Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 332 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rafika Fitria Puspasari
"Kalibrasi berkas radiasi di beberapa rumah sakit di seluruh dunia membutuhkan validasi sehingga dapat memverifikasi dosis radioterapi bahwa telah sesuai dengan preskripsi dosis. Verifikasi terhadap dosis yang dihasilkan oleh mesin radioterapi bertujuan untuk mereduksi ketidakpastian dalam melakukan perawatan ke pasien kanker dan mencegah terjadinya kesalahan radiasi sehingga dapat memberikan perawatan terbaik ke pasien. Pendekatan umum dari IAEA untuk verifikasi keluaran dosis adalah TLD dikirimkan ke institusi untuk dilakukan penyinaran. Pengukuran dosis untuk berkas foton pada kondisi referensi, menggunakan sistem TLD dengan protokol TRS 398. Sepuluh buah TLD disinari masing-masing dengan dosis sebesar 2 Gy di dalam air dengan 10 buah TLD sebagai kontrol. Penyinaran untuk mendapatkan dosis absorbsi juga dilakukan pada ionisasi chamber pada posisi TLD sesuai dengan protokol IAEA Technical Reports Series No. 398 (TRS-398). Pengukuran dilakukan pada kondisi referensi menggunakan holder standar IAEA di phantom air dengan volume 30 cm x 30 cm x 30 cm, kedalaman di air 10 cm, luas lapangan 10 cm x 10 cm serta menggunakan pengaturan SSD yang dipakai di klinis. Enam pusat kanker dengan tujuh akselerator linier energi ganda dan satu energi tunggal berkontribusi dalam pengukuran ini. TLD disediakan oleh departemen fisika sebagai dosimeter independen dan kemudian dibandingkan dengan ionisasi chamber. Persentase penyimpangan dosis antara TLD dan ionisasi chamber dilakukan dalam pengukuran ini. Terdapat tujuh dari 15 pengukuran (46,67%) berada di batas optimal ± 2,5%, delapan pengukuran di batas toleransi ± 3% dimana lima pengukuran berada di atas batas tolerensi yang ditentukan oleh IAEA. Selisih rata-rata antara pengukuran dosis keluaran Linac yang dilakukan oleh IAEA dan penelitian ini adalah 1,96% untuk 6 MV dan 2,56% untuk 10 MV. Hasil pengukuran dosis keluaran Linac pada penelitian ini didistribusikan sebagai rasio dengan rata-rata sebesar 0,96 ± 0,06.

Radiation beam calibration in several hospitals around the world requires validation so that it can verify that the radiotherapy dose is in accordance with the dosage prescription. Verification of the dose produced by the radiotherapy machine aims to reduce uncertainty in treating cancer patients and prevent radiation errors so that they can provide the best care for patients. The IAEA’s general approach for output verification is for the TLD to be sent to the institution for irradiation. Dose measurements for photon beams at reference conditions, using the TLD system with the TRS 398 protocol. Ten TLDs were irradiated with a dose of 2 Gy each in water with 10 TLDs as controls. Irradiation to obtain the absorbed dose was also carried out in the ionization chamber at the TLD position according to the IAEA Technical Reports Series No. protocol. 398 (TRS-398). Measurements were carried out at reference conditions using IAEA standard holders in phantom water with a volume of 30 cm x 30 cm x 30 cm, depth in water 10 cm, field area 10 cm x 10 cm and using the SSD setting used in clinical practice. Six cancer centers with seven dual-energy and one single-energy linear accelerator contributed to this measurement. The TLD was provided by the physics department as an independent dosimeter and then compared to the ionization chamber. The percentage deviation of the dose between the TLD and the ionization chamber is carried out in this measurement. There are seven out of 15 measurements (46.67%) which are within the optimal limit of ± 2.5%, eight measurements were within the ±3% tolerance limit of which five measurements were above the tolerance limit specified by the IAEA. The mean difference between Linac output dose measurements performed by the IAEA and this study was 1.96% for 6 MV and 2.56% for 10 MV. The results of Linac output dose measurements in this study were distributed as a ratio with an average of 0.96 ± 0.06."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Henny Arida
