Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rismawati Syahnawi
1977
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustine Sukarlan Basri
Abstrak :
Penelitian ini mernpakan pengkajian mengenai ciri-ciri/karakteristik dan faktor-faktor dari kearifan menurut pandangan tiga kelompok usia yaitu dewasa muda, dewasa madya dan lansia. Kemudian dilanjutkan dengan pengkajian mengenai manifestasi ciri dan faktor kearifan yang telah diperoleh kedalam kehidupan tokoh-tokoh lansia yang dipandang arif. Minat untuk melakukan penelitian ini bermula dari kenyataan masih langkanya penelitian di Indonesia yang menyoroti kehidupan lansia yang berhasil menjalani proses menuanya secara sukses. Sementara itu, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 1971 dan 1990,jumlah penduduk lansia meningkat dua kali lipat dan pada tahun 2025 nanti diproyeksikan akan mencapai 13.2% dari populasi penduduk. Sampai sekarang di lingkungan masyarakat masih cukup banyak gambaran negatif yang dikaitkan dengan periode usia lanjut ini, karena asumsi yang muncul adalah bahwa perkembangan diarahkan pada tujuan mencapai kematangan, sedangkan proses menua diarahkan pada tujuan kematian. Sementara dari penelitian gerontologi mutakhir, diperoleh keterangan bahwa proses menua yang sukses, bukanlah sesuatu yang berhubungan dengan penyesuaian terhadap kehilangan-kehilangan karena usia, tetapi lebih pada pengembangan kapasitas-kapasitas baru, tubuh kita mungkin menua, namun kapasitas mental spiritual akan meningkat. Di samping itu, terdapat pula pandangan yang menyatakan bahwa aspek kearifan diharapkan menjadi lebih kuat dengan bertambahnya umur dan karenanya paling mungkin ditemukan pada kelompok lansia. Penelusuran telaah pustaka mengenai kearifan, dimulai dari perkembangan sejarahnya sejak masa tradisi sekuler dan mass tradisi filosofis, yang disebut-sebut sebagai masa kejayaan kearifan. Kemudian meliwati mass keruntuhan yang ditandai dengan terjadinya serentetan `bencana intelektual' karena munculnya paham kapitalis dan aliran positivisme, hingga sampai pada masa restorasi yang ditandai dengan perjuangan berat untuk memperbaiki konsep tentang pengetahuan serta meningkatkan pemahaman tentang proses mencapai kearifan. Kini, setelah cukup lama iimu psikologi terumuskan secara akademis, dirasakan perlunya menggali kembali serta mengembangkan penelitian tentang kearifan dari sudut pandang ilmu psikologi. Secara garis besar teori tentang kearifan dibagi ke dalam (1) teori implisit, (2) teori kognitif den (3) teori integratif. Dari masing-masing pandangan ditemukan berbagai hasil dan kesimpulan, baik mengenai arti, proses, ciri dan faktor penentu, manifestasi perilaku, maupun produk kearifan. Penelitian ini ingin menggali pandangan masyarakat awam mengenai berbagai ciri kearifan dan faktor-faktor yang mempengaru inya. Kemudian juga ingin melihat manifestasi ciri dan faktor tersebut dalam kehidupan para tokoh lansia yang dipandang arif oleh tiga kelompok usia di daerah Jakarta dan sekitannya. Penelitian dilakukan secara bertahap, diawali dengan pendekatan kuantitatif, kemudian dilanjutkan dengan pendekatan kualitatif. Pads pendekatan pertama, mula-mula dilakukan elisitasi jawaban mengenai ciri-ciri kearifan, kemudian penyebaran kuesioner yang berisi ciri-ciri yang telah disepakati. Pada pendekatan kualitatif, dilakukan wawancara mendalana terhadap 3 tokoh lansia yang terpilih sebagai orang arif oleh tiga kelompok usia tadi. Dengan menggunakan uji statistik Analisis Faktor dan Analisis Varian Sat' Arah dengan mencari nilai uji F, diperoleh hasil berikut ini. Dari 43 ciri kearifan yang diperoleh, ditemukan 5 faktor yang mempengaruhi kearifan, masing-masing bernama: (1) Kondisi Spiritual-Moral, (2) Kemampuan Hubungan Antar Manusia, (3) Kemampuan Menilai dan Mengambil Keputusan, (4) Kondisi Personal, (5) Kemampuan Khususflstimewa. Faktor Spiritual-Moral merupakan faktor yang diperoleh dari penelitian ini, yang belum ditemukan dalam studi-studi sebelumnya. Faktor ini juga disepakati oleh para responder sebagai faktor yang memberikan kontribusi terbesar untuk menggambarkan kearifan. Selain itu ditemukan lebih banyak kesamaan pandangan antara tiga kelompok usia mengenai ciri-ciri kearifan. Faktor yang dipandang berbeda secara bermakna oleh tiga kelompok usia adalah Kemampuan Hubungan Antar Manusia, Kemampuan Menilai dan Mengambil Keputusan serta Kemampuan Khusus/lstimewa. Sedangkan Faktor Spiritual-Moral dan Faktor Personal dipandang sama dalam menggambarkan kearifan. Data kualitatif dari 3 tokoh lansia yang dipandang arif, menunjukkan kesepakatan dalam mengartikan konsep kearifan. Kearifan adalah kemampuan menanggapi, memutuskan dan menyelesaikcan permasalahan dengan cara yang tidak menyinggung pihak-pihak yang terlibat dan dapat diterima oleh semua pihak, sehingga keputusan yang diambil