Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agnes Permata Sari
"Pendaftaran tanah di Indonesia bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dengan memberikan sertipikat sebagai tanda bukti haknya. Namun dalam penerbitannya seringkali membawa akibat hukum bagi para pihak. Salah satu contohnya terdapat penerbitan sertipikat oleh Kantor Pertanahan yang secara yuridis kawasan tersebut adalah kawasan hutan dan belum mendapat keputusan pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. Akibatnya, terjadi tumpang tindih antara areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman dengan Izin Usaha Perkebunan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kurang menunjangnya data fisik dimana belum terdapatnya sistem update peta secara otomatis atas segala tindakan hukum yang dilakukan pemerintah sehingga menyebabkan kekeliruan dalam mengambil suatu kebijakan.

Land registration in Indonesia aims to ensure legal by giving a certificate. However in issuing the certificates often carry legal consequences for the parties. One example is the presence of dispute of the issuance of the certificate by the Land Office, which legally the region is forest area and has not, received a decision the forest area release from the Minister of Forestry. Due to this, there is an overlap between the areas of Business License Utilization of Forest Plants with Plantation Business and the rights over the land. The method used in this research is normative juridical research using secondary data. This study concluded that the lack of support that the physical data which has not been the presence of the map automatically updates the system for any legal action taken by the government, causing an error in taking a policy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46444
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cerli Febri Ramadani
"Riau memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia. Sebanyak 1,2 juta hektar perkebunan kelapa sawit berada di kawasan hutan dan tidak memiliki izin. Penelitian ini menggunakan penelitian normatif yuridis. Penelitian ini mengindetifikasi penyebab terjadinya alih fungsi kawasan hutan yang tidak memiliki izin khususnya untuk perkebunan kelapa sawit. Dampak yang terjadi akibat alih fungsi ini adalah rusaknya ekosistem hutan, negara mengalami kerugian pajak, konflik perusahaan dengan masyarakat, dan hilangnya mata pencaharian masyarakat setempat. Alih fungsi kawasan hutan diperbolehkan berdasarkan Pasal 19 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, namun harus diimbangi dengan pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Undang-undang Kehutanan dan Perkebunan sebagai undang-undang dasar alih fungsi kawasan hutan sudah cukup memperhatikan lingkungan, namun hal ini tidak sejalan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang banyak mengganti dan menghapus pasal-pasal dari Undang-undang Kehutanan dan Perkebunan menjadi tidak ramah lingkungan dan tidak sesuai dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai grundnorm yang menganut Green Constitution.

Riau has the largest oil palm plantations in Indonesia. As much 1,2 million hectares of oil palm plantations are located in forest land and unlicensed. This research used normative juridical. This research identifies cause functions shift forest land unlicensed especially for oil palm plantation. Impact this functions shift is damaged forest ecosystems, tax losses, corporate conflict with communities, and livelihood loss. The functional shift of forest land be permitted based on article 19 Law Number 41 of 1999 on Forestry but must balance with sustainable and environmentally friendly development. Forestry law and Plantation law as the constitution  forest shift functional land notice environment,  but not in line with Law Number 11 of 2020 on Job Creation which replaces a lot and removes articles from The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia as grundnorm follow The Green Constitution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T55477
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Kusumawati
"Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dimulai dari tahap perencanaan sampai dengan proses perizinan pinjam pakai kawasan hutan hal tersebut untuk menghindari adanya tumpang tindih penggunaan kawasan hutan. Langkah selanjutnya penyempurnaan kebijakan yang lebih rasional sehingga tidak menimbulkan kerancuan di lapangan. Selain hal tersebut perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat khususnya masyarakat sekitar hutan tentang peraturan perundang-undangan di sektor kehutanan maupun pertambangan agar diperoleh kesepahaman.
