Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 216 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Subijanto
"1. Pembangunan nasional dan pembangunan politik
Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh 'bangsa Indonesia, pada hakekatnya bertujuan untuk:
"Mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman tentram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, berdaulat, tertib dan damai".
Pembangunan sebagaimana dimaksud meliputi segala aspek kehidupan seluruh rakyat Indonesia, termasuk di dalamnya aspek kehidupan bidang politik. Pembangunan di bidang politik, secara nasional merupakan salah satu tugas Departemen Dalam Negeri, yang dalam hal ini ditangani oleh Direktorat Jenderal Sosial Politik. Ini dapat dilihat dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 tahun 1974 tanggal 26 Maret 1974 tentang tugas pokok Departemen Dalam negeri, yaltu:
"Menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang pemerintahan umum, otonomi daerah, pembangunan masyarakat desa dan agraria"
Sedangkan urusan pemerintahan umum, yang dimaksud adalah:
"Urusan pemerintahan yang meliputi bidang-bidang ketemtraman dan ketertiban, politik, koordinasi, pengawasan dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas sesuatu Instansi dan tidak termasuk rumah tangga Daerah".
Pembangunan politik tersebut di atas adalah dalam rangka tercapainya stabilitas politik dalam negeri, dengan sendirinya juga stabilitas keamanan nasional. Dengan dicapainya stabilitas keamanan nasional tersebut, maka pelaksanaan pembangunan dibidang lainnya diharapkan akan dapat berjalan dengan baik. Atas dasar ini, maka pembinaan politik masyarakat perlu mendapatkan perhatian yang serius supaya pelaksanaan dan perwujudannya dapat terarah sehingga pada gilirannya dapat melahirkan suatu kehidupan masyarakat yang menunjang kesinambungan pembangunan Nasional.
2. Sistem pembinaan politik.
Berdasar pada Keputusan Presiden di atas, maka yang berwenang mengadakan pembinaan politik terhadap masyarakat adalah Menteri Dalam Negeri, yang taktis operasionalnya dilakukan oleh Dirjen Sospol. Mengingat luasnya wilayah negara Indonesia dengan jumlah penduduknya yang cukup banyak?"
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Radiotherapy is one of treatment's modalities for head and neck malignancies. Its successful rate in curing cancer is undeniable. However, the patient will suffer several side effects or oral complications due to the treatment. If this condition is not properly managed, it can lead to the decline of patient's quality of life. There are 4 aspects that can be used as indicators of quality of life for the case of head and neck that must be aware of which are: (1) disturbing pain, (2) problem in chewing and swallowing, (3) problem in oral communication, (4) patient's emotion. In order to maintain patient's quality of life, patients must have the willingness to recover and follow all instructions suggested by the medical staffs in charge and receive full support of the family and health personnel which include oncology radiotherapist, dentists, and all the paramedics involved."
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2003
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alfi Isra
"Latar Belakang: Cedera kepala merupakan penyebab kematian paling sering pada orang dewasa muda, Dari penelitian perkiraan keluaran pasien cedera kepala sudah dapat diprediksi dalam 3 hari perawatan. Klasifikasi diffuse injury berdasarkan tomografi komputer kepala saat pertama kali datang dengan melihat sisterna mesensefalika, derajat midline shift dan ada atau tidak rnassa intrakranial operatif dapat memprediksi kematian pasien cedera kepala. Skala diffuse injury dibagi menjadi 4 subgrup, makin tinggi skala diffuse injury-nya, makin tinggi angka kematiannya.
Tujuan: Menentukan derajat diffuse injury untuk memperkirakan kemungkinan kematian 3 hari pertama pasien dewasa cedera kepala sedang dan berat,
Desain dan Metode: Studi dengan disain nested case control yang bersarang pada penelitian prospektif tanpa pembanding. Pasien dewasa cedera kepala derajat sedang dan berat yang mengalami kematian dini akan dimasukkan sebagai kelompok studi, sedangkan kelompok kontrol akan diambil secara random dari pasien-pasien yang tidak mengalami kematian dini.