adalah hasil dari penilaian yang adil dan seimbang. Persoalan yang dimaksud, bukan saja yang memerlukan penanganan secara rasional dan intelektual, tetapi yang lebih mengandung segi-segi yang bersifat afektif dan moral, dimana hati nurani ikut "berbicara". Berbagai ciri dan faktor kearifan, termanifestasikan pada para tokoh lansia dari cara mereka menghadapi permasalahan-permasalahan serta cara mempertimbangkan dampak keputusan yang diambilnya terhadap orang-orang yang terlibat. Pada dasarnya dapat ditarik kesamaan manifestasi terhadap setiap faktor kearifan, namun isi pengalaman don persoalannya tampak unik dan bervariasi. Pendalaman penelitian melalui 'case-history' atau studi longitudinal, tampaknya diperlukan untuk menjawab pertanyaan mengenai proses berlangsungnya kearifan itu. Selain itu, program pelatihan bagi anak (seperti Program Biaa Keluarga Balita) maupun bagi generasi muda dan madya yang dapat meningkatkan perolehan tantangan-tantangan di berbagai bidang, dapat dilakukan sebagai saran intervensi untuk memunculkan kearifan dalam kehidupan lebih lanjut. Tidak lupa, program pelatihan bagi pare lansia itu sendiri dengan tujuan dapat mengaktualisasikan kearifan yang dimiliki semaksimal mungkin, sehingga potensi-potensi dan gambaran positif tentang lansia makin tampil.
2001
T10877
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Charletty Choesyana Soffat
Abstrak :
Penelitian ini berangkat dari pertanyaan bagaimana pembentukan sistem motif agresi sebagai hasil praktik pengasuhan anak oleh orang tua pada remaja kriminal dan remaja non kriminal. Penelitian ini menelaah keterkaitan antara praktik pengasuhan anak (oleh ibu dan ayah) dengan perkembangan kedua komponen sistem motif agresi yaitu komponen pendekat agresi (motif agresi) dan komponen penghindar agresi (hambatan agresi) yang ada di dalam diri remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah praktik pengasuhan anak yang berkaitan dengan perkembangan agresivitas yang diterapkan pada remaja kriminal, berbeda dengan yang diterapkan pada remaja non kriminal. Selain itu, juga untuk mengetahui apakah sistem motif agresi remaja kriminal tidak sama dengan sistem motif agresi remaja non kriminal. Berdasarkan kajian teori diajukan empat belas hipotesis untuk diuji kebenarannya. Penelitian dilakukan pada remaja akhir dengan rentang usia antara 18 hingga 24 tahun, yaitu remaja non kriminal (Siswa kelas III SMU 71 & Mahasiswa Fakultas Agama Islam Univeritas Asy-Syafiyah semester II) dan remaja kriminal (narapidana kasus penganiayaan berat dan pembunuhan di RUTAN Salemba) di Jakarta. Hasil temuan penelitian memperlihatkan bahwa:
1. Praktik pengasuhan anak (oleh ibu & ayah) yang diterapkan pada remaja kriminal adalah tidak sama dengan yang diterapkan pada remaja non kriminal.
2. Secara umum, motif agresi remaja kriminal lebih besar daripada motif agresi remaja non kriminal. Dan kekuatan motif agresi remaja kriminal lebih besar daripada kekuatan hambatan agresi yang ada di dalam dirinya.
3. Di antara kelima aspek praktik pengasuhan anak yang diteliti dalam penelitian ini (aspek kontrol, dukungan, penolakan, kasih sayang dan orientasi nilai), yang amat berperan bagi peningkatan motif agresi adalah aspek kontrol dan kasih sayang.
4. Agresivitas yang rendah pada remaja dikarenakan adanya motif agresi yang rendah, atau dikarenakan interaksi antara kekuatan motif agresi yang besar dan kekuatan hambatan agresi yang lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa remaja yang memiliki kekuatan motif agresi yang besar. Belum tentu mudah untuk memunculkan tingkah laku agresif dan atau kriminal. Selanjutnya, berdasarkan hasil temuan penelitian penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut: Melakukan penelitian lanjutan dengan (1) memperluas jangkauan sampel yaitu dengan anak Indonesia sebagai populasi, (2) menggunakan alat ukur yang lebih standar, dan (3) metode pengumpulan data secara terpadu. Selain itu, juga disarankan agar memanfaatkan hasil penelitian ini, sebagai salah satu bahan masukan dalam upaya pembinaan dan pengembangan kepribadian remaja lebih lanjut.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mugiarsih CH., Widodo
Abstrak :
Penelitian ini diawali melalui suatu pemikiran penulis dengan memperhatikan jenis kelainan anak luar biasa khususnya anak tunarungu. Anak tunarungu ini memiliki kelainan penden­garan yang harus mendapat pelayanan pendidikan secara khusus di Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu. Anak tunarungu menga­lami kesulitan dalam berkomunikasi dengan menggunakan tata ba­hasa yang baik dan benar dilingkungan kaum tunarungu, keluarga maupun masyarakat secara luas. Bagi anak tunarungu yang duduk di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu secara dini perlu mandapat pelayanan pendidikan denqan mengqunakan media komunikasi.

