Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Owen Sutedjo
"Dalam menjalankan fungsi intermediasinya, bank selalu diawasi ketat oleh Bank Indonesia dan salah satu poin krusial dalam pengawasan sektor perbankan ini adalah dalam kegiatan pemberian kredit. Kegiatan ini memiliki risiko adanya kemungkinan kredit yang diberikan tidak dapat tertagih sehingga menjadi kredit bermasalah dan disi lain bank tetap harus membayar setiap rupiah dana simpanan dari masyarakat. Diluar semua pengawasan dan persyaratan yang dikeluarkan Bank Indonesia, bank harus selalu dapat bertanggung jawab untuk memberikan kredit kepada debitur yang layak melalui tahapan analisis yang ketat dan akurat.
Sebelum memberikan fasilitas kredit kepada sebuah perusahaan atau individu perorangan, seorang analis kredit di bank wajib melakukan tahapan analisis yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan calon debitur dalam memenuhi kewajibannya kepada bank dan memperkirakan tingkat risiko yang akan ditanggung bila bank menyetujui permohonan kredit tersebut. Analisis tersebut berperan sebagai saringan pertama agar bank tidak terjerumus dalam kasus kredit bermasalah.
PT. XYZ yang bergerak di bidang manufaktur memhutuhkan dana untuk investasi pembelian Cigarette Paper Making Machine baru yang bertujuan menambah kapasitas produksinya. Permohonan pinjaman yang diajukan PT. XYZ ke Bank A berupa kredit investasi. kredit modal kerja dan line IJC. Untuk menilai apakah permohonan tersebut layak dibiayai oleh bank dan berapa besar pinjaman yang sebaiknya dibiayai oleh Bank A, perlu dianalisis beberapa aspek yang berkaitan dengan 5C yaitu aspek legalitas, aspek usaha secara umum. aspek operasional, aspek keuangan, aspek agunan, aspek risiko dan aspek bidang industri.
Dari aspek legalitas dinilai PT. XYZ sudah memenuhi seluruh kelengkapan dokumen yang berhubungan dengan legalitas pcndirian badan usaha, legalitas dalam menjalankan usaha serta bukti kepemilikan yang sah terhadap aset-aset yang akan dan sudah dijaminkan di Bank A. Dan dalam menjalankan usahanya, PT. XYZ sudah memiliki semua faktor-faktor yang dipcrlukan berkaitan dengan sumber daya manusia yang handal, lokasi usaha yang mendukung serta proses dan kapasitas produksi yang memadai.
Kinerja keuangan PT. XYZ juga stabil dan cenderung membaik dari tahun ke tahun, selain itu rencana investasi baru ini juga sudah sesuai dengan keperluan dan kemampuan keuangan perusahaan. Investasi ini dinilai berdampak positif terhadap kondisi keuangan PT. XYZ di masa mendatang karena mempunyai andil yang besar dalam mendukung kenaikan penjualan perusahaan serta memperbesar peluang PT. XYZ dalam meningkatkan pangsa pasar di industri rokok nasional maupun internasional.
Sedangkan dari aspek agunan dinilai asset yang dijaminkan belum mencukupi total pinjaman yang akan diberikan Bank A karena sebagian besar agunan tersebut berupa rangkaian mesin besar yang sulit dijual dalam waktu yang singkat apabila PT. XYZ mengalami wanprestasi atau default. Untuk itu PT. XYZ diharapkan dapat memberikan jaminan tambahan dari para pemegang perusahaan dan/atau dari induk perusahaan.
Berdasarkan pertimbangan seluruh aspek tersebut, permohonan kredit PT. XYZ dinilai layak dibiayai oleh Bank A dengan pemberian fasilitas kredit investasi dan line LlC sesuai dengan pengajuan awal PT. XYZ. Sedangkan fasilitas kredit modal kerja tidak disetujui sebesar jumlah yang diajukan dan juga penggunaan kredit modal kerja ini dibagi untuk dua tujuan penggunaan yaitu untuk kebutuhan saat pengoperasian Cigarette Paper Making Machine barn dan untuk tambahan modal kerja harian PT. XYZ.

In performing its intermediate function, a bank is always observed thoroughly by "Bank Indonesia" and one of the crucial points in this banking observation is providing credit activity. The risk of this activity is that there's a possibility the credit provided can be a bad debt and on the other side the bank still has to pay every single Rupiah of the society's fund. Outside of the observation and regulation issued by Bank Indonesia, a bank has to be responsible on providing credit facility to competent debtors through analysis process tightly and accurately.
Before providing any credit facility to a company or individual person by person, a credit analyst in a bank has to analyze in order to know the person or the company's ability in fulfilling any obligation to the bank and estimating risk level degree for the bank, if the bank approves the credit facility request. The credit analysis is as the first filter to prevent the bank for not having a bad debt case.
PT. XYZ, a manufacturing company needs fund to invest a new Cigarette Paper Making Machine in order to developing its production capacity. The credit facility requested by PT. XYZ to Bank A is investment loan, working capital loan, and L/C line. To judge whether the request is proper to be financed by Bank A, the bank needs to analyze few aspects related to 5C which are legal aspect, common business aspect, operational aspect, financial aspect, collateral aspect, risk aspect and industrial aspect.