Hasil: Dari 103 subyek penelitian didapatkan 24 (23,3%) penderita mengalami CKB dan 79 (76,7%) penderita CKS. Terdapat 23 (22,3 %) penderita yang meninggal daiam 3 hari pertama. Faktor yang berpeng ruh terhadap kematian adalah SKG, diffuse injury, sisterna mesensefalika, mid/Inc shift 5 mm atau lebih, denyut nadi, frekuensi nafas, jumlah leukosit dan tekanan PC02. Hasil analisis muitivariat menunjukkan bahwa faktor resiko independen kematian 3 hari pertama adalah skala diffuse injury (p=0,005), midline shift 5 mm (p=0,000) dan denyut nadi (p=0,016).
Kesimpulan: Skala diffuse injury unfavorable dapat memprediksi kematian dalam 3 hari pertama. Midline shift 5 mm sebagai komponen skala berperan sebagai faktor resiko terjadinya kematian pasien dewasa cedera kepala sedang dan berat.

Background: Head injury is the most frequent cause of mortality in young adult. Previous studies showed that outcome of head injured patient could be predicted in the first 3 days from the on set. Classification of head injury based primarily on information gleaned from the initial computerized tomography (CT) is described. It utilizes the status of the mesencephalic cisterns, the degree ofmidiine shift in millimeters, and the presence of absence of one or more surgical masses could be predict mortality in trauma. The term `diffuse injury' is divided into four subgroups, and the higher mortality had a strong correlation with the higher scale,
Objective: To formulate prediction scale using `diffuse injury' to know the risk of moderate and severe head injury in the first 3 days.
Methods: It was cross sectional study and continued with nested case control without comparison between moderate and severe head injury patient. Patient who was died in the first 3 days were included as study group while control group has been consisted of patient who was not died in the first 3 days and selected randomly.
Result: from 103 subject, there were 24 (23,3%) severe head injury and 79 (76,7%) moderate head injury. There were 23 (22,3%) patients who was died in the first three days. Significant factor that had influence to the mortality were GCS, diffuse injury, mesencephalic cisterns, midline shift 5 mm or more, pulse rate, respiratory rate, leucocytes count and PCO2 . Multivariate analysis showed the independent risk factors to mortality in the first 3 days were diffuse injury (p=0,006), midline shift 5 mm or more (p=0,000) and pulse rate (p=0,016).
Conclusion: Diffuse injury could predict mortality in the first 3 days of head injury patient. Midline shift as one of diffuse injury components is the leading risk factor of mortality in moderate and severe head injury patients in this research.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahma Sari Fatma
"Masalah kemiskinan masih menjadi salah satu masalah utama dalam perekonomian negara-negara di dunia terrnasuk Indonesia. Sejalan dengan berkembangnya pendapat adanya pengaruh variabel makro terhadap kemiskinan, penelitian yang dilakukan melihat bagaimana sifat dan signifikansi dari inflasi dan pengangguran terhaddap tingkat kemiskinan di Indonesia. Selain itu juga akan dilihat adanya pengaruh variabel ekonomi lainnya yaitu pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan variabel demografis yaitu pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia.
