Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desi Harvianti
"Data survey SDKI 2012 menunjukkan bahwa angka kematian bayi (AKB) di Indonesia adalah 34 per 1000 kelahiran hidup. Hasil ini menunjukkan bahwa AKB belum mencapai target MDGs dan masih terjadi kesenjangan antar provinsi di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara faktor sosial ekonomi, ibu dan bayi, lingkungan, gizi, serta pengendalian penyakit pada setiap provinsi di Indonesia dengan AKB pada tahun 2012. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain studi ekologi (multiple group comparison) dengan uji statistik yang digunakan adalah korelais dan regresi linear sederhana.
Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara faktor sosial ekonomi (pendidikan ibu, penggunaan kontrasepsi, dan koefisien gini), faktor ibu dan bayi (jarak kelahiran, kehamilan remaja, BBLR), faktor lingkungan (ketersediaan alat cuci tangan dan pembuangan tinja), serta faktor pengendalian penyakit (perawatan antenatal, penolong persalinan, tempat persalinan, kunjungan neonatal pertama, dan imunisasi dasar lengkap) dengan AKB di Indonesia tahun 2012. Namun, faktor-faktor bias perlu diperhatikan, sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan di tingkat individu.

IDHS 2012 survey data showed that the infant mortality rate (IMR) in Indonesia is 34 per 1,000 live births. These results indicate that the IMR not achieve the MDGs and still be a gap between the provinces in Indonesia. The purpose of this study was to determine the correlation between socioeconomic factors, maternal and infant, environment, nutrition, and disease control in every province in Indonesia with IMR in 2012. The study design used in this research is the design of ecological study (multiple group comparison) the statistical test used was correlation and simple linear regression.
The results show that there is a correlation between socioeconomic factors (maternal education, contraceptive use, and the Gini coefficient), maternal and infant factors (spacing births, teenage pregnancy, low birth weight), environmental factors (availability of hand washing and disposal of feces), as well as the controlling factor disease (antenatal care, birth attendance, place of delivery, neonatal first visit, and complete basic immunization) with IMR in Indonesia in 2012. However, these factors need to be considered biased, so more research is needed to determine the relationship at the individual level.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60339
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudha Asy’ari
"Long COVID (disebut juga post acute COVID, Post-COVID-19, Post-COVID-19 syndrome) adalah tanda dan gejala yang masih dialami setelah melewati fase akut COVID-19. Long COVID muncul pada banyak penyintas COVID. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Long COVID pada penyintas COVID-19 di Kelurahan Jatisampurna Kota Bekasi. Penelitian ini menggunakan desain penelitia cross-sectional. Penelitian ini diikuti oleh 308 responden, dengan proporsi perempuan 64% dan laki-laki 36%. Hasil penelitian ini menunjukan proporsi kejadian Long COVID sebesar 80,2%. Gejala yang paling banyak dilaporkan adalah kelelahan (64%), brain fog (30.5%), dan batuk kering (21.8%). Analisis bivariat menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dan pekerjaan dengan kejadian Long COVID. Namun terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian Long COVID (p= 0,011 OR=2,157) dan komorbid dengan kejadian Long COVID (p=0,006 OR= 2,652).