Adapun sebagai sarana untuk berkomunikasi bagi anak tuna­ rungu adalah menggunakan media komunikasi total dan oral Media komunikasi tota1 dan oral ini dapat digunakan apabila anak tunarunqu dapat mengetahui kosa kata bahasa secara jelas dan konkrit. Maksudnya bahwa perbendaharaan kosa kata yang dimiliki anak tunarungu melalui beberapa pengalaman berbahasa pada masa-masa lalu denqan menunjukkan bendajgambar tiruan yang akhirnya terjadi proses penambahan kata-kata. Sebagai upaya untuk meninqkatkan perbendaharaan kosa kata pada anak tunaru­ ngu sesuai dengan kurikulum di Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu adalah melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia, yang tujuannya antara lain agar anak dapat berbahasa dengan baik dan benar.

Analisis data dengan rumus t tes menunjukan hasil penelitian bahwa keterampilan membaca dan menulis yang menggunakan media komunikasi total dan yang menggunakan media komunikasi oral secara rinci dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Denqan mengqunakan media komunikasi total, hasil keteram­ pilan membaca siswa di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu Karya Mulya I dan II Surabaya ternyata tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada siswa di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu Santi Rama I dan II Jakarta yang menggunakan media komunikasi oral. 2. Dengan mengqunakan media komunikasi total hasil keterampi­ lan menulis siswa di kelad I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu Karya Mulya Idan II surabaya ternyata tidak menunjukan hasil yang lebih baik dari pada siswa di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu Santi Rama I dan II Jakarta yang menqgunakan media komunikasi oral.

