Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 293 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R.H. Amelia R.K. Permana
"Selain sebagai ibu kota, Jakarta merupakan pusat pemerintahan, kehidupan politik dan pusat adminisirasi negara yang berkembang menjadi pusat perdagangan dan jasa, industri, pendidikan, budaya, sosial, rekreasi dan pusat pengembangan wisata. Luas lahan yang terbatas dan tanpa sumberdaya alam yang memadai, sangat tidak mudah bagi Jakarta untuk memikul beban multi fungsi Megapolitan Jakarta memerlukan strategi perencanaan dan pembangunan yang tepat. Ketika pembangunan nasional lumbuh pesat, konsep pembangunan tata ruang Jakarta harus mempertimbangkan keseimbangan lingkungan.
Rumusan persoalan sebagai berikut:
1.Dampak kebisingan yang ditimbulkan oleh pergerakan lalu lintas mempengaruhi kenyamanan/kegiatan masyarakat di permukiman.
2.Besarnya volume dan kecepatan lalu lintas mempenguruhi tingkat kebisingan yang timbul.
3.Jarak prasarana lalu lintas dengan permukiman dan hembusan angin mempengaruhi tingkat kebisingan yang terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukenali pengaruh kebisingan akibat pergerakan lalu lintas pada kawasan perkotaan yang berkembang pesat sebagai bahan masukan bagi para penata ruang untuk perencanaan permukiman yang merupakan sasaran untuk kriteria desain.
Ada tiga sasaran penelitian yang dituju, yaitu:
1. Merumuskan karakterislik lalu lintas dan tingkat kebisingan yang timbul di kawasan permukiman pendapatan rendah (PPR), pendapatan sedang (PPS) dan pendapatan tinggi (PPT).
2. Merumuskan parameter yang berpengaruh terhadap persepsi tentang dampak kebisingan.
3. Mengidenti fikasi persepsi masyarakat terhadap dampak kebisingan.
Metode penelitian yang digunakan ada tiga tahap yaitu :
a. Pengumpulan data sekunder sebagai referensi awal untuk mengarahkan penelitian
b. Pengumpulan data primer ada dua yaitu :
1. Pengukuran Iangsung di lapangan meliputi pengukuran volume, jenis dan kecepatan kendaraan; kecepatan dan arah angin.
2. Survei wawancara rumah tangga.
c. Hasil pengamatan dan pengukuran ini dianalisis dengan uji statistik chi square untuk persepsi masyarakat dan uji p-value. Hubungan antara volume dan kecepatan kendaraan terhadap kebisingan memakai regresi tinier berganda. Diolah dengan menggunakan perangkat lunak SPSSfor Windows 6.0.
Hasil pengamatan, pengukuran dan pengujian dapat disimpulkan sebagai berikut : Kelurahan Cilincing mewakili tipologi kawasan permukiman berpendapatan rendah (PPR), Kelurahan Koja mewakili tipologi kawasan permukiman berpendapatan sedang (PPS) dan Kelurahan Kelapa Gading Timur mewakili tipologi permukiman berpendapatan tinggi (PPT).

Investigation Of Traffic Noise On Recidentialihousing AreaBesides a capital city, Jakarta is also a centre of Government Indonesia, politic and administration. The functions gradually develop as a centre of trade, services, industry, education, culture, social, recreation and tourism. It is not easy for Jakarta to cover these multifunctions due to the limitation of space and without any natural resources. Therefore, Megapolitan Jakarta needs a strategy for planning and accurate development. In other words, the rapid of national development, i.e. Jakarta system development concept has to consider also the balance of environment side.
The main problems encountered are:
The effect of noise cause by traffic activities disturbing the respondent pleasure on residential area
The vehicle volume and speed influence the noise level.
The distance between the noise source to the residential area and the wind speed influence the noise level.
The objective of this research is to find out the influence of noise, caused by traffic activities in rapidly developing urban areas. The result becomes input for housing designers.
There are three stages to reach the objective i.e.:
Formulating traffic characteristic and noise level on low-income area (PPR), middle-income area (PPS) and high-income area (PPT)
Formulating the parameters, which influence the respondent perception due to noise effect.
Indentifying the respondent perception due to noise effect.
There are three stages in this research method:
a. To collect the secondary data as an early reference to direct the research
b. To collect primary data in two ways, namely; Direct measurements in the field i.e. noise measurement; vehicle volume, type and speed; wind-speed and wind direction. Household interview survey
c. These measurements will be analysed by using chi square test for public interview and p-value. The correlation between vehicle volume and speed toward noise uses double linear regression. The process which look place by SPSS for Windows 6 software.