Through legal aspect, PT. XYZ already fulfill all of the documents related to corporation founding legalization, business performing legalization also legal document of assets that will be and already pledge to Bank A. In doing its business, PT. XYZ has every needed element, related to human resources, supporting business location also production process and capacity.
The financial of PT. XYZ also stable and on a better level each year, the new investment plan appropriate with its need and financial ability. The investment will give positive impact to its financial condition in future because it will support the company's increasing sales and bigger opportunity in increasing its market in national and international cigarette industry.
From collateral aspect, the pledged assets has not cover the total credit facility because more than half of its collateral are big machineries hard to sell in short term period if PT. XYZ can not paid back its obligation including principal payment, interest, and any other expenses to Bank A. To mitigate the collateral aspect, PT. XYZ expected to give additional collateral from shareholders and/or mother company.
Considering all of the above aspects, the credit facilities requested by PT. XYZ are reasonable to be financed by Bank A as proposed by PT. XYZ on investment loan and L/C line. Meanwhile, the working capital loan is not approved as the proposed amount and the working capital loan usage is divided in to two purposes, operational of new Cigarette Paper Making Machine need and its additional daily working capital."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, David Irving Halomoan
"Penulisan karya akhir ini mengulas penerapan model FCFF untuk menentukan nilai intrinsik suatu saham yang dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan bagi investor yang tertarik. Karya akhir ini mengambil studi kasus salah satu perusahaan perkebunan terkemuka di Indonesia, yaitu PT. Astra Agro Lestari Tbk. Saat ini, usaha agribisnis kelapa sawit sedang berkembang dengan pesat seiring dengan masih besarnya potensi yang dimiiiki oleh bangsa Indonesia. PT. Astra Agro Lestari merupakan salah satu anak perusahaan dari PT. Astra Internasional, yang memfokuskan bisnisnya dalam bidang pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan produksi CPO. Saat ini Astra Agra Lestari merupakan emiten yang memiliki area perkebunan terbesar dengan luas area mencapai 200,000 hektar. Selain CPO, Astra Agra juga memproduksi karet, teh, dan juga kakao. Namun, CPO masih merupakan kontributor terbesar terhadap pendapatan perseroan.
Untuk melakukan analisis yang menyeluruh atas kondisi perusahaan dapat dilakukan melalui analisis fundamental. Analisis fundamental dibuat berdasarkan pada pendekatan Five Forces of Porter. Kemudian dilakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan selama lima tahun kebelakang, yaitu dari tahun 2001 sampai dengan 2005. Dad seluruh analisis tersebut, penulis dapat membuat asumsi-asumsi yang diperlukan dalam menyusun proyeksi laporan keuangan baik neraca maupun laporan laba ¬rugi dalam lima tahun kedepan.
Proyeksi laporan keuangan tersebut digunakan untuk menghitung proyeksi free cash flow to the firm (FCFF) dari tahun 2006 sampai dengan 2010, dan dengan menggunakan metode Discounted Cash Flow Valuation (DCF), maka diperoleh value of the firm PT Astra Agro Lestari. Selanjutnya dapat dihitung intrinsic value of the equity per share dari perusahaan, yang didapat nilainya sebesar Rp. 7.151.- per lembar saham.
Dari perbandingan antara nilai pasar dengan intrinsic value per share tersebut, dapat disimpulkan bahwa PT. Astra Agro Lestari telah menjalankan bisnsnya dengan balk. Iiasil valuasi menunjukkan, bahwa harga saham PT. Astra Agro Lestari pada tanggal 29 Desember 2005 dalam posisi undervalue, yaitu sebesar Rp. 4.900/lembar saham, dibandingkan dengan instrinsic value per share hasi I valuasi FCFF sebesar Rp.7.15 L .-/lembar saham.

The aim of this final assignment is to study the implementation of FCFF model to determine the intrinsic value of a share that can be used as a tool for an interested investor in making decision. This final assignment took case study the one of the largest plantation firm in Indonesia, that is PT Astra Agra Lestari Tbk Today, palm oil business has been growing lastly meanwhile Indonesia still has great potency to develop. PT. Astra Agro Lestari is one of the subsidiary of PT Astra Internasional, which focused it's business in palm oil plantation and produces crude palm oil. Nowadays, PT. Astra Agro Lestari is the firm that listing on Jakarta Stock Exchange that has largest plantation area, about 200,000 hectare. Besides CPO (crude palm oil), firm also produces rubber, tea, and cocoa. But CPO is still the product that has biggest contribution to the sales of the firm.
To do whole analysis about the condition of the firm, we can use fundamental analysis. Fundamental analysis is done by Five Forces of Porter approach. Then we analyse the firm's financial statement in the past five years from year 2001 to year 2005. From the all analysis, the writer can make assumptions that it need to create financial statement projection, both balance sheet and income statement for the next five years.
This financial statement projection are used to calculate free cash flow to the firm (FCFF) projection from year 2006 to year 2010, and by Discounted Cash Flow Valuation (DCF) method we can get value of Astra Agro Lestari. After that we can calculate intrinsic value of the equity per share and we find the value is Rp. 7.151. - Per share.
