Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 793 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lasmini Soedjono
Abstrak :
Apabila ditelusuri segi-segi kehidupan sosial ekonomi masyarakat Bali, maka tampak kenyataan akan adanya Wanita pencari pasir, penumbuk padi, penggarap pertanian, buruh bangunan, pedagang, penenun, pegawai negeri, karyawati swasta dan lain-lain. Kenyataan seperti ini cukup memberikan gambaran tentang profil Wanita Bali sebagai Wanita yang cinta bekerja. Kerja dan seni adalah merupakan suatu kharakter khas dari kehidupan Wanita Bali. Hal-hal tersebut diatas, dalam penelitian Penawaran Tenaga Kerja Wanita di Propinsi Bali, berdasarkan data SAKERNAS Tahun 1987 didapat temuan. Bahwa antara jam kerja dan upah yang merupakan fungsi penawaran tenaga kerja mempunyai hubungan negatif, yaitu semakin tinggi upah, semakin rendah jam kerjanya baik di Perkotaan maupun di Perdesaan. Hanya untuk pendidikan SMTA+ di Pedesaan, hubungan jam kerja dan upah bersifat positif, semakin tinggi tingkat upah, jam kerjanya juga semakin tinggi. Sama dengan penelitian di Daerah lain (Saleh, Penawaran Tenaga Kerja Wanita Berdasarkan Status Atau Peran Dalam Rumah Tangga di Sumatera Selatan, 1987), pengaruh pendidikan yang ditamatkan terhadap jam kerja dan upah, diketahui bahwa pengaruh pendidikan terhadap upah mempunyai pengaruh yang positif, dimana semakin tinggi pendidikan pekerja Wanita makin tinggi penghasilan yang diterimanya. Dan dari segi jam kerja, pekerja Wanita yang berpendidikan SD tamat menawarkan jam kerja yang lebih besar dari pada mereka yang tamat SMTA+. Untuk daerah tempat tinggal sebagai latar belakang seseorang/tenaga kerja Wanita dalam berpartisipasi di pasar kerja dari hasil estimasi tersebut diketahui bahwa untuk masing-masing pekerja Wanita dengan kelompok pendidikan yang diperhatikan ternyata daerah tempat tinggal mempunyai pengaruh yang berbeda. Misalnya bagi Wanita yang bekerja dan bertempat tinggal di Perkotaan menawarkan jam kerja yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang bekerja dan bertempat tinggal di Pedesaan, walaupun mereka mempunyai kelompok pendidikan yang sama.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Totok Sapto Gondo
Abstrak :
Sepanjang pengetahuan penulis bahwa sampai saat ini masalah kelaskaran wanita belum pernah ditulis secara khusus dan terperinci. Beberapa tulisan yang berhubungan dengan masalah tersebut masih berkisar dalam bentuk ki_sah perjuangan pelaku-pelaku sejarah laskar wanita itu. Tulisan-tulisan yang menyinggung peranan .laskar ,wanita Pada masa perang kemerdekaan tahun 1945-1949, masih dalam bentuk artikel-artikel yang dimuat dalam surat kabar dan majalah. Adapun yang menjadi pusat perhatian para penulis artikel-artikel itu adalah pelaku-pelaku sejarahnya sedangkan masalah organisasi kelaskaran wanita tidak dijelaskan secara lenglap. Kelaskaran wanita merupakan organisasi rakyat yang bersifat militer yang turut berperan pada waktu bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan, organi sa_si kelaskaran wanita ini berjuang bersama-sama pejuang pejuang; pria di garis depan dan garis belakang nenurut pembagian tugas yang ditentukan oleh masing-masing organisasi kelaskarannya. Dengan demikian organisasi-organi_sasi kelaskaran wanita ini dapat dikatakan sebagai bagi-an yang tak terpisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Pengungkapan peranan kelaskaran wanita merupakan salah satu usaha untuk melengkapi sejarab Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1981
S12571
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Lasminah
Abstrak :
ABSTRAK