Kegiatan dan kebijakan mengenai pertambangan yang menggunakan kawasan hutan di Indonesia sudah diatur oleh berbagai sektor diantaranya sektor Kehutanan, Pertambangan, Lingkungan Hidup dan juga peran serta Pemerintahan Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota). Berbagai permasalahan terjadi pada kawasan hutan terutama kawasan hutan lindung, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Adanya kegiatan pertambangan yang sudah dan sedang beroperasi pada berbagai tahapan baik perizinan, permohonan, eksplorasi maupun produksi menambah persoalan dalam mengatasi penggunaan lahan di kawasan hutan. Permasalahan lain yang muncul adalah dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dengan fokus dan nuansa desentrralisasi otonomi daerah, maka sebagian Pemerintahan Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota) mengasumsikan bahwa kewenangan Pertambangan juga termasuk menjadi wewenang Pemerintahan Daerah.
Disharmonisasi diperparah lagi dengan adanya tumpang tindih penggunaan kawasan hutan. Dalam pelaksanaan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan masih banyak dijumpai tumpang tindih kegiatan antara pemanfaatan kawasan hutan dengan penggunaan kawasan hutan. Misalnya kegiatan pemanfaatan kayu dengan kegiatan pertambangan. Hal tersebut menjadi hambatan dalam pelaksanaan pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan. Selain hal tersebut dijumpai juga adanya klaim-klaim masyarakat sekitar hutan untuk menuntut ganti rugi tegakkan akibat kegiatan pertambangan. Dengan demikian hal tersebut akan menghambat iklim investasi sektor pertambangan. Sebagai langkah kebijakan untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan langkah sinergitas kegiatan antara sektor terkait khususnya Kementerian Kehutanan dan
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Islamic
"Dengan mengambil konteks diskusi perkembangan gerakan agraria, studi ini ingin menjelaskan upaya komunitas petani dalam meningkatkan daya tahan hidup di Hutan Negara berbasis kapital sosial. Studi kasus pada komunitas petani Moro-Moro di Register 45, Mesuji. Adapun kapital sosial dalam penelitian ini dilihat dari tiga aspek, yakni kapital sosial komunitarian, jaringan dan institusional. Lewat pendekatan studi kualitatif, pertama dari aspek kapital sosial komunitarian Moro-Moro memperlihatkan kemampuan menciptakan kapital sosial dengan didasari oleh sejarah kemunculan sebagai sebuah komunitas yang spontanitas; kedua dari aspek kapital sosial jaringan Moro-Moro menunjukan kemampuan untuk mengembangkan jaringan yang kemudian berkontribusi pada penguatan internal dan penggalangan dukungan dari berbagai stakeholder untuk bertahan di Register 45; ketiga secara institusional kapital sosial Moro-Moro dapat berkembang karena ada pembiaran atas kondisi Register 45 dan sementara Moro-Moro kemudian berkembang menjadi kampung. Bahkan berangsur-angsur negara mulai menunjukan keberpihakan meskipun legalitas menduduki tanah belum kunjung juga didapatkan. Secara teoritis studi ini memperlihatkan bahwa kapial sosial komunitarian ternyata mampu menjadi landasan untuk mengembangkan kapital sosial lebih lanjut yang kemudian mampu berkontribusi pada peningkatan sosial ekonomi komunitas petani.

