Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Iswantoro
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan karena masih tingginya angka KKP di Nusa Tenggara Barat dan tingkat kesehatan yang masih rendah.
Secara umum penelitian bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat konsumsi makanan anak balita pada keluarga nelayan dan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Tingkat konsumsi makanan diperoleh dengan mentransfer makanan yang dimakan dalam bentuk kalori dan protein.
Lebih rinci lagi penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pengaruh pendapatan keluarga nelayan terhadap tingkat konsumsi makanan anak balitanya. Juga faktor lain yang terkandung dalam diri Anak seperti umur dan jenis kelamin,dan yang terkandung dalam diri orang tua terutama ibu adalah tingkat pendidikan, pengetahuan tentang makanan yang baik.
Penelitian ini dilakukan di kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur Nusa tenggara Barat
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendapatan cross sectional dengan tehnik analisis kuantitatif dan kualitatif. Pengambilan data kuantitatif dilakukan dengan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner dan pengukuran pada tehnik recall 24 jam makan. Data kualitatif dilakukan dengan tehnik wawancara mendalam dan observasi lapangan.
Data yang diperoleh diolah secara statistik dengan tehnik analisis distribusi frekwensi, uji Chi Square , Analisis varians satu faktor (ONEWAY), korelasi Pearson's, regresi sederhana dalam bentuk logaritma dan regresi logistik. Pada data kualitatif diperoleh dengan cara indepth interview, observasi. Data kualitatif dipakai sebagai pendukung data kuantitatif, untuk mempertajam analisis mengenai kondisi sosial masyarakat.
Penelitian ini dilakukan terhadap keluarga nelayan yang mempunyai anak balita dengan jumlah sampel 250. Akan tetapi karena banyak terjadi drop out maka jumlah sampel berkurang menjadi 299 responden. Penelitian dilakukan pada lima desa kawasan pantai yaitu Tanjung Luar, Pijot, Jerowaru, Pemongkong dan Batunampar.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa kondisi masyarakat keluarga nelayan di kecamatan keruak masih sangat memprihatinkan. Tingkat Konsumsi Makanan masih rendah untuk mencapai jumlah kalori dan protein yang dianjurkan. Tingkat pendapatan tidak merata, kebanyakan masih berada pada tingkat kemiskinan. Pendidikan yang diperoleh juga masih rendah dan masih banyak responden yang tidak pernah sekolah. Kemampuan membaca juga masih rendah, begitu juga kemampuan berkomunikasi juga masih belum baik.
Hasil analisis hubungan antar variabel dengan tehnik multivariate logistic regression didapatkan bahwa umur batita, kemampuan berbahasa ibu dan kemampuan membaca KK dengan konsumsi makanan bermakna. Sedangkan untuk penegetahuan tentang makanan yang baik tidak menunjukkan hubungan yang bermakana dengan konsumsi makanan. Pada varaibel pendapatan diperoleh hubungan yang berfluktuasi yaitu ketika berhubungan dengan konsumsi kalori bermakna tapi pada protein tidak bermakna dan untuk kedua-duanya bermakna.
Hasil analisis tersebut membuktikan bahwa faktor anak sangat penting dimana pada umur tersebut anak membutuhkan makan yang cukup untuk perkembangan fisik dan mentalnya. Faktor ibu di pedesaan perlu dilihat yaitu ketika tingkat pendidikan tidak bisa memberi indikasi yang baik maka kemampuan berbahsa Indonesia dijadikan sebagai indikator pada ibu di pedesaan. Pada Ayah (KK) diturunkan pada indikator kemampuan membaca. Pengetahuan ibu tentang makanan yang baik tidak selalu menjamin akan terjadinya tingkat konsumsi yang baik pula akan tetapi pengetahuan lebih terkekang adanya dominasi ketidak berdayaan dan kebiasaan makan. Tingkat pendapatan memang sebagai variabel utama dalam menentukan jumlah konsumsi dimana terjadi hubungan positif, akan tetapi dari hasil analisis demand melalui koefisien elastisitas menunjukkan perubahan kenaikan tingkat konsumsi sangat lamban.
Untuk itu perlu dipikirkan bagaimana dalam penanganan masalah kekurangan konsumsi makanan pada anak balita di keluarga nelayan kecamatan Keruak. Beberapa saran yang dapat kami ajukan adalah pertama kali ciptakan rasa aman pada masyrakat. Diberikan alternatif pekerjaan pada saat musim paceklik atau budidaya kawasan pantai. Memberi bantuan tehnologi madya pada nelayan. Penyuluhan tentang pentingnya makanan terutama sumber laut yang optimal, penyuluhan hendaknya disampaikan dengan bahasa yang mereka mengerti. Kembangkan lagi pendidikan non-formal untuk pemberantasan buta aksara, buta bahasa dan buta angka. Mengoptimalkan lembaga-lembaga kesehatan yang sudah ada dengan membentuk jaringan-jaringan dari tingkat dinas Kabupaten sampai kepada tingkat Kader Posyandu. Libatkan tokoh agama untuk menyampaikan informasi masalah kesehatan dan gizi.
