Ditemukan 814 dokumen yang sesuai dengan query
Tegar Rastratama
"Hak Kekayaan Intelektual merupakan bentuk perlindungan bagi setiap orang yang mempunyai ide yang berkreasi dengan menciptakan sebuah karya-karya. Salah satu bentuk Hak Kekayaan Intelektual yaitu Hak Merek yang merupakan sebuah tanda yang diberikan kepada suatu barang untuk membedakan dengan barang yang lainnya serta mempunyai nilai ekonomi sehingga dapat dijadikan sebagai jaminan dalam melakukan kredit dengan lembaga keuangan. Penelitian ini akan membahas mengenai Merek dapat dijadikan jaminan dalam melakukan kredit dengan lembaga keuangan, penilaian terhadap merek agar bisa dijadikan jaminan dalam melakukan kredit, serta cara penyelesaian sengketanya. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif. Hasil dari analisis ini mengatakan bahwa Merek merupakan bagian dari Kekayaan Intelektual yang dapat dijadikan jaminan dengan menggunakan sertifikat sebagai bukti kepemilikan dan objek jaminan.
Intellectual Property Rights are a form of protection for everyone who has creative ideas by creating works. One form of Intellectual Property Rights is Trademark Rights which is a sign given to an item to differentiate it from other goods and has economic value so that it can be used as collateral in making credit with financial institutions. This research will discuss about marks that can be used as collateral in making credit with financial institutions, assessment of brands so that they can be used as collateral in making loans, and how to resolve disputes. This analysis was carried out using normative juridical methods. The results of this analysis say that the Mark is part of the Intellectual Property which can be used as collateral by using a certificate as proof of ownership and collateral object."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Veronica Novinna
"Dalam layanan E-commerce menimbulkan dampak negatif yaitu terjadi pencurian dan penjualan Data Pribadi konsumen pengguna layanan oleh pihak tidak bertanggungjawab. E-commerce dan Perlindungan Konsumen saling berkaitan, penting dalam praktik kegiatan e-commerce untuk menjaga kepercayaan konsumen selaku pengguna layanan, maka pelindungan data pribadi mendapat perhatian negara-negara di lingkup Kawasan Asia Tenggara. Penelitian ini membahas terkait pengaturan Pelindungan Hak atas Data Pribadi sebagai bagian dari hak konsumen dalam penyelenggaraan E-commerce di Indonesia, pengaturan hak untuk memperbaiki data, hak atas penghapusan Data Pribadi, hak portabilitas data dalam konsep Pelindungan Data Pribadi di negara Indonesia, Malaysia, dan Singapura, dan implementasi hak konsumen atas Pelindungan Data Pribadi di negara Indonesia, Malaysia, dan Singapura dalam konteks E-commerce. Metode penelitian ini adalah hukum normatif dengan pendekatan Peraturan Perundang-undangan dan komparatif. Adapun kesimpulannya yaitu pengguna selaku konsumen berhak untuk mengetahui informasi yang jelas akan akuntabilitas, transparansi, proses pencegahan, dan penegakan hukum dalam kasus kebocoran Data Pribadi yang dialami dalam penyelenggara e-commerce. Masalah Pelindungan Data Pribadi menjadi isu di Negara Singapura dan Malaysia, dan pengaturan mengenai Tiga Hak diatas berbeda-beda. Dalam implementasi penegakan Pelindungan Data Pribadi, Singapura dan Malaysia memiliki organisasi khusus yang berwenang dalam penegakan hukumnya, sedangkan Indonesia berupaya membentuk Lembaga khusus untuk memastikan implementasi Pelindungan Data Pribadi
E-commerce services have a negative impact, namely the theft and sale of Personal Data of service users by irresponsible parties. E-commerce and Consumer Protection are interrelated, important in the practice of e-commerce activities to maintain consumer confidence as service users, then the protection of personal data gets the attention of countries in the scope of Southeast Asia Region. This research discusses the regulation of the Protection of the Right to Personal Data as part of consumer rights in the implementation of E-commerce in Indonesia, the regulation of the right to correct data, the right to erasure of Personal Data, the right to data portability in the concept of Personal Data Protection in Indonesia, Malaysia, and Singapore, and the implementation of consumer rights to Personal Data Protection in Indonesia, Malaysia, and Singapore in the context of E-commerce. This research method is normative law with Legislation and comparative approach. The conclusion is that users as consumers have the right to know clear information on accountability, transparency, prevention process, and law enforcement in the case of Personal Data leakage experienced in e-commerce providers. The issue of Personal Data Protection is an issue in Singapore and Malaysia, and the regulation of the Three Rights above is different. In the implementation of Personal Data Protection enforcement, Singapore and Malaysia have special organizations authorized to enforce the law, while Indonesia seeks to establish a special institution to ensure the implementation of Personal Data Protection."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ginting, Antonio Rajoli