"Berdasarkan data pengukuran kebugaran pegawai dengan metode Rockportdari program Kesehatan Olahraga Puskesmas Rawat Inap Permata Sukarame Tahun 2020, didapatkan hasil Vo2Max pegawai dengan 34% kategori cukup dan 66% kategori kurang dan tidak ditemukan hasil Vo2Max kategori baik. Kondisi jasmani yang bugar memberikan dampak positif pada tenaga kerja antara lain menciptakan produktivitas kerja yang optimal begitu juga dengan sebaliknya. Penelitian ini dirancang dengan pendekatan penelitian kualitatif, desain studi fenomenologi. Hasil penelitian ini adalah adanya ditemukan motivasi intrinsik informan yang melakukan pengukuran kebugaran jasmani yaitu adanya ketertarikan pada kegiatan tersebut yang memberikan efek positif bagi kesehatan. Informan juga merasa mendapatkan penyegaran di luar dari rutinitas sehari-hari, serta perlunya kesadaran penulis tentang arti pentingnya kebugaran jasmani. Untuk motivasi ektrinsik pegawai yaitu: penghargaan, pengawasan, tanggung jawab, hubungan pribadi, kondisi kerja serta kebijakan dan administrasi tempat kerja. Kondisi tubuh tidak fit, cuaca, kekurangan waktu dan keluarga menjadi hambatan dalam pengukuran kebugaran jasmani. Dapat diartikan bahwa untuk mendapatkan hasil pengukuran kebugaran jasmani yang optimal, diperlukan minat berupa hobi dan ketertarikan, tantangan serta tanggung jawab yang berupa kesadaran diri yang berasal dari motivasi intrinsik. Untuk motivasi ekstrinsik, diperlukan penghargaan, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi tempat kerja serta kebijakan dan administrasi. Terdapat juga hambatan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang menghambat seseorang melakukan pengukuran kebugaran jasmani. kondisi kerja serta kebijakan dan administrasi tempat kerja. Kondisi tubuh tidak fit, cuaca, kekurangan waktu dan keluarga menjadi hambatan dalam pengukuran kebugaran jasmani. Dapat diartikan bahwa untuk mendapatkan hasil pengukuran kebugaran jasmani yang optimal, diperlukan minat berupa hobi dan ketertarikan, tantangan serta tanggung jawab yang berupa kesadaran diri yang berasal dari motivasi intrinsik. Untuk motivasi ekstrinsik, diperlukan penghargaan, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi tempat kerja serta kebijakan dan administrasi. Terdapat juga hambatan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang menghambat seseorang melakukan pengukuran kebugaran jasmani. kondisi kerja serta kebijakan dan administrasi tempat kerja. Kondisi tubuh tidak fit, cuaca, kekurangan waktu dan keluarga menjadi hambatan dalam pengukuran kebugaran jasmani. Dapat diartikan bahwa untuk mendapatkan hasil pengukuran kebugaran jasmani yang optimal, diperlukan minat berupa hobi dan ketertarikan, tantangan serta tanggung jawab yang berupa kesadaran diri yang berasal dari motivasi intrinsik. Untuk motivasi ekstrinsik, diperlukan penghargaan, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi tempat kerja serta kebijakan dan administrasi. Terdapat juga hambatan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang menghambat seseorang melakukan pengukuran kebugaran jasmani. Dapat diartikan bahwa untuk mendapatkan hasil pengukuran kebugaran jasmani yang optimal, diperlukan minat berupa hobi dan ketertarikan, tantangan serta tanggung jawab yang berupa kesadaran diri yang berasal dari motivasi intrinsik. Untuk motivasi ekstrinsik, diperlukan penghargaan, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi tempat kerja serta kebijakan dan administrasi. Terdapat juga hambatan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang menghambat seseorang melakukan pengukuran kebugaran jasmani. Dapat diartikan bahwa untuk mendapatkan hasil pengukuran kebugaran jasmani yang optimal, diperlukan minat berupa hobi dan ketertarikan, tantangan serta tanggung jawab yang berupa kesadaran diri yang berasal dari motivasi intrinsik. Untuk motivasi ekstrinsik, diperlukan penghargaan, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi tempat kerja serta kebijakan dan administrasi. Terdapat juga hambatan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang menghambat seseorang melakukan pengukuran kebugaran jasmani. kondisi tempat kerja serta kebijakan dan administrasi. Terdapat juga hambatan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang menghambat seseorang melakukan pengukuran kebugaran jasmani. kondisi tempat kerja serta kebijakan dan administrasi. Terdapat juga hambatan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang menghambat seseorang melakukan pengukuran kebugaran jasmani.