From the comparation between market value and intrinsic value per share, we can conclude that PT. Astra Agro Lestari has done its business well. The result of valuation shows that the value of share on 29 December 2005 is undervalue, that is Rp. 4.900 per share, while the intrinsic value per share is Rp. 7.151 per share."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Budi Hatmoko
"Usaha persewaan alat-alat berat merupakan bisnis yang mulai bangkit sejak 5 tahun belakangan ini setelah krisis keuangan di tahun 1998. Seiring dengan menggeliatnya perekonomian makro Indonesia terutama pada sektor pertambangan ketika terjadi lonjakan harga minyak dunia serta usaha untuk mencari sumber energi alternatif yang berdampak pada sektor perkebunan seperti kelapa sawit, membaiknya sektor konstruksi setelah dihantam krisis pada tahun 1998 dan sektor kehutanan turut mempengaruhi peningkatan permintaan terhadap alat- alat berat.
PT. Hexindo Adiperkasa, Tbk. adalah salah satu dari beberapa penjual serta menyewakan alat- alat berat di Indonesia sebagai pemegang merek Hitachi. Bidang usaha perusahaan meliputi: penjualan, persewaan, dukungan suku cadang, dukungan jasa pemeliharaan penuh, dan proses perakitan alat berat. Cakupan operasional meliputi Aceh, Jawa, sangatta (Kalimantan), hingga Sulawesi Selatan.
Dari berbagai macam dan jenis dari alat-alat berat yang paling terkenal adalah jenis excavator. Jenis ini sangat serba guna sehingga dapat digunakan diberbagai sektor seperti pertambangan, perkebunan, konstruksi dan kehutanan dengan berbagai model yang berbeda. Model yang terkenal bagi para investor alat-alat berat untuk pertambangan khususnya untuk merek Hitachi adalah ZAXIS 450.
Bisnis alat-alat berat membutuhkan biaya yang sangat besar serta tingkat kecermatan yang tinggi dalam operasionalnya. Seringkali para investor yang akan melakukan investasi dibidang ini hanya sekadar memutuskan untuk membeli dan melihat besarnya tarif sewa setiap jam dengan kisaran Rp 960,000 untuk ZAXIS 450 tanpa melihat biaya-biaya yang akan timbul dikemudian hari. Biaya- biaya tersebut adalah biaya operasional setiap jam dari alat berat, biaya operator dan biaya jasa perawatan untuk alat berat.
Selain biaya operasional perlunya mewaspadai kondisi yang terjadi dilapangan seperti kenaikan harga bahan bakar minyak dan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika yang sangat berpengaruh terhadap operasional alat berat.
Dengan mengetahui biaya operasional dari alat-alat berat serta pengaruh harga solar dan fluktuasi nilai rupiah serta membandingkannya dengan tarif sewa masing- masing setiap jam maka dapat diketahui keuntungan bersih dari masing-masing alat berat setiap jamnya dan dapat juga digunakan sebagai salah satu pertimbangan bagi pengambilan keputusan untuk pembiayaan. Disamping itu dengan diketahuinya keuntungan bersih setiap jam serta resiko yang dihadapi dapat memberikan sedikit gambaran bagi masyarakat serta membantu investor yang baru dalam memahami usaha persewaan alat-alat berat.

Rental of heavy equipment business has started for waken up since 5 years later after financial crisis in 1998. Because of better condition for Indonesia macro economics especially for mining sector after rising of oil prices in the world market and activity to founded of alternative energy besides oil and gals, the expansion of CPO plantation, forestry sector after rising of pulp price to S 550 per metric ton and the recovery of property sector are given impact to demand for Henry equipment.
PT. Hexindo Adiperkasa, Tbk Holder for Hitachi brand in Indonesia is One of the most whole seller and rental for heavy equipment. The business field of the company including seller, rental, spare parts, full maintenance and assembly process for heavy equipment. The operational region are including from Aceh, Java, Sangatta (Kalimantan) until South Sulawesi.
The most famous of heavy equipment than the other kinds is excavator. This kind are multipurpose because it can be using to any sector like mining, plantation, forestry and property with so many different kind. The kinds of excavator which higher demand from the buyers especially for mining are ZAXIS 450.
The heavy equipment business need for biggest financial capital and high accuracy for the operation. The buyers who would be invest on this business are often buy because they looking from the earning per Rp 960,000 for TAXIS 450 without thinking of the costs in the future including operational cost, operator cost and maintenance cost.
Besides operational cost, buyers must be worried for uncertainty condition in the field like the rising of oil price, and the fluctuation for rupiah currency against US dollar that can make implication to operational of heavy equipment.
Understanding of operational cost from excavator, the impact of oil prices and currency to operational cost with comparing to earning per hours to find out margin per hours, can be made a judgment to make decision for funding. Beside that knowing the margin per hours and the risk would be held on this field are given to others of illustration about the business rental for heavy equipment."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19723
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Angeline
"Sebelum melakukan investasi di bursa saham, individu atau organisasi harus memastikan bahwa saham yang dipilih akan mendatangkan return positif di waktu yang akan datang dengan tingkat risiko tertentu. Dalam mempertimbangkan saham yang dipilih, investor perlu mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat yang mempengaruhi return saham tersebut Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah likuiditas saham, tingkat leverage dan risiko sistematik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah likuiditas saham dan risiko sistematik memiliki pengaruh yang positif terhadap return saham serta untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara tingkat leverage dengan return saham. Industri consumer goods dipilih sebagai obyek penelitian karena saat ini industri consumer goods merupakan salah satu sektor yang masuk kategori berisiko paling kecil karena perusahaan - perusahaan sektor tersebut memiliki kinerja yang cukup bagus.
