Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizi Umi Utami
Abstrak :
Saat ini kebutuhan rumah diperkotaan sejak tahun 1989-2000 diperkirakan mencapai 900.000 unit pertahun. Dengan semakin sempitnya lahan yang tersedia menyebabkan kebutuhan rumah menjadi salah satu permasalahan yang di hadapi oleh pemerintah daerah dan masyarakat di kota-kota besar. Salah satu penyelesaiannya adalah dengan membangun Rumah Susun. Rumah susun terdiri atas bagian-bagian yang dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah yang disebut dengan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS). Kepemilikan rumah susun dilakukan dengan jual beli baik secara tunai maupun angsuran. Kebanyakan dari calon pembeli memilih dengan cara angsuran atau kredit melakui fasilitas KPR. Cara pembayaran seperti ini, akan ditunjuk suatu benda sebagai jaminan oleh pihak pemberi kredit, dalam hal ini bank. Benda yang ditunjuk sebagai jaminan dalam KPR adalah rumah yang akan dibiayai dengan Fasilitas KPR itu sendiri. Dengan mengingat ketentuan dalam UURS No. 16 Tahun 1985 jo UUHT No. 4 Tahun 1996 maka HMSRS merupakan salah satu objek yang dibebani dengan Hak Tanggungan. Cara pembebanan HMSRS sebagai objek Hak Tanggungan sama dengan objek hak tanggungan lainnya yaitu diawali dengan pemberian Hak Tanggungan dan kemudian dilakukan pendaftaran pada kantor pertanahan tingkat kabupaten/kotamadya. Penulisan ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan dan diperkuat dengan penelitian lapangan. Tujuan penulisan ini adalah untuk membandingkan proses pembebanan yang ada dilapangan dengan ketentuan yuridis yang berlaku saat ini.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20898
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carolina Deny C.
Abstrak :
Fidusia lahir dari kebutuhan masyarakat yang kemudian berkembang dan di akui dalam yurisprudensi. Konstruksi fidusia adalah penyerahan hak milik atas barang-barang bergerak kepunyaan debitur kepada kreditur, sedangkan penguasaan fisik atas barang-barang itu tetap pada debitur (constitutum possesorium), dengan syarat bahwa bilamana debitur melunasi utangnya maka kreditur harus mengembalikan hak milik atas barang-barang itu kepada debitur. Perlindungan hukum terhadap penerima fidusia perlu dipikirkan karena pada praktek yang banyak terjadi adalah pihak kreditur sangat sulit untuk melakukan eksekusi terhadap barang jaminan fidusia secara optimal. Tidak di laksanakannya hak dana atau kewajiban salah satu pihak atau bahkan kedua belah pihak maka kedudukan Penerima Fidusia yang secara formal telah terlindungi oleh UUF menjadi lemah dan tidak dapat melaksanakan hak untuk memperoleh secara utuh pembayaran atas piutangnya. PT. BNI (Persero) Tbk. disatu sisi telah melaksanakan seluruh kewajiban sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan UUF sampai dengan pendaftaran fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Dengan dilakukannya pendaftaran ini maka PT. BNI (Persero) Tbk. seharusnya terlindungi hak-haknya sebagai Penerima Fidusia, khususnya hak preferensi atas piutangnya. Namun demikian untuk dapat memperoleh hak tersebut diperlukan suatu tindakan pengawasan dan penelitian secara seksama berkaitan dengan keberadaan dan kondisi dari Obyek Jaminan Fidusia. Dengan tidak dilaksanakannya pengawasan dan penelitian oleh PT. BNI (Persero) Tbk. pada akhirnya mempengaruhi pula optimalisasi pengurusan Piutang Negara oleh KP2LN Jakarta III. Kedudukan hukum PUPN menjadi lemah dan tidak ctapat melaksanakan pengurusan melalui tindakan penyitaan dan penjualan secara lelang barang jaminan fictusia secara optimal.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21309
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andia Hastriani
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Puspita Sari
Abstrak :
