Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arianto Soenarto
"Penulisan skripsi ini berusaha mengungkapkan permasalahan permasalahan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan eksekusi atas kekuatan eksekutorial ada grosse akta hipotik dan grosse akta pengakuan hutang. adapun yang dimaksud dengan kekuatan eksekutorial pada grosse akta, adalah pelaksanaan eksekusi grosse akta yang dipersamakan kekuatannya seperti suatu keputusan hakim yang telah memiliki kekuatan yang pasti atau tetap in kracht an gewijsde, oleh karena itu grosse akta memiliki ira-ira Demi keadiian berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa, sebagai tanda sifat eksekutorial yang, dimilikinya. Jadi pada grosse akta itu sendiri tidak dipersamakan seperti suatu akta keputusan hakim yang pasti atau tetap in kracht van gewijsde lanya pada cara pelaksanaannya saja eksekusi yang dipersamakan, dengan per; ataan lain bukan pada materi dari grosse akta itu yang memiliki kekuatan yang pasti atau tetap, tetapi pada cara pelaksanaannya eksekusi, maksud dari Mahkamah Agung. demikian- Tentu saja pembahasan harus juga dimulai dari pengertian grosse akta itu sendiri, bentuk dan isi dari grosse akta, pengertian-pengertian pokok dari jrosse akta, kedudukan dan fungsi dari grosse akta disamping tentunya masalah-masalah yang timbul dalam proses pelaksanaan eksekusi, kesemuanya itu berusaha mengungkapkan sebagian permasalahan dalam proses pelaksanaan eksekusi grosse akta. Perkembangan yang ada begitu cepat, dimana lembaga grosse akta begitu diutuhkan dan diharapkan oleh masyarakat khususnya kalangan perbankan dan kalangan lembaga non Bank dalam upaya mengamankan assetnya. Namun ternyata harus diakui bahwa peraturan-peraturan yang ada yang mengaturnya tidak cukup materiel untuk memberikan legalitas yang seragam bagi para pihak yang terlibat didalamnya seperti jurisprudensi, surat-surat edaran dari Mahkamah Agung dan fatwa-fatwa dari Mahkamah Agung. Untuk itu perlu segera diciptakan peraturan legalisasi mengenai grosse ikta demi menjaga pemahaman yang saling bertentangan dan proses pelaksanaan eksekusi yang berlarut-larut akibat adanya penundaan dan non eksekutabel. tentu saja terciptanya peradilan yang cepat, murah dan sederhana menjadi hadapan kita semua."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung R.H.
"Tujuan Penulisan untuk mengetahui atau memperoleh gambaran bagaimana pelaksanaan perjanjian anjak piutang yang dilakukan pada PT. BII FINANCE CENTER. Penelitian akan dilakukan pada PT BII Finance Center dan Departemen Keuangan di Jakarta. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode kepustakaan (library research) serta metode lapangan (field research) melalui wawancara dengan pegawai BII Finance Center dan Kepala Biro Hukum Departemen Keuangan. Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat dikemukakannya bahwa anjak piutang merupakan suatu lembaga pembiayaan yang masih baru, tetapi peranannya dalam menunjang perkembangan dunia usaha sangat besar dengan landasan hukumnya yaitu Keputusan Presiden No. 61/1988 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.O13/1988. Peraturan yang khusus mengatur tentang anjak piutang sampai saat ini belum ada. Dengan adanya Pemerintah dan perjanjian masyarakat anjak akan piutang dapat diharapkan memperoleh manfaatnya sesuai dengan fungsinya sebagai suatu lembaga pembiayaan dengan mengambil contoh pelaksanaannya pada PT. BII Finance Center Jakarta."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S20803
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siwi Endah Saritri
"Dalam zaman modern dan serba cepat seperti sekarang ini, penggunaan perjanjian dalam bentuk baku tidak dapat dielakkan lagi. Perjanjian yang memang sudah tidak seimbang karena dibuat hanya oleh salah satu pihak ini sering menimbulkan kerugian di pihak yang lemah, khususnya pihak yang tinggal menerima perjanjian yang sudah baku. Dikatakan tinggal menerima karena pihak tersebut yang dalam skripsi ini disebut sebagai konsumen, tidak memiliki bargaining power atau posisi tawar dalam menentukan isi perjanjian. Tiket penerbangan Mandala Airlines adalah salah satu contoh dokumen perjanjian yang berbentuk baku. Dalam perjanjian ini penulis banyak menemukan klausul-klausul baku yang memberatkan (klausul eksemsi) konsumen. Dapat kita bayangkan bagaimana dirugikannya konsumen pengguna jasa ini dengan posisinya yang tidak memiliki posisi tawar dalam menghadapi perjanjian baku yang isinya memberatkan. Penulisan ini memberikan suatu peninjauan permasalahan mengenai adanya klausul yang memberatkan salah satu pihak dalam perjanjian baku (klausul eksemsi) ini dari sudut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (BW) dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20818
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Prativi I