Penelitian ini juga menyarankan adanya monitoring tentang kebiasaan makan, diharapkan melalui-beberapa penyuluhan tentang kesehatan dan gizi, masyarakat bisa memanfaatkan sumber makanan yang optimal.
Daftar Bacaan : 65 (1973 - 1992)
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Anjari
"Jutaan manusia di seluruh dunia menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan sebagai penyedia sumber makanan yang penting, lapangan kerja, sumber pendapatan dan rekreasi. Bagi Indonesia yang merupakan negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah laut sebesar 5,8 juta km2, perikanan memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Sayangnya, pendayagunaan sektor perikanan terhambat oleh maraknya tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi, akibatnya Indonesia mengalami kerugian yang sangat besar. Tindak pidana di bidang perikanan sebenarnya telah menjadi isu yang sangat penting dalam manajemen perikanan dunia, oleh karena itu Food and Agriculture Organization (FAO) mengeluarkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) dengan mandat utama dalam hal penyediaan kerangka pengelolaan bagi pemanfatan sumber daya perikanan yang berkelanjutan baik dalam tatanan global, regional maupun nasional.
Sebagai pelaksanaan dari CCRF, FAO mengeluarkan panduan yang dinamakan International Plan of Action (IPOA). Sejalan dengan tuntutan dunia internasional dan kebijakan FAO tersebut, Pemerintah Indonesia berusaha untuk memperbaiki pengelolaan perikanan nasional, termasuk dalam hal penegakan hukum yang selama ini dirasa lemah. Salah satu usaha peningkatan penegakan hukum adalah dengan mengeluarkan Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam penegakan hukum melalui sarana penal, penyidik merupakan instansi penegak hukum yang memegang peranan penting untuk menciptakan suatu sistem peradilan pidana terpadu. Dalam pembahasan Rancangan Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan muncul ide untuk memberikan kewenangan penyidikan kepada satu instansi penyidik (penyidik tunggal) yaitu PPNS Perikanan, namun ide tersebut ditolak oleh Perwira TNI AL dan penyidik POLRI.
Pada akhir pembahasan, disepakati suatu kompromi politis untuk memberikan kewenangan penyidikan tindak pidana di bidang perikanan kepada tiga instansi penyidik, yaitu perwira TNI AL, PPNS Perikanan dan penyidik POLRI, kesepakatan tersebut dituangkan dalam Pasal 73 Undang - Undang Nomor 31Tahun 2004. Keberadaan tiga instansi penyidik dengan posisi sejajar dan kewenangan yang sama dalam penyidikan tindak pidana di bidang perikanan memungkinkan terjadinya tumpang tindih penyidikan. Oleh karena itu diperlukan suatu mekanisme koordinasi dalam menjalankan tugas dan wewenang masing - masing penyidik sehingga tercipta suatu mekanisme penyidikan yang akuntabel. Dengan mekanisme koordinasi maka tugas dan wewenang ketiga instansi penyidik tidak tumpang tindih dan justru akan mendorong peningkatan kinerja para penyidik secara umum, dengan demikian tujuan dari Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 untuk menimalisir tindak pidana di bidang perikanan dapat tercapai."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16453
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Josephine Vivian
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisa mengenai proses investigasi Amerika Serikat (AS) atas
kasus Frozen Warmwater Shrimp Subsidies yang menyangkut Indonesia yang
dinilai telah melakukan subsidi dan merugikan industri domestik AS. Konsistensi
antara proses tindakan anti-subsidi (CVD) yang dilakukan otoritas investigasi AS
dan ketentuan WTO khususnya Agreement on Subsidies and Countervailing
Measures (ASCM) akan dilihat dalam tesis ini. Penulisan tesis ini menggunakan
metode penelitian hukum normatif dengan hasil preskriptif. Hasil penelitian
menyarankan agar memastikan proses penyelidikan yang dilakukan AS terhadap
Indonesia dan tindakan pemerintah Indonesia dalam membuktikan dirinya tidak
bersalah sesuai dengan hukum WTO, sehingga penyimpangan terhadap
pemakaian tindakan anti-subsidi dapat dihindari demi kepentingan perdagangan
internasional bagi seluruh anggota WTO. Selain itu, WTO perlu memberikan
perhatian lebih terhadap isu dominansi negara-negara maju dalam menerapkan
tindakan anti-subsidi terhadap negara-negara berkembang yang dapat dijadikan
alasan untuk sikap proteksi atas industri domestik negara-negara maju tersebut
atau kepentingan-kepentingan lainnya.