Long COVID (also known as post acute COVD, Post-COVID-19, Post-COVID-19 syndroem) are signs and symptoms that are still experienced after passing thorugh the acute phase of COVID-19. Long COVID appears in mancy COVID-19 survivors. This trudy aims to determine the factors associated with the incidence of Long COVID in COVID-19 survivors in Urban Village of Jatisampurna, Bekasi City. This study used a cross sectional research design. This study was followed by 308 respondents, with proportion of female 64% and male 36%. The results of this sstudy show the proportion of the incidence of Long COVID is 80,2%. The most common symptom reported was fatigue (72.8%), brain fog (30.5%), and dry cough (21.8%). Bivariate analysis showed that there is no significant relationship between age and occupation with incidencen of Long COVID. However, there is a significant relationship between gender and the incidence of Long COVID (p=0,011, OR= 2,157) and comorbidity with incidence of Long COVID (p= 0,006, OR= 2,652)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hingis Saputri Arinda
"Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan di banyak negara berkembang termasuk di Indonesia. Salah satu upaya untuk memutus mata rantai penyebaran penyakit tuberkulosis adalah dengan mengkonsumsi obat anti tuberkulosis (OAT) bagi penderita tuberkulosis. Ketidakpatuhan dalam meminum OAT merupakan masalah tersendiri. Banyak faktor risiko yang menyebabkan penderita tuberkulosis tidak patuh dalam meminum OAT. Salah satu faktor yang berperan adalah gangguan mental emosional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gangguan mental emosional terhadap ketidakpatuhan minum OAT pada penderita tuberkulosis paru usia ≥15 tahun di Indonesia. Dalam penelitian ini digunakan data Riskesdas 2018 dengan desain studi cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 1.340 responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional pada penderita tuberkulosis paru usia ≥15 tahun sebesar 24,1%. Pada analisis bivariat didapatkan hubungan yang signifikan antara gangguan mental emosional dengan ketidakpatuhan minum OAT (P=0,028; PR=1,209; 95% CI:1,030-1,418). Hasil analisis multivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara gangguan mental emosional dengan ketidakpatuhan minum OAT setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin dan tingkat pendidikan (P=0,101). Namun, penderita tuberkulosis yang mengalami gangguan mental emosional mempunyai risiko 1,188 kali lebih besar untuk tidak patuh dalam meminum obat anti tuberkulosis dibandingkan pasien yang tidak mengalami gangguan mental emosional setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin dan tingkat pendidikan (PR=1,188; 95% CI: 0,967-1,458).

Tuberculosis is a health problem in many developing countries, including Indonesia. An effort to break the chain of the tuberculosis spreads is by taking anti-tuberculosis drugs for the tuberculosis patient. Non-adherence in taking anti-tuberculosis drugs is a problem itself. There are many risk factors that cause tuberculosis patients to be non-adherent in taking anti-tuberculosis drugs. One of the factors is mental emotional disorders. This study aims to determine the relationship between mental emotional disorders and non- adherence in taking anti-tuberculosis drugs with pulmonary tuberculosis patients aged ≥15 years in Indonesia. In this study, Riskesdas 2018 data is used with a cross-sectional study design. Total sample is 1.340 respondents according to inclusion and exclusion criteria. The results of this study indicate the prevalence of mental emotional disorders in patients with pulmonary tuberculosis aged ≥15 years is 24.1%. In bivariate analysis, there is a significant relationship between mental emotional disorders and non-adherence in taking anti-tuberculosis drugs (P=0.028; PR=1.209; 95% CI:1.030-1.418). The results of multivariate analysis showed that there is no significant relationship between mental emotional disorders and non-adherence in taking anti-tuberculosis drugs after being controlled by the variables of gender and education level (P=0,101). However, tuberculosis patients with mental emotional disorders had 1,188 times greater risk of not adhere taking anti-tuberculosis drugs than patients who did not experience mental emotional disorders after being controlled by the variables of gender and education level (PR=1.188; 95% CI: 0.967 -1.458)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Sulistyaningsih
"Kanker serviks merupakan kanker yang menduduki urutan pertama dari kejadian kanker ginekologi perempuan. Kanker serviks merupakan kanker kedua paling banyak pada wanita yang tinggal di negara yang tertinggal dengan perkiraan 570.000 kasus baru pada tahun 2018. Kanker serviks sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita dan keluarganya serta beban pembiayaan kesehatan oleh pemerintah. Masih tingginya kejadian kanker serviks bisa disebabkan karena faktor risiko yang belum tertangani secara baik di masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan menggunakan disain studi case control. Sumber data yang digunakan adalah data primer. Terdapat sebanyak 166 sampel yang terdiri dari 83 kasus dan 83 kontrol sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Berdasarkan hasil analisis terdapat hubungan yang signifikan antara usia pertama kontak seksual dengan kejadian kanker serviks dengan nilai odds ratio sebesar 3,20 (p value: 0,001.; 95% CI: 1,626-6,299). Selain itu faktor risko lain seperti jumlah pasangan (OR=4,91; p value: 0,000; 95% CI: 1,884-12,845), paritas (OR=2,84; p value: 0,001; 95% CI: 1,510-5,357), pil oral kontrasepsi (OR=2,74; p value: 0,002.; 95% CI: 1,452-5,197) juga berhubungan secara signifikan dengan kejadian kanker serviks. Terdapat beberapa faktor risiko yang tidak berhubungan secara statistik antara lain merokok (OR=2,23; p value: 0,075; 95% CI: 0,910-5,564), personal hygiene (OR=1,48; p value: 0,212; 95% CI: 0,799-2,727) dan status gizi (OR=1,18; p value: 0,755; 95% CI: 0,356-4,150). Penting untuk membuat berbagai program promosi kesehatan dengan kegiatan sosialisasi dan KIE terkait faktor risiko kejadian kanker serviks.