Berdasarkan data pengukuran kebugaran pegawai dengan menggunakan metode rockport dari program Kesehatan Olahraga Puskesmas Rawat Inap Permata Sukarame Tahun 2020 diperoleh hasil Vo2Max pegawai dengan kategori cukup sebesar 34% dan kategori kurang sebesar 66% dan tidak ditemukan hasil Vo2Max yang baik kategori. Kondisi fisik yang fit memberikan dampak positif bagi tenaga kerja, antara lain menciptakan produktivitas kerja yang optimal dan sebaliknya. Penelitian ini dirancang dengan pendekatan penelitian kualitatif dengan desain studi kasus. Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat motivasi intrinsik informan untuk mengukur kebugaran jasmani yaitu minat terhadap aktivitas tersebut yang berdampak positif bagi kesehatan. Informan juga merasa mendapat penyegaran di luar rutinitas sehari-hari, serta perlunya kesadaran diri oleh karyawan tentang pentingnya kebugaran jasmani. Untuk motivasi ekstrinsik karyawan yaitu: penghargaan, pengawasan, tanggung jawab, hubungan pribadi, kondisi kerja dan kebijakan dan administrasi tempat kerja. Kondisi tubuh yang tidak fit, cuaca, kurangnya waktu dan keluarga menjadi kendala dalam mengukur kebugaran jasmani. Dapat disimpulkan bahwa untuk memperoleh hasil pengukuran kebugaran jasmani yang optimal diperlukan minat berupa hobi dan minat, tantangan dan tanggung jawab berupa kesadaran diri yang bersumber dari motivasi intrinsik. Untuk motivasi ekstrinsik, diperlukan rasa hormat, pengawasan, hubungan interpersonal, kondisi kerja dan kebijakan serta administrasi."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Savirawati
"Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 mewajibkan semua alat Kesehatan untuk dikalibrasi. Sebagai implementasi dari peraturan tersebut, Kementerian Kesehatan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 54 Tahun 2015 yang mengharuskan alat kesehatan untuk dikalibrasi minimal sekali dalam satu tahun. Defibrillator adalah salah satu alat kesehatan yang berfungsi untuk memberikan kejutan listrik kepada pasien yang mengalami gangguan jantung. Untuk memastikan akurasi dan ketertelusuran metrologi, defibrillator harus dikalibrasi minimal satu kali dalam setahun. Dalam melakukan kalibrasi defibrillator, digunakan perangkat bernama defibrillator analyzer. Seperti halnya defibrillator, defibrillator analyzer juga harus dikalibrasi untuk memastikan akurasi dan ketertelusuran metrology. Metode Monte Carlo digunakan dalam kegiatan kalibrasi defibrillator analyzer dengan menggunakan high voltage differential probe untuk melakukan estimasi ketidakpastian pengukuran. Metode Monte Carlo menggunakan propagasi distribusi dan umumnya memberikan hasil yang lebih dekat dengan kenyataan serta menghasilkan nilai ketidakpastian yang lebih baik. Hasil dari kalibrasi defibrillator analyzer adalah nilai pengukuran (measurand) dengan persentase antara 93% hingga 95%, dan perhitungan ketidakpastian menggunakan Metode Monte Carlo menghasilkan ketidakpastian yang valid sebesar 100%.