By taking the context of the discussion of the development of the agrarian movement, this study want to explain the efforts of the farming community in improving survival in the State Forest-based social capital. Case studies on the farming community Moro-Moro in Register 45, Mesuji. The social capital in this study viewed from three aspects, namely the communitarian social capital, networks and institutional. Through a qualitative study approach, the first of the communitarian social capital aspects of Moro-Moro demonstrate the ability to create social capital based on the historical emergence as a community of spontaneity; then second, from the aspect of social capital networks Moro-Moro show the ability to develop a network which then contribute to the strengthening of internal and raising support from various stakeholders to survive in register 45; third, institutional of Moro-Moro social capital can develop because there is negligence on the condition register 45 and while Moro-Moro developed into the village. Even the state gradually began to show partiality though legality occupied land has not yet well established. Theoretically, this study shows that social kapial communitarian was able to form the basis for further developing social capital that is then able to contribute to the socio-economic improvement of the farming community."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43225
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudaryanto
"Tekanan penduduk terhadap lingkungan, disebabkan oleh migrasi, dan pertumbuhan penduduk yang mengalami tingkat kesulitan ekonomi. Tekanan terhadap Hutan Pangkuan Desa Tugu Utara disebabkan oleh kelompok tani hutan marginal yang tinggal di lima kampung di dalam kebun teh yang kurang mendapat akses ekonomi. Reboisasi bertujuan untuk pemulihan kesehatan fungsi biofisik hutan melibatkan petani. Riset menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain riset metode campuran kuantitatif dan kualitatif. Survei dilakukan  terhadap masyarakat desa  hutan  dengan  menyebarkan kuesioner sebanyak 116 responden. Lokasi penelitian di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Hasil riset menemukan pembentukan kelompok tani tahun 2008, sebagai pekerja budidaya kopi 70 ha yang ditanam oleh pengusaha. Selanjutnya 18 orang menanam kopi sebanyak 10.050 batang periode 2013-2018 di lahan seluas 29 ha. Kepadatan tanaman 268 batang/ha menghasilkan produktivitas kopi cherry 4,2 kg/batang/tahun. Penerimaan dari kopi Rp1.000.000,00/bulan. Pada tahun 2017 sejumlah petani mengikuti pelatihan perencanaan, reboisasi, SMART Patrol, pemetaan, dokumentasi visual dan publikasi. Setelah mendapat persetujuan KULIN KK, petani melakukan reboisasi 95,5 ha dengan 43.860 batang bibit dan pengembangan wisata. Reboisasi lahan sayuran terluas di Cikoneng, dan Rawa Gede memperbaiki fungsi fisik dan ekosistem hutan. Metode ini dapat menjadi sistem pengelolaan hutan partisipatif sesuai model pendidikan partisipatif yang dikembangkan Knowles dengan beberapa modifikasi.

Population pressure on the environment, especially forest, is caused by the human migration and population growth, also local people who are experiencing economic hardship. The pressure on the Tugu Utara Village forest is caused by marginal forest groups living in the tea gardens in five villages who are lacking economic access. Reforestation activities are implemented which aim to restore the forests biophysical function by involving farmers. The research in this paper used a mixed of quantitative and qualitative research design methods. The survey was conducted on forest village communities by distributing questionnaires to 116 respondents. The research location was in Tugu Utara village. Cisarua Subdistrict, Bogor Regency. The research has founded that there was a formation of farmer group in 2008 for 70 ha of coffee cultivation planted by entrepreneurs. In 2013-2018, 18 farmers planted 10,050 stems of coffee in an area of 29 ha with a plant density of 268 stems/ha and have produced cherry coffee with a productivity of 4.2 kg/stem/year. As the results, there is an additional familys income from coffee as much as IDR 1,000,000 per month. In 2017, a number of farmers participated in training in planning, reforestation, smart patrol, mapping, visual documentation and publications. After obtaining approval from KULIN KK, farmers conducted a reforestation of 95,5 ha with 43,860 seedlings along with developing the tourism sector. The reforestation activities have a big scale with a widest vegetable land in Cikoneng, and Rawa Gede which improve physical function and forest ecosystems. This method can be used as a participatory forest management system according to the participatory education model developed by Knowles with several modifications."