The result showed that: Kelurahan Cilincing represented the low-income area (PPR), where as Kelurahan Koja was in the middle income area (PPS) and Kelurahan Kelapa Gading Timur represented the high-income area (PPT).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Nurtjahjono
"ABSTRAK
Pembangunan perumahan yang semakin meningkat, yang lebih menekankan pada pencapaian target fisik dan kuantitas pengadaan rumah, tampaknya banyak mengabaikan aspek-aspek sosial budaya masyarakat. Gejala seperti itu tampak terutama di perkotaan atau di daerah berkembang di dekat perkotaan. Namun, di Dukuh Pondok, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman Yogyakarta, masyarakatnya masih tetap mempertahankan bentuk rumah tradisionalnya. Sekalipun jaraknya dekat dengan Kota Yogyakarta yang sedang mengalami pertumbuhan perumahan yang sangat pesat, masyarakat Dukuh Pondok masih tetap setia mempertahankan bentuk rumah kampung.
Pertanyaan penelitian yang muncul adalah: mengapa warga masyarakat Dukuh Pondok tetap mempertahankan rumah tradisional bentuk kampung tersebut? Tesis ini bertujuan menjawab pertanyaan tersebut dengan memfokuskan pada pokok-pokok masalah tentang fungsi dan makna rumah, serta perilaku penghuni dalam interaksinya dalam keluarga dan dengan sesamanya warga kampung berkaitan dengan kegiatan penghunian rumah.
Penelitian dilaksanakan dengan inenggunakan pendekatan etnografis. Data dan informasi yang diperlukan dikumpulkan melalui observasi dan wawancara secara mendalam dengan informan yang ditentukan sesuai dengan pengetahuan dan sifat data yang ingin diraih. Untuk melengkapi dokumen yang bersifat visual telah digunakan pemotretan untuk objek rumah-rumah tertentu. Kemudian secara rinci, untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh, objek-objek visual (dalam hal ini terutama rumah tradisional bentuk kampung) juga digambar dengan teknik sket dasar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Dukuh Pondok tetap mempertahankan rumah tradisional bentuk kampungnya, karena berbagai faktor. Faktor yang pertama adalah keterbatasan kemampuan ekonomi karena sebagian besar warga masyarakat dukuh itu berpendidikan dan berpenghasilan rendah. Mereka sebagian besar adalah petani di daerahnya sendiri dan buruh yang melaju ke Kabupaten Sleman atau Kota Yogyakarta. Akan tetapi, tampaknya faktor fungsi bangunan juga menjadi pertimbangan panting untuk tetap bertahannya rumah tradisional bentuk kampung. Ruma tradisional bentuk kampung dipandang oleh warga masyarakat Dukuh Pondok masih tetap fungsional untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan hidup sehari-hari maupun untuk kebutuhan ritual desa.
Rumah tradisional bentuk kampung dalam berbagai rincian ruang, tata letak, arah menghadap, dan unsur-unsur bentuknya masih menyiratkan makna yang dipercayai kebenarannya. Maknamakna yang tersirat dan disimbolkan terus menerus, telah membawa keamanan, keselamatan, dan kenyamanan hunian bagi Para penghuninya. Oleh karena itu, pengingkaran simbol dan maknanya dalam bentuk perubahan bentuk rumah dipandang akan mendatangkan suasana yang tidak diketahui bahkan tidak diinginkan. Singkatnya, faktor-faktor ekonomi, sosial, dan budaya pada masyarakat setempat merupakan faktor-faktor yang sating berkaitan mengukuhkan keberadaan rumah tradisional bentuk kampung di Dukuh Pondok. "
1997
Tpdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiyono
"ABSTRAK
Kota-kota di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia, sampai saat ini selalu mengalami perluasan wilayah. Oleh karena itu, yang disebut pinggiran kota dari masing-masing kota tersebut, selalu bergeser lokasinya. Dengan demikian persoalan pinggiran kota akan selalu aktual untuk dijadikan sebagai masalah penelitian.
Dengan kekhasan pinggiran kota di negara berkembang, yaitu sebagian besar dihuni oleh orang miskin, maka daerah ini sering ditandai dengan kondisi lingkungan hidup yang kurang baik. Dalam hal ini terutama adalah lingkungan rumah tinggal, sebagai lingkungan hidup yang paling dekat dengan manusia sebagai penghuninya.