The Indonesian Government, through Law Number 44 of 2009, mandates calibration for all healthcare equipment. As an implementation of this provision, the Ministry of Health issued Ministerial Regulation Number 54 of 2015 concerning Testing and Calibration of Healthcare Equipment, which requires healthcare equipment to be calibrated at least once a year. A defibrillator is a medical device used to deliver an electric shock to patients with heart problems. To ensure accuracy and metrological traceability, a defibrillator must be calibrated at least once a year. During the calibration of a defibrillator, a device called a defibrillator analyzer is used. Similar to the defibrillator, the defibrillator analyzer also needs to be calibrated to ensure accuracy and metrological traceability. The Monte Carlo method is used in the calibration of the defibrillator analyzer, utilizing a high voltage differential probe to estimate measurement uncertainty. The Monte Carlo method employs distribution propagation and generally yields results closer to reality, producing better uncertainty values. The result of the defibrillator analyzer calibration is a measurand value (measurement value) ranging between 93% and 95%, and the uncertainty calculation using the Monte Carlo method yields a valid uncertainty value of 100%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frendy Susanto
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penerapan PSAK 16 (revisi 2011) dan PSAK 10 (revisi 2010) terhadap proses pelaporan keuangan pada PT “XYZ” sebagai perusahaan penerbangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif analisis. Penelitian juga dilakukan dengan studi literatur, penelitian lapangan dengan cara wawancara dan pemeriksaan dokumen.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan PSAK 16 (revisi 2011) belum sepenuhnya dilakukan oleh Perusahaan dalam kebijakan akuntansi aset tetap. Sehingga Perusahaan perlu melakukan penelaahan kembali terhadap kebijakan akuntansi aset tetapnya. Selain itu untuk proses penjabaran laporan keuangan Perusahaan dengan pendekatan proses pengukuran kembali (re-measurement) menjadi Dolar Amerika Serikat, masih terdapat beberapa ketidaksesuaian dengan ketentuan dalam PSAK 10 (revisi 2010).

This research was conducted to find out the implementation of PSAK No. 16 (revised 2011) and PSAK 10 (revised 2010) towards financial reporting process in PT “XYZ” as an airline company. The research methods used in this study is descriptive analysis. This research are also conduct with literature review, field research by interview and document examination.
The result of this research indicate that the implementation of PSAK 16 (revised 2011) has not been fully implemented by the company in their accounting policy for fixed asset. Therefore the company need to review the accounting policy of fixed asset. Furthermore for the translation process of financial statement with re-measurement approach to convert to US Dollar in reporting currency, indicate that the process are still inappropriate with the requirement of PSAK 10 (revised 2010).
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Pramita Wibowo
"Pemerintah mengawasi dan mengavaluasi kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena mayoritas sahamnya dimiliki oleh Negara. Peningkatan kinerja Badan Usaha Milik Negara harus selaras dengan program yang dicanangkan oleh pemerintah. Kriteria Penilaian Kinerja Unggul (KPKU) adalah salah satu media yang dijadikan pedoman untuk mengukur kinerja Badan Usaha Milik Negara yang bernaung di bawah Kementerian BUMN. Peningkatan kinerja pada perusahaan BUMN menunjukkan bahwa perusahaan yang bertumbuh dan berkembang secara positif dapat mempengaruhi profitabilitas dan nilai suatu perusahaan. Penelitian ini berfungsi untuk melihat seberapa signifikan pengaruh antara penerapan pengukuran kinerja menggunakan KPKU dengan tingkat profitabilitas suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menerapkan pengukuran kinerja menggunakan system KPKU. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan KPKU pada perusahaan BUMN dapat mempengaruhi kinerja perusahaan pada sisi keuangan.

The Government oversees and evaluates the performance of State Owned Enterprises (SOEs) because the majority of its shares are owned by the State. Improved performance of State-Owned Enterprises must be in harmony with programs proclaimed by the government. Criteria for Superior Performance Assessment (KPKU) is one of the media that serve as a guide to measure the performance of State Owned Enterprises under the Ministry of SOEs. Improved performance in state-owned companies shows that companies that grow and develop positively affect the profitability and value of a company. This study serves to see how significant the influence between the implementation of performance measurement using KPKU with the level of profitability of a company compared with companies that do not apply performance measurement using KPKU system. Based on this research, KPKU implementation will affect company’s performance on the financial performance’s side.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nibras Fitrah Yayienda