ABSTRACT
This thesis analyzes the process of investigation of the United States (US) on
Frozen Warmwater Shrimp Subsidies case against Indonesia who had committed
subsidies and cause injury to the US domestic industry. The consistency between
process of anti-subsidy measures (CVD) who conducted by US investigation
authorities and the provisions of WTO especially the Agreement on Subsidies and
Countervailing Measures (ASCM) will be viewed in this thesis. This thesis uses
the method of normative legal research as to result in a prescriptive advice. The
results of the study suggest that ensures the investigation process conducted by
AS against Indonesia and the Indonesian Government measures to prove his
innocence in accordance with the WTO law, so that deviations from the use of
anti-subsidy measures can be avoided in the interest of international trade for all
WTO members. Moreover, the WTO needs to pay more attention to the issue of
dominance of developed countries in implementing anti-subsidy measures against
developing countries that can be used as an excuse for protectionism on the
domestic industry of the developed countries or other interests."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43361
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hedia Susiani
"Pengelolaan perikanan tangkap rajungan seharusnya mempertimbangkan kondisi aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Namun tren hasil tangkapan per satuan upaya di Teluk Banten mengalami penurunan pada tahun 2007-2012. Tujuan riset ini adalah 1 menganalisis kondisi pengelolaan perikanan tangkap rajungan pada aspek lingkungan domain sumber daya dan domain habitat dan ekosistem , aspek sosial domain sosial dan domain kelembagaan, aspek ekonomi domain ekonomi dan domain teknik penangkapan 2 menyusun strategi pengelolaan perikanan rajungan berkelanjutan dengan pendekatan ekosistem EAFM di Teluk Banten. Riset ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode kuantitatif dan kualitatif, melalui observasi, wawancara, kuesioner. Kondisi pengelolaan dengan status buruk ada pada domain ekonomi 6,81 , domain sosial 15,14 , domain sumber daya rajungan 16,23 , serta domain habitat dan ekosistem 17,10 . Status pengelolaan dengan status kurang pengelolaan ada pada domain teknik penangkapan 36,96 dan status pengelolaan dengan status sedang ada pada domain kelembagaan 43,26 . Nilai agregat seluruh domain adalah 22,58 yang berarti kondisi pengelolaan perikanan tangkap di Teluk Banten kurang pengelolaan. Prioritas langkah perbaikan dilakukan pada domain ekonomi dengan nilai indeks komposit ekonomi terendah dalam jangka waktu 5 tahun pertama sebagai strategi langkah perbaikan.

Fishery Management of Blue Swimming Crab BSC has to include environment, social and economy aspect into consideration. However, tren CPUE of BSC in Banten Bay are tending to decline year 2007 2012. The objectives of this research are 1 analysis the status of BSC fishery management with environment aspect BSC resources domain and habitat and ecosystem domain , social aspect social domain and institution domain , economic aspect economy domain and fishing technology domain 2 develop improvement strategy of fishery management in Banten Bay. This research employed quantitative approach with quantitative and qualitative methods, through observation, interviews, and questionnaires. Poor management conditions exist in economic domains 6.81 , social domains 15.14 , domain crab resources 16.23 , as well as habitat and ecosystem domains 17.10 . Management status with less management status exists in the capture technique domain 36.96 and management status with moderate management status exist in the institutional domain 43,26 . The aggregate value of the entire domain is 22.58, which means that the condition of capture fishery for BSC in Banten Bay is poor of management. Priority improvement steps is recommended to be performed on the economic domain with the lowest composite index value within the first 5 years as a corrective action strategy."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedek Muhammad
"Globalisasi perdagangan makanan dan perkembangan teknologi dalam produksi perikanan, penanganan, pengolahan dan distribusi serta peningkatan kepedulian dan permintaan konsumen untuk keamanan dan mutu makanan yang tinggi menjadikan keamanan pangan dan jaminan kualitas yang tinggi dalam kepedulian publik dan perioritas bagi banyak pemerintah. Dalam hal pengelolaan perikanan, tahapan kegiatan pasca produksi menjadi hal yang penting dan perlu untuk diperhatikan dalam mengusahakan peningkatan nilai komoditas perikanan tangkap karena berkaitan erat dengan pengupayaan keamanan pangan dan jaminan kualitas ikan yang diharapkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai peranan hukum dan kebijakan-kebijakan pemerintah terkait kegiatan pasca produksi dalam pengelolaan perikanan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan melihat pengaturan yang telah ada terkait dengan kegiatan pasca produksi dari tataran legislasi hingga petunjuk teknis. Ketentuan hukum mengenai kegiatan pasca produksi perikanan belum sepenuhnya diatur secara eksplisit untuk meningkatkan komoditas perikanan Indonesia di pasar lokal ataupun global.