Dalam masyarakat kita saat ini, yang bertanggung jawab dalam mengelola lingkungan rumah tinggal tersebut terutama adalah kaum ibu, sebagai ibu rumah tangga.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsi dan memahami kualitas perilaku ibu rumah tangga dalam mengelola lingkungan rumah tinggalnya tersebut. Perilaku ini dicari kaitannya dengan faktor lingkungan baik secara fisik maupun nirfisik, yang meliputi kondisi lingkungan rumah tinggal; tingkat pendidikan; daerah asal; tingkat kemiskinan; tingkat pemilikan budaya kemiskinan; dan kedudukan ibu dalam hubungan suami-istri. Oleh karenanya, penelitian ini merupakan salah satu kajian ekologi perilaku, sebagai bagian dari ekologi manusia.
Lokasi penelitian ini adalah di Kelurahan Pedurungan Tengah, Kecamatan Semarang Timur, dan Kelurahan Patemon, Kecamatan Gunung Pati, masing-masing merupakan wilayah Kota Madia Semarang. Ibu rumah tangga sampel masing-masing kelurahan 75 orang, dan 6 orang sebagai telaah kasus. Tehnik pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner, wawancara, observasi, dan dokumenter. Analisis data yang digunakan adalah kuantitatif (deskriptif, khi-kuadrat, dan koefisien kontingensi), dan analisis kualitatif.
Kualitas perilaku ibu rumah tangga, baik di Kelurahan Pedurungan Tengah maupun di Kelurahan Patemon, dalam mengelola lingkungan rumah tinggalnya, dalam kategori sedang, cenderung rendah. Di antara komponen dari perilaku tersebut, yang termasuk dalam kategori terendah adalah : partisipasi para ibu dalam gerakan kebersihan bersama; frekuensi pembersihan bak mandi; pengendalian kebocoran bak air; penempatan pembuangan sampah lokasi tempat buang air besar; peningkatan upaya daur ulang; dan upaya pemanfaatan pekarangan.
Dalam kaitan dengan faktor lingkungan, maka perilaku ibu tersebut berasosiasi secara nyata dengan kondisi lingkungan rumah tinggal, tingkat pendidikan, tingkat kemiskinan, dan tingkat pemilikan budaya kemiskinan.
Sedangkan dengan daerah asal dan kedudukan ibu dalam hubungan suami-istri tidak berasosiasi secara nyata.
Selain hal-hal di atas, hasil telaah kasus menunjukkan, bahwa perilaku ibu tersebut ditentukan juga oleh keberadaan anggota keluarga yang lain (baik dalam arti menunjang maupun menghambat), kebiasaan pengaturan penggunaan waktu, pemilikan dan tanggung jawab rumahnya, serta pengalaman ibu sebagai pembantu rumah tangga.

The Behavior Quality Of Housewives In Managing Their Home Environment (Case Study On Two Administrative Units Of Semarang Suburb)Up till now, cities in developing countries, including Indonesia, always under go a regional expansion.
Therefore, the so-called suburbs always shift from their former location. Thus the suburb problems will continually be actual for research proposals.
The special case of suburbs in the development countries, which mostly inhabited by the poor makes the condition of the living environment unfavorable. The nearest to the people, the home environment is sometimes very bad.
Those responsible for managing the home environment are mainly mothers as housewives.
The aim of this research is to describe and understand the quality of housewives behavior in managing their home environment. The interrelationship between their behavior and environmental factors, would then be sought, physical as well as non physical, These include, the home environmental condition, educational level, region of origin, level of poverty, level of poverty culture, and their material status.
Hence, this research is a study of behavior ecology as a part of the human ecology.
The research takes place in the administrative Anita of Pedurungan Tengah, East Semarang District, and Patemon, Gunungpati District, both of which are in the Semarang region.
The sample of each administrative unit consists 75 housewives, 6 of which as a case study. The data is collected form questionnaires, interview, observations, and document. The analysis is based on quantitative (descriptive, Chi--Square and Coefficient Contingency) as well as qualitative methods.
The quality of housewives behaviour, either in Pedurungan Tengah and in Patemon administrative units is categorized as medium low in managing home environment. Among the components of medium low are a less participation in common clearings, frequency of bath-tub cleaning, control of water tub leaks, placing garbage pails, placing toilets increasing of recycling, applying the usefulness of the garden. Obviously, the housewives behavior is associated (correlated) with the condition of their homes, education, poverty, and the culture qf poverty. The place of origin and the place of the mother in the husband and wife relationship is not clearly associated.