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudaryanto
"Tekanan penduduk terhadap lingkungan, disebabkan oleh migrasi, dan pertumbuhan penduduk yang mengalami tingkat kesulitan ekonomi. Tekanan terhadap Hutan Pangkuan Desa Tugu Utara disebabkan oleh kelompok tani hutan marginal yang tinggal di lima kampung di dalam kebun teh yang kurang mendapat akses ekonomi. Reboisasi bertujuan untuk pemulihan kesehatan fungsi biofisik hutan melibatkan petani. Riset menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain riset metode campuran kuantitatif dan kualitatif. Survei dilakukan terhadap masyarakat desa hutan dengan menyebarkan kuesioner sebanyak 116 responden. Lokasi penelitian di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Hasil riset menemukan pembentukan kelompok tani tahun 2008, sebagai pekerja budidaya kopi 70 ha yang ditanam oleh pengusaha. Selanjutnya 18 orang menanam kopi sebanyak 10.050 batang periode 2013-2018 di lahan seluas 29 ha. Kepadatan tanaman 268 batang/ha menghasilkan produktivitas kopi cherry 4,2 kg/batang/tahun. Penerimaan dari kopi Rp1.000.000,00/bulan. Pada tahun 2017 sejumlah petani mengikuti pelatihan perencanaan, reboisasi, SMART Patrol, pemetaan, dokumentasi visual dan publikasi. Setelah mendapat persetujuan KULIN KK, petani melakukan reboisasi 95,5 ha dengan 43.860 batang bibit dan pengembangan wisata. Reboisasi lahan sayuran terluas di Cikoneng, dan Rawa Gede memperbaiki fungsi fisik dan ekosistem hutan. Metode ini dapat menjadi sistem pengelolaan hutan partisipatif sesuai model pendidikan partisipatif yang dikembangkan Knowles dengan beberapa modifikasi.

Population pressure on the environment, especially forest, is caused by the human migration and population growth, also local people who are experiencing economic hardship. The pressure on the Tugu Utara Village forest is caused by marginal forest groups living in the tea gardens in five villages who are lacking economic access. Reforestation activities are implemented which aim to restore the forests biophysical function by involving farmers. The research in this paper used a mixed of quantitative and qualitative research design methods. The survey was conducted on forest village communities by distributing questionnaires to 116 respondents. The research location was in Tugu Utara village. Cisarua Subdistrict, Bogor Regency. The research has founded that there was a formation of farmer group in 2008 for 70 ha of coffee cultivation planted by entrepreneurs. In 2013-2018, 18 farmers planted 10,050 stems of coffee in an area of 29 ha with a plant density of 268 stems/ha and have produced cherry coffee with a productivity of 4.2 kg/stem/year. As the results, there is an additional familys income from coffee as much as IDR 1,000,000 per month. In 2017, a number of farmers participated in training in planning, reforestation, smart patrol, mapping, visual documentation and publications. After obtaining approval from KULIN KK, farmers conducted a reforestation of 95,5 ha with 43,860 seedlings along with developing the tourism sector. The reforestation activities have a big scale with a widest vegetable land in Cikoneng, and Rawa Gede which improve physical function and forest ecosystems. This method can be used as a participatory forest management system according to the participatory education model developed by Knowles with several modifications."
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juan Hugo Alan Emmanuel
"Begitu besarnya potensi kehutanan di Indonesia dibarengi dengan pengelolaan sumber daya hutan yang juga tidak mudah. Konflik-konflik yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta, tidak jarang terjadi saat melakukan pengelolaan sumber daya kehutanan. Pemerintah kemudian secara terkhusus mencanangkan program pengukuhan kawasan hutan untuk dapat memberikan kepastian hukum bagi wilayah hutan di Indonesia melalui Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan. Melalui pengukuhan kawasan hutan diharapkan dapat mengurangi konflik-konflik kehutanan yang sering terjadi dan dapat memberikan sebuah kepastian hukum. Saat konflik kehutanan terjadi, pihak yang bersengketa memiliki dua pilihan, yaitu menyelesaikannya melalui pengadilan atau diluar pengadilan. Jalur diluar pengadilan biasa ditempuh dengan langkah-langkah seperti mediasi atau dialog antar pihak yang bersengketa. Sementara jika diselesaikan melalui pengadilan, maka para pihak harus menyampaikan argumen dan pembuktian masing-masing di hadapan hakim sebagai pengambil keputusan. Namun melalui mekanisme pengadilan sekalipun tetap dapat ditemui kekurangan-kekurangan yang bisa berasal dari regulasi tata kelola hutan yang memang kurang jelas ataupun karena pengetahuan hakim yang kurang mumpuni atas situasi tata kelola hutan di lapangan. Untuk mengatasi konflik-konflik kehutanan dan memberikan kepastian hukum, pengukuhan kawasan hutan perlu segera diselesaikan, serta perangkat hukum yang ada seperti hakim perlu diberikan pengetahuan lebih terkait tata kelola hutan di Indonesia.