Cervical cancer is the most common type of gynecologic cancer in women. In the least developed countries, cervical cancer is the second most common type of cancer with 570.000 new cases in 2018 . Cervical cancer significantly influences patients’ quality of life and places a financial burden on the government. The high number of cervical cancer cases can be due to poor management of its risk factor in society. This is a quantitative case-control study using primary data. A total of 166 samples are gathered based on inclusion and exclusion criteria. These samples were then divided equally into the control and case groups, making each group have 83 subjects. Based on data analysis, there is a significant relationship between the age of first sexual intercourse and cervical cancer with an odds ratio of 3,20 (p-value: 0,001.; 95% CI: 1,626-6,299). Moreover, other risk factors such as the number of sexual partners (OR=4,91; p-value: 0,000; 95% CI: 1,884-12,845), parity (OR=2,84; p-value: 0,001; 95% CI: 1,510-5,357), usage of oral contraception (OR=2,74; p-value: 0,002.; 95% CI: 1,452-5,197) also play a significant part in the occurrence of cervical cancer. On the other hand, some risk factors does not correlate with cervical cancer statistically, including smoking (OR=2,23; p-value: 0,075; 95% CI: 0,910-5,564), personal hygiene (OR=1,48; p-value: 0,212; 95% CI: 0,799-2,727) and nutritional status (OR=1,18; p-value: 0,755; 95% CI: 0,356- 4,150). It is important to develop various health promotion programs including social activities and counseling about risk factors of cervical cancer."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Ramadhanti
"Penyakit ginjal kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendunia, karena prevalens dan insidens gagal ginjal yang terus meningkat, prognosis yang buruk, serta biaya perawatan yang tinggi. Hipertensi sebagai faktor risiko dominan dari PGK juga memiliki prevalensi yang tinggi dan mengalami peningkatan di DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hipertensi dengan kejadian PGK pada penduduk berusia ≥ 18 tahun di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif dan menggunakan desain studi cross-sectional analitik. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder dari Riskesdas 2018. Terdapat sebanyak 7.141 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Berdasarkan hasil analisis didapatkan proporsi kejadian PGK sebesar 0,5% dan proporsi kejadian hipertensi sebesar 40,6%. Terdapat hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan kejadian PGK dengan nilai prevalence odds ratio sebesar 2,490 (95% CI: 1,143-5,426) setelah dikontrol oleh variabel usia. Selain itu beberapa karakteristik lain seperti usia (POR=3,912; 95% CI: 1,932-7,918), diabetes melitus (POR=3,412; 95% CI: 1,405-8,285), penyakit jantung (POR=7,323; 95% CI: 3,158-16,982), dan aktivitas fisik (POR=2,324; 95% CI: 1,148-4,703) juga berhubungan secara signifikan dengan kejadian PGK. Penting untuk diselenggarakan berbagai program promosi kesehatan dengan memperbanyak kegiatan sosialisasi dan KIE terkait PGK dan hipertensi pada berbagai kelompok masyarakat dari usia muda hingga lanjut usia, sehingga dapat meningkatkan kesadaran pencegahan PGK.