The case study shows that the mother behavior is also influenced by other members in the family, time scheduling, responsibilities of the house, and the experience of the mother as a maid-servent.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Indrayono Mahar
"ABSTRAK
Penulisan tesis ini didasari oleh minat saya untuk meneliti rumah tradisional Jawa yang pada masa sekarang ini jarang dipergunakan orang lagi. Minat ini didorong oleh kenyataan adanya bentuk yang khas -baik penampilan luar maupun wujud tata ruang atau bagian-bagian ruangnya- dan tertentu serta satu sama lain memiliki model-model yang relatif sama sesuai dengan aturan rumah dalam kebudayaan Jawa. Selain itu, saya ingin menuniukkan adanya konsep privacy pada orang Jawa sebagai suatu kebutuhan yang penting kendati berbeda dengan konsep privacy kebudayaan barat, terutama dalam mewujudkannya atau menyatakannya.
Demi membatasi ruang lingkup pembahasan, tesis ini hanya terbatas dan terfokus penelitiannya pada model tata ruang rumah Jawa dilihat fungsinya bagi para penghuninya yang berkebudayaan Jawa, serta aturan-aturan bertingkah laku dan berinteraksi menurut kebudayaan Jawa. Tesis ini tidak menyinggung aspek teknis pembuatan rumah tradisional Jawa, bukan pula berbicara dalam dimensi sejarah sehingga variabel waktu tidak diperhitungkan. Oleh karena tesis ini berbicara tentang model rumah Jawa dan model interaksi secara Jawa, saya tidak menentukan daerah penelitian secara khusus. Jelas bahwa rumah Jawa yang dibangun secara tradisional atau interaksi antar individu yang sesuai dengan kebudayaan Jawa dapat ditemui di daerah kebudayaan Jawa yang dalam hal ini kebanyakan berada di Pulau Jawa bagian tengah dan timur.
Adapun tesis dari tulisan ini adalah ingin menunjukkan bahwa dalam kebudayaan Jawa ada konsep privacy; walaupun dalam bahasa Jawa, secara eksplisit tidak ada kata tersebut. Konsep tersebut secara implisit terwujud dalam aturan-aturan serta model-model yang dijadikan pedoman berkelakuan dan berinteraksi dengan sesama dalam ruang-ruang yang sesuai penataannya dengan corak kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Konsep ruang tertentu pada rumah serta adat sopan santun dalam interaksi merupakan patokan dalam menentukan batas-batas berkenaan dengan perlindungan terhadap privacy.
Pendekatan yang saya gunakan adalah pendekatan holistik. Masalah penelitian: privacy pada orang Jawa akan dilihat perwujudannya yang implisit pada aspek kehidupan sehari-hart yang diatur menurut, serta berpedoman pada kebudayaan Jawa. Hal tersebut berupa, wujud rumah tradisional Jawa berikut model-modelnya, cara menempatkan diri bagi orang Jawa, cara meletakkan benda pada ruang-ruang dalam rumah, model berinteraksi dalam ruang dan sebagainya, akan saya perhatikan guna mencapai pengertian konsep privacy pada kebudayaan Jawa.
Dalam tesis ini, penekanan dilakukan pada konsep kebudayaan, artinya, menekankan pada apa yang seharusnya atau yang ideal dalam kebudayaan Jawa, yang bisa berbeda dengan kenyataan yang ada?
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alim Setiawan
"Weston La Barre telah memperlihatkan bahwa di tinjau dari segi biologis manusia dapat digolongkan sebagai anggota dunia hewan mengingat kesamaan struktur dan fungsi organ-organ tubuh yang di milikinya. Namun manusia tidak mempunyai kemampuan fisik yang menjamin kehidupan di alam bebas. Kelebihan yang di miliki manusia adalah kemampuannya dalam membuat dan menggunakan peralatan non-organik yang mempermudahnya untuk beradaptasi terhadap lingkungan (Suparlan ed., 1984: 11-22).
Otak manusia mempunyai kemampuan untuk mengembangkan lambang-lambang yang bermakna sehingga ia mampu membina hubungan dengan sesamanya lebih intensif. Bahkan dengan lambang-lambang tersebut manusia mampu mengabstraksikan pengalaman dan pengetahuannya yang kemudian disimpan dan di susun sebagai sistem pengetahuan. Demikianlah manusia sebagai hewan yang mempunyai kelebihan yaitu kemampuan otaknya yang memungkinkan pengembangan kebudayaan sebagai ciri khas yang tidak di punyai hewan lainnya.