The huge potential for forestry in Indonesia is accompanied by the management of forest resources which is also not easy. Conflicts involving the government, communities and the private sector often occur when managing forestry resources. The government then specifically launched a forest area gazettement program to be able to provide legal certainty for forest areas in Indonesia through the Regulation of the Minister of Forestry of the Republic of Indonesia Number P.44/Menhut-II/2012 concerning Forest Area Confirmation. Through the establishment of forest areas, it is hoped that it can reduce forestry conflicts that often occur and can provide legal certainty. When a forestry conflict occurs, the disputing parties have two choices, namely resolving it through the courts or outside the courts. Paths outside the court are usually taken by steps such as mediation or dialogue between disputing parties. Meanwhile, if it is resolved through the court, then the parties must present their respective arguments and evidence before the judge as the decision maker. However, even through the court mechanism, deficiencies can still be found which could stem from unclear regulations on forest governance or due to the judge's inadequate knowledge of the forest governance situation in the field. In order to resolve forestry conflicts and provide legal certainty, the gazettement of forest areas needs to be resolved immediately, as well as existing legal instruments such as judges need to be given more knowledge regarding forest governance in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Edgar Zulfikar
"Timbulnya asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan memiliki karakteristik sangat spesifik karena sebagian besar berada di lahan gambut. Upaya untuk pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan merupakan hal yang esensial mengingat maraknya kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. Maka dari itu, dalam penelitian kali ini bertujuan untuk menganalisis pola spasial dari pemodelan spasial wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan dengan Hybrid Fire Index dan mengetahui hubungan antara wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan dan fungsi kawasan hutan di Kabupaten Kubu Raya. Metode Hybrid Fire Index digunakan untuk pembobotan setiap variabel yang digunakan. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan yaitu topografi dan aktivitas manusia. Berdasarkan hasil analisis raster overlay dengan pembobotan Hybrid Fire Index, didapatkan bahwa Kabupaten Kubu Raya didominasi oleh wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan tingkat sedang sebesar 654.901,50 hektar atau 76,55%. Hasil pemodelan spasial wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan telah divalidasi dengan titik panas tahun 2021 menggunakan kurva AUC/ROC dan didapatkan area di bawah nilai kurva ROC 0,862 yang menandakan bahwa skor model ini sangat baik. Hasil analisis nearest neighbor menunjukkan bahwa nilai rasio lebih dari 1 sehingga diartikan bahwa sebaran wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan tingkat tinggi memiliki pola menyebar di seluruh wilayah kabupaten. Hasil uji statistik chi-square wilayah bahaya dengan wilayah konsesi menghasilkan nilai signifikan kurang dari 0,05 dengan contingency coefficient 0,603 sehingga diartikan bahwa terdapat hubungan yang sedang antara wilayah bahaya kebakaran hutan dan lahan dengan fungsi kawasan hutan dan lahan.