Umi Lasminah ( N.P.M. 0791040267 ), Demonstrasi Wanita 17 Desember 1953 Sikap PERWARI menolak PP 19 Th.1952, ( Skripsi Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia dibawah bimbingan Nana Nurliana, S.S, M.A, Sudarini, S. S, M.A ), 1996, 110 hlm. Penulisan sejarah tentang wanita di Indonesia periode demokrasi liberal, khususnya tahun 1953 dengan fokus demonstrasi wanita oleh PERWARI pada 17 Desember 1953. Perrnasalahan yang akan dibahas ialah demonstrasi wanita dan gerakan wanita dalam menuntut Undang-undang Perkawinan serta dihapuskannya PP 19 Th.1952. Pada masa revolusi 1945-1949 gerakan wanita kurang memfokuskan perjuangannya pada masalah perkawinan, karena saat itu sumber daya wanita diarahkan pada pejuangan nasional mempertahankan kemerdekaan. Keikut sertaan wanita mendukung revolusi tersebut, dilakukan dengan kesadaran, melalui pembentukan organisasi wanita yang mendukung perjuangan. Usai revolusi, dalam negara dengan sistem pernerintahan liberal, gerakan wanita kernbali memperjuangkan perlindungan hukum dalam perkawinan. PERWARI sebagai organisasi yang terbentuk pada masa revolusi melanjutkan perjuangan gerakan wanita menuntut Undang-undang Perkawinan. Perjuangan wanita menuntut Undang-undang Perkawinan dilakukan PERWARI bersama organisasi wanita lain, sebelum dan sesudah dikeluarkannya PP 19 Th.1952 akhir Juni 1952. PP 19 Th.1952 yang melegalkan poligami tidak dapat diterima oleh organisasi wanita, khususnya PERWAR1, dimana pada saat yang sama sedang dalam proses penyusunan Undang-undang Perkawinan. PERWARI keenudian melakukan usaha untuk menghapuskan PP 19 Th.1952 dan menuntut UU Perkawinan, diantaranya dengan mengeluarkan mosi dan melakukan demonstrasi. Demonstrasi yang dilakukan merupakan bagian acara peringatan Ulang Tahun Sewindu PERWARI, 17 Desember 1953. Demonstrasi tersebut juga merupakan puncak perjuangan PERWARI menuntut UU Perkawinan, akan tetapi aksi demonstrasi tersebut tidak segera membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Undang-undang Perkawinan belum ada, PP 19 Th.1952 tidak dihapuskan. Usaha dan perjuangan PERWARI tersebut tidak segera tercapai saat itu, karena kondisi dan sistem politik yang berlangsung tidak mendukung perjuangannya.
1996
S12529
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
B. Chrismanto A.
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam tulisan ini saya mencoba untuk menyajikan suatu organisasi Wanita Islam Aisyiyah. Organisasi ini mempunyai keunikan, yaitu dengan banyaknya didirikan lembaga-lembaga Islam, seperti, masjid istri yang pertama di Yogyakarta.bahkan di Indonesia, kegiatan majelis taklim, sekolah ke_bidanan, rumah sakit bersalin, kegiatan dakwah di kalangan wanita, taman kanak-kanak (Bustanul, Athfal), dan kegiatan anak asuh. Semuanya itu merupakau sumbangsih wanita Islam di Indonesia dalam bidang sosial dan pendidikan.Melihat adanya lembaga-lembaga Islam tersebut, timbulah keinginan saya untuk memajukan suatu karya tulis tentang or_ganisasi wanita Islam Aisyiyah, sebagai skripsi untuk men_capai gelar sarjana sastra program studi Arab.Di dalam pengumpulan data untuk penulisan skripsi saya menggunakan metode Penelitian pustaka, yaitu mengumpulkan data melalui buku-buku, majalah-Majalah, dan brosur-brosur.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1985
S13199
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Musdah Mulia
Abstrak :
Buku ini merupakan panduan singkat dan praktis bagi siapapun yang ingin memahami ajaran Islam terkait posisi dan kedudukan perempuan. Sangat mudah dipahami karena dituis dengan bahasa yang lugas dan sederhana disertai dalil-dalil Qur'an dan hadist. Islam datang memproklamirkan kemanusiaan perempuan sebagai manusia utuh. Perempuan adalah mahluk mulia yang memiliki harkat dan martabat. Islam menegaskan bahwa semua manusia (perempuan dan laki-laki) diciptakan dari unsur yang satu (nafs wahidah). Islam sangat tegas menempatkan perempuan sebagai mitra sejajar laki-laki.
Jakarta: Bisma Optima, 2014
297.43 MUS k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Pratomo
Abstrak :
ABSTRAK
PERMASALAHAN: HIV/AIDS dan Hepatitis B merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting karena belum ditemukan obatnya sampai saat ini. Wanita usia subur, khususnya yang berpenghasilan rendah pengunjung Puskesmas semakin rentan terhadap risiko penularan kedua penyakit tersebut. Sampai saat ini belum ada model upaya promotif dan preventif di Puskesmas yang mengintegrasikan pelayanan penyakit menular seksual (PMS) ke dalam pelayanan BP/KIA/KB di Puskesmas.