Sejumlah penelitian terkait di berbagai negara seperti Cutler&Katz (1991), Powers (1995a), dan Powers (1995b) menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dan positif dari pengangguran dan inflasi terhadap kemiskinan. Pengukuran kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Foster-Greer-Thorbecke (FGT) Poverty Index yang terdiri dari Head Count Index, Poverty Gap Index, dan Distributionally Sensitive Index. Ini merupakan pengukuran kemiskinan yang digunakan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Penelitian dengan model ekonometri dilakukan dengan menggunakan data 23 provinsi pada tahun 2001-2003.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh searah dan signifikan terhadap Head Count Index, Poverty Gap Index, dan Distributionally Sensitive Index. Pengangguran berpengaruh searah terhadap Head Count Index dan Poverty Gap Index, tetapi berpengaruh tidak searah terhadap Distributionally Sensitive Index. Variabel lainnya yaitu pertumbuhan PDRB berpengaruh searah terhadap Head Count Index, tetapi berpengaruh tidak searah terhadap Poverty Gap Index dan Distributionally Sensitive Index. Sementara pendidikan menunjukkan bahwa peningkatan pendidikan dapat mengurangi Head Count Index dan Poverty Gap Index, tetapi tidak cukup berpengaruh terhadap Distributionally Sensitive Index."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fritz Sumantri
"Latar belakang : Proses yang mengikuti setelah terjadinya cedera kranioserebral berat ada 2 , yaitu kerusakan primer dan sekunder . Disfungsi pernafasan adalah salah satu hal yang terjadi pada kerusakan otak sekunder dan dapat kita ketahui dari pemeriksaan analisa gas darah yang kita lakukan . Dari hasil pemeriksaan analisa gas darah tersebut, kita dapati PaO2 dan PaCO2 . Tekanan tekanan oksigen dan karbondioksida tersebut ternyata memiliki pengaruh terhadap perubahan laju aliran darah kcotak . Di mana peningkatan PaCO2 dan penurunan PaO2 akan meningkatkan laju aliran darah ke otak , sehingga dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Sedangkan penurunan PaCO2 dan peningkatan PaO2 dapat menurunkan laju aliran darah ke otak yang akan mengancam terjadinya proses iskemik . Perubahan perubahan tekanan gas diatas disinyalir memiliki hubungan dengan hasil akhir yang didapat pada cedera kranioserebral. Oleh sebab itu kami melakukan penelitian untuk mengeksplorasi hubungan antara tekanan gas gas tersebut terhadap hasil akhir , khususnya PaCO2 yang tinggi (> 45 mmHg) dan PaO2 yang rendah ( < 85 mmHg ) terhadap hasil akhir setelah perawatan selama 3 hari .
Obyektif : mengetahui peranan PaCO2 tinggi dan PaO2 rendah terhadap hasil akhir setelah 3 hari perawatan pada pasien pasien cedera kranioserebral berat .
Metade : cross sectional, dengan membandingkan nilai PaO2 dan PaCO2 pads waktu pasien datang dengan hasil akhir yang terjadi setelah 3 hari perawatan.
Hasil : dari 84 sampel yang terkumpul , dilakukan pemeriksaan analisa gas darah sewaktu pasien datang, kemudian dilihat hasil akhir setelah 3 hari perawatan . Didapatkan suatu hasil bahwa PaO2 yang rendah akan mempunyai kecenderungan resiko kematian dalam 3 hari yang lebih besar, dibanding penderita yang PaO2 nya normal (p
Kesimpulan : PaO2 dan PaCO2 dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam usaha untuk mengetahui basil keluaran pasien pasien cedera kranioserebral berat.

Background: Two processes following a severe craniocerebral injury are primary and secondary damage. Respiratory dysfunction is one of the secondary damage which can be detected by blood gas analysis revealing 02 and CO2 arterial pressure (Pa02 and PaCO2). These arterial PaO2 and PaCO2 influence the blood flow velocity to the brain, whereas elevation of PaCO2 and reduction of PaO2 will increase the blood flow velocity to the brain and thus increase intracranial pressure. On the contrary, reduction of PaCO2 and elevation of PaO2 will decrease the blood flow velocity to the brain and could be a thread for ischemic process. The alteration of blood gas above is suggested to have a correlation with the outcome of craniocerebral injury patients. In this study, we explored the correlation of blood gas pressure especially high PaCO2 (>45 mmHg) and low Pa02 (<85 mmHg) with patient's outcome after 3 days of hospital care.
Objective: To know the correlation of high PaCO2 and low PaO2 with the outcome of severe craniocerebral injury patients after 3 days of hospital care.
Methods: This is a cross-sectional study. Patient's initial arterial PaO2 and PaCO2 was compared with patients arterial Pa02 and PaCO2 after 3 days of hospital care.
Results: Blood gas analysis was done in 84 samples at their initial admission and compared with the blood gas analysis taken after 3 days of hospital case_ It was shown that patients with low PaO2 have a tendency for higher risk of death within 3 days, if compared with patients with normal Pa02 (p<0,05); patients with high PaCO2 have a tendency for higher risk of death within 3 days, if compared with patients with normal PaCO2 (p<0,05); and patients with low PaCO2 have a tendency for higher risk of death within 3 days, if compared with patients with normal PaCO2 (p<0,05).