White (1959: 3-325 berpendapat bahwa kebudayaan merupakan suatu sistem organisasi yang rumit dan terintegrasi yang dapat di uraikan menjadi tiga sub sistem yaitu:
1. Sub-sistem Teknologi yang terbentuk dari materi dan teknik pemakaiannya berupa peralatan produksi, peralatan subsistensi, perlengkapan perlindungan (shelter), peralatan untuk pertahanan atau berperang dan lain-lainnya.
2. Sub-sistem Sosial yang terbentuk oleh adanya hubungan-hubungan interpersonal yang tercermin dalam pola perilaku individual maupun kelompok antara lain berupa sistem-sistem kekerabatan, ekonomi, politik, pekerjaan, rekreasi dan lain-lainnya.
3.Sub-sistem Ideologi merupakan komposisi dari gagasan-gagasan, kepercayaan dan pengetahuan yang tercermin dalam bahasa dan wujud simbol-simbol yang terdapat pada mitologi, legenda, teologi, filsafat, ilmu pengetahuan dan pengetahuan masyarakat.
Kebudayaan ini di kembangkan manusia untuk mempertahankan hidup dan melangsungkan kehidupannya dimanapun mereka berada."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Patmiarsi Retnaningtyas
"Delta Batanghari terletak di pesisir timur Provinsi Jambi. Di daerah ini banyak ditemukan situs-situs arkeologi. Berdasarkan temuannya, situs-situs tersebut memiliki masa okupasi yang sezaman yaitu abad 10-13 Masehi. Keberadaan situs-situs ini di lingkungan yang tidak mendukung kelayakan sebagai lokasi pemukiman mengindikasikan adanya faktor lain yang lebih berpengaruh. Sementara itu terdapatnya pemukiman yang relatif berdekatan menimbulkan pertanyaan tentang adanya hubungan antara situs-situs tersebut. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pola pemukiman di delta Batanghari, hubungan antara lokasi situs dengan lingkungan fisiknya dan keterlibatan situs-situs tersebut dalam jaringan perdagangan maritim dan kegiatan yang berlangsung dalam perdagangan.
Kajian mengenai pola pemukiman memberi kesempatan untuk menguji timbal balik antara dua atau lebih komunitas berbeda. Juga untuk mengamati jaringan perdagangan, cara-cara manusia mengeksploitasi lingkungan dan organisasi sosial. Dengan demikian sesuai dengan tujuan penelitian, kajian yang dilakukan terhadap pemukiman di Delta Batanghari yaitu melalui pengamatan terhadap kepadatan, keluasan, hubungan antarsitus dan hubungan antara situs dengan lingkungan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa faktor perdagangan lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan pemukiman di Delta Batanghari. Apalagi perdagangan sedang mengalami perkembangan di wilayah nusantara sejak abad 12 Masehi, masa yang sejaman dengan perkembangan pemukiman di Delta Batanghari.
Namun demikian walau perdagangan merupakan faktor pendorong tumbuhnya pemukiman, penempatan lokasi pemukiman ternyata menggambarkan adanya kearifan masyarakat untuk memanfaatkan daerah yang memiliki aksesibilitas tinggi melalui sungai atau anak sungai. Penempatan lokasi pemukiman seperti ini menunjukkan walau Delta Batanghari mulanya merupakan daerah rawa dengan kecenderungan selalu tergenang, lokasi pemukiman tetap dipilih pada lokasi yang memiliki aksesibilitas ke pemukiman lain.
Hubungan antar situs di Delta Batanghari selain ditunjukkan melalui kesamaan sisa kegiatan masyarakat juga dari keletakannya dengan faktor lingkungan seperti sungai atau anak sungai. Koto Kandis, Lambur dan Sitihawa, merupakan contoh pemukiman yang berada di dekat sungai atau anak sungai dan antar situs dihubungkan pula oleh sungai atau anak sungai sebagai jalur transportasi utama.
Pengaruh lingkungan agaknya berperan dalam pembentukan karakter pemukiman. Berdasarkan kondisi lingkungannya, Kota Kandis memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai kota pelabuhan. Sejalan dengan semakin ramainya pelabuhan, Koto kandis menjadi semakin padat untuk lokasi hunian, sehingga lokasi hunian meluas ke daerah di dekatnya yang memiliki aksesibilitas tinggi terhadap Koto Kandis yaitu Lambur dan Sitihawa. Oleh karena jalur transportasi kurang lancar akibat sempitnya anak sungai yang melintas di kedua daerah, Lambur dan Sitihawa hanya bertindak sebagai konsumen barang, dan kurang terlibat langsung dalam jaringan perdagangan internasional."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T15351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rosa Kuntari
"Sistem penyediaan tanah untuk perumahan dan permukiman haruss ditangani secara nasional karena tanah merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat bertambah akan tetapi harus digunakan dan dimanfaatkanr bagi kesejahteraan masyarakat. Proses pengadaan tanah harus dikelola dan dikendalikan pemerintah agar supaya penggunaan dan pemanfaatannya dapat menjangkau masyarakat secara adil dan merata.
