Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
V. Agatha Ambarrini
"Masalah perumahan merupakan salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat disamping pangan dan sandang. Hal ini lebih lanjut ditegaskan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1988 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara. Serangkaian Pemerintah yang mengatur masalah perumahan telah pula diwujudkan antara lain Undang-Undang Nomor 1 tahun 1964 tentang Pokok-Pokok Perumahan, Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 1963, Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 1981. Namun demikian, pemecahan masalah perumahan sampai dengan tahap Pelita V ini masih dirasakan belum memadai sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan masyarakat. Karenanya Pemerintah pada saat ini berusaha untuk menggalakkan dan menyelenggarakan perumahan yang harga jualnya terjangkau bagi masyarakat yang membutuhkan. Terutama di wilayah perkotaan dimana lahan untuk pemukiman semakin terbatas sedangkan laju petumhuhan penduduk semakin pesat, menuntut perhatian yang tidak sedikit bagi kita semua. Angka pertumbuhan penduduk saat ini adalah 2,1 % dan diperkirakan rata-rata 780.000 unit perumahan pertahun dibutuhkan. Hal ini dikarenakan meningkatnya jumlah arus urbanisasi serta angka kelahiran ditambah pula meningkatnya jumlah usahawan-usahawan asing yang bekerj a di Indonesia. Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah perumahan di wilayah perkotaan adalah dengan dibangunnya pemukiman lebih dari satu lantai yang digunakan sebagai tempat hunian. Hal demikian yang kita kenal dengan Rumah Susun. Bahkan telah ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya yaitu Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun yang dituangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317 yang mulai berlaku sejak 31 Desember 1985. Demikian pula dengan bangunan-bangunan apartemen yang dikonsumsikan bagi warga negara asing di Jakarta, dimana hubungan hukum yang terjadi antara para pihak yaitu antara pihak pemilik dan pihak penghuni didasarkan atas perjanjian sewa menyewa. Dalam tulisan ini penulis bermaksud menggambarkan aspek-aspek Hukum Perjanjian khususnya mengenai Perjanjian Sewa Henyewa antara pihak pemilik apartemen sebagai pihak yang menyewakan dengan pihak penghuni sebagai pihak penyewa. Selain itu, penulis ingin menggambarkan sejauh manakah kaedah-kaedah Buku III KUH Perdata tentang Hukum Perjanjian dilaksanakan dalam proses apartemen Slipi Condominium. Dan apakah bangunan apartemen Slipi Condominium dapat dikategorikan sebagai Rumah Susun yang memenuhi unsur bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maureen Prigita
"Perkembangan teknologi yang semakin pesat di dunia telah mengubah pola perdagangan dalam masyarakat dari perdagangan konvensional menjadi perdagangan secara elektronik, yang dikenal dengan electronic commerce (ecommerce). Transaksi e-commerce dilakukan dengan menggunakan media elektronik, yang dalam perkembangan terakhir dilakukan melalui jaringan internet. Kartu kredit adalah salah satu alternatif pembayaran yang dapat digunakan dalam transaksi ecommerce. Penggunaan kartu kredit dalam transaksi e-commerce seringkali menimbulkan kerugian, seperti adanya pencurian informasi kartu kredit dan penyalahgunaan kartu kredit oleh pihak yang tidak berwenang. Disamping itu, ada kemungkinan penjual tidak mengirimkan barang yang telah dipesan oleh pembeli. Keadaan tersebut mengakibatkan seringkali timbul kerugian bagi pihak yang lemah dalam usaha kartu kredit ini yakni pemegang kartu kredit. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dirasakan perlunya kajian atas permasalahan ini dengan penekanan khusus pada perlindungan hukum yang dimiliki pemegang kartu kredit. Dalam hal ini, hukum harus memberikan perlindungan kepada pihak pemegang kartu kredit sebagai pihak yang beritikad baik. Dengan demikian, pemegang kartu kredit harus dibebaskan dari kewajibannya membayar."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dora Kartikawati
"Gugatan Perwakilan Kelompok telah menjadi bagian dari cara pengajuan gugatan di Indonesia sejak adanya Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup yang kemudian disusul dengan adanya Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Dalam kurun waktu tersebut belum ada ketentuan yang mengatur acara memeriksa, megadili dan memutus gugatan yang diajukan sehingga terjadi kekosongan hukum. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pada tanggal 26 April 2002 Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Namun pada kenyataannya, penerapan dari prosedur pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok tidaklah mudah dan para penegak hukum di Indonesia masih perlu mengembangkan dan mempelajari lebih dalam. Khususnya permasalahan mengenai ukuran pemenuhan syarat-syarat pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok yang seringkali berbeda-beda,salah satu contohnya adalah dalam pemenuhan syarat-syarat pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok dalam perkara Nomor 75/PDT/G/2005/PN.JKT.PST. Perbedaan penafsiran antara penegak hukum dan kurangnya pengetahuan menjadi penghalang diciptakannya suatu Gugatan Perwakilan Kelompok yang sesuai dengan proses pemeriksaan perkara pada tahap awal persidangan. Kurangnya kejelasan pengaturan pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok juga menjadi salah satu kendala dari tidak konsistennya proses pemeriksaan tahap awal Gugatan Perwakilan Kelompok. Sesuai dengan Huruf F pada bagian menimbang Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2002, bahwa Peraturan Mahkamah ini dibuat sambil menunggu peraturan perundang-undangan. Dengan demikian pengaturan tatacara Gugatan Perwakilan Kelompok ini diharapkan dapat dituangkan dalam bentuk undang-undang yang lebih rinci dan jelas sehingga tidak terdapat kerancuan dan ketidakpastian hukum."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2006
S22466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Purwaningsih
"ABSTRAK
Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di jalan umum maupun di jalan tol menimbulkan kerugian kepada korbannya. Sejak dioperasikannya .jalan tol Jagorawi tahun 1978 sampai saat ini jumlah kecelakaan pada jalan-jalan tol yang tersebar di seluruh Indonesia telah banyak menimbulkan korban jiwa, mulai dari yang menderita. cacat tubuh seumur hidup sampai yang meninggal dunia. Pengertian jalan bebas hambatan yang sempat populer se jak dibukaiiya jalan tol tidak dapat menjamin bebas hambatan bagi pemakai jalan. Kadangkala hambatan itu datang tiba-tiba dan dialami oleh pemakai jalan tol seperti terkena lemparan batu, menabrak ternak yang menyeberang jalan, l5an pecah kendaraan slip atau tiba-tiba ada asap tebal yang menghalangi penglihatan sehingga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Disini timbul pertanyaan sampai seberapa jauhkah pertanggungan jawab pengelola jalan tol apabila tergadi peristiwa-peristiwa tersebut diatas Dalam skripsi ini akan diuraikan mengenai adakah hubungan hukum antara pemakai jalan tol dengan pengelola jalan tol hubungan pemerintah dengan pengelola jalan tol, status jalan tol, seberapa jauhkah tanggung jawab pengelola jalan tol terhadap pemakai jalan tol yang menderita kerugian karena kecelakaan di jalan tol dan hubungan PT Jasa Marga dengan PT Jasa Raharja. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui apakah pemakai jalan tol dapat menuntut ganti-kerugian kepada PT Jasa Marga selaku pengelola jalan tol dan sejauh manakah tanggung jawabnya apabila terjadi kecelakaan di jalan tol. Disamping itu karya tulis ini disusun agar masyarakat pemakai jalan tol mengetahui sejauh mana haknya. untuk menuntut ganti kerugian kepada PT .Jasa Marga bila mengalami kecelakaan di jalan tol."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 >>