Conclusion: Arterial PaO2 and PCaO2 can be used as one of the consideration for predicting the outcome of severe craniocerebral injury patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Dewa Putu Gede Putra Yasa
"ABSTRAK
Masalah utama pada stroke iskemik yaitu gangguan aliran darah serebral. Tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan diantaranya pemberian posisi dan aktivitas. Kedua
tindakan tersebut tujuannya adalah untuk memperbaiki hemodinamik serebral yang pada
akhirnya meningkatkan hasil perawatan pasien stroke yang diukur dengan National
Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS). Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi
pengaruh posisi kepala dan PROM terhadap NIHSS pasien stroke iskemik. Penelitian
ini menggunakan metoda Quasi Experimental dengan rancangan the unthreated control
group design with pretest and posttest. Sampel diambil dengan teknik purposive
sampling. Penelitian dilakukan di Ruang Rawat Inap (Ruang Mawar dan Ratna), Rumah
Sakit Sanglah Denpasar, Bali, mulai minggu ketiga bulan Oktober sampai minggu kedua
bulan November 2008 dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang. Perlakuan yang
dilakukan adalah posisi kepala 150 dan latihan PROM yaitu fleksi kedua bahu 1500-1800
dari posisi istirahat sampai lengan dan tangan kembali ke posisi netral yang dibantu oleh
perawat. Gerakan ini dilakukan 10 kali dalam 1 menit selama 2 menit. Dilakukan 3 kali
dalam sehari (pukul 09.00, 11.00 dan 16.00 wita) selama 7 hari. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa rerata penurunan skor NIHSS pada kelompok perlakuan sebesar
4,00 (p = 0,0001) dan kelompok kontrol rerata sebesar 2,60 (p = 0,0001). Beda rerata
penurunan skor NIHSS antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol adalah
1,40 (p = 0,067). Penelitian ini dapat disimpulkan pemberian posisi kepala 150 dan
PROM ekstremitas atas berpengaruh pada perbaikan status neurologis pasien melalui
pengukuran dengan NIHSS tetapi pengaruhnya tidak berbeda bermakna bila
dibandingkan dengan protap pemberian posisi dan PROM di RS Sanglah Denpasar yaitu
300. Perawat dapat memberikan posisi 150 atau 300 dan PROM dapat diberikan kepada
pasien stroke iskemik setelah fase akut untuk meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan dan proses pemulihan jangka pendek.

ABSTRACT
The main problem on stroke ischemic is impaired of cerebral blood flow. Provide head
position dan activity are one of nursing interventions for stroke ischemic patients. The
aim of the both interventions is to improve cerebral haemodinamic and stroke outcome
with National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) measurement. The purpose of
study is to identified the effect of head position 150 and passive range of motion
(PROM) on NIHSS on stroke ischemic patients, with quasi experimental study and the
unthreated control group design with pretest and posttest. Twenty samples was taken
with purposive sampling in Mawar and Ratna ward at Rumah Sakit Sanglah Denpasar,
Bali on third week of October until second week of November 2008. The intervention of
study is head elevated 150 of bed position and PROM of 1500 – 1800 shoulder flexion
from rest position of arm to neutral position, 10 times per minute for two minutes.
Three times a day at 09.00, 11.00 and 16.00 for seven days. The result of study showed
the mean of decrease of NIHSS score on intervention group is 4.00 (p = 0.0001) and
2.60 on control group (p = 0.0001). The different of mean of decrease of NIHSS score
between intervention group and control group is 1.40 (p = 0.067). The concluded for
these study there is significant effect on neurological status stroke ischemic patiens with
NIHSS measurment on provide of 150 of head position and PROM. Althougth, there is
no different significant effect between provide of 150 of head position and PROM and
head position (300) (standard procedures of Rumah Sakit Sanglah Denpasar) and PROM.
Therefore, it is important for the nurses to be able to choice both of head position (150 or
300) and PROM in order to improve the quality of nursing care and shorten the recovery
process of the post acute stroke ischemic patients."