Sumber daya alam berupa tanah sangat diperlukan sebagai lokasi pembangunan. Dalam mengelola suatu proyek yang didalamnya terdapat pembebasan tanah, perlu adanya keterlibatan pengetahuan manajemen proyek dalam mengendalikan biaya, mutu dan waktu suatu proyek. Karena dalam proses pengadaan tanah memerlukan waktu dan biaya yang cukup besar. Proses pengadaan tanah mencakup kegiatan proses penyusunan daftar normatif yang termasuk didalamnya inventaris bangunan, tanaman, ukuran tanah, pekerjaan potret udara, proses pembuatan peta rincik, proses rnusyawarah harga serta negosiasi harga dan proses jual beli hingga proses sertifikasi.
Penelitan irni bertujuan untuk menilai pengaruh proses pembebasan tanah terhadap kinerja proyek perumahan. data perihal proses pembebasan tanah diperoleh melalui kuesioner yang disampaikan oleh petugas/pejabat yang bertanggungjawab terhadap proses pembebasan tanah. Dari penyebaran kuesioner sebanyak 35 angket dan kembali sebanyak 28 angket. Hasil seleksi angket kuesioner, didapatkan 26 angket yang dapat digunakan sebagai sampel yang layak untuk dilakukan analisis statistik.
Model regresi berganda linier berhasil menggambarkan hubungan antara variabel terikat, yaitu kinerja biaya pembebasan tanah terhadap 3 (tiga) variabel bebas penentu yang terpengaruh, yaitu : pendataan status kepemilikan tanah, kesepakatan harga ganti kerugian atas tanah, dan musyawarah mufakat untuk menentukan ganti rugi tanah. Selain temuan model, suatu variabel dummy yang mungkin berpengaruh pada kinerja biaya pembebasan tanah diperhatikan dalam penelitian lanjutan, yailu Pemahaman peraturan prosedur pembebasan tanah dan adanya kenaikan harga tanah."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T14701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurkholis
"Rumah merupakan kebutuhan dasar masyarakat dan salah satu tolok ukur kesejahteraan masyarakat. Bank sebagai lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit mempunyai peranan yang besar mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dengan mengetahui ketentuan kredit pemilikan rumah (KPR) maka dapat diketahui sejauh mama perlindungan hukum terhadap konsumen dan bank pemberi kredit. Selain itu Bank Tabungan Negara sebagai bank pemerintah, dimana proses penyelesaian kredit dibedakan dengan bank swasta, sehingga dari penulisan tesis ini dapat diketahui perbedaan tersebut.
Dalam tesis ini yang menjadi pokok permasalahan adalah mengenai kendala yang dihadapi setelah perjanjian kredit dilaksanakan serta upaya yang dilakukan oleh Bank Tabungan Negara cabang Bekasi apabila debitur wanprestasi/cidera janji, selain itu juga perlu diketahui proses eksekusi agunan kredit apabila kredit debitur macet/bermasalah.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode kepustakaan (penelitian hukum normatif), yaitu dengan meneliti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.Sedangkan teknik pengumpulan data yaitu dengan studi kepustakaan dengan metode analisis data melalui pendekatan kualitatif. Di dalam proses kredit pemilikan rumah, permasalahan yang sering muncul adalah tidak dipenuhinya janji pengembaang, seperti kwalitas rumah, sarana sosial yang dijanjikan pengembang, keterlambatan pembuatan FMB dan sertifikat Hak Guna Bangunan pecahan. Hal ini bukan saja merugikan konsumen tetapi juga bank, karena bank tidak bisa secepatnya mengikat rumah dan tanah debitur dengan hak tanggungan. Bank dalam mengurus kredit macet, dengan melakukan penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit. Sebagai bank pemerintah penyelesaian kredit macet ditangani oleh Panitia Urusam Piutang Negara (PUPN), berdasarkan UU No.Prp. 49 Tahun 1960, dengan membuat surat pernyataan bersama dan surat paksa, apabila debitur tetap tidak mau bayar maka selanjutnya PUPN akan melelang harta debitur untuk melunasi hutangnya.Berdasarkan Surat Edaran BUPLN No. 23/PN/2000, eksekusi hak tanggungan dapat dilakukan menurut pasal 6 dan pasal 14 Udang-undang Hak Tanggungan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laniati Prasetya