"Film sebagai salah satu karya sinematografi yang dilindungi dalam Hak Cipta. Keterlibatan banyak pihak dalam proses pembuatannya mulai dari Produser, Sutradara, Penulis Naskah, Pemain Film, sampai kru film lainnya memberikan kesempatan kepada insan perfilman untuk dapat memperoleh hak ekonominya. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah pengaturan film sebagai ciptaan karya sinematografi dalam Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang Perfilman serta kepatutan pemberian royalti sebagai hak ekonomi pelaku pertunjukan pemain film. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris untuk meenganalisa pemberlakuan Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang Perfilman terhadap kepatutan pemberian royalti sebagai hak ekonomi pelaku pertunjukan pemain film. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan dan wawancara dengan narasumber yakni akademisi Institut Kesenian Jakarta, Sutradara, Produser, dan Pemain Film. Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang Perfilman telah memberikan payung hukum terhadap kemungkinan pemain film memperoleh hak ekonomi berupa royalti atas fiksasi akan karakter yang diperankannya. Namun pada prakteknya, hubungan kerja antara Produser dan Pemain Film merupakan hubungan perburuhan yang mana pekerjanya dibayar sekali atas pekerjaan yang dilakukan sehingga jarang sekali ditemui adanya pemberian royalti kepada pemain film karena dalam perjanjian hanya menyepakati pembayaran sekali saja dan hak ciptanya dipegang oleh Produser atau pemilik rumah produksi.
Film as one of the cinematographic works protected by copyright. The involvement of many parties in the production process, from Producers, Directors, Scriptwriters, Film Players, to other film crews, provides an opportunity for filmmakers to be able to obtain their economic rights. The problems discussed in this study are the regulation of films as cinematographic creations in the Copyright Act and the Film Act and the appropriateness of granting royalties as an economic right for actors performing film performers. This research is a type of empirical legal research to analyze the application of the Copyright Law and the Film Law on the appropriateness of granting royalties as an economic right for film performers. Data collection was carried out by means of literature studies related to problems and interviews with informants, namely academics from the Jakarta Art Institute, directors, producers, and film actors. The Copyright Law and the Film Law have provided a legal umbrella for the possibility of film actors obtaining economic rights in the form of royalties for fixations on the characters they play. However, in practice, the working relationship between Producers and Film Actors is a labor relationship in which the worker is paid once for the work performed, so that royalties are rarely found for film actors because the agreement only agrees to pay once and the copyright is held by the Producer or the owner of the house production."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Kefin Luthfan Fariz
"Pembangunan infrastruktur segala bidang sedang masifnya dilakukan di negara Republik Indonesia, salah satunya di bidang telekomunikasi. Dikarenakan kondisi geografis negara Republik Indonesia, teknologi di bidang telekomunikasi yang paling memungkinkan adalah satelit. Guna untuk memenuhi kebutuhan satelit nasional, perusahaan operator satelit membutuhkan biaya yang cukup tinggi dalam proyek pengadaan satelit. Bisnis satelit juga memerlukan pembiayaan dari perbankan. Maka dari itu, dalam pembiayaan proyek pengadaan satelit tentunya bank selaku kreditur akan meminta satelit tersebut menjadi objek jaminan. Satelit termasuk ke dalam klasifikasi benda berwujud dan benda bergerak. Oleh karena itu, jenis jaminan yang dapat dibebani pada objek satelit adalah jaminan fidusia. Bank selaku kreditur perlu mencermati eksekusi objek jaminan fidusia atas satelit karena perizinan operasional satelit yang cukup kompleks. Perizinan operasional satelit tersebut adalah izin Hak Penggunaan Filing (“HPF”) agar satelit dapat menempati slot orbit di ruang angkasa. Berdasarkan Pasal 32 Permenkominfo No. 21 Tahun 2014 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Untuk Dinas Satelit Dan Orbit Satelit, disebutkan bahwa perusahaan operator satelit dilarang mengalihkan izin HPF. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Jenis data yang akan digunakan penulis adalah data sekunder. Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode analisa data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tetap dimungkinkan bagi kreditur untuk dapat melakukan eksekusi objek jaminan fidusia atas satelit dengan cara penjualan bawah tangan sepanjang calon pihak pembeli dapat memenuhi ketentuan Perizinan Operasional Satelit dan Perizinan Perusahaan Operator Satelit. Dalam pembiayaan untuk proyek pengadaan satelit, mekanisme pemberian kredit yang diterapkan oleh kreditur dengan cara sindikasi kredit. Selain itu, yang membuat bank selaku kreditur bersedia untuk menerima satelit sebagai objek jaminan fidusia adalah karena dalam pengikatan jaminan atas satelit tersebut terdapat dokumen-dokumen jaminan antara kreditur dengan debitur yang berkaitan dengan slot orbit dan aspek-aspek komersial.