The globalization of food trade and technological developments in fisheries production, handling, processing and distribution as well as the increased consumer concern and demand for high food safety and quality make food safety and high quality assurance became public awareness and priority for many governments. In terms of fisheries management, post production activities stages are important and need to be taken into account in trying to increase the value of Indonesia rsquo s capture fishery commodities as they are closely linked to food security and quality assurance of expected fish. This study was conducted to find out more about the role of law and government policies related to post production activities in capture fisheries management in Indonesia. This study was conducted by looking at existing arrangements related to post production activities from the level of legislation to technical guidance. Legal provisions concerning post fishery production activities have not been fully explicitly regulated to increase Indonesian fishery commodities in local or global markets."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cinthia
"Kabupaten Pacitan terdiri dari Teluk Pacitan dan perairan Samudera Hindia yang dimanfaatkan nelayan untuk mencari ikan. Sebagian besar cara yang digunakan adalah dengan menggunakan rumpon. Penempatan rumpon didaerah yang sesuai dengan kondisi oseanografi dapat lebih meningkatkan hasil produksinya dibanding yang tidak menggunakan rumpon. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui wilayah kesesuaian rumpon dan produksi perikanan pada wilayah kesesuaian rumpon, yang terletak pada wilayah dengan kondisi oseanogafi. Baik nelayan yang tanpa menggunakan rumpon dan yang memanfaatkan rumpon. Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan Citra Landsat 8, dengan parameter yang digunakan pada penelitian ini diantaranya suhu, kecepatan arus, kekeruhan, salinitas, kedalaman dan kelimpahan klorofil-a. Metode analisis spasial yang digunakan yaitu analisis overlay dengan teknik SIG. Adapun untuk memperoleh data produksi pada wilayah kesesuaian rumpon dilakukan wawacara dengan nelayan. Hasil penelitian  menunjukkan pada wilayah kesesuaian rumpon, pada region 1 terdapat wilayah yang terkategori sesuai dengan sedikitnya terdapat wilayah yang sesuai. Pada region 2 tergolong wilayah yang sesuai dengan 5 % wilayah yang kurang sesuai. Pada region 3 tergolong sesuai. Produksi ikan dari nelayan yang menggunakan rumpon memiliki produksi 5 kali lipat atau lebih tinggi dibanding yang tidak menggunakan rumpon. Wilayah yang secara kualitas air sangat sesuai untuk penempatan rumpon, menghasilkan ikan dengan kualitas lebih baik, yakni 75 % hasil produksinya merupakan ikan pelagis besar.

The main fishing ground of Pacitan Regency are Pacitan Bay and Indian Ocean. In addition to traditional methods, Pacitan fishermen also use Fish Aggregating Devices(FADs) to catch fish. The use of FADs in areas that have suitable water quality can further improve their production. The purpose of this study was to determine effective fish production at FADs locations, which are located in areas with appropriate oceanic conditions. This applies for both fishermen who use fishing rods and those who use FADs. The data collection method in this study used Landsat 8 Imagery, with parameters used in this study including temperature, current velocity, turbidity, salinity, depth and abundance of chlorophyll-a. The method used in this research was Spatial with GIS technique. As for obtaining production data, an interview was conducted with fishermen. The results of the study show that the FAD conformity area, in region 1, is categorized according to at least the corresponding area. In region 2 it is classified as an area that corresponds to 5% of the regions that are not suitable. In region 3 it is considered appropriate. Whereas in quite suitable areas are in the waters south of Pacitan with very deep water conditions. Fish production from fishermen using FADs has 5 times higher production than those who do not use FADs. Areas that are highly suitable for the placement of FADs, produce better quality fish, which is 75% of its production is large pelagic fish.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Etty R. Agoes
"Masa sebelum maupun pasca keputusan Mahkamah Internasional terhadap kasus kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan, reaksi publik di Indonesia sungguh sangat menggembirakan. Pertama, untuk pertama kalinya masalah kepemilikan pulau telah menyedot perhatian publik sedemikian rupa sehingga hampir setiap hari kita dapat membaca berita tentang hal ini. Dimulai dengan sosialisasi yang dilakukan oleh Departemen Luar Negeri tentang proses yang telah ditempuh oleh Indonesia dalam perkara ini, disertai dengan penekanan bahwa apapun hasil dari keputuasan Mahkamah Internasional nanti sudah disepakati sebagai final and binding, artinya merupakan keputusan akhir dan mengikat dan oleh karenanya harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang bersengketa."