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil seluruh populasi pada perusahaan consumer goods yang listing di Bursa Efek Jakarta Metade regresi akan digunakan untuk mengetahui hubungan antara dependen variabel return saham dengan independen variabel likuiditas saham yang diukur dengan menggunakan bid ask spread , leverage (debt to equity ratio) dan risiko sistematik. Regresi menggunakan cross-section dengan menggunakan program SPSS pada level of significance 5% (a = 0,05). Setelah model diperoleh, maka model ini harus diuji dengan apakah sudah memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) atau belum.
Hasil penelitian dengan menggunakan analisa regresi ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif serta pengaruh yang signifikan antara likuiditas saham, tingkat leverage (debt to equity ratio) dan risiko sistematik dengan return saham secara parsial. Sedangkan secara bersama-sa-na likuiditas saham, tingkat leverage dan risiko sistematik mempunyai pengaruh terhadap return saham.
Investor yang akan melakukan investasi pada saham di industri consumer goods, hendaknya mempertimbangkan secara matang mengenai beberapa hal yang sangat penting dalarn pengambilan keputusan investasi yang dilakukannya, yaitu berapa tingkat pengembalian yang diharapkannya, berapa besar risiko yang hams ditanggungnya dan berapa ke-liquid-an investasi tersebut.
Walaupun dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara likuiditas saham, tingkat leverage dan risiko sistematik dengan return saham, namun pada penelitian berikutnya sebaiknya menggunakan sampel dari industri yang berbeda. Variabel yang diteliti juga perlu diperluas seperti iikuiditas saham yang bukan hanya dapat diukur dari bid-ask spread melainkan juga dari volume perdagangan saham atau komisi penjualan.

Before doing investment in stock exchange, an individual or organization must ensure that the stock will give positive return with the certain risk On considering what stock will be choose, investor must know any factors will affect that return. Hat the stock chosen will be the one that can give positive return in the future. Some of the factors are stock liquidity, leverage and systematic risk The aim of this research is to find out whether stock liquidity and systematic risk have positive correlations on the stock return and to know whether leverage has influence to the stock return. Consumer goods industry is chosen for this research object as this industry is one of the business sectors attracting which have low risk because the company in that sector have good performance.
This research has been done by taking sampling on consumer goods companies listed in Jakarta Stock Exchange. Regression method will be used to know the relationship between dependent variable stock return with the independent variable stock liquidity which measured by bid ask spread, leverage (debt to equity ratio) and systematic risk Regression analysis using cross-section with SPSS on level of significance 5% (a = 0,05). After regression model completed that must be tested whether that model has come up into BLUE criterion (Best Linear Unbiased Estimator) or not.
The result of this research using regression analysis indicates that there are positive correlations and significant influences between stock liquidity, leverage (debt to equity ratio) and systematic risk on the stock return partially. In other hand, stock liquidity, leverage and systematic risk have significant influences on the stock return simultaneously.
Investor who will doing investment in stock on consumer goods sector, must consider about some important things in making investment decision, some of that are how much expected return and risk that he want also how liquid that investment.
Although this research showing significant influences between stock liquidity, leverage and systematic risk in accordance with the stock price, but in next research, it's better to use sample from another industry. Beside that, it should utilizing different variables factors like another method to measure liquidity."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19751
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bakti Idaman Nanda
"Model Markowitz sudah umum dipakai sejak 1952 untuk memilih portfolio. Model ini menggunakan expected return dan risk sebagai untuk menyederhanakan masalah investor dalam menemukan portfolio yang sesuai dengan kriteria. Dalam model Markowitz, variance dianggap sebagai ukuran dan resiko. Menurut Young (1998) banyak peneliti yang mempertanyakan apakah matriks kovarian 6 merupakan ukuran resiko yang sesuai. Mereka mengasumsikan bahwa pandangan investor yang normal tidaklah simetris. Seringkali kerugian yang sedikit sudah cukup besar bagi seorang investor. Di sisi lain, profit hams cukup tinggi agar sesuai dengan harapan investor. Selain itu model Markowitz memungkinkan terjadinya portfolio yang tidak efisien bila data memiliki distribusi tertentu. Masalah yang lain adalah model Markowitz tidak mengakomodasi variabel keputusan integer atau boolean, sehingga tidak bisa digunakan untuk membuat keputusan yang lebih kompleks, misalnya untuk mengakomodasi constraint biaya tetap transaksi. Hal ini menunjukkan bahwa model klasik Markowitz harus dianggap sebagai pendekatan terhadap masalah kompleks yang dihadapi oleh investor.
Young memberikan alternatif formulasi dalam masalah yang umum disebut sebagai portfolio selection problem ini. Young memperkenal aturan Minimax yang memaksimalkan minimum return ini. Formulasi pemilihan portfolio dalam bentuk linear programming ini memiliki keunggulan dibandingkan metode mean -variance yang merupakan formulasi quadratic programming.