2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Poernomo
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian terhadap BO kasus kekerasan tumpul di kepala dengan hasil - hasil sebagai berikut . 92,5 % kasus merupakan korban kecelakaan lalu lintas dengan benturan paling banyak ditemukan di daerah temporal kanan dan kiri masing - masing frekwensinya 27,5 7. dan 12,5 7.
Daerah basis yang sering mengalami fraktur adalah di daerah fossa media sebanyak 84,50 % dan ditemukan hanya 34 kasus (42,5 %) fraktur basis yang merupakan kelanjutan dari fraktur di daerah atas tengkorak.
Pola garis fraktur yang paling sering ditemukan adalah pola garis fraktur sesisi 58,75 % dan melintang 17,5 7. Benturan pada daerah temporal dan parietal relatif banyak menimbul kan pola fraktur melintang khususnya mengenai kedua os petrosus.
Hanya 26 kasus (49,14 %) fraktur basis yang menunjukkan adanya tanda rhinorhea, otorrhea atau hematom kaca mata.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Incidences of pancreatic cancer worldwide have been known to be increased. It is the fifth leading cause of death in United State of America.Seventy percent accourts in the head of the pancreas...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Kaspar
"Banyak industri komponen otomotif yang menggunakan paduan AC4B dalam proses pengecoran cylinder head karena kelebihannya di antara paduan aluminium lainnya. Kelebihan paduan AC4B antara lain ringan, kuat, tahan korosi dan mampu dilakukan proses perlakuan panas. Cylinder head memiliki dimensi yang cukup rumit sehingga adanya perbedaan kecepatan pembekuan antara bagian tebal dan tipis menyebabkan terjadinya penyusutan dan kebocoran pada cylinder head. Dengan penambahan grain refiner (Ti) diharapkan terciptanya nukleat (partikel AlTi3) secara merata pada bagian tebal dan tipis sehingga menghasilkan pembekuan yang seragam (mengurangi terjadinya penyusutan dan bocor) serta menghasilkan ukuran butir yang lebih kecil. Masalah lain yang sering muncul adalah efek fading karena durasi LPDC yang cukup lama.
Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh penambahan grain refiner 0,05 wt.% Ti dalam bentuk serbuk (fluks) terhadap karakteristik paduan AC4B serta mempelajari waktu fading selama 1 sampai 4 jam dengan metode pengecoran LPDC. Sampel pengujian dibedakan menjadi sampel bagian tipis (stud bolt) dan bagian tebal (daging). Hal ini untuk mengetahui pengaruh penambahan titanium terhadap laju pembekuan cepat dan lambat. Kedua sampel tersebut dietsa untuk menghitung jarak DASnya dan dilakukan pengamatan mikrosruktur setelah itu menguji kekerasan. Sampel uji tarik dan uji komposisi diambil pada awal dan akhir pengecoran. Sampel pengamatan SEM dan EDS diambil pada bagian tebal dan dilakukan untuk mengetahui fasa intermetaliknya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan 0,05 wt.% Ti menghasilkan kekerasan yang melebihi standar JIS untuk paduan AC4B (80 BHN) yaitu berkisar antara 87,2 sampai 92,9 BHN. Efek fading tidak terjadi baik pada bagian tebal maupun pada bagian tipis. Hal ini terlihat pada perubahan kekerasan yang terjadi selama 4 jam tidak terlalu signifikan. Adanya sedikit pengadukan pada mesin LPDC dicurigai yang menyebabkan tidak terlihatnya efek fading.
Hasil uji tarik mengalami penurunan dari 165,8 MPa menjadi 162,9 MPa serta hasil perpatahanya getas. Fasa yang terbentuk adalah fasa intermetalik Al2Cu yang berwarna putih, fasa intermetalik β-Al15(Fe,Mn)3Si2 yang berwarna abu abu, fasa AlSi yang berwarna gelap dan matriks aluminium. Tingkat kegagalan cylinder head cukup tinggi yaitu 8,3 %. Hal ini diperkirakan karena kurang banyaknya jumlah grain refiner (Ti) yang digunakan pada proses pengecoran cylinder head dalam menanggulangi cacat bocor.