TUJUAN PENELITIAN: Mengembangkan model intervensi guna menurunkan risiko infeksi PMS termasuk HIV/AIDS dan Hepatitis B bagi wanita usia reproduksi wanita hamil dan peserta KB berpenghasilan rendah melalui keterpaduan program PMS dengan program kesehatan reproduksi di klinik KIA/KB dan BP di Puskesmas daerah perkotaan dan pedesaan.

METODA PENELITIAN: Desain penelitian adalah Kuasi eksperimen, yaitu one group pre dan post test tanpa kelompok kontrol. Dalam intervensi ini dilakukan observasi awal, intervensi dan observasi akhir tanpa menggunakan kelompok kontrol

Pengumpulan data pre intervensi adalah: a) survei PSP (Pengetahuan, Sikap & Praktek) terhadap 400 ibu pengunjung BP/KIA/KB yang dipilih secara acak dan b) skrining terhadap 1200 ibu pengunjung BP/KIA/KB menggunakan sediaan basah dan pewarnaan Gram. Selain itu, dilakukan studi kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam 4 dokter Puskesmas; Diskusi Kelompok Terarah (DKT) masing-masing 4 kelompok petugas Puskesmas dan ibu usia reproduksi pengunjung BP/KIA/KB; pengamatan pelayanan BP/KIA/KB dan data Iayanan suntik dan penggunaan jarum & syringe (tabung jarum suntik).

Sedangkan pada post intervensi yang dikumpulkan adalah data survei PSP pada 400 ibu pengunjung ' BP/KIA/KB; studi kualitatif pada petugas Puskesmas (dokter, paramedis, petugas lab); pengamatan pada pelayanan BP/KIA/KB serta data layanan suntik dan penggunaan jarum & syringe.

Lokasi penelitian adalah di 4 wilayah Puskesmas, yaitu 2 di perkotaan (Puskesmas Kec. Koja dan Ciracas di DKI Jaya) dan 2 di pedesaan (Puskesmas Kec. Pamanukan, Kab. Subang dan Kec. Pulomerak Kab. Serang, Jabar).

Analisis data kualitatif dilakukan secara content analysis. Hasil survei disajikan dalam distribusi frekwensi, tabulasi silang PSP yang berkaitan dengan PMS, HIV/AIDS, Hepatitis B & kebiasaan suntik dengan membandingkan pre dan post intervensi dan membandingkan lokasi perkotaan dan pedesaan. Uji kemaknaan dilakukan dengan Chi-square. Dari skrining PMS dikemukakan hasil yang dilakukan oleh Puskesmas dan konfirmasi pemeriksaan oleh Bag. Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin, FKUI/RSCM.

HASIL PENELITIAN: Karakteristik responden sebelum dan sesudah intervensi tidak berbeda. Dua diantara lima responden baik di kota maupun desa menderita infeksi PMS/ saluran reproduksi. Bila dilihat secara keseluruhan intervensi penyuluhan yang dilakukan berdampak pada kenaikan proporsi responden yang mengetahui HIV/AIDS & bahaya penggunaan jarum suntik tetapi tidak memiliki dampak pada PSP yang berkaitan dengan PMS dan Hepatitis B. Perubahan pengetahuan petugas Puskesmas sebagai hasil intervensi cukup baik tetapi belum memiliki dampak positif terhadap praktek interaksi antara petugas-pasien maupun sterilisasi alat. Namun dari data pelayanan suntikan sekalipun proporsi yang disuntik di BP baik perkotaan maupun pedesaan (kecuali Pamanukan) relatif meningkat tetapi penggunaan jarum suntik berulang berkurang. Demikian juga penggunaan syringe berulang juga turun tetapi rasionya belum mencapai 1:1.