Menurut Young kelebihan linear programming dibandingkan dengan quadratic programming adalah bahwa pemilihan portfolio dengan variabel keputusan integer atau 0-1 menjadi feasible. Dengan demikian feature ini memungkinkan untuk digunakannya model decision making yang lebih kompleks. Sebagai contoh, model linear-integer programming bisa mengakomodasi constraint biaya tetap untuk transaksi, jenis biaya yang biasa dihadapi oleh pars manajer portfolio.
Dalam penelitian ini, dilakukan perbandingan dua metode yang menggunakan pendekatan yang berbeda untuk mendapatkan portfolio yang diinginkan. Markowitz menggunakan kriteria return dan standar deviasi, sedangkan pada metode Minimax, digunakan kriteria Mp atau maksimasi minimum return untuk semua periode observasi.
Untuk membandingkan kinerja dari kedua metode ini, bisa dilakukan beberapa Cara. Pertama, dengan cafe membandingkan kinerja kedua metode dari kriteria risk dan return, yaitu kriteria yang digunakan oleh Markowitz Kedua, dapat dilakukan perbandingan kriteria Mp, yaitu nilai maksimal dari return minimal portfolio untuk seluruh periode pengamatan. Sedangkan yang ketiga adalah dengan membandingkan utility, yaitu nilai manfaat yang diterinia oleh investor. Masing-masing perbandingan memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada penelitian ini, perbandingan dilakukan dengan care pertama dan cars ketiga.
Dalam penelitian ini, perbandingan dengan cars pertama dilakukan dengan membandingkan perbedaan kinerja antara kedua model portfolio tersebut dengan Risk Adjusted Measure, yaitu Sharpe, Traynor, dan Jensen pada indeks saham LQ45. Selain itu penulis juga berusaha untuk menganalisis karakteristik portfolio Minimax dari expected return, required return, standar deviation, dan indeks risk aversion. Sedangkan cars ketiga dengan membandingkan nilai utility, yang dinilai relatif "fair" untuk menilai kedua portfolio.
Dari penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa pengukuran dengan Sharpe. Traynor, dan Jensen menunjukkan bahwa kinerja portfolio metode Markowitz mengungguli kinerja portfolio metode Minimax. Kesimpulan yang lain adalah portfolio yang clihaJsilkan metode Minimax menghasilkan standar deviasi (risk) yang lebih tinggi daripada portfolio dengan rata-rata sebesar 7.76% lebih tinggi. Sedangkan pads expected return yang tinggi, metode Minimax menghasilkan standar deviasi portfolio yang mendekati metode Markowitz. Untuk required return yang rendah. Metode Minimax menghasilkan expected return dan risk yang lebih tinggi dari metode Markowitz. Dan dari pengukuran utility dengan berbagai indeks risk aversion, dapat diketahui bahwa metode ini menghasilkan utility yang tinggi untuk indeks risk aversion yang rendah, sehingga metode ini lebih sesuai untuk digunakan investor yang kecenderungannya untuk menghindari resiko adalah rendah.

Markowitz model has been used since 1952 to solve portfolio selection problem. This model used expected return and risk to simplify investor problems to find their expected portfolio with which match their criterions. In Markowitz model, variance represents risk which is faced by investors. In Maximin formulation, researchers assumed that investors view regards risk is not symmetric. Very often, a small loss is enough to make somebody very sad. On the other hand, the profit must be considerably high in order to make the investor very happy. Another problems, Markowitz model can lead to inefficient portfolio in certain distribution, and Markowitz model can not accommodate transaction fixed cost constraint and Boolean constraint. This implies that that Markowitz classical model should be considered as an approximation to rather complex problems that all investor face.
Young gives alternative formulation to solve these portfolio selection problems. Young introduce Minimax which maximize minimum return. This linear programming formulation has some advantages compared to mean-variance method compared to mean variance methode which formulated in quadratic programming.
According to Young, linear programming accommodates Integer or Boolean constraint Linear programming enables manager to solve complex problems which involve these fixed cost constraint, a kind of constraint usually faced by portfolio manager.
This thesis compares two different methods which use to different approach to get the portfolios. Markowitz use return and standard deviation, and Minimax use Mp to maximize the minimum return in all observed period.
To compare these methods, we can devide in three ways. First, compare their performance using risk and return, the approach which is used by Markowitz Second, compare their performance using Mp criterion, the criteria that maximize the minimum returns in all observed periods. Third, compare the portfolio's utility of both methods. Each of those comparation has advantages and disadvantages. This thesis uses the first and the third way.
Using the first way, we compare the performance between those methods using Risk-Adjusted Measure, which is Sharpe, Treynor and Jensen in LQ45 index.
Besides them, we try to analyze the characteristic of Minimax portfolio from variables such as expected return, required return, standar deviation, and risk aversion index. Using the third way, we compare the utility measure, the measure which is assessed fair enough to asses the performance from both methods.