"SNSU-BSN adalah lembaga yang berada di puncak ketertelusuran fisis di Indonesia dan disarankan memilki penjaminan kualitas pengukuran sesuai dengan arahan ISO 17025:2017 klausa 7.7 tentang pemastian keabsahan hasil. Namun demikian, sejauh ini penjaminan kualitas pada standar referensi di bidang metrologi kelistrikan belum pernah dilakukan. Hal ini dibuktikan dengan hasil peer review untuk tahun 2017 dan 2019 pada parameter tegangan AC/DC dan arus AC/DC bahwa belum ada proses penjaminan kualitas pada kedua parameter ini. Untuk itu, diperlukan sebuah metode untuk melakukan penjaminan kualitas pengukuran diantara periode kalibrasi, untuk memastikan keabsahan hasil ukur dalam rentang waktu tersebut. Pada penelitian ini diusulkan suatu metode penjaminan mutu pengukuran untuk memastikan kualitas hasil pengukuran diantara periode kalibrasi. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan melakukan cek antara yang termasuk didalamnya terdapat proses pembentukan batas kontrol dan melakukan pengujian pada setiap bulan dalam kurun waktu 1 tahun. Pada proses ini, hasil ukur yang keluar dari batas kontrol akan dianalisa lebih lanjut dengan menggunakan Uji Ditribusi F dan Uji T-Student. Uji Distribusi F yang digunakan untuk mengetahui kesetaran sebaran hasil ukur lama dan baru dan Uji T-Student yang digunakan untuk mengetahui kesetaraan rata-rata hasil ukur lama dan baru. Titik ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah 1 V dan 10 V pada paremter VDC; 1 mA dan 10 mA pada parameter IDC; 1 V dan 10 V dengan frekuensi masing-masing 1 kHz pada parameter VAC, serta 1 mA dan 10 mA dengan frekuensi masing-masing 1 kHz pada parameter IAC. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa pada parameter VDC, tidak diperlukan pembaruan batas kontrol. Selanjutnya pada parameter titik ukur 1 mA dan 10 mA, masing-masing terdapat dua kali dan lima kali pembaruan batas kontrol. Kemudian pada parameter VAC terdapat dua kali pembaruan batas kontrol pada titik ukur 1 V dengan frekuensi 1 kHz, dan tidak diperlukan perbaruan batas kontrol pada titik ukur 10 V dengan frekuensi 1 kHz. Selanjutnya, pada titik ukur 1 mA dan 10 mA dengan frekuensi masing-masing 1 kHz, dibutuhkan dua kali pembaruan batas kontrol. Penyebab pembaruan batas kontrol adalah keluarnya hasil ukur dari batas kontrol yang disebabkan oleh drift. Namun demikian, meskipun nilai tersebut bergeser, pengukuran dalam periode tersebut valid, dan terjamin kualitasnya karena tidak ada yang melebihi nilai spesifikasi yang diberikan oleh pabrik.

As an institution holding the highest level of physical traceability in Indonesia, SNSU BSN is encouraged to have quality assurance of measurements under the directives of ISO 17025:2017 clause 7.7 to ensure the validity of the result. However, quality assurance has never been carried out on reference standards in the field of electrical metrology. This is proved by the results of peer reviews for 2017 and 2019 for the parameters of AC/DC voltage and AC/DC current that there is no quality assurance process for these two parameters. For this reason, a method is needed to guarantee the quality of measurements between calibration periods to ensure the validity of the measurement results within that period. Therefore, this study proposes a measurement assurance method to ensure the quality of measurement results between calibration periods. The research method is an intermediate check, including establishing control limits and conducting monthly tests for one year. In this process, the measurement results that are out of the control limits will be further analyzed using the F Distribution Test and the Student T-Test. The F distribution test determines the variability equivalence, and the Student T-Test determines the variability in an average of former and latest measurement results. The measuring points used in this study were 1 V and 10 V on the VDC parameter; 1 mA and 10 mA on IDC parameters; 1 V and 10 V with a frequency of 1 kHz each on the VAC parameter and 1 mA and 10 mA with a frequency of 1 kHz each on the IAC parameter. From the test results, it is found that the VDC parameter does not need the update of the control limit. Furthermore, at the 1 mA and 10 mA measuring point parameters, there are two and five times updates of the control limits, respectively. Then in the VAC parameter, there are two updates of the control limit at the 1 V measuring point with a frequency of 1 kHz and no update of the control limit at the 10 V measuring point with a 1 kHz frequency. Furthermore, at the 1 mA and 10 mA measurement points with a frequency of 1 kHz each, it takes the twice updates of the control limit. The cause of updating the control limit is the out-of-control measured value caused by drift. However, even though the value has shifted, the quality is valid and guaranteed in that period because no measurement value exceeds the specifications determined by the manufacturer."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Ariwinadi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja bank-bank di Indonesia dengan metode pengukuran kinerja alternatif : data envelopment analysis. Hasil pengukuran tersebut, dianalisis lebih lanjut terutama terhadap bank-bank yang dinilai berkinerja baik dikaitkan dengan kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia dalam mendorong konsolidasi perbankan dan menarik investor asing ke dalam industri perbankan nasional. Hasil analisis merekomendasikan bahwa bank-bank yang dinilai berkinerja baik ternyata adalah bank-bank yang mempunyai aset dan modal besar serta dimiliki oleh investor asing atau pemerintah. Sehingga bisa diambil kesimpulan berdasarkan hasil dari pemodelan data envelopment analysis ini, bahwa kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia ternyata tepat.