Many of automotive manufacturing used AC4B alloy for producing cylinder head because their benefical characteristics such as light, strong, good corrosion resistance and heat treateable. Cylinder head has complex dimension enough therefore the difference of cooling rate may lead to shrinkage and leakage of cylinder head. By adding grain refiner (Ti), nucleat AlTi3 are expected to uniformly distribute to thin and thick parts of cylinder head. The uniform cooling can reduce shrinkage, leakage and grain size.
This research aims for studying the addition of grain refiner 0.05 wt.% Ti (flux) of AC4B characteristics and studying fading efect in 1 to 4 h with Low Pressure Die Casting method. Testing sample is taken from thin (stud bolt) and thick parts to study effect of titanium on solidification rate on each part. Both of samples were etching for calculating the DAS and microstructure examination then evaluate hardness testing. Tensile and compotition samples were taken at start and ending of casting process. SEM and EDS samples were used to examine the intermetallic phases.
The research show that addition of grain refiner with 0.05 wt.% Ti was increasing hardness number about 87.2 to 92.9 BHN beyond JIS standard of AC4B (80 BHN). Fading efect did not occur at thick and thin sample. This is confirmed by the hardness?s changing in four hours was not significant. Agitation of LPDC mechine suspected the hardness of thick and thin sample were not significant.
Tensile test was decreasing from 165.8 MPa to 162.9 MPa and has a brittle fracture. Phases that occurred are white Al2Cu, grey β-Al15(Fe,Mn)3Si2, dark AlSi, and aluminium matrix. Reject level of cylinder head is 8.3 %. This predicted cause by insufficient of using grain refiner (Ti) for producing cylinder head to overcome leakage reject level.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41636
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kustenti Prima
"ABSTRAK
Intubasi endotrakeal merupakan upaya menjaga jalan nafas dan memberikan ventilasi. Intubasi endotrakeal menggunakan pipa endotrakeal yang memiliki balon dan dapat dikembangkan dengan tekanan yang direkomendasikan adalah 20-30 cmH2O. Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi tekanan balon pipa endotrakeal, salah satunya rotasi kepala dan perubahan posisi tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tekanan balon pipa endotrakeal terhadap perubahan posisi rotasi kepala 15o, 45o, 60o, serta perubahan posisi lateral dekubitus. Penelitian dilakukan pada pasien yang menjalani anestesia umum dan terintubasi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Tekanan awal balon ditetapkan sebesar 25 cmH2O lalu dilakukan perubahan posisi dari supinasi ke lateral dekubitus, rotasi kepala 15°, 45°, dan 60° lalu dilakukan penilaian oleh penilai yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara tekanan balon pipa endotrakeal pada posisi supinasi dengan posisi rotasi kepala 15o, 45o, 60odan lateral dekubitusdengan nilai uji Friedman p<0,001 serta uji post-hocdengan nilai uji Wilcoxon masing-masing p<0,001. Walaupun terdapat perbedaan bermakna secara statistik, namun hanya posisi lateral dekubitus yang memiliki perbedaan bermakna secara klinis. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada perubahan posisi rotasi kepala 15o, 45o, 60odan lateral dekubitusdan hanya posisi lateral dekubitus yang memiliki perbedaan tekanan bermakna secara klinis.

ABSTRACT
Endotracheal intubation is an effort to maintain airway and deliver ventilation. It uses endotracheal tube which has inflatable cuff with recommended pressure of 20-30 cmH2O. There are various factors affecting the endotracheal tube cuff pressure, including head rotation and change of body position. This study aims to investigate the effect of 15o, 45o, 60ohead rotation and lateral decubitus body position to endotracheal tube cuff pressure. This study was conducted to intubated patients undergoing general anesthesia in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Initial cuff pressure was set to 25 cmH2O; then body position was altered from supine to lateral decubitus; head rotated to 15°, 45°, 60°. Cuff pressure was measured by different observers. Results show significant difference in endotracheal tube cuff pressure between supine, head rotations, and lateral decubitus positions, with p<0,001 and subsequent post-hoc analysis yielding to p<0,001. Even though statistically significant, only lateral decubitus position yields to clinically significant pressure difference.
"
2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8 9 10 11   >>