"Studi ini secara umum ingin mengkaji tingkah laku ketahanan seorang debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di bank ABC,Tbk terhadap risiko kredit macet dengan karakteristik-karakteristik yang menjelaskannya. Secara khusus studi ini mempelajari distribusi survival waktu hingga default dari kontrak-kontrak KPR dan mengkaji karakteristik demografi dan karaktereristik pinjaman debitur yang dapat menjadi penjelas risiko default kontrak-kontrak KPR di bank ABC,Tbk. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh debitur KPR yang fasilitas kreditnya pada saat awal masa studi masih tercatat pada bank ABC, Tbk sedangkan sampel sebanyak 505 debitur, diambil secara acak dari populasi. Debitur yang dijadikan anggota sampel adalah debitur yang fasilitas kredit KPRnya belum mengalami macet (default) tetapi menurut catatan bank ABC, Tbk, sudah diklasifikasikan sebagai pinjaman bermasalah. Dari setiap anggota sampel debitur akan diamati perkembangan status kolektibilitas pinjamannya dari bulan Agustus 2003 sampai dengan bulan Agusius 2005. Skema pengamatan yang dipakai untuk mengamati data usia kontrak saat macet adalah skema penyensoran kanan dan pemancungan kiri.
Hasil penaksiran dengan metode non-parametrik, mengindikasikan bahwa secara umum sebuah kontrak KPR di bank ABC,Tbk akan mengalami macet (default) 8 bulan sampai 52 bulan sejak kredit dikucurkan. Diperkirakan sebanyak 99% dari seluruh pinjaman KPR yang kontraknya masuk dalam bulan yang sama belum mengalami default 8 bulan kedepan sejak awal kontrak. Sedangkan 57% dari seluruh kontrak yang masuk pada bulan yang sama, diduga tidak akan macet 52 bulan atau lebih sejak awal kontrak. Berdasarkan taksiran fungsi hazard kumulatif, diperkirakan 1,24% dari seluruh pinjaman KPR yang belum mengalami default selama waktu tertentu sejak awal masa kontrak, akan mengalami default dalam periode yang singkat dimasa depan.
Hasil penaksiran dengan metode semiparametrik, mengindikasikan bahwa usia debitur, besarnya nominal kredit dan pendidikan terakhir debitur pada saat awal kontrak merupakan faktor-faktor yang menerangkan risiko macet sebuah kontrak KPR. Masing-masing faktor risiko di atas secara cateris paribus signifikan menentukan risiko macet sebuah kotrak KPR dengan derajat relatif yang berbeda-beda. Model proporsional hazard yang melibatkan faktor risiko usia debitur pada saat awal kredit, besarnya nominal kredit dan pendidikan terakhir pada saat awal kredit secara statistik valid untuk kegunaan prediksi meskipun terdapat satu atau dua observasi yang kemungkinan terkategori sebagai pencilan, yang dilibatkan dalam proses penaksiran model.
Beberapa implikasi praktis yang bisa dikemukakan dari studi ini antara lain: pertama; untuk mengurangi risiko macet dari KPR perlu dilakukan segmentasi pasar kredit yang mempertimbangkan potensi risiko dan keuntungan berdasarkan karakteristik demografi dan karakteristik kontrak debitur yang signifikan dalam penelitian ini. Kedua, bank ABC,Tbk diharapkan dapat meninjau kembali penentuan scoring bagi karakteristik demografi dan karakteristik pinjaman debitur.

This research, generally, studies the endurance behavior of a debtor of housing loan (KPR) in ABC bank, ltd. to default risk along with its explanatory characteristics. This research, specifically, studies time survival distribution to default of KPR contracts and studies demographic characteristics and debtor's loan characteristics which can explain default risk of KPR contracts in ABC bank, ltd. The population of this research is all KPR debtors who have loan in the bank in the beginning of this study. Meanwhile, there are 505 samples taken randomly out of the population. The samples are debtors without default housing loan (KPR) but classified into bad debts by ABC bank, ltd. Each sample will be examined the status of its collectivization capability from August 2003 to August 2005. The observation scheme used to learn the data of contract time is right censor and left diverge.