2003
HUPE-XXXIII-1-Mar2003-51
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Y. Waluyo Susanto
"Selat Bali merupakan seuatu perairan laut yang subur, sehingga banyak ikan berkumpul di perairan tersebut terutama ikan lemuru. Ikan tersebut memegang peranan penting dalam pembangunan kelautan dan perikanan di Jembrana. Sebelum tahun 1972 ikan lemuru ditangkap dengan alat tangkap sederhana seperti payang oras, payang besar, jala tebar, jala eder dan bagan. Sejak diperkenalkan alat tangkap purse seine pada tahun 1972 usaha penangkapan dengan alat tangkap tersebut mendominasi hasil tangkapan ikan lemuru.
Kenaikan upaya penangkapan yang dilakukan ternyata memberikan hasil yang lebih rendah. Demikian pula dengan terjadinya pengurangan upaya penangkapan, belum mengembalikan pada keadaan hasil tangkap yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan salah satu gejala tangkap lebih.
Salah satu instrumen untuk mencegah proses penurunan sumber daya adalah dengan membebankan biaya-biaya kerusakan lingkungan dan kerusakan sumber daya tersebut kepada pengusaha. Salah satu bentuk biaya tersebut adalah pajak sumber daya. Dalam pengertian ini yang disebut pajak adalah penarikan jumlah tertentu biaya sebagai kompensasi atas pemanfaatan sumber daya tersebut.
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk (i) mengetahui pemanfaatan yang optimal dan berkelanjutan sumber daya ikan lemuru, (ii) menghitung besarnya "resource rent" ikan lemuru, dan (iii) mengkaji besarnya "user fee" atau pungutan perikanan. Penelitian dilakukan menggunakan kesioner dan data sekunder.
Dari data yang terkumpul dan dianalisa dengan OLS untuk Y=a+bX antara "Catch per Unit Effort" (Y) dan "Effort" (X) diperoleh parameter a=6,5999 dan b=-0,5898. Dari parameter tersebut menggunakan Algoritma Fox diperoleh parameter daya tangkap q=0,0000467; daya dukung lingkungan K 1,41369,3; dan laju pertumbuhan populasi R=0,00052241. Sedangkan dari analisa usaha penangkapan purse seine diperoleh biaya per trip c=Rp I.149.710,00 dan harga lemuru per ton Rp400.200,00. Dari parameter-parameter tersebut di atas diperoleh dugaan hasil tangkap optimal (ff*) sebesar 14.965 ton, jumlah "rent" sebesar Rp2.356.380,00. Stok sumber daya lestari/maximum sustainable yield (x*)=I01.452,62 ton dan upaya tangkap optimum (E*) = 3 hari.
Dari hasil perhitungan tersebut telah terjadi upaya tangkap yang telah jauh melebihi upaya tangkap yang optimum atau melebihi tingkat Maximum Economic Yield (MEY). Kondisi ini di satu pihak akan merugikan nelayan karena dengan semakin tinggi upaya tangkap, biaya operasional meningkat pula, sedangkan produksi semakin kecil sehingga keuntungannya menurun dan pendapatan nelayan juga menurun. Di lain pihak tekanan terhadap sumber daya ikan semakin besar.
Dalam rangka pengendalian usaha penangkapan, pemerintah telah menerbitkan peraturan-peraturan antara lain yang mengatur ukuran kapal, dimensi ukuran purse seine, ukuran mats faring, serta jumlah kapal purse seine yang beroperasi. Selain itu telah terbentuk Badan Pengelola Perikanan. Lemuru yang beranggotakan pemerintah dan swasta yang berkepentingan dengan pemanfaatan ikan lemuru yang berasal dari Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali.
Berkaitan dengan kondisi perikanan lemuru tersebut perlu dilakukan (i) penurunan biaya operasional penangkapan, (ii) penegakan peraturan yang telah ditetapkan (iii) melakukan pendugaan stok secara berkala, (iv) melakukan kebijakan penutupan area saat musim pemijahan, (v) meningkatkan legalitas dan memberikan kewenangan yang lebih luas kepada BPP Lemuru, (vi) mengalokasikan anggaran untuk operasional