang dihasilkan ada pihak yang merasa dirugikan dan ada juga pihak yang merasa diuntungkan akibat putusan Arbitrase ini. Putusan Arbitrase yang dikeluarkan BPSK ini menimbulkan suatu pertanyaan, bagaimana kekuatan dan keabsahaan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ini, dan bagaimana akibat hukum dari Putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Putusan BPSK dan Pengadilan Negeri dibawahnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian berbentuk penelitian yuridis-normatif, sedangkan metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah metode kualitatif dan menggunakan alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka dan wawancara. Hasil dari penelitian ini memberikan saran kepada BPSK untuk mengadopsi ketentuan Arbitrase yang berlaku di Indonesia, sehingga BPSK hadir sebagai pilihan penyelesain sengketa diluar pengadilan dapat berjalan maksimal.

ABSTRACT Current dispute resolution, can be resolved through judicial channels or outside the court. Law No. 8 of 1999 established the Consumer Legal Protection Agency, the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK). (BPSK) has the duties and authority in essence is a variety of resolutions can be seen in UUPK namely Settlement by way of litigation can be seen in the provisions of Article 48 UUPK. The decisions produced by BPSK with this arbitration will provide contradictions from the point of view of each party, in the resulting decision there are parties who are disadvantaged and there are also parties that are profitable in this Arbitration award. The Arbitration Award issued by BPSK raises questions, about the strength and validity of the Decision of the Consumer Dispute Settlement Agency, and how to process the law from the Supreme Court Decision that returns the BPSK Decision and the District Court below. This study uses a research method consisting of juridical-normative research, while the data analysis method used by the author is a qualitative method and using a data converter tool used in this study is the study of documents or library materials and interviews. The results of this study provide advice to BPSK to implement the provisions of Arbitration that apply in Indonesia, so BPSK is present as a resolution option."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52232
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Trishanty Putri
"Seorang Notaris di Kalimantan Tengah, yang bernama Agustri Paruna, S.H. ditangkap dan ditahan atas dugaan memalsukan Akta Notaris. Ia dijerat Pasal 266 ayat (1) KUHP karena menempatkan suatu keterangan palsu ke dalam akta autentik. Atas tindakannya tersebut Ia dijatuhi hukuman 3 (tiga) bulan penjara sebagaimana tertuang dalam Putusan PN Palangka Raya Nomor 69/Pid.B/2016/PN Plk. Setelah insiden tersebut oleh Majelis Pemeriksa Pusat Notaris dalam putusannya Nomor 18/B/MPPN/XII/2017 tersebut, Agustri Paruna diusulkan untuk diberhentikan dengan tidak hormat. Adanya tenggang waktu antara dikeluarkannya putusan dari Majelis Pemeriksa Pusat Notaris dengan dikeluarkannya putusan Surat Keterangan Pemberhentian dengan Tidak Hormat oleh Menteri menjadi celah bagi Notaris untuk tetap berpraktik. Hal ini menjadi dilema bagaimana menentukan sejak kapan Notaris tersebut tidak berwenang dalam kedudukannya sebagai seorang Notaris setelah Ia mendapat usulan pemberhentian dengan tidak hormat. Di sisi lain, pengaturan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut "UUJN") dan peraturan lainnya hanya mengatur mengenai kewenangan Notaris yang dikenai ancaman lebih dari 5 (lima) tahun penjara dan sudah berkekuatan hukum tetap saja (Pasal 13 UUJN). Adanya kekosongan hukum tersebut menjadi pertanyaan bagaimana menentukan kewenangan Notaris yang dikenai sistem sanksi jabatan selain ketentuan dalam Pasal 13 UUJN tersebut. Oleh karena kekosongan hukum tersebut, dikhawatirkan Notaris tersebut masih membuat akta dan karenanya akan menjadi pertanyaan mengenai sifat akta yang dibuat oleh Notaris dalam ketidakwenangannya tersebut. Berdasarkan hal tersebut kita dapat mengetahui pengaturan mengenai kewenangan Notaris dan implikasi hukum terhadap akta Notaris yang dibuat dalam ketidakwenangan Notaris.

A Notary in Central Kalimantan, named Agustri Paruna, S.H. arrested and detained on suspicion of falsifying the Notarial Deed. He was charged with Article 266 paragraph (1) of the Criminal Code for placing a false statement on an authentic deed. For his actions, he was sentenced to 3 (three) months in prison as stated in the Decision of the Palangka Raya District Court Number 69 / Pid.B / 2016 / PN Plk. After the incident, according to the Notary Center Examining Board on its decision Number 18 / B / MPPN / XII / 2017, Agustri Paruna was proposed to be dishonorably dismissed. The existance of spare time between the issued verdict from the Notary Central Examining Board and the issued Decision Letter of Dismissed Dishonorably by the Minister became a gap for the Notary to continue practicing. This become a dilemma on how to determine when the Notary is no longer authorized in his position as a Notary after he has received a proposal for dismissal dishonorably. On the other hand, the regulation in the Notary Position Law (hereinafter referred to as "UUJN") and other regulations only regulate the authority of the Notary who is threatened with more than 5 (five) years in prison and has permanent legal force (Article 13 UUJN). The existence of this legal vacuum becomes a question on how to determine the authority of a Notary who is subject to an office sanctions sytem apart from the regulation in Article 13 of the UUJN. Because of the legal vacuum, it is feared that the Notary is still making a deed and hence will be a question regarding the nature of the deed made by the Notary in his non-authority state. Based on the case, we can find out the regulations regarding the authority of the Notary and the legal implications of the Notary deed made in the Notary`s non-authority state."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52208
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>