Infrastructure development in all fields is being massively carried out in the Republic of Indonesia, one of which is in the telecommunications sector. Due to the geographical conditions of the Republic of Indonesia, the most feasible technology in the telecommunications sector is satellite. In order to meet the needs of national satellites, satellite operator companies require quite high costs in satellite procurement projects. The satellite business also requires financing from banks. Therefore, in financing the satellite procurement project, of course, the bank as the creditor will ask for the satellite to be the object of security. Satellites are included in the classification of tangible objects and moving objects. Therefore, the type of security that can be imposed on a satellite object is a fiducia security. Banks as creditors need to pay close attention to the execution of fiducia security objects on satellites because satellite operational licensing is quite complex. The operational license for the satellite is a Filing Right of Use (“HPF”) license so that the satellite can occupy an orbital slot in space. Based on Article 32 of Regulation of Minister of Communication and Informatics No. 21 of 2014 concerning the Use of Radio Frequency Spectrum for the Satellite Service and Satellite Orbit, it is stated that satellite operator companies are prohibited from transferring HPF licenses. This research is descriptive analytical. The type of data that will be used by the author is secondary data. The author in this study used qualitative data analysis methods. The results of the study indicate that it is still possible for creditors to be able to execute objects of fiduciary guarantees on satellites by means of underhand sales as long as the prospective buyer can fulfill the provisions of the Satellite Operational Licensing and Satellite Operator Company Licensing. In financing for the satellite procurement project, the financing mechanism implemented by creditors by means of loan syndication. In addition, what makes banks as creditors willing to accept satellites as objects of fiducia security is because in the binding of security for the satellites there are security documents between creditors and debtors related to orbital slots and commercial aspects."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Manalu, Evanto Pandora
"Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 membuat keadaan hukum yang baru terkhususnya kepada melaksanakan eksekusi jaminan fidusia. Dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia tersebut tidak sedikit debitur yang tidak berkenan dilakukan eksekusi oleh kreditur, sehingga debitur melakukan gugatan terhadap Pengadilan Negeri, namun hasilnya Pengadilan Negeri memberi pendapat yang beragam dalam putusannya. Rumusan masalah dalam penelitian ini terbagi atas bagaiman pelaksanaan dari eksekusi jaminan fidusia setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, dan bagaimana Pengadilan Negeri menysaratkan wanprestasi atau cidera janji dalam eksekusi jaminan fidusia setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019. Penelitian ini menggunakan Teori Kepastian Hukum, lalu menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Ketentuan hukum yang tertera dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 mengakibatkan eksekusi dapat dilakukan oleh kreditur jika adanya penyerahan sukarela serta pengakuan dari debitur bahwa debitur telah melakukan wanprestasi. Namun dalam praktek yang terjadi dilapangan, pengadilan menyatakan wanprestasi atau cidera janij dari debitur harus dengan beberapa alasan yaitu wanprestasi dengan pengakuan tertulis, wanprestasi dengan kesepakatan di kontrak/perjanjian di awal dan wanprestasi yang harus dinyatakan oleh pengadilan. Dalam 10(sepuluh) perkara dari penelitian ini, banyak pengadilan menafsirkan bahwa wanprestasi bisa dinyatakan dalam kesepakatan/kontrak diawal.