From the experiment, Sharpe, Treynor, and Jensen measure prove that Markowitz method is superior compared to Minimax method. Another conclusion, Minimax portfolio results a higher standard deviation, which is 7.76% higher compared to Markowitz method. In high expected return, Minimax method yield standard deviation close to Markowitz's method. For low required return, Minimax method yield higher higher expected return and risk than Markowitz method. And from utility calculation with various risk aversion index, it is found that Minimax method yield higher utility for low risk aversion index, it makes Minimax appropriate to used by investor which has low degree of risk aversion."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Listyo Wibowo
"Dalam rangka mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank Indonesia selaku Bank Sentral telah menerapkan sistem pembayaran berupa Real-Time Gross Settlement (RTGS). Sistem ini telah diterapkan hampir disebagian besar wilayah Asia Pasifik yang meliputi Hong Kong, Korea, Australia, China, New Zealand, dan Thailand. Di Indonesia sistem ini dikenal dengan sebutan BI-RTGS.
Selain sistem BI-RTGS, Bank Indonesia juga memberikan sistem pembayaran nasional berupa Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Diharapkan melalui kedua sistem tersebut akan tercipta pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 6/8/PBI/2004 tanggal 11 Maret 2004 tentang Sistem BI-RTGS dan PBI Nomor 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang SKNBI telah mengadopsi standar international business practice maupun core principle BIS. Dengan demikian Bank XYZ sebagai peserta sistem BI-RTGS dan SKNBI wajib tunduk kepada kedua PBI tersebut di atas dan sudah barang tentu menimbulkan konsekuensi yaitu timtutan agar pegawai Bank XYZ yang ditempatkan pada operasional sistem pembayaran bekerja lebih teliti, hati-hati dan seksama agar dapat meminimalkan atau meniadakan risiko yang mungkin dapat muncul dalam pelaksanaan transfer dana melalui kedua sistem dimaksud.
Kesalahan pengiriman dana untuk rekening atau nama nasabah penerima yang dituju dipeserta penerima ataupun kesalahan dalam nilai nominal dan double pengiriman adalah beberapa contoh dari risiko operasional dari sisi peserta pengirim, sedangkan kesalahan dalam menentukan judgement terhadap perintah kiriman dana masuk dari peserta pengirim merupakan contoh risiko operasional dari sisi peserta penerima.
Adanya kewajiban dari peserta pengirim untuk menerbitkan perintah kiriman dana baru kepada rekening yang dituju atau nasabah penenma yang benar tanpa menunggu pengembalian dana membuat pengalokasian dana cadangan untuk risiko operasional sangat penting. Besarnya alokasi dana cadangan ini harus dihitung dengan suatu metode pendekatan yang dikenal dengan sebutan Value at Risk (VaR).
Pengukuran VaR untuk risiko operasional dapat dilakukan dengan beberapa metode pendekatan dan yang sederhana, sedikit komplek, dan sangat komplek. Tingkat keakuratan pengukuran terhadap aktual loss berbanding lurus dengan tingkat kompleksitas metode yang diterapkan. Adapun metode pengukuran risiko operasional dibagi menjadi 2, yaitu metode Standard dan Advanced Measurement Approach (AMA). Metode Standard terdiri dari Basic Indicator Approach (BIA), Standardized Approach (SA), Alternative Standardized Approach (ASA). Sedangkan AMA terdiri dari Internal Measurement Approach (IMA), Loss Distribution Approach (LDA), Scoreboard Approach, Bootstrapping Approach, Bayesian Method, dan Extreme Value Theory ( EVT).
Metode AMA adalah metode yang dianggap menghasilkan pengukuran risiko operasional yang lebih baik yang dapat digunakan bagi perusahaan maupun perbankan dibandingkan dengan metode-metode lainnya seperti BIA, SA, ASA. Metode AMA menggunakan pendekatan internal dalam mengukur risiko operasional, sehingga metode ini terlepas dan aturan Basel.
Dalam mengukur risiko operasional perusahaan, LDA mengharuskan untuk menggunakan data kerugian operasional intemal perusahaan masing-masing. Data kerugian tersebut dikelompokkan menjadi data iiekuensi kejadian dan data severitas kerugian. Dalam metode LDA, terdapat 2 cara pendekatan pengukuran yaitu dengan pendekatan actuarial method dan aggregation method. Dalam penelitian ini, metode pengukuran yang digunakan adalah dengan menggunakan AMA-LDA aggregation method.
Dari hasil pengukuran yang dilakukan dan setelah dilakukan uji back resting, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan metode pengukuran AMA-LDA aggregation method cocok diterapkan bagi Bank XYZ untuk mengukur besamya cadangan dana yang hams disediakan akibat potensi kerugian risiko operasional dalam sistem pembayaran nasional di keempat cabang Bank XYZ.

In order to achieve efficient, fast, secured and reliable payment system, Bank of Indonesia as the regulator has applied Real-Time Grass Settlement (RTGS) payment system. This system has been applied in most countries among Asia-Pasitic region, including Hong Kong, Korea, Australia, China, New Zealand, and Thailand. In Indonesia, this system is known as BI-RTGS.
Besides BI-RTGS system, Bank of Indonesia also provides national (domestic) payment system which is known as ?Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)? or ?National Clearing System of Bank Indonesia". By applying both systems, It is expected that we can have an efficient, quick, secured and reliable payment system.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) or Bank of Indonesia Policies point 6/8/PBI/2004 on March 11th 2004 regarding to BI-RTGS System and PBI point 7/18/PBI/2005 on July 22nd 2005 regarding to SKNBI have adopted intemational business practice and BIS core principle standard. Thercby Bank XYZ as participant of BI-RTGS and SKNBI systems is required to obey both PBI above and get consequence, that the officers of Bank XYZ at operational payment system are required to work more accurately and carefully in order to minimize or eliminate any risks which might emerge in fund transfer involving both systems.