Chronic kidney disease (CKD) is a global public health problem, due to the increasing prevalence and incidence of kidney failure, poor prognosis, and required high costs for its treatment. Hypertension as the dominant risk factor for CKD also has a high prevalence which keep increasing in DKI Jakarta. This study aimed to determine the association between hypertension and the incidence of CKD in people aged ≥18 years old in DKI Jakarta Province. This was a quantitative research with an analytic cross-sectional study design. The data source used was secondary data obtained from Basic Health Research (Riskesdas) 2018. There were 7,141 samples that matched the inclusion and exclusion criteria. Based on the analysis, it was found that the proportion of CKD and hypertension were 0.5% and 40.6%, respectively. There was a significant association between hypertension and CKD with a prevalence odds ratio (POR) of 2.490 (95% CI: 1.143-5.426) after being adjusted by the age variable. In addition, several other characteristics such as age (POR = 3.912; 95% CI: 1.932-7.918), diabetes mellitus (POR = 3.412; 95% CI: 1.405-8.285), heart disease (POR = 7.323; 95% CI: 3.158- 16.982), and physical activity (POR = 2.324; 95% CI: 1.148-4.703) were also significantly associated with the incidence of CKD. It is important to conduct various health promotion programs by increasing socialization, communication, information, and education activities related to CKD and hypertension to various age groups to increase the awareness of CKD prevention."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marfin
"Latar belakang: Difteri merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh corynebacterium Diphteriae yang dapat menyebabkan kematian. Dinas Kesehatan Kabupaten Garut melaporkan kasus difteri sebanyak 33 kasus dalam periode Desember 2017-Januari 2018. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1501 Tahun 2010, 1 kasus difteri merupakan Kejadian Luar Biasa. Riset ini bertujuan menggambarkan kasus difteri secara epidemiologi, melihat model fit untuk prediksi faktor yang berhubungan dengan kejadian difteri dan melihat efikasi Vaksin.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol. Besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 121 responden dengan jumlah kasus 31 responden dan kontrol 90 responden. Penelitian ini dilakukan oleh Tim dari mahasiswa FETP FKM UI dan Dinas Kesehatan Kabupaten Garut yang dilaksanakan tanggal 6-9 Februari 2018 di 13 Puskesmas yang dilaporkan adanya kasus. Analisis data dilakukan dengan uji resgresi logistic untuk melihat nilai odds ratio menggunakan stata versi 14,2 di Laboratorium Komputer FKM UI.
Hasil: Pola KLB merupakan propagated epidemic yang terjadi pada umur 1 Tahun -71 Tahun. Kasus Primer terjadi pada minggu 48 Tahun 2017. Analisis multivariat fit model menunjukan status imunisasi berhubungan dengan kejadian difteri (Pvalue = 0,036; OR=3,5; 95% CI = 1,08-11,10) dan riwayat perjalanan berhubungan dengan kejadian difteri (Pvalue = 0,000; OR = 5,4; 95% CI = 2,08-13,93). Efikasi vaksin DPT, DT, Td sebesar 71,4%.
Kesimpulan dan saran: Telah terjadi penularan penyakit dari orang ke orang. Indeks case dan sumber penularan tidak diketahui karena mobilitas penduduk yang tinggi. Ada hubungan bermakna antara status imunisasi dan riwayat perjalanan dengan kejadian difteri. Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Garut agar dapat Meningkatkan Kwalitas dan cakupan imunisasi DPT, DT, Td, Meningkatkan perbaikan pencatatan imunisasi dengan tertib, dan Meningkatkan koordinasi pelaporan dalam penemuan kasus baru dan karier.

Background : Diphtheria is an acute infectious disease caused by corynebacterium Diphtheriae that can cause death. Health Office of Garut Regency reported cases of diphtheria as many as 33 cases in the period December 2017-January 2018. According to the Minister of Health Regulation number 1501 in 2010, 1 case of diphtheria is an Outbreak. This research aims to illustrate epidemiologic cases of diphtheria, to see fit model for predicting factors related with diphteria outbreaks and to see efficacy vaccine.
Method : This investigation uses case control design. The sample size in this study were 121 respondents with an amount of case 31 respondents and control 90 respondents. This investigation was conducted by a team of FETP students FKM UI and Garut District Health Office conducted on 6-9 February 2018 at 13 Puskesmas reported cases. Data analysis was performed by logistic regretion test to see the value of odds ratio using stata version 14,2 in Computer Laboratory of FKM UI.
Results : The outbreak pattern is propagated epidemic that occurs at the age of 1 -71 Years. Primary cases occur in week 48 of 2018. Multivariate model fit analysis showed the immunization status related with diphteria (Pvalue = 0,036; OR=3,5; 95% CI = 1,08-11,10), travel history related with diphteriae difteri (Pvalue = 0,000; OR = 5,4; 95% CI = 2,08-13,93). Efficacy vaccine DPT, DT, Td of 71,4%.