Constitutional Court Decision Number 18/PUU-XVII/2019 creates a new legal situation, especially for carrying out the execution of fiduciary guarantees. In carrying out the execution of the fiduciary guarantee, there are not a few debtors disagreed to be executed by the creditor, so the debtor files a lawsuit against the District Court, but the results of the District Court provide various opinions in its decision. The formulation of the problem in this study is divided into how the implementation of the execution of fiduciary guarantees after the Constitutional Court decision Number 18/PUU-XVII/2019, and how the District Court requires default or breach of contract in the execution of fiduciary guarantees after the Constitutional Court Decision Number 18/PUU- XVII/2019. This research uses Legal Certainty Theory, then uses normative juridical research methods. The legal provisions contained in the Constitutional Court Decision Number 18/PUU-XVII/2019 result in the execution being carried out by the creditor if there is a release of acquittal as well as acknowledgment from the debtor that the debtor has defaulted. However, in practice that occurs in the field, the court declares default or default of the debtor must be for several reasons, namely default by written confession, default by agreement in the contract/agreement at the beginning and default which must be declared by the court. In the 10 (ten) problems of this study, many courts claimed that default could be stated in the initial agreement/contract."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Kelly Manthovani
"Jual beli tanah di Indonesia seharusnya tidak dilakukan dengan hanya berdasarkan bukti pembayaran berupa kwitasi, melainkan harus dilakukan dengan prinsip dan tata cara jual beli tanah yang berlaku. Jual beli tanah dalam hukum pertanahan nasional mengacu pada asas terang, tunai dan riil. Terang artinya dibuat di hadapan Pejabat yang berwenang. Namun, tak jarang ditemukan di dalam kehidupan bermasyarakat, jual beli tanah terhadap tanah yang sudah bersertipikat sekalipun dilakukan dengan hanya membuat secarik kertas tanda terima / kwitansi yang dibuat di bawah tangan tidak di hadapan Pejabat. Beberapa contoh jual beli hanya berdasarkan kwitansi terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 964 PK/Pdt/2018 tertanggal 16 Januari 2019, Putusan Mahkamah Agung RI No. 2538 K/Pdt/2020 tertanggal 20 Oktober 2020, Putusan Mahkamah Agung No. 312 K/Pdt/2017 tanggal 24 Mei 2017, Putusan Mahkamah Agung RI No. 755 K/Pdt/2022 tertanggal 28 Maret 2022, Putusan Mahkamah Agung RI No. 2433 K/Pdt/2017 tertanggal 5 Maret 2018, Putusan Mahkamah Agung RI No. 2354 K/Pdt/2018 tertanggal 22 November 2018. Penelitian akan menganalisis jual beli hanya berdasarkan kwitansi ditinjau dari peraturan perundang-undangan dan pertimbangan-pertimbangan hukum dalam Putusan-Putusan Mahkamah Agung RI tersebut di atas. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dari buku-buku dan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hasil penelitian, syarat keabsahan jual beli tanah di Indonesia masih terdapat perbedaan penilaian oleh Majelis Hakim yaitu terdapat putusan yang menyatakan jual beli berdasarkan kwitansi saja sah, dan ada yang menyatakan jual beli berdasarkan kwitansi saja tidak memenuhi syarat formil jual beli tanah, sehingga jual beli tidak sah
Sale and purchase of land in Indonesia should not be carried out solely on the basis of proof of payment in the form of a receipt, but must be carried out according to the principles and procedures for buying and selling land that apply. The sale and purchase of land in the national land law refers to the principle of clear and cash. Clear means made before an authorized official. However, it is not uncommon to find in social life, the sale and purchase of land even that land has been certified is carried out by simply making a piece of receipt / receipt made privately containing information that payment has been received for the purchase of a plot of land. Several example of buying and selling based only on receipts are contained in Decision of Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 964 PK/Pdt/2018 dated 16 Januari 2019, No. 2538 K/Pdt/2020 dated 20 Oktober 2020, No. 312 K/Pdt/2017 dated 24 Mei 2017, No. 755 K/Pdt/2022 dated 28 Maret 2022, No. 2433 K/Pdt/2017 dated 5 Maret 2018, and No. 2354 K/Pdt/2018 dated 22 November 2018. This research method uses normative juridical research methods using secondary data from books and statutory regulations. Based on the research results, there are still differences in the requirements by the judges for the validity of land sales and purchases in Indonesia, namely that there are decisions that state that sales and purchases based on receipts only are valid, and there are those that state that sales and purchases based on receipts do not meet the formal requirements for land sales and purchases, so the sale and purchase invalid."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
FX. Denny Satria Aliandu
"Dalam perkembangan ekonomi di Indonesia, banyak sekali pelaku usaha yang terlibat dalam bentuk badan usaha Perseroan Terbatas, karena tujuan utamanya adalah mencari keuntungan. Negara dapat mengatur dan melakukan pengawasan dalam kegiatan usaha perseroan terbatas yakni melalui penerapan aturan hukum pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Sistem Administrasi Badan Hukum yang selanjutnya disingkat SABH adalah pelayanan jasa teknologi informasi Perseroan secara elektronik yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Dalam sistem ini berisi muatan seluruh data pada Perseroan Terbatas, sehingga pemerintah dapat melakukan sebuah pengawasan. Sistem ini akan menghasilkan produk hukum berupa keputusan dan/atau pemberitahuan yang mempunyai kekuatan hukum. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yang mana meneliti aturan yang mengatur tentang Sistem Administrasi Badan Hukum, yaitu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 yang telah mengalami 2 (dua) kali perubahan. Pelayanan pada sistem ini mempunyai kelemahan dalam menjamin kepastian hukum apabila terdapat perbuatan melawan hukum, karena seluruh tindakan pemerintah hanya melalui sistem dan seharusnya dilakukan pemeriksaan secara manual melalui dibentuknya aturan yang baru.