Value gained, using nonparametric method indicates that generally a KPR contract in ABC bank, ltd. will be default for the period of 8 months to 52 months after the KPR contract is approved. It is assumed that 99% of all housing loans (KPR) approved in the same month has not been default for the period of 8 months after the contract is approved. Meanwhile, 57% of all contracts which are approved in the same month is assumed that they will not be default for the period of 52 months after the contract is approved. Based on the estimation of cumulative hazard function, it is assumed that 1,24% of all housing loan contracts (KPR) which have not been default for the certain period after the contract is approved will be default for a short period after the contract is approved.
Value gained, using semi-parametric method indicates that debtor's age, the amount of loan and the highest level of education of debtors at the time the contract is approved are factors that explain the default risk of KPR contract. Each risk factor above, cateris paribus, significantly determines relatively different degree of default risk of KPR contract. Proportional hazard model which includes the age of debtors when the contract is approved, the amount of loan and the highest level of education of debtors when the contract is signed are statistically valid for making prediction although there might be one or two observation categorized as exception, involved in the process of prediction model.
This study reveals some practical results as follows: first, to reduce the default risk of housing loan, ABC bank, ltd. needs to make segmentation in term of credit market by considering possible risk and profit based on demographic characteristics and contract characteristics of the debtors. Second, ABC bank, ltd. is expected to review scoring system for demographic and loan characteristics of the debtors.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18510
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Syafaruddin
"Arah kebijakan negara, baik menurut Pasal 33 ayat (33) UUD 1945 maupun Pasal 2 ayat (1) UUPA 1960 adalah memberikan hak penguasaan kepada negara atas seluruh sumber daya alam Indonesia dan memberikan kewajiban kepada negara untuk menggunakannya bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ketentuan-ketentuan dasar tersebut di atas dijabarkan MPR RI dalam TAP MPR Nomor IVIMPRI1999 Tentang Garis-Garis Besar Haitian Negara Tahun 1999-2004 pada Bab III Visi dan Misi butir (B-9), Bab IV Arah Kebijakan Ekonomi butir (B-6) dan Bab IV Arah Kebijakan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup butir (H-1). Salah satu hal panting yang diamanatkan oleh GBHN Bab IV Arah Kebijakan Ekonomi butir (B-6) secara ringkas adalah mengelola kebijakan makro dan mikro ekonomi secara terkoordinasi dan sinergis dalam menyediakan kebutuhan pokok terutama perumahan dan pangan rakyat.
Salah satu upaya untuk mengantisipasi dan menangani masalah sulitnya pengadaan tanah untuk pembangunan perkotaan adalah melalui konsolidasi tanah seperti telah ditempuh oleh negara-negara lain; suatu metoda pembangunan areal perkotaan di daerah pinggiran kota (urban fringe) untuk mengantisipasi perluasan pembangunan kota yang dikenal dengan Konsolidasi Tanah Perkotaan sebagai suatu bentuk kegiatan penataan kembali tanah di wilayah perkotaan (urban) atau di pinggiran kota (urban fringe) dengan mengandalkan partisipasi masyarakat melalui sumbangan tanah (contribution/land contribution/sharing) yang diberikan peserta KTP. Pendekatan bottom up ini kemudian diwujudkan dalam program Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok.
Terdapat 2 (dua) kegiatan yang dilakukan secara simultan dalam suatu kegiatan KTP yaitu Pertama: Penataan pertanahan yang meliputi penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah; dan Kedua: Pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan sarana dan prasarana lingkungan di lokasi pelaksanaan KTP. Mengingat KTP merupakan model pembangunan partisipatif yang menurut ide dasarnya, pembiayaan KTP diperoleh dari STUP yang diserahkan oleh peserta KTP. Secara asumtif, hukum dapat dijadikan sebagai salah satu sarana untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dalam KTP. Pemikiran aliran hukum sosiologis (sociological jurisprudence) menyatakan bahwa hukum dapat mempengaruhi masyarakat serta hukum dapat sebagai sarana rekayasa social (law as a tool of social engineering). Ketentuan tersebut mengandung 2 (dua) implikasi yuridis yaitu Pertama : Ketentuan itu merupakan pedoman untuk menentukan `kelayakan hukum' suatu lokasi yang direncanakan; dan Kedua : Persetujuan para pemilik tanah itu sekaligus merupakan dasar hukum materil (substantive law) bahwa pelaksanaan KTP secara hukum materil (substantive law) tunduk pada hukum perdata yaitu hukum perikatan yang berasal dari perjanjian. Norma hukum yang mengikat para peserta KTP adalah persetujuan yang ditandatanganinya yang menyatakan kesediaannya sebagai peserta KTP sebagaimana tertera pada Pasal 1338 ayat (1), (20 dan (3) KUH Perdata."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T18949
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library