Dampak intervensi yang belum nyata dan signifikan ini dapat disebabkan antara lain penyuluhan yang dilakukan hanya intensif pada saat terjadwal sesuai kegiatan proyek, sesudah itu berjalan tetapi kurang intensif, penyuluhan hanya terbatas di Puskesmas sehingga jangkauannya terbatas, sedang yang terpajan penyuluhan mungkin tidak terpilih sebagai sampel, jarak antara selesainya penyuluhan terjadwal dan evaluasi relatif panjang (6 bulan). Dilain pihak, perubahan PSP pada pengunjung maupun petugas memerlukan waktu relatif lama.

KESIMPULAN DAN SARAN: Kejadian infeksi PMS dan saluran reproduksi di kalangan WUS pengunjung BP/KIA/KB di perkotaan maupun pedesaan cukup tinggi yaitu sekitar 43,5%. Teknik pemeriksaan PMS sederhana dapat dilakukan di Puskesmas dengan pelatihan dan kualitas tenaga yang memadai dan supervisi yang baik. Sesudah intervensi, PSP WUS mengenai PMS dan Hepatitis B tidak banyak berubah_ Namun pengetahuan tentang HIWAIDS dan bahaya penggunaan jarum suntik berulang meningkat demikian juga kesediaan membayar sendiri jarum/syringe bertambah. Sekalipun interaksi petugas-pasien dan praktek sterilisasi alat di Puskesmas belum banyak perbaikan dan ada kenaikan permintaan suntik di BP tetapi penggunaan jarum dan syringe berulang terjadi kecenderungn penurunan. Telah dikembangkan model intervensi berupa pelatihan petugas Puskesmas mengenai manajemen dan pencegahan PMS termasuk HIV/AIDS, Hepatitis B & Pencegahan pemberian suntikan berulang serta materi baku yang terdiri dari silabus dan bahan serta penunjang pelatihan. Selain itu juga dikembangkan model serupa bagi ibu pengunjung BPIKIAIKB di Puskesmas termasuk materi dan penunjang penyuluhan.

Disarankan agar pelaksanaan penyuluhan bagi pengunjung BP di Puskesmas hendaknya tidak dilakukan secara bersamaan dengan pengunjung Klinik KIA/KB. Perlu adanya pemantapan teknik penyuluhan bagi petugas pelaksana, khususnya KIA/KB. Evaluasi dampak dan hasil akhir model ini sebaiknya dilakukan minimal sesudah kegiatan penyuluhan berjalan 6 bulan sehingga perubahan pada kebiasaan dan praktek dapat terlihat lebih nyata.

Model skrining PMS di Puskesmas secara sederhana dapat dikembangkan lebih lanjut pada program Paket Ibu Bayi (Mother Baby Package-WHO) yang akan dikembangkan pemerintah dalam waktu dekat. Disarankan, hal ini perlu ditindaklanjuti dengan pemegang kebijakanlpengelola program di Departemen Kesehatan.
ABSTRACT
Intervention to Reduce Risk of HIV/AIDS And Hepatitis B Among Low Income Reproductive Age Women Attending an Ambulatory/ Mother & Child Health And Family Planning Clinic at The Puskesmas in DKI Jakarta And West Java, 1994-1996THE RESEARCH PROBLEM: In Indonesia, HIV/AIDS and Hepatitis B have become major and critical public health problems. At present there is no cure for these two diseases. The low income married women of reproductive age (MWRA) are becoming more and more susceptible to the risk of infection of sexually transmitted diseases (STDs) including HIV/AIDS. Currently a model of integrating STD services into the existing ambulatory/mother & child health (MCH/family planning (FP) services in the Puskesmas is nonexistent).

THE RESEARCH OBJECTIVES: To develop an intervention model in reducing the risk of STDs including HIV/AIDS and Hepatitis B infection for low income MWRA through integrating STD services into MCH/FP services in the Puskesmas both for urban as well as rural areas.