In the economic development in Indonesia, many business actors are involved in the form of Limited Liability Companies, because the main objective is making of profit. The state can regulate and supervise the business activities of limited liability companies, namely through the application of legal rules to the Legal Entity Administration System at the Directorate General of General Legal Administration (AHU), Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia. Legal Entity Administration System, hereinafter abbreviated as SABH, is the Company's electronic information technology services provided by the Directorate General of General Legal Administration. In this system, it contains all data on Limited Liability Companies, so that the government can carry out an oversight. This system will produce legal products in the form of decisions and / or notifications that have legal force. This study uses a normative juridical method, which examines the rules governing the Legal Entity Administration System, that is Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014 which has undergone 2 (two) changes. Services in this system have weaknesses in ensuring legal certainty if there is an act against the law, because all government actions are only through the system and properly manual inspection through the formation of new rules."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Aura Akhman
"Dalam dunia bisnis, waktu 90 (sembilan puluh) hari, yang terdapat pada pengaturan Masa Stay dalam kepailitan bukanlah waktu yang pendek. Dalam praktik, biasanya yang mempunyai atau yang memegang hak tanggungan sangat membutuhkan percepatan perputaran modal. Percepatan perputaran modal ini akan berakibat pada keuntungan dan kerugian yang akan dialami oleh pihak bersangkutan. Semakin lama kredit yang seharusnya kembali tetapi tidak terbayar kepada kreditor separatis pemegang hak tanggungan, akan berdampak semakin besar pula kerugian Kreditur Separatis atas keuntungan yang harus diterimanya. Olehkarena itu penting bagi kita memahami Peranan asas hukum Lex Specialis Derogat Legi Generalis dalam mengatasi perbenturan norma hukum antara Undang-Undang Kepailitan dengan Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) mengenai Hak Tanggungan serta kedudukan Kreditur Separatis sebagai pemegang hak tanggungan dalam kepailitan. Penulisan ini bersifat deskriptif - analitis. Deskriptif maksudnya bahwa diharapkan akan diperoleh suatu gambaran yang menyeluruh dan sistematis tentang fakta yang berhubungan dengan permasalahan. Analitis dimaksudkan bahwa berdasarkan gambaran-gambaran, fakta-fakta dan uraian yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat mengenai Peran asas hukum Lex Specialis Derogat Legi Generalis dalam mengatasi perbenturan norma hukum antara Undang-Undang Kepailitan dengan Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) mengenai Hak Tanggungan serta kedudukan kreditor separatis pemegang hak tanggungan dalam kepailitan. Sehingga akan diperoleh pemahaman bagi para akademisi dan praktisi hukum bahwa Asas Lex Specialis Derogat Lex Generali , dalam mengatasi perbenturan norma hukum antara Undang-Undang Kepailitan dengan Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) mengenai Hak Tanggungan memiliki peran untuk melengkapi (aanvullend) bukan untuk menyimpangi ( uitzondering)
In the business world, a period of 90 (ninety) days, which is found on the Stay Period regulation in bankruptcy is not a short time. The acceleration of capital turnover will result in gains and losses that will be Experienced by the parties concerned. The longer the loan is supposed to return but not paid to the creditor separatist mortgage holders, will impact the greater the loss of benefits Separatist Creditors should receive. Therefore it is important for us to understand the role of Lex Specialist derogat Legi generalist legal principle in overcoming legal norms clash between the Bankruptcy Act by Mortgage Act (UUHT) regarding the position of Mortgage Lenders and mortgage holders in bankruptcy. This study is a descriptive - analytical. Descriptive means that is expected to obtain a comprehensive and systematic overview of the facts related to the problem. Analytical meant that by the images, facts and descriptions obtained will be analyzed carefully about The role of the legal principle of Lex Specialist derogat Legi generalist in overcoming legal norms clash between the Bankruptcy Act by Mortgage act (UUHT) regarding Mortgage and the position of creditor who act as mortgage holders in bankcruptcy. So that for academics and legal practitioners will have a better understanding about the principle of Lex Specialist derogat Generali, in dealing with the legal norms clash between the Bankruptcy Act by Mortgage act (UUHT) regarding Mortgage has a role for complement (aanvullend) not to deviate (uitzondering)"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Rahmad Desmi Fajar