Conclusions and suggestions : There has been a disease transmission from person to person. There was a significant association between immunization status and travel history with diphtheria events. It is suggested to Garut Regency Health Office to improve the quality and coverage of immunization of DPT, DT, Td, Improving improvement of orderly immunization record, and Improving coordination reporting in new case invention and career.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprizal Satria Hanafi
"ABSTRAK
Hubungan obesitas dan merokok terhadap kejadian hipertensi sudah banyak diketahui
namun masih jarang dilakukan penelitian untuk melihat efek gabungan obesitas dan
merokok dalam menyebabkan hipertensi derajat 1. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi efek gabungan obesitas dan merokok dalam menyebabkan hipertensi
derajat 1. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional menggunakan data
Indonesian Family Life Survey-5 (IFLS-5) tahun 2014. Sampel yang dianalisis pada
penelitian ini berjumlah 13.487 setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis
multivariat menggunakan uji cox regresi digunakan untuk mengetahui besar risiko
obesitas dan merokok dalam menyebabkan hipertensi derajat 1. Hasil penelitian
didapatkan prevalensi hipertensi derajat 1 sebesar 23,50%. Analisis multivariat
menunjukkan bahwa orang yang obesitas dan merokok memiliki risiko 2,86 kali untuk
mengalami hipertensi derajat 1 (PR=2,86), orang obesitas dan tidak merokok memiliki
risiko 1,64 kali untuk mengalami hipertensi derajat 1 (PR=1,64), orang tidak obesitas
dan merokok memiliki risiko 1,32 kali untuk mengalami hipertensi derajat 1 (PR=1,32).
Risiko untuk mengalami hipertensi derajat 1 meningkat 48% akibat interaksi obesitas
dan merokok. Perlu adanya adanya skrining lebih ketat untuk mencegah hipertensi
terutama pada orang obesitas dan merokok pada umur ≥18 tahun misalnya dengan
pengkuran tekanan darah secara rutin di rumah. Selain itu perlu adanya peningkatan
kualitas pelaksanaan Posbindu PTM dari pemerintah untuk pemantauan faktor risiko
serta deteksi dini PTM.

ABSTRACT
The relationship of obesity and cigarette smoking to the incidence of hypertension was
well known, but study is still rare to see the joint effects of obesity and smoking in
causing hypertension grade 1. This study aimed to evaluate the joint effect of obesity
and cigarette smoking on causing hypertension grade 1. This study used a crosssectional
design using data from Indonesian Family Life Survey-5 (IFLS-5) in 2014.
The samples analyzed in this study amounted to 13,487 after fulfilling the inclusion and
exclusion criteria. Multivariate analysis using the cox regression test was use to
determine the risk of obesity and smoking in causing hypertension grade 1. The results
showed that the prevalence of hypertension grade 1 is 23.50%. Multivariate analysis
showed that people who were obese and smoking had a risk of 2.86 times for having
hypertension grade 1 (PR = 2.86), obese and non-smoking people have a risk of 1.64
times to have hypertension grade 1 (PR = 1.64), people who were not obese and
smoking have a risk of 1.32 times for having hypertension grade 1 (PR = 1.32). The risk
of developing hypertension grade 1 increased by 48% due to the interaction of obesity
and smoking. There needs to be more rigorous screening to prevent hypertension,
especially in obese and smoking people at age ≥18 years, for example by measuring
blood pressure regularly at home. In addition, there is a need to improve the quality of
the implementation of NCDs Integrated Development Post (Posbindu) from the
government for risk factor monitoring and early detection of NCDs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elviza Rahmadona
"Salah satu komorbid yang paling banyak menyertai pasien Covid-19 di Indonesia adalah Hipertensi dengan proporsi kasus 52,1% dan proporsi kematian sebanyak 19,2% dan menjadi komorbid paling tinggi pada pasien Covid-19 di Indonesia. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan hipertensi dengan kematian pasien Covid-19 pada April 2020 – Juli 2021 berdasarkan data rekam medik pasien rawat inap di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Desain studi pada penelitian ini adalah studi kasus kontrol dimana kasus adalah pasien Covid-19 yang meninggal dan kontrol adalah pasien Covid-19 yang tidak meninggal berdasarkan data rekam medik melalui aplikasi SIMRS. Sampel pada penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria inklusi yaitu 93 pasien pada kelompok kasus dan 200 pada kelompok kontrol yang telah dilakukan uji pemeriksaan PCR terlebih dahulu. Data dianalisis menggunakan uji chi-square dan regresi logistik. Dari hasil analisis diperoleh hubungan antara hipertensi dengan kematian Covid-19 namun memiliki risiko protektif dengan OR adjusted = 0,0661 (95% CI = 0,026 – 0,171, p value = <0,0001) setelah dikontrol variabel umur, jenis kelamin, diabetes, PPOK, CVD. Hasil penelitian ini masih memiliki kelemahan berupa misklasifikasi non diferensial dan keterbatasan data yang tersedia pada data rekam medik melalui aplikasi SIMRS