Berdasarkan basil temuan seperti tersebut di atas penulis menyarankan agar guru dalam mangajar membaca dan menulis permulaan siswa di kelas I dipilih guru yang senior sudah berpenga1aman dalam menghadapi masing-masing individu. Mak­sudnya pada kelas-kelas rendah/tingkat dasar dalam pendekatan terhadap anak memerlukan ketekunan, ketelatenan dan kesabaran guru.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T37975
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riana Sahrani
Abstrak :
Terdapat pandangan negatif dan juga positif mengenai orang lanjut usia (lansia). Sejalan dengan hal itu jumlah lansia di dunia, terutama di Indonesia, semakin meningkat sehingga patut kiranya dipertanyakan mengenai kualitas para lansia itu sendiri. Apalagi di era globalisasi dan komputerisasi seperti saat ini yang membuat perubahan semakin cepat namun juga. tidak pasti. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan kemampuan untuk menyesuaikan diri agar dapat memecahkan masalah secara bijak, terutama pada para lansia yang diharapkan bisa memberikan nasehat dan panutan bagi generasi muda. Agar dapat memahami, menilai suatu masalah, dan kemudian mengambil suatu keputusan yang terbaik bagi diri sendiri dan orang lain, dibutuhkan pengetahuan yang memadai. Pengetahuan ini disebut sebagai ‘pengetahuan yang berhubungan dengan kebijaksanaan’ (wisdom-related knowledge). Wisdom-related knowledge adalah pengetahuan yang meliputi lima kriteria wisdom, yaitu mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai masalah-masalah kehidupan (factual knowledge of life); punya strategi dalam pengambilan keputusan dan mengetahui untung-ruginya dari setiap strategi tersebut (procedural knowledge of life); mempertimbangkan konteks kehidupan masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang (life span contextualism); mempertimbangkan keanekaragaman nilai dan prioritas dalam kehidupan (value relativism); dan juga mempertimbangkan adanya ketidakpastian dalam kehidupan (recognition and management of uncertainty). Orang yang memiliki pengetahuan yang relatif baik pada dua kriteria pertama dapat dikatakan mempunyai tingkat pemerolehan dasar (basic level) wisdom, sedangkan orang yang mempunyai pengetahuan yang melampaui dua hal pertama (kriteria tiga, empat, dan lima) dapat dikatakan sudah mencapai meta level pemerolehan wisdom. Ada dua pandangan yang berbeda mengenai siapa orang yang bisa dikatakan bijaksana (wise). Pandangan lama mengatakan bahwa wisdom adalah area lansia karena lansia sudah lebih banyak pengalaman sehingga bisa memberikan nasehat yang berguna Namun pandangan terbaru menyatakan bahwa wisdom tersebut bisa diperoleh siapa saja, bahkan remaja, karena wisdom adalah suatu kemampuan yang dapat dipelajari dan merupakan gabungan dari aspek intelegensi, sosial, emosi, dan motivasi. Adanya hasil-hasil penelitian tersebut dan juga keadaan nyata di lapangan membuat penulis ingin mengetahui wisdom-related knowledge pada lansia, dengan memperhatikan perkembangan wisdom-related knowledge mulai dari masa dewasa muda, dewasa madya, dan lansia secara cross sectional. Sehingga dengan demikian permasalahan yang ingin diteliti adalah apakah ada perbedaan pemerolehan wisdom-related knowledge pada tiga tahap perkembangan, yaitu pada orang dewasa muda (usia 22-45 tahun); dewasa madya (usia 45-65 tahun); dan lansia (usia 65 tahun keatas). Responden penelitian ini berjumlah 197 orang yang terdiri dan ketiga tahapan perkembangan dan berjenis kelamin laki-laki serta perempuan. Alat yang dipergunakan adalah alat wisdom-related knowledge, yang dibuat oleh Baltes dan para peneliti dari Max Planck Institute Jarman. Penulis dalam hal ini memakai empat soal wisdom-related knowledge yang terdiri dari persoalan life planning normative, life planning non normative, life management, dan life review. Keempat soal ini diberikan kepada responden dalam bentuk tertulis dan kemudian jawaban-jawaban tersebut dinilai oleh tiga orang rater. Penelitian ini bersifat kuantitatif dan memakai metode statistik anova untuk melihat perbedaan yang ada. Hasil utama yang didapat dari penelitian ini adalah ada perbedaan pemerolehan wisdom-related knowledge pada tiga tahap perkembangan, yaitu antara orang dewasa muda, orang dewasa madya, dan orang lanjut usia. Kemudian, orang dewasa muda memperoleh nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan orang dewasa madya dan orang lanjut usia. Di sisi lain, orang lanjut usia mendapatkan nilai yang paling rendah dibandingkan kedua tahapan usia sebelumnya. Orang dewasa muda perempuan mendapatkan nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan responden lainnya. Para responden secara keseluruhan mendapatkan nilai yang paling tinggi bila mengerjakan persoalan life planning daripada life management dan life review, sedangkan persoalan life review merupakan persoalan yang paling sulit dikerjakan. Pada orang lanjut usia didapatkan bahwa mereka mendapatkan nilai yang lebih tinggi dalam mengerjakan persoalan life planning non normative daripada persoalan life planning normative. Pendidikan dan pekerjaan (profesi) antara lain juga memfasilitasi perolehan wisdom-related knowledge. Saran yang dapat dikemukakan antara lain adalah bagi yang berminat untuk meneliti lebih lanjut sebaiknya dilengkapi dengan metode observasi dan wawancara, melakukan tes kecerdasan sebelumnya (guna mengetahui fluid intelligence), dan mengontrol faktor kesehatan responden.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elva Fahrima
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T38288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mugiarsih CH., Widodo
Abstrak :
ABSTRAK< b>
Penelitian ini diawali melalui suatu pemikiran penulis dengan ineinperhatikan jenis kelainan anak luar biasa khususnya anak tunarungu. Anak tunarungu mi meiniliki kelainan pendengaran yang harus mendapat pelayanan pendidikan secara khusus di Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu. Anak tunarungu luengalaiui kesulitan dalam berkomunikasi dengan menggunakan tatabahasa yang balk dan benar dilingkungan kaum tunarungu, keluarga maupun masyarakat secara luas. Bagi anak tunarungu yang duduk di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu secara dini perlu inandapat pelayanan pendidikan dengan inenggunakan media koinunikasi