Sebagai salah satu bank komersial, Bank Rakyat Indonesia (Persero), seperti juga bank lainnya membuka kesempatan luas bagi masyarakat umum untuk mendapatkan pinjaman untuk berbagai bidang. Namun demikian, masyarakat (nasabah) yang akan menjadi debitor tidak serta merta dapat langsung mendapakan pinjaman. Bagi mereka yang nantinya akan menjadi debitor harus terebih dahulu memenuhi syarat-syarat untuk mendapatkan kredit. Syarat terpenting dalam mendapatkan kredit di BRI haruslah memiliki agunan (jaminan). BRI menetapkan beberapa macam lembaga jaminan, antara lain Hak Tanggungan Fidusia, Gadai, Penanggungan, dan Hipotik Kapal. Dalam prakteknya BRI menetapkan lembaga Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan yang paling utama untuk mendapatkan pinjaman. Lembaga jaminan lain juga bisa dijadikan jaminan di BRI untuk mendapatkan kredit, namun prioritas tetap diberikan kepada lembaga Hak Tanggungan. Alasannya adalah selain Hak Tanggungan telah diatur secara jelas dalam UU tersendiri (UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah), juga karena karena ekseskusi nya yang mudah. Meskipun Bri telah membuat aturan yang tegas mengenai prosedur pemberian kredit , kadang kala masih terjadi kredit bermasalah. Banyak faktor yang menyebabkan munculnya kredit bermasalah di BRI. Untuk itu BRI berusaha untuk selalu mengantisipasinya dengan berbagai cara, antara lain pertama, aturan yang tegas mengenai prosedur pemberian kredit, kedua, meningkatkan kualitas personil (pegawai} BRI terutama yang berkaitan dengan masalah kredit, dan terakhir mengantisipasi bila timbulnya kredit bermasalah. BRI selalu mengantisipasi munculnya kredit bermasalah dan menanganinya dengan semaksimal mungkin agar jangan sampai merugikan BRI sendiri sebagai kreditur tetapi juga kepada nasabahnya yang menjadi debitur.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21113
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriasari Sintarini
Abstrak :
Penyaluran fasilitas kredit sindikasi umumnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan debitur akan fasilitas kredit yang besar namun dapat di penuhi oleh kreditur dengan tingkat resiko yang minim dan memiliki tingkat resiprositas dan profitabilitas yang tetap baik. Dalam hal penyaluran fasilitas kredit sindikasi ini dikenal dua klausula yang menjadi ciri khas sindikasi, yaitu klausula cross de fault dan cross collateral. Kedua klausul ini merupakan cerminan resiko cerminan tanggung dari para kreditur yang memberikan fasilitas kredit sindikasi tersebut. Yang dimaksud dengan klausuka cross default dalam penyaluran fasilitas kredit sindikasi adalah keterikatan antar pihak-pihak yang terlibat dalam sindikasi tersebut dimana apabila debitur wanprestasi kepada pihak sindikasi sebagai kreditur maka wanprestasi atas fasilitas tersebut adalah wanprestasi sebagai unit per unit sesuai dengan porsi keikutsertaan masing-masing sebagai pihak sindikasi. Sedangkan yang dimaksud dengan klausula cross colateral dalam penyaluran fasilitas kredit sindikasi adalah keterikatan antara pihak-pihak yang terlibat di dalam sindikasi tersebut dimana apabila debitur wanprestasi kepada pihak sindikasi sebagai kreditur maka jaminan yang telah diberikan menjadi penjaminan atas fasilitas tersebut secara integral tidak terpecah-pecah sebagai unit per unit sesuai dengan porsi dari keikutsertaan masing-masing peserta sindikasi. Terhadap jaminan yang diberikan dalam penyaluran fasilitas kredit sindikasi, debitur diwajibkan memberikan jaminan yang jumlahnya cukup banyak dan macamnya pun juga banyak untuk mengimbangi jumlah pinjaman yang diberikan dalam jumlah yang besar. Banyaknya mecam jaminan yang diberikan memberikan konsekuensi banyaknya prosedur dalam pengikatan berbagai tersebut.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20782
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina M.M. Adelyna
Depok: Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Andria I Istomo
Abstrak :
Status hukum seseorang menunjukkan kedudukanya di dalam lalu lintas hukum suatu masyarakat. Kepastian mengenai status hukum diperoleh dengan melakukan pendaftaran dan pencatatan atas peristiwa yang berhubungan dengan kehidupan pribadi seseorang yang menentukan status hukum tersebut. Pencatatan antara lain perkawinan dan perceraian yang telah mengalami unifikasi yaitu dikeluarkannya UU No 1 Tahun 1974 serta PP No 9 Tahun 1975.
Universitas Indonesia, 1987
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Popy Zuchrainiati
1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramli Rizal
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Rizal Paripurnawan
Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>