.....One of the most comorbidities to Covid-19 patient in Indonesia is hypertension, which is 52,1% in confirmed cases and 19,2% in mortality cases and be ranked first of comorbidities in Covid-19 patient. This tudy aims to determine association hypertension to Covid-19 patient death for April 2020 – July 2021 based on medical record data of inpatient at RSUD Arifin Achmad – Riau Province. This is a case control study, which is cases were the death patient and controls were non-dead patient based on medical record data through SIMRS app. This study analyze 93 cases and 200 controls include in inclusion criteria which has been tested PCR. The data was analyzes use chi-square test and logistic regression. Based on the result, that was found association between hypertension to mortality of covid-19 but have protective risk to patient in adjusted OR = 0,0661 (95% CI = 0,026 – 0,171, p value <0,0001) after controlled by age, sex, diabetes, COPD and CVD. This study result have limitation yet that is misclassification non differential and available data in medical recor patient through SIMRS app"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrisa Faadhilah
"Berat badan lahir rendah didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai berat saat lahir kurang dari 2500 g. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) meningkatkan angka kesakitan dan kematian dua kali lipat dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan 2500 g atau lebih (Gopalan, 2018). Berat lahir rendah menjadi masalah kesehatan masyarakat berkelanjutan secara signifikan dan global dikaitkan dengan serangkaian konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang (WHO, 2014). Faktor resiko utama yang berhubungan dengan tingginya kejadian BBLR adalah faktor demografi, penyakit kronis sebelum hamil, status gizi ibu hamil, komplikasi dalam kehamilan, dan status pemeriksaan kehamilan (Committee on Prevention of Low Birth Weight, 1985; Gopalan, 2018). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan pendekatan case control. Penelitian ini menggunakan analisis cox regression dengan hasil ukur prevalence ratio (PR).
Hasil penelitian ini menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara preeklamsia dengan kejadian BBLR dengan p value = 0,000, yang berarti <0,05 dengan nilai PR adjusted 1,497 (CI 95% 1,207-1,846) setelah dikontrol oleh variabel kovariat. Angka kejadian BBLR berhubungan dengan penanganan kasus preeklamsia dan eklamsia yang gawat memerlukan tindakan aktif, yaitu terminasi kehamilan segera tanpa memandang usia kehamilan dan perkiraan berat badan janin sehingga dapat melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Oleh sebab itu, sangat diperlukan pemantauan oleh tenaga kesehatan terhadap ibu-ibu yang mengalami komplikasi dalam kehamilannya terutama yang memiliki tekanan darah yang tinggi dalam kehamilannya agar dapat ditangani secara dini dan dilakukan perawatan konservatif sehingga kejadian BBLR dapat dicegah.

Low birth weight is defined by the World Health Organization (WHO) as birth weight less than 2500 g. Babies with low birth weight (LBW) increase the morbidity and mortality doubled compared to babies born with a body weight of 2500 g or more (Gopalan, 2018). Low birth weight is a significant public health problem globally and is associated with a series of short and long-term consequences (WHO, 2014). The main risk factors associated with the high incidence of LBW are demographic factors, chronic pre-pregnancy disease, nutritional status of pregnant women, complications in pregnancy, and pregnancy examination status (Committee on Prevention of Low Birth Weight, 1985; Gopalan, 2018). The method used in this study is cross sectional with a case control approach. This study uses cox regression analysis with the results of measuring prevalence ratio (PR).