Adapun sebagai sarana untuk berkoinunikasi bagi anak tunarungu adalah menggunakan media komunikasi total dan oral. Media komunikasi total dan oral mi dapat digunakan apabila anak tunarungu dapat mengetahui kosa kata bahasa secara jelas dan konkrit. Maksudnya bahwa perbendaharaan kosa kata yang diiuiliki anak tunarungu iuelalui beberapa pengalaman berbahasa pada masa-masa lalu dengan menunjukan benda gambar tiruan yang akhirnya terjadi proses penainbahan kata-kata. Sebagai upaya untuk meningkatkan perbendaharaan kosa kata pada anak tunarungu sesuai dengan kurikulum di Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu adalah melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia, yang tujuannya antara lain agar anak dapat berbahasa dengan baik dan benar. Keterainpilan berbahasa dalam kurikulum di sekolah biasanya meliputi keterainpilan inenyimak mendengarkan, berbicara, meinbaca dan inenulis.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis tiinbul minat untuk mengadakan penelitian tentang kemampuan keterampilan membaca dan menulis permulaan siswa di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu. Penelitian mi bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan membaca dan keterampilan menulis permulaan siswa di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu dengan inenggunakan media komunikasi total dan media koinunikasi oral.

Berdasarkan kajian teori, diajukan 2 hipotesis untuk dibuktikan kebenarannya. Subyek yang diteliti adalah siswa tunarungu di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu yang meiniliki IQ rata-rata normal dan memiliki sisa pendengaran antara 85-90 db keatas (tuli total), di Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu Santi Rama I dan II, jalan R.S. Fatinawati, 1]]. Cipete Jakarta Selatan dan Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu Karya Mulya I dan II, jalan A. Yani 6-8, Surabaya pada tahun pelajaran 1994 1995.

Analisis data dengan rumus t tes inenunjukan hasil penelitian bahwa keterampilan meinbaca dan inenulis yang menggunakan media komunikasi total dan yang menggunakan media koinunikasi oral secara rinci dapat dikeinukakan sebagai berikut

1. Dengan menggunakan media komunikasi total, hasil keterampilan membaca siswa di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu Karya Mulya I dan II Surabaya ternyata tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada siswa di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu Santi Rama I dan II Jakarta yang menggunakan media komunikasi oral.

2. Dengan iuenggunakan media komunikasi total hasil keteraiupilan inenulis siswa di kelad I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu Karya Mulya I dan II Surabaya ternyata tidak iuenunjukan hasil yang lebih baik dari pada siswa di kelas I Sekolah Luar Biasa bagian tunarungu Santi Rama I dan II Jakarta yang inenggunakan media komunikasi oral.

Berdasarkan hasil temuan seperti tersebut di atas penulis menyarankan agar guru dalain mengajar meiubaca dan menulis perinulaan siswa di kelas I dipilih guru yang senior, sudah berpengalainan dalam menghadapi inasing-inasing individu. Maksudnya pada kelas-kelas rendah tingkat dasar dalam pendekatan terhadap anak inemerlukan ketekunan, ketelatenan dan kesabaran guru.

Guru di kelas I tidak hanya bertugas untuk mengajar, tetapi sekaligus niempunyai peran ganda yaitu bisa sebagai peinbimbing dan yang lebih penting adalah bisa sebagai pengganti orang tua bagi siswa-siswanya. Dengan suasana yang nyaman tidak jauh berbeda situasi di sekolah maupun di rumah, tentunya dengan perasaan yang aman dan menggeinbirakan, sehingga siswa dapat berkomunikasi secara luwes, yang keinungkinan besar dapat menyerap materi pelajaran dengan lancar.

Kemudian bagi siswa yang menggunakan media komunikasi total perlu diperhatikan dalam mengekpresikan komunikasi secara terpadu, misal bukan hanya isyarat yang inenjadi pokok perhatian nainun sekaligus kekompakan baca bibir ucapan lisan yang jelas untuk inengikuti isyarat baku yang dilakukan.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Maria Bonita Cho
1981
S2194
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Permasari
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1990
S2282
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>