METHODOLOGY OF THE STUDY: The design of the study was one group pre and post test without a control group (a Quasi-experimental design). A measurement was conducted at the beginning of the study then followed by intervention and evaluation! measurement after the intervention. Three different measurements were conducted prior to the intervention period namely a (a) KAP (Knowledge, Attitude & Practice) survey on STD/HIV/AIDS, Hepatitis B and Danger of Reuse of Needles and Syringes among randomly selected 400 MWRA visiting ambulatory/MCH and FP clinics, (b) STD screening using wet-mount and Gram stain among 1200 of the similar clinic attendants, and (c) qualitative assessments: in-depth interviews were conducted with 4 PHC doctors, each four FGDs (Focus Group Discussion) with public health center personnel and selected MWRA were performed. Observation were made on the interaction of the health personnel and the clients and the sterilization techniques took place in the PHC.' After the intervention, a similar KAP survey was conducted among another 400 MWRA attending the above same facilities and in-depth interviews with PHC personnel and observation of the personnel-client interaction, sterilization techniques. Data concerning injection practices and the use of needles and syringes were also collected before and after the intervention.

Content analysis technique was used to analyse the qualitative data. Frequency distribution and cross tabulation were used to depict the results of the KAP survey describing pre and post intervention status or urbanlrural differences. Chisquare test was performed as required. The results of the STD screening was shown as it was conducted by PHC lab technicians and rechecked by the Dept of Dermatovenerology of the School of Medicine, the Univ. of Indonesia) RSCM General Hospital.

RESULTS OF THE STUDY: Social demographic characteristics of the respondents pre and post intervention was quite similar. Two out of five respondents both in the urban and rural areas suffering of STD/Reproductive Tract Infection (RT9. The intervention seems to have an effect on the increase of the proportion of the respondents who knew about HIV/AIDS and the danger of reusing needles and syringes. However, it has no effect on the PSP of the respondents concerning STD and Hepatitis B. There was a change in the knowledge of the PHC personnel concerning STD, HIV/AIDS and Hepatitis B, yet there was no apparent effect on the pattern of interaction between providers and the clients and the sterilization technique in the PHC. Although there is an increased proportion of injection demands in the ambulatory clinic both in the urban and rural areas (except Pamanukan) there was a decrease on the reuse of the needles as well as the syringes. The ratio of the use of syringe were close to I:1.

The impact of the intervention was not prominent and significant due to others among the following factors: the intensive health education probably took place during the tight schedule of the project only, after the recommended schedule it took place unregularly; health education was limited in the Puskesmas, therefore the coverage is limited; those who were exposed to the health education were likely not selected as the sample of the survey, and the interval between completed recommended health education intervention and the evaluation was too long. On the other hand change of practice especially among the MWRA attending the PHC and also the personnel of the PHC took a relatively longer time.