The results of this study found that there was a significant relationship between preeclampsia and the incidence of LBW with p value = 0,000 (<0,05), PR adjusted 1,497 (CI 95% 1,207-1,846). after being controlled by covariate variables. The incidence of LBW associated with the handling of severe cases of preeclampsia and eclampsia requires active action, namely immediate termination of pregnancy regardless of gestational age and the estimated body weight of the fetus so that it can give birth to babies with low birth weight. Therefore, it is necessary to monitor health personnel for mothers who experience complications in their pregnancy, especially those who have high blood pressure in their pregnancy so that they can be treated early and conservative care so that the incidence of LBW can be prevented.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52890
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fetty Ismandari
"Pendahuluan, Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia, kebutaannya bersifat permanen dan seringkali gejala glaukoma tidak disadari oleh penderita. Proporsi pasien baru glaukoma yang datang ke RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam kondisi telah buta cukup tinggi sehingga perlu diteliti faktor yang berhubungan dengan kondisi tersebut.
Metode Penelitian, cross sectional, dengan populasi seluruh pasien glaukoma primer di poliklinik penyakit mata RSCM yang datang pada Januari 2007 - Oktober 2009 dan dilakukan analisis dengan Cox?s Proportional Hazard Model untuk mendapatkan nilai Prevalence Ratio(PR) dan mendapatkan model persamaan akhir.
Hasil Penelitian, Didapatkan hubungan yang bermakna antara antara kebutaan pada pasien baru glaukoma primer di RSCM dengan tekanan intraokular (PR 1,01 95% CI 1,01-1,02), jenis glaukoma, pengobatan sebelumnya dan interaksi antara jenis glaukoma dan pengobatan sebelumnya (PR 2,09 95% CI 1,36-3,22 untuk sudut terbukayang pernah mendapat pengobatan sebelumnya; PR 1,72 95% CI 1,20-2,46 untuk sudut tertutup yang belum mendapat pengobatan; PR 1,79 untuk sudut tertutup yang pernah mendapat pengobatan; dibandingkan sudut terbuka yang belum mendapat pengobatan) serta pendidikan (PR 1,49 95% CI 1,06-2,08 untuk pendidikan rendah dan 1,37 95% CI 0,97-1,92 dibandingkan dengan pendidikan tinggi).
Kesimpulan, Variabel yang bermakna secara statistik atau substansi dan dimasukkan dalam model akhir adalah umur, jenis kelamin, tekanan intraokular, jenis glaukoma, adanya pengobatan sebelumnya, interaksi antara jenis glaukoma dan pengobatan sebelumnya, dan tingkat pendidikan. Umur dan jenis kelamin secara statistik tidak bermakna namun dimasukkan dalam model karena secara substansi bermakna.

Introduction, Glaucoma is the second largest cause of blindness in Indonesia. Blindness caused by glaucoma is irreversible and most of the patients are unaware of the symptoms. The proportion of blindness in new glaucoma patients at RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) in that period was high, so that, the factors related to the blindness need to be explored.
Methods, cross sectional study, the population were all of new primary glaucoma patients at RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo's Eye Clinic from January 2007 to October 2009, and used Cox's Proportional Hazard Model Analysis to calculate Prevalence Ratio (PR) and find final equation model.
Results, variables those statistically significant associated with blindness in new patient with primary glaucoma at RSCM were intraocular pressure (PR 1,01 95% CI 1,01-1,02), glaucoma type, treated patients, interaction between glaucoma type and treated patients (PR 2,09 95% CI 1,36-3,22 for POAG-treated patients; PR 1,72 95% CI 1,20-2,46 for PACG-untreated patients; PR 1,79 for PACG-treated patiens; compared with POAG-untreated patients), and education level (PR 1,49 95% CI 1,06-2,08 for low level education and 1,37 95% CI 0,97-1,92 for no answer compared with high level education).
Conclusions, variables those statistically or substantively significant and included in final model were age, sex, intraocular pressure, glaucoma type, treated patients, interaction between glaucoma type and treated, and education level. Age and sex were not statistical significant and were included in the model because of substantive significance.
"
Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T31719
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8 9 10 11   >>