The objective of this thesis is to measure banks performance in Indonesia with alternative measuring method : data envelopment analysis. The measurement result will be furthered analyze around banks that are considered have good performance and their relation to government and Bank Indonesia`s policies to urge banks consolidation and attract foreign investor to participate in Indonesia`s banking industry. The result recommend that banks with good performance tend to have big assets and capitals and owned by foreign investor or government. So it can be concluded, that the policies of government and Bank Indonesia is correct."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T25526
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Mutia
"Lembaga Diklat Pelayaran saat ini tengah menghadapi tantangn untuk meningkatkan kualitas pelayanannya, seiring dengan akan diberlakukannya QSS (Quality Standar System ) sebagai bagian dari persyaratan sebuah Lembaga Diklat untuk di approve oleh IMO(International Management System ).Untuk itu perlu penataan sasaran strategis kedalam program ? program yang diwujudkan kedalam sebuah strategi yang dibutuhkan agar lembaga Diklat Pelayaran tersebut mampu meningkatkan performancenya sebagai lembaga diklat yang menghasilkan lulusan diklat yang berkompetence sesuai dengan syarat minimal yang diberlakukan menurut STCW 1978 amandemen 1995.
Dalam mencapai tujuan dan menjadikan nya menuju visi menjadi lembaga diklat yang menghasilkan lulusan yang mampu bersaing dipasar global maka penerapan Service Scorecard, sebagai alat untuk menilai keberhasilan kminerja dapatlah digunakan. Karena pengukuran kinerja tradisional yang menilai kesuksesan untuk mengukur kinerja dari pesatnya pertumbuhan peserta dan revenue sudah tidak dapat dijadikan sebagai landasan keberhasilan. service scorecard adalah pengukuran kinerja khusus di bidang jasa yang pertama kali diperkenalkan oleh Praven Gupta (2008) dan memiliki elemen pengukuran kinerja yang dikenal dengan istilah GLACIER, (Growth, Leadership, Acceleration, Collaboration, Inovation, eksekution dan retention), sebuah lembaga / perusahaan akan dapat melihat kinerjanya secara komrpehensive dan integral, melalui rangkaian aliran proses.
Aplikasi pengukuran kinerja dilakukan dengan menterjemahkan visi, misi dan strategi melalui perencanaan sasaran, indicator, target serta inisatif strategis. Hasil pengukuran kinerja diperoleh nilai = 3,4 . Dari hasil pengukuran dengan menggunakan kriteria penilaian, skala yang ditetapkan serta bobot kepentingan diperoleh melalui metode pairwise comparison yang dirancang dapat diketahui apakah kategori masing ? masing elemen sangat baik, baik, cukup, kurang, atau sangat kurang.

Today The Institution of the marine training and education is facing the challenge in order to increase its service quality, in following with in effected of QSS (Quality Standard System ) as part of the requirement of in order to be approved by IMO (International Management System ).Because of that it is important to arrange the strategy target in the program that be realized into a strategy that be needed so that such The Institution of the marine training and education have an ability in increasing its performance as The Institution of the marine training and education that produce the graduate of training and education who have the competence as suitable with the minimal qualification that be effected according to STCW 1978 amendment of 1995.
In reaching the purpose and make it a vision of the institution of training and education that produce the graduate who have the ability in competing in global market so that the application of Service Scorecard, as the tool for assessing the successful of performance can be used. Because the measurement of last performance that assess the successful for measure the performance and the high growth of participant and revenue have not been become as the parameter of the successful of service scorecard is the special performance measurement in service field first be introduced by Praven Gupta (2008) and have the performance measurement element that be called by GLACIER, (Growth, Leadership, Acceleration, Collaboration, Innovation, execution and retention), An institution / the company will can look its performance comprehensively and integrally, through the serial of process flow.