The emergence of smoke caused by forest and land fires has very specific characteristics because most of it is on peatlands. Efforts to prevent forest and land fires are essential considering the prevalence of forest and land fires in Kubu Raya Regency, West Kalimantan Province. Therefore, this study aims to analyze the spatial pattern of spatial modeling of forest and land fire hazard areas with the Hybrid Fire Index and determine the relationship between forest and land fire hazard areas and the function of forest areas in Kubu Raya Regency. The Hybrid Fire Index method is used to weight each variable used. There are two factors that affect forest and land fire hazard areas, namely topography and human activities. Based on the results of the raster overlay analysis with the Hybrid Fire Index weighting, it was found that Kubu Raya Regency is dominated by forest fire hazard areas and medium-level land of 654,901.50 hectares or 76.55%. The results of spatial modeling of forest and land fire hazard areas have been validated with hotspots in 2021 using the AUC/ROC curve and the area under the ROC curve value is 0.862 which indicates that the score of this model is very good. The results of the nearest neighbor analysis show that the ratio value is more than 1, which means that the distribution of forest and high-level land and forest fire hazard areas has a spreading pattern throughout the district. The results of the chi-square statistical test of the hazard area with the concession area yielded a significant value of less than 0.05 with a contingency coefficient of 0.603, which means that there is a moderate relationship between forest and land fire hazard areas and the function of forest and land areas."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Ambarwati
"Terbitnya SK Menhut Nomor 463/KPTS-II/2013, khususnya pada kawasan seluas 1.834 hektar yang mengubah peruntukkan tanah hak pengelolaan menjadi kawasan hutan lindung menimbulkan polemik di Batam. Kawasan yang dimaksud pada faktanya telah berdiri kawasan industri, kawasan perumahan, dan kawasan kantor Pemerintahan, namun dengan terbitnya SK Menhut tersebut maka akan ada pemanfaatan ruang di Batam yang berubah.
Permasalahan yang dapat dicermati adalah mengenai bagaimana perubahan peruntukkan tanah hak pengelolaan `menjadi kawasan hutan lindung ditinjau dari perspektif hukum penataan ruang dan bagaimana kedudukan pemegang hak atas tanah di atas tanah hak pengelolaan sehubungan dengan perubahan peruntukkan tanah hak pengelolaan menjadi kawasan hutan lindung.
Metode penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini apabila dilihat dari sifatnya merupakan penelitian eksploratoris dimana penelitian yang menjelajah sebuah SK Menhut Nomor 463/KPTS-II/2013 tentang perubahan peruntukkan tanah sehingga mengubah pula rencana tata ruang yang telah berlaku di Batam serta berdampak bagi kedudukan warga selaku pemegang hak atas tanah di atas tanah hak pengelolaan yang statusnya menjadi tidak pasti.
Adapun simpulan dari permasalahan bahwa SK Menhut tersebut mengesampingkan aturan-aturan yang berlaku khusus di Batam terutama terkait dengan aturan rencana tata ruang di Batam sebagai daerah industri dan mengenai kedudukan pemegang hak atas tanah di atas tanah hak pengelolaan sama dengan pemegang hak atas tanah di atas tanah Negara dan sekalipun perubahan peruntukkan tersebut terjadi maka Pemerintah harus memberikan jaminan dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah guna mengakomodir kerugian yang ditimbulkan dari perubahan peruntukkan lahan tersebut.

Publication of Ministry of Forestry decree No. 463/KPTS-II/2013, especially in an area of 1,834 hectares which change the designation of land management rights be protected forest area in Batam polemical. Region is in fact already established industrial area, residential area, and the Government office region, but with the publication of the Ministry of Forestry decree there will be use of a changing utilization of space in Batam.
Problems that can be observed is about how to change the designation of land management rights be protected forest area viewed from the perspective of spatial planning law and how to position holders of land rights on land management rights with respect to changes in the designation of land management rights be protected forest areas.
The method used in this paper when seen from the nature of exploratory research is research that explores where a Minister of Forestry Decree No. 463/KPTS-II/2013 about changing the designation of the land so as to change anyway spatial plan that has prevailed in Batam and has implications for the position of resident as the holder of land rights on land management rights whose status is uncertain.