CONCLUSIONS AND RECOMMENDATIONS: STD and RTI infection among the MWRA attending the PHC clinic both in the urban and rural were relatively high about 43.5%. Simple technique of screening STD at the PHC was feasible with appropriate training and relatively good quality of lab technician and good supervision. After the intervention the KAP of the MWRA concerning STD and Hepatitis B was likely to remain unchanged. However, their knowledge concerning HIV and AIDS and the danger of using needles and syringes were increased. There was also an increase on the willingness of the client to pay for the disposable needle and syringe for the injection. Although the interaction of the client and the health personnel as well as sterilization technique at the Puskesmas was still unsatisfactory and there was an increased demand of injection in the ambulatory clinic, overall there is a reduction on the reuse of the needles and syringes. An intervention model including training for the PHC personnel concerning management and prevention of STD including HIV/AIDS, Hepatitis B and Prevention of Reuse of Needles and Syringes. It also made available of the module of training of the MWRA including health education materials. It is recommended that the ambulatory clinic visitors should be not be the same health education target audience with the MCH and FP clinic attendants. It is also recommended to retrain the skills on health education among the PHC personnel. The final output evaluation should be conducted at least after six months of the health education intervention so that substantial change of practice took place among both MWRA and PHC personnel. The experience of conducting STD screening in the Puskesmas could be useful in the upcoming promotion program of the WHO's Mother Baby Package by the Ministry of Health. An advocation should be made to follow-up the result of this study to both program holder and decision makers at the Ministry of Health.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Noerani Poerwadi
Abstrak :
Penelitian ini berawal dari pemikiran bahwa berdasarkan data BPS jumlah pekerja wanita tercatat ± 11,5 juta pada tahun 1971, tahun 1990 bergerak naik menjadi ± 25,9 juta dan tahun 1993 jumlah pekerja wanita meningkat mencapai ± 30,5 juta. Begitu pula jumlah manajer wanitanya meningkat hampir tiga kali lipat pada tahun 1990. Fakta ini menggambarkan bahwa wanita di Indonesia yang duduk dalam kepemimpinan di sektor publik adalah suatu kenyataan. Namun, sekalipun jumlah tenaga kerja wanita dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dari segi jumlah, mereka tetap saja tidak diperhitungkan sebagai 'human capital investment' yang tinggi, kesempatan untuk berperan dalam posisi manajerial tetap terbatas. Keterbatasan ini sering dibahas dari sudut stereotipi saja, sehingga yang menjadi titik beratnya cenderung ciri-ciri pribadi saja. Padahal bila membahas masalah bekerja, pengaruh-pengaruh di luar diri si pekerja tersebut seharusnya ikut dibahas pula. Melalui penelitian ini dikaji faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan karir ke tingkat manajerial meialui promosi dan hubungannya dengan faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu seperti: lingkungan kerja, lingkungan rumah, pengalaman kerja sebelumnya, sosialisasi masa kecil dan faktor yang berasal dari individu itu sendiri, yaitu: ciri-ciri pribadi. Berdasarkan kajian teori psikologi wanita yang dipadu dengan sudut pandang teori-teori manajemen sumber daya manusia, diajukan sepuluh hipotesis untuk diuji kebenarannya. Penelitian ini dilakukan tidak hanya pada pekerja wanita saja, tetapi juga pada pekerja pria tingkat manajerial dan non menajerial agar dapat diperoleh masukan yang lebih kaya. Subyek penelitian diambil dari perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara, yaltu PT Wijaya Karya dan PT Pembangunan Perumahan. Hasil penelitian yang menggunakan teknik analisis regresi berganda dan uji - T, menunjukkan bahwa baik dalam kenaikan jabatan tingkat manajerial maupun promosi dalam tingkat manajerial, kelima variabel independen dan jenis kelamin memberikan sumbangan yang berarti. Dalam kenaikan jabatan tingkat manajerial terlihat bahwa pengaruh lingkungan kerja berbeda antara pria dan wanita. Didukung oleh hasil perbandingan melalui uji -T diperoleh pula bahwa pekerja pria tetap mendapat kesempatan yang lebih banyak dibanding dengan pekerja wanita. Didukung pula oleh analisa item-item kualitatif ternyata kesempatan-kesempatan yang lebih tinggi lebih banyak diperoleh pekerja pria dibanding wanita. Sehingga dengan perkataan lain adanya diskriminasi antara pria dan wanita masih terlihat. Untuk promosi dalam tingkat manajerial, variabel lingkungan rumah yang memberi pengaruh berbeda antara pria dan wanita. Untuk pria lingkungan rumah mempunyai dampak negatif