The application of performance measurement be done by translating the vision, mission and strategy through target planning, indicator, target and also strategic initiative. The result of performance measurement be gotten the grade = 3,4. From the result of measurement by using the assessment criteria, scale that be decided and the quality of importance be gotten through pair wise comparison method that be designed can be known about the category of each element is very good, good, enough, less or bad."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T26179
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Mutia
"Lembaga Diklat Pelayaran saat ini tengah menghadapi tantangn untuk meningkatkan kualitas pelayanannya, seiring dengan akan diberlakukannya QSS (Quality Standar System ) sebagai bagian dari persyaratan sebuah Lembaga Diklat untuk di approve oleh IMO(International Management System ).Untuk itu perlu penataan sasaran strategis kedalam program ? program yang diwujudkan kedalam sebuah strategi yang dibutuhkan agar lembaga Diklat Pelayaran tersebut mampu meningkatkan performancenya sebagai lembaga diklat yang menghasilkan lulusan diklat yang berkompetence sesuai dengan syarat minimal yang diberlakukan menurut STCW 1978 amandemen 1995.
Dalam mencapai tujuan dan menjadikan nya menuju visi menjadi lembaga diklat yang menghasilkan lulusan yang mampu bersaing dipasar global maka penerapan Service Scorecard, sebagai alat untuk menilai keberhasilan kminerja dapatlah digunakan. Karena pengukuran kinerja tradisional yang menilai kesuksesan untuk mengukur kinerja dari pesatnya pertumbuhan peserta dan revenue sudah tidak dapat dijadikan sebagai landasan keberhasilan. service scorecard adalah pengukuran kinerja khusus di bidang jasa yang pertama kali diperkenalkan oleh Praven Gupta (2008) dan memiliki elemen pengukuran kinerja yang dikenal dengan istilah GLACIER, (Growth, Leadership, Acceleration, Collaboration, Inovation, eksekution dan retention), sebuah lembaga / perusahaan akan dapat melihat kinerjanya secara komrpehensive dan integral, melalui rangkaian aliran proses.
Aplikasi pengukuran kinerja dilakukan dengan menterjemahkan visi, misi dan strategi melalui perencanaan sasaran, indicator, target serta inisatif strategis. Hasil pengukuran kinerja diperoleh nilai = 3,4 . Dari hasil pengukuran dengan menggunakan kriteria penilaian, skala yang ditetapkan serta bobot kepentingan diperoleh melalui metode pairwise comparison yang dirancang dapat diketahui apakah kategori masing ? masing elemen sangat baik, baik, cukup, kurang, atau sangat kurang.

Today The Institution of the marine training and education is facing the challenge in order to increase its service quality, in following with in effected of QSS (Quality Standard System ) as part of the requirement of in order to be approved by IMO (International Management System ).Because of that it is important to arrange the strategy target in the program that be realized into a strategy that be needed so that such The Institution of the marine training and education have an ability in increasing its performance as The Institution of the marine training and education that produce the graduate of training and education who have the competence as suitable with the minimal qualification that be effected according to STCW 1978 amendment of 1995.
In reaching the purpose and make it a vision of the institution of training and education that produce the graduate who have the ability in competing in global market so that the application of Service Scorecard, as the tool for assessing the successful of performance can be used. Because the measurement of last performance that assess the successful for measure the performance and the high growth of participant and revenue have not been become as the parameter of the successful of service scorecard is the special performance measurement in service field first be introduced by Praven Gupta (2008) and have the performance measurement element that be called by GLACIER, (Growth, Leadership, Acceleration, Collaboration, Innovation, execution and retention), An institution / the company will can look its performance comprehensively and integrally, through the serial of process flow.
The application of performance measurement be done by translating the vision, mission and strategy through target planning, indicator, target and also strategic initiative. The result of performance measurement be gotten the grade = 3,4. From the result of measurement by using the assessment criteria, scale that be decided and the quality of importance be gotten through pair wise comparison method that be designed can be known about the category of each element is very good, good, enough, less or bad."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T41092
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Lianto
"Lingkungan bisnis dan industri yang dinamis dan berubah sangat cepat menyebabkan Continuous Innovation Capability (CIC), yang adalah ability to continuously innovate sangat dibutuhkan oleh industri manufaktur agar dapat bertahan dan memiliki daya saing tinggi. Cara atau metode untuk mengukur dan memonitor CIC menjadi sangat penting dan strategis bagi suatu perusahaan agar dapat memastikan bahwa aktivitas inovasi dikerjakan secara berkelanjutan. Penelitian ini bermaksud untuk mengembangkan suatu model pengukuran Continuous innovation capabilities (CIC) yang lebih komprehensif dan holistik pada industri manufaktur di Indonesia.