"Perjanjian pemborongan pekerjaan untuk pelaksanaan konstruksi ini bersifat timbal balik yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi penyedia jasa (pemborong) maupun pengguna jasa (pemberi tugas). Penyedia jasa mengikatkan diri untuk melakukan penyelenggaraan pembangunan atas permintaan pengguna jasa, dan pengguna jasa mengikatkan dirinya untuk membayar harga borongan atas pekerjaan yang dilakukan penyedia jasa, dimana harga tersebut ditentukan secara negosiatif oleh kedua pihak. Wanprestasi dalam perjanjian dapat dilakukan oleh kedua pihak. Dengan adanya peraturan perundang-undangan baru yaitu UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, PP No. 29 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan Keppres No. 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah, maka baik penyedia jasa maupun pengguna jasa dapat dikenakan sanksi, denda serta pemutusan perjanjian oleh pihak yang dirugikan, setelah pihak yang merugikan terlebih dahulu dinyatakan wanprestasi dengan suatu akta lalai (somasi). Dalam praktek, perselisihan yang terjadi biasanya diselesaikan melalui suatu media di luar pengadilan, yaitu dengan panitia pendamai melalui musyawarah mufakat, mediasi ataupun arbitrasi untuk mencapai hasil akhir yang mengikat dan diharapkan menguntungkan kedua belah pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20779
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Widiyanto
"Perselisihan hasil pemilu merupakan suatu sengketa yang timbul sebagai akibat dari dilaksanakannya pemilu yang menyangkut perolehan suara para peserta pemilu. Ia sarat dengan konflik kepentingan yang apabila tidak diselesaikan akan berakibat pada tidak stabilnya pemerintahan di suatu negara. Dengan dibentuknya Mahkamah Konstitusi, perselisihan hasil pemilu yang pada awalnya merupakan sengketa politik diarahkan oleh undang-undang menjadi sengketa hukum yang diselesaikan melalui mekanisme peradilan. Seperti peradilan pada umumnya, maka Penyelesaian perselisihan pemilu di Mahkamah konstitusi memiliki hukum acara dan ketentuan tentang pembuktian tersendiri. Pembuktian pada hukum acara Mahkamah Konstitusi diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 03/PMK/2003 tentang Tata Tertib Persidangan Pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, dan dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 04/PMK/2004 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilu. Dengan ketentuan inilah perselisihan hasil Pemilu Legislatif diperiksa, diadili dan diputus. Pada Pemilu 2004, Tak kurang dari 252 perkara perselisihan hasil pemilu dari 23 partai politik peserta pemilu harus diputus Mahkamah Konstitusi dalam 30 hari. Dari 252 perkara tersebut, dikaji mengenai pembuktian dalam perkara yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera dalam putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan Partai Keadilan Sejahtera di daerah pemilihan Kepulauan Riau, Jawa Timur 8 dan Seluma 2. Konsekuensi dari limitasi waktu yang diberikan undang-undang untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu disamping banyaknya perkara yang harus diputus, membuat proses pembuktian yang dijalankan Mahkamah Konstitusi tidak dapat berjalan maksimal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Karina Puspitawati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S22062
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Adrian
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S22068
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vovo Iswanto
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S22134
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wardita Nurillah Sahab
"Kebutuhan masyarakat akan pelayanan jasa pos dalam beberapa dekade terakhir ini dirasakan semakin meningkat, sementara kemampuan Perum Pos dan Giro sebagai pihak yang diberi wewenang oleh pemerintah menyelenggarakan pos sangatlah terbatas. Penyelenggaraan pos pada dasarnya adalah wewenang pemerintah, seperti yang disebutkan dalam pasal 3 Undang-Undang nomor 6 tahun 1984 tentang Pos, namun demikian dalam pasal 4 ayat 4-nya dikatakan bahwa dimungkinkan bagi pihak lain untuk menyelenggarakan pos, tetapi terbatas pada pengiriman surat jenis tertentu, paket dan uang. Hal ini membuka kesempaban bagi pihak swasta (non-pemerintah) untuk turut berperan serba dalam memberikan pelayanan jasa pos. Salah satu pihak swasta tersebut adalah PT. Birotika Semesta, yang berdasarkan Keputusan Dirjen Pos dan Telekomunikasi no 008/SIUJT/DIR.JEN/1986 tentang pemberian izin usaha jasa titipan, bergerak di bidang pelayanan jasa kurir cepab (express courier service). Hubungan anbara PT Birotika Semesta dengan pemakai jasanya didasarkan pada suatu perjanjian tertulis yaitu suatu perjanjian pelayanan jasa titipan, dimana PT Birotika Semesta setuju unkuk menyelenggarakan pengiriman kiriman pemakai jasa ketujuan tertenku, sedang pemakai jasa setuju unkuk membayar sejumlah uang tertentu pada PT. Birokta Semesta. Perjanjian pengiriman barang ini sendiri termasuk dalam perjanjian sementara, jasa yang termuat dalam pasal 1601 KUH Perdata, dimana dikatakan bahwa persekujuan untuk melakukan sementara jasa diakur oleh ketentuan yang khusus unkuk itu, syarat-syarat yang diperjanjikan atau kebiasaan. Undang-Undang nomor 6 tahun 1984 tentang pos dapat dikatakan sebagai ketenkuan khusus untuk perjanjian pengiriman barang. Seperti perjanjian pada umumnya, pada perjanjian antara PT. Birokika Semesta dengan pemakai jasa berlaku juga kekenkuan dalam pasal 1320 KUH Perdaka, yaitu bahwa perjanjian didasarkan atas kata sepakat para pihak. Kesepakatan disini terjadi jika pemakai jasa telah setuju pada isi perjanjian dan mengisi formulir yang disediakan oleh PT. Birotika Semesta. Hal yang menarik disini adalah bahwa isi perjanjian tersebut yang memuat syarat-syarat yang diperjanjikan adalah bentuk yang sudah ada dan baku. Materi lain yang juga dikaji adalah masalah ganti rugi dan bagaimana penyelesaiannya jika terjadi kelalaian yang dilakukan PT. Birotika Semesta terhadap pemakai jasanya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>