The conclusion of the Ministry of Forestry decree issues that override the rules that apply in Batam mainly related to spatial planning rules in Batam as an industrial area and the position holders of land rights over the same land management rights to holders of land rights on the ground state and even change the designation of the case then the Government must provide guarantees and legal protection for holders of land rights in order to accommodate the losses from changes in the designation of the land.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Isrinayanti
"Luas hutan konservasi di Indonesia hanya 17,13% dari seluruh kawasan hutan, di Jawa Tengah hutan konservasi hanya 0,03%. Hutan konservasi yang ada tidak sebanding dengan keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia. Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan desakan ekonomi, kebutuhan lahan semakin meningkat, lahan yang menjadi sasaran adalah lahan milik pemerintah. Ancaman terhadap kawasan hutan mengancam pula kawasan konservasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis kondisi Cagar Alam Telaga Ranjeng (CATR) dan kawasan hutan penyangganya; mengetahui dan menganalisis persepsi masyarakat tentang fungsi CATR dan kawasan hutan penyangganya, menganalisis pengaruh faktor ekonomi masyarakat pada pembukaan lahan di kawasan hutan penyangga CATR, dan merumuskan strategi pengelolaan CATR dan kawasan hutan penyangganya secara tepat. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan mixed method. Hasil dari penelitian ini adalah kualitas perairan telaga di CATR pada saat ini kurang baik, BOD, padatan tersuspensi, CO2, NH3-N dan kesadahan air cukup tinggi, terdapat bakteri Citrobacter freundii, Aeromonas sobria, Aeromonas Hydrophyla pada ikan penghuni telaga. Kawasan hutan penyangga CATR sebagian besar sudah dibuka untuk pertanian hortikultura dengan jenis tanaman kentang, kubis dan wortel. Persepsi masyarakat desa Pandansari tentang CATR dan kawasan hutan penyangganya sebagai kawasan konservasi dan kawasan lindung sudah cukup baik. Faktor sosial ekonomi masyarakat mempengaruhi luas pembukaan lahan pertanian di kawasan hutan penyangga CATR sebesar 40%, sedangkan 60% lainnya dipengaruhi oleh kebutuhan lahan pertanian, kesempatan memperoleh lahan dan tidak adanya sumber pendapatan selain pertanian. Strategi pengelolaan yang direkomendasikan untuk cagar alam adalah ekowisata, sedangkan strategi pengelolaan kawasan hutan penyangga cagar alam adalah dengan sistem penanaman agroforestry.

Preservation of biodiversity is performed in conservation area nature reserve. Conservation forest area in Indonesia is only 17.13% of the total forest area, whereas in Central Java province forest conservation is only 0.03%. The Conservation forests existing is not comparable with biodiversity in Indonesia. Along with the growth of population and economic pressure, increased land requirements, consequently the land is owned by the government were targeted by community. Threats to forests area also threaten the conservation areas. The purpose of this study was to identify and analyze the condition of nature reserve Ranjeng lake and their forest buffer; identify and analyze the public perception of the function of nature reserve Ranjeng lake and their forest buffer, analyze the influence of community?s social economic factors on land clearing forest area buffer of nature reserve Ranjeng lake; and formulate the nature reserve Ranjeng lake and their forest buffer to management strategy appropriately. This research was conducted with mixed method approach. The results of this study are, water quality in the nature reserve Ranjeng lake at this time is unfavorable, physically BOD, suspended solids, CO2, NH3-N and the water hardness is quite high, there is a bacterium Citrobacter freundii, Aeromonas sobria, Aeromonas Hydrophyla in dwellers fish pond. Forest buffer of nature reserve Ranjeng lake was largely cleared for agriculture horticulture potatoes, cabbages and carrots. Pandansari rural community's perceptions of the nature reserve Ranjeng lake and their buffer forest areas for conservation and protected areas was sufficient. Socio-economic factors influencing land clearing in the forest buffer of nature reserve Ranjeng lake 40%, while 60% are influenced by the needs of agricultural land, the opportunity to acquire the land and there is no source of income other than agricultural. Recommended strategic management for nature reverse Ranjeng lake is ecotourism, while strategic management for forest buffer of nature reverse is agroforestry."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 >>