Mistaken account or customer name of fund recipient, mistaken nominal value and double transfer are some examples of operational risks on the side of fund sender. In the other hand, miss-judgement against incoming fund transfer order is the operational risk on the side of fund recipient.
Obligation of fund sender to issue order for new fund transfer to directed account or recipient without waiting for fund retum makes it very important to have spare fund allocation for operational risk. The amount of the spare fund has to be calculated using a method known as Value at Risk (VaR).
VaR measurement for operational risk can be performed using simple methods, slightly more complex methods or very complex methods. More complexity of the used method means higher accuracy level of the measurement against actual loss. There are two types of operational risk measurement methods: Standard and Advanced Measurement Approach (AMA). Standard method includes Basic Indicator Approach (BIA), Standardized Approach (SA), and Altemative Standardized Approach (ASA). AMA method includes Intemal Measurement Approach (IMA), Loss Distribution Approach (LDA), Scoreboard Approach, Bootstrapping Approach, Bayesian Method, and Extreme Value Theory (EVT).
AMA is a method which is considered as the one provides better operational risk measurement, that can be used in banking or other companies, compared with other methods, such as BIA, SA and ASA. AMA method uses internal approach in measuring operational risk, making this method not to depend on Basel rule.
In measuring company operational risk, usage of LDA demands intemal operational loss data of each company to be used. This loss data is grouped into occurrence frequency data and loss severity data. In LDA method, there are two methods of measurement, namely actuarial method and aggregation method. In this research, the method to be used is AMA- LDA aggregation method.
From the measurement and back testing result, we can get conclusion that applying AMA-LDA aggregation method is lit for Bank XYZ in measuring the amount of spare fund that must be provided due to potential loss of operational risk in national payment system which is used in four of its branches.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T23188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendry
"Penghitungan ukuran kinerja operasional pada perusahaan pelayaran umumnya menggunakan berbagai variabel yang dapat menunjukkan kehandalan kapal (pengukuran kinerja secara parsial), seperti Transport Cost, Commission Days, Round Trip Days, Effective Load Factor, Number of Incident, Transportation Loss, Cargo Contamination dan lain-lain. Pengukuran kinerja dengan berbagai standar ukuran tersebut mengandung beberapa kelemahan, diantaranya adalah: 1. Tidak adanya satu ukuran tunggal yang dapat menentukan apakah suatu kapal memiliki kinerja yang baik atau tidak, sehingga sangat sulit untuk memberikan ranking nada suatu kondisi dimana ada kapal yang pada salah satu ukuran baik, namun pada ukuran lainnya memiliki nilai yang buruk. 2. Sulit menentukan ukuran kinerja jika ternyata terdapat hubungan antar variabel.
Data Envelopment Analysis (DEA) adalah teknik berdasarkan pemrograman linier yang digunakan untuk mengukur efisiensi relatif dari sebuah himpunan unit analysis (decision making unit) yang homogen dalam menggunakan beberapa inputnya untuk menghasilkan beberapa outputnya. DEA pertama kali diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes pada 1978. Model ini merupakan pengembangan dari studi tentang technical efficiency dengan menggunakan single output dan input yang dilakukan oleh Farrel (1957).
DEA bekerja dengan membentuk suatu efficient frontier atas set data yang berasal dari tiap DMU, dimana unit usaha yang berada pada efficient frontier tersebut merupakan unit usaha yang beroperasi dalam kondisi yang paling efisien, dan setiap unit usaha yang berada di bawah batas tersebut merupakan unit usaha yang beroperasi dalam kondisi yang kurang efisien. Inefisiensi diukur berdasarkan jarak antara. unit usaha yang kurang efisien terhadap batas yang dibentuk oleh unit usaha yang efisien. DEA kemudian akan menghasilkan nilai efisiensi yang disebut sebagai nilai efisiensi relatif. Nilai efisiensi relatif tersebut berupa nilai antara 0 sampai I, dimana nilai kurang dari satu menunjukkan bahwa unit produksi tersebut relatif inefisien terhadap unit produksi lainnya.
Dalam karya akhir ini akan dilakukan pengukuran kinerja operasional kapal yang dimiliki oleh PT. ABC dengan menggunakan aplikasi metode Data Enveiopment Analysis, dimana hasil dari pengukuran metode DEA adalah adanya satu ukuran produktivitas tunggal dari kapal. Diharapkan dengan adanya satu ukuran produktifitas tunggal, maka akan lebih mudah bagi perusahaan untuk melakukan proses benchmarking antara berbagai kapal yang dimiliki oleh perusahaan. Hasil lain yang diharapkan dari karya akhir ini adalah apakah hasil penghitungan efisiensi dapat digunakan untuk melakukan identifikasi atas area-area mana saja yang berpotensi menimbulkan resiko operasional.
Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan beberapa kesimpulan bahwa penghitungan metode kinerja dengan menggunakan DEA memiliki keunggulan karena menghasilkan satu ukuran produktifitas tunggal. Selain itu pengukuran dengan menggunakan DEA menghasilkan suatu nilai improvement yang bisa dilakukan dan pada area mana agar kapal berada dalam kondisi efisien. Penghitungan produktivitas dengan metode DEA juga dapat dilanjutkan dengan identitikasi area-area yang dapat menimbulkan risiko operasional, juga besaran efisiensi dapat juga dijadikan sebagai potensi risiko yang mungkin terjadi yang bila dilakukan perhitungan dengan periode yang lebih panjang akan amat berguna dalam penghitunagn operational risk. Namun begitu perlu ditambahkan juga, untuk memperoleh detail."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T21236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Haryadi
"ABSTRAK
PT Universal Nashary Tatalaksana adalah sebuah perusahaan yang didirikan dari
motivasi para pendiri yang terdiri dari tiga orang, yaitu Harry Haryadi SE., Nasuha Adi
Wijaya, dan Andry Erviansyah ST., untuk membentuk sebuah usaha penyedia jaringan
pemasaran dan distribusi bagi berbagai macam produk. lde pembentukan jaringan pemasaran dan distribusi ini didapat dari pengalaman dan pengetahuan para pendiri perusahaan diperkuat oleh berbagai literatur yang mengatakan bahwa kekuatan jalur distribusi memegang peranan penting bagi kesuksesan penjualan sebuah produk. Dari sana muncul pemikiran bagaimana jaringan pemasaran ini dapat dilakukan dengan konsep dan strategi yang ada kemudian pada akhirnya dibentuk Sebuah model bisnis sebagai pendekatan utama dalam perencanaan bisnis yang akan dibuat, dalam hal ini dalam karya akhir ini oleh penulis.
Tidak mudah bagi siapapun untuk rnembentuk jaringan pemasaran yang luas dan kuat.
Namun dengan model bisnis yang akan dijabarkan dalam karya akhir ini diharapkan hal
tersebut pada akhimya dapat diwujudkan. Adapun konsep pernbentukan jaringan pemasaran ini menggunakan pendekatan bottom-up, dimana perusahaan akan fokus pada pembentukan jaringan pemasaran pada level terbawah terlebih dahulu dengan mengedepankan Salah satu produk. Kemudian menyebar kesetiap target area distribusi sehingga dari setiap Distributor yang terbentuk akan memiliki basis jaringan pemasaran yang kuat, baru setelah itu. Perusahaan mengembangkan jangkauannya melalui pembentukan Distributor untuk wilayah yang belum terjangkau."
2007
T21237
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidi Dewi Safitri
"ABSTRAK
Penawaran Saham Perdana (IPO) adalah menjual saham perusahaan ke publik melalui
Bursa Efek. Tujuannya untuk mendapatkan dana bagi pembiayaan aktivitas perusahaan,
ekspansi maupun kegiatan investasi lainnya. Hal penting dalam aktivitas IPO adalah harga
saham perdana. Agar menarik investor untuk membeli saham IPO, harga saham perdana
terkadang ditetapkan lebih rendah dari nilai wajarnya. Dengan demikian terjadi abnormal
return yang positif, ketika hari pertama saham diperdagangkan. Fenomena ini dikenal dengan nama underpricing.
Penelitian ini memiliki tiga tujuan yaitu pertama, untuk mengetahui besaran
underpricing dalam penawaran saham perdana pada industri keuangan. Kedua, mengetahui perilaku saham selama 60 hari setelah penawaran snham perdana pada industri keuangan. Dan ketiga adalah untuk mengetahui dampak kondisi pasar (bullish dan bearish), umur perusahaan dan nilai emisi saham terhadap tingkat underpricing pada industri keuangan.
Penelitian ini menggunakan sampel 18 emiten yang melakukan penawaran saham
perdana di industri keuangan pada Bursa Efek Jakarta selama tahun 2002 sampai dengan
2005. Hasil penelitian ini adalah Saham perdana mengalami underpricing ketika
diperdagangkan pertama kali di pasar sekunder. Besaran average abnormal normal pada hari pertama perdagangan adalah 25,25% dan signifikan pada oc = 5%. Perilaku Saham perdana dapat dilihat pula dari pola cumulative average abnormal return (CAAR). Pola CAAR 2002-2005 menunjukkan bahwa besaran underpricing yang terbesar terjadi pada hari pertama. Pada hari kedua, saham mengalami koreksi yang signifikan.
Fenomena underpricing tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
di dalam luar negeri yaitu oleh Ritter (1991) yang menghasilkan initial return adalah sebesar 14,8%. Sedangkan penelitian Reilly dan Hatfield (1969), memperoleh return sebesar 9,5%. Penelitian di Indonesia dilakukan oleh Hermawan (2000), Kusumaningtyas (2001), Hudiyanto (2002) dan Herika (2004) yang hasil penelitiannya abnormal return berurutan sebagai berikut 8,S2%, 34,49%, 21,96% dan 1,01%.
Sedangkan hasil pengujian variabel-variabel yaitu kondisi pasar, umur perusahaan
dan nilai emisi saham yang diduga berpengaruh terhadap besaran underpricing mendapatkan hasil bahwa varabel-variabel tersebut secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap underpricing."
2007
T21244
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4   >>