Proses penelitian ini terdiri dari 3 tahap, yakni: (1) identifikasi dan seleksi Continuous Innovation Capability Enablers (CICEs), (2) perancangan model pengukuran CIC, dan (3) validasi model pengukuran. Identifikasi initial CICEs menggunakan pendekatan studi literatur dan focus group discussion. Sedangkan proses seleksi CICEs menggunakan Fuzzy Delphi Method (FDM). Pada tahapan perancangan model, metode Total Interpretive Structural Modelling (TISM) digunakan untuk menggambarkan contextual relationship antar CICEs, metode matrix of cross impact multiplications applied to classification (MICMAC) untuk mengklasifikasi driving and dependence power dari CICEs dan metode Analytical Network Process (ANP) untuk menetukan bobot masing-masing CICEs dan dimensi pengukuran. Penentuan kriteria dan indikator untuk masing-masing CICEs dikembangkan berbasis pada 3 elemen pengukuran inovasi, yakni: potensi, proses dan hasil inovasi, sedangkan pengembangan model matematis perhitungan skor CIC dikembangkan berbasis pada metode multi-faktor. Evaluasi dan validasi model pengukuran dilakukan dengan metode multiple case study.
Penelitian ini berhasil mengidentifikasi dan menentukan 16 CICEs, 50 kriteria, 103 indikator pengukuran dan mengembangkan model matematis perhitungan skor CIC yang sesuai dengan karakteristik industri manufaktur di Indonesia. Model pengukuran CIC telah di ujicoba pada 2 industri manufaktur skala besar, yakni industri otomotif dan elektronik. Hasil uji coba menunjukkan bahwa model pengukuran CIC dapat digunakan dengan baik dan valid. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa faktor kepemimpinan, iklim dan budaya, dan kapabilitas teknologi informasi merupakan faktor CICEs yang memiliki driving power tertinggi dan dependence power terendah. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya pengembangan kapabilitas inovasi secara terus menerus di industri manufaktur Indonesia sangat dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan, faktor iklim dan budaya dan kapabilitas teknologi informasi. Model CIC adalah sebuah model baru pengukuran kapabilias inovasi yang holistic karena sepenuhnya menerapkan tiga elemen prinsip dasar pengukuran kapabilitas inovasi, mengukur kapabilitas inovasi seluruh dimensi penting yang ada dalam suatu perusahaan, dan dapat menjelaskan pola hubungan antar CICEs.

To face the rapidly changing industrial environment, the manufacturing industry requires Continuous Innovation Capability (CIC). CIC which is the ability to continuously innovate, is needed by the manufacturing industry today so that the industry can have high competitiveness and continue to survive, by continuously producing new products, new processes, new service systems, and new business models that are always relevant to the market needs. Innovation is a process that requires continuous, envolving and mastered management. Therefore companies must to measure their continuous innovation capability. This research aims to design a more holistic measurement model for CIC of the manufacturing industry in Indonesia.
The development of this CIC model was conducted through three stages of research, i.e. identification of Continuous Innovation Capability Enablers (CICEs), development of measurement model, followed by model evaluation and validation. The Identification of CICEs used a systematic literature review and a focus group discussion. The selection process for CICEs employed the Fuzzy Delphi Method. To develop a measurement model, contextual relationships between CICEs were assessed using Total interpretive Structural Modelling, followed by measurements of CICEs weights with the Analytical Network Process method. Then, assessment indicators for each CICEs and criteria were determined as well as a mathematical model to measure CIC scores. Model evaluation and validation were performed in two case studies: in the automotive and electronic industries.
This research produced 16 CICEs, 50 criteria and 103 assessment indicators; as well as a mathematical model to measure CIC scores. The validation process showed that the currently developed model was deemed valid. This research highlighted that in order to develop continuous innovation in the Indonesian manufacturing industry, they should begin with strengthening the capabilities of leadership, establishing a strong and conducive climate and culture for innovation, and investing significantly in developing IT capability. The CIC model is a new holistic measurement model; it integrates three fundamental elements of CI capability measurement, considering all the important dimensions in a company, and is also able to explain contextual relationships between measured factors
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library