terhadap promosi dalam tingkat manajerial, sedangkan untuk wanita berdampak positif. Hasil analisis kesempatan untuk promosi ke tingkat manajerial dan besaran peningkatan dalam tingkat manajerial keduanya memberikan hasil yang tidak signlfikan. Berdasarkan ternuan penelitian ini diajukan saran agar perusahaan tidak perlu ragu untuk mengembangkan lingkungan kerja sebagai upaya pengembangan karir sumber daya manusia sumber daya manusianya, suatu analisis kebutuhan pelatihan bagi pekerja perlu disiapkan sehingga perusahaan tidak perlu ragu untuk mengembangkan pekerja-pekerja wanitanya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam skala yang lebih besar, subyek penelitian dan jenis perusahaan yang lebih bervariasi dengan menggunakan metode pengumpulan data secara lebih terpadu. Selanjutnya hasil penelitian ini hendaknya dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan untuk menyusun strategi peningkatan pekerja-pekerjanya sehingga tidak ada pembatasan-pembatasan bagi pekerja wanita. Untuk itu pula perlu diikuti dengan perubahan kelembagaan sosial budaya lain yang memiliki potensi mendukung.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Kartina
Abstrak :
Stres mempunyai dampak yang berbeda pada setiap individu. Stres dapat menjadi Eustres atau stres yang positii dapat juga rnenjadi Distres atau sires yang mengganggu kehidupan individu yang mengalaminya. Pada lingkungan yang mungkin menirnbulkan Distres, yaitu teljadi pada jenis pekerjaan yang monoton, menuntut kewaspadaan, serta yang memiliki disiplin dan resiko tinggi, membuat beban petugas sangat berat , Seperti misalnya bertugas pada shift malam atau apabila ada konflik antar WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan), adanya WBP yang menderita sakit yang serius dan perilaku WBP yang tidak taat pada peraturan. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa petugas wanita mengalami stres 57,7 % yang rnengarah gejala sakit kepala, mudah tersinggung, lebih agresif, sehingga mempengaruhi pada kondisi kerja. Selain itu permasalahan yang ada di Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) yaitu kurang berjalannya sistem rolling yang menimbulkan kejenuhan bagi petugas wanita karena rata-rata bekerja di bagian pengamanan lebih dari 11 tahun. Disamping itu juga kurang terbukanya peluang untuk penjenjangan karir dan tidak ada kriteria penilaian yang jelas untuk meningkatkan karir. Maka penulis membuat program pelatihan penanggulangan stres kerja dengan strategi coping untuk rnengurangi tingkat stres petugas wanita, sehingga dapat menjaga ketertiban dan keamanan demi terciptanya kondisi Lapas yang kondusif.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T17808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hasunah
Abstrak :
Penulisan tentang sejarah pendudukan Jepang di Jawa telah banyak dibahas tetapi yang menjadi fokus penelitian adalah kaum perempuannya. Permasalahan yang akan dibahas adalah pengerahan sumber daya perempuan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang setelah tenaga kaum lelaki mulai langka. Kaum lelaki dipergunakan untuk mengerjakan program-program pembelaan tanah air atau program-program perang seperti romusha. Sebelum pendudukan Jepang, kaum perempuan di Jawa sedang memperjuangkan derajatnya sejajar dengan kaum lelaki. Walaupun secara ekonomi mereka sejajar tetapi secara sosial kaum lelaki lebih diutamakan dari pada kaum perempuan. Kondisi masyarakat Jawa terikat dengan tradisi kraton di Jawa yang ajaran-ajarannya dianggap teladan dan sakral sehingga kaum perempuan Jawa didik seperti putri keraton yang terbelenggu dalam tradisi. Pendudukan Jepang atas Jawa memberikan dua keuntungan bagi Jepang dari segi mudahnya mendapatkan sumber daya manusia dan pangan. Tahun 1943 Jepang mulai mengalami kekurangan-kekurangan pangan dan tenaga laki-laki. Tenaga yang potensial dan belum dipergunakan adalah tenaga perempuan. Pemerintah Jepang melakukan usaha-usaha propaganda untuk mengerahan tenaga perempuan. Jepang tidak mungkin melakukan pengerahan langsung karena perlakuan tentara Jepang yang kejam dan tidak sopan terhadap kaum perempuan. Kemudian organisasi-organisasi propaganda Jepang dan pangreh praja dipergunakan untuk mengerahkan tenaga perempuan. Kaum perempuan harus mempertahankan kehidupan keluarga dan harus melaksanakan program-program yang diterapkan pemerintah Jepang. Di akhir masa pendudukannya, Jepang ingin mengisi kekosongan tenaga kaum lelaki dengan kaum perempuan seperti yang dilakukan di negaranya. Organisasi-organisasi perempuan didirikan Jepang untuk tujuan tersebut. Niat Jepang belum sepenuhnya terlaksana karena pengerahan Jepang atas Sekutu tahun 1945 yang mengakhiri masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 1996
S12674
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   3 4 5 6 7 8 9 10 11 12   >>