"Karena besaran iuran yang harus dibayarkan dan manfaat yang akan diterima pada Jaminan Pensiun BPJS sebagaimana ditetapkan pada UU BPJS Nomor 40/2004 tidak terlalu besar, maka eksistensi program pensiun sukarela dari Pemberi Kerja yang diselenggarakan berdasarkan UU Dana Pensiun 11/1992 dapat terus dipertahankan sepanjang penyelenggara mampu melakukan sinergi dalam hal biaya, manfaat, atau sifat kepesertaan dengan program pensiun wajib yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Since the dues to be paid and benefit to be received under the mandatory BPJS Pension as regulated by Law on Social Security Agency Number 40/2004 are not significant, the existence of Employer’s voluntary pension programme as regulated by Law on Pension Fund Number 11/1992 can still be maintained insofar as synergies on cost, benefit, and nature of membership at both programmes can be achieved."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Abraham Dastin
"Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia: Undang-undang No.42 Tahun 1999 sudah menggunakan istilah fidusia. Dengan demikian, istilah fidusia sudah merupakan istilah resmi dalam dunia hukum kita. Akan tetapi, kadang-kadang untuk fidusia ini dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan istilah penyerahan hak milik secara kepercayaan. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020 lahir karena adanya permohonan pengujian undang-undang (Judicial Review) yang diajukan oleh pasangan suami-istri, Apriliani Dewi dan Suri Agung Prabowo, terhadap ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam perkembangannya pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18 /PUU-XVII/2019 mengakibatkan kekuatan eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) tidak mempunyai kekuatan mengikat sepanjang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia. Putusan Mahkamah Konstitusi No.18/PUU-XVII/2019 berimplikasi secara langsung dan memberikan 2 (dua) syarat terhadap titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam penulisan ini metode Penelitian jurnal ini dilakukan dengan menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian hukum. dengan melakukan pengelolaan data-datanya yang berasal dari bahan-bahan kepustakaan. Penelitian kepustakaan ini untuk mengumpulkan dan mengelola data-data sekunder yang berasal dari bahan-bahan hukum.
Fiducia is a term that has long been known in the Indonesian language: Law No.42 of 1999 already uses the term fiduciary. Thus, the term fiduciary is already an official term of law. However, for this fiduciary meaning in Indonesian is also referred to as the transfer of property rights by trust. The Decision of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia Number 18/PUU-XVII/2019 dated January 6, 2020 was issued initiated by a petition for judicial review submitted by spouse named Apriliani Dewi and Suri Agung Prabowo, related to the Article 15 paragraph (2) and paragraph (3) of Law Number 42 Year 1999 regarding Fiduciary Transfer of Ownership. In its development after the Constitutional Court Decision No. 18/PUU-XVII/2019 results in the executorial power as referred to in Article 15 paragraph (2) has no binding power as long as there is no agreement in terms of default (default statement) and the debtor objected to voluntarily hand over the object of warranty which. The decision of the Constitutional Court No.18/PUU-XVII/2019 has direct implications and provides 2 (two) conditions for the executorial title as referred to in Article 15 paragraph (2) of Law Number 42 Year 1999 regarding Fiduciary Transfer of Ownership. In this thesis, the research method is conducted using literature based research. By managing the data which comes from books and other literatures. This literature research is meaning to collect and manage data which derived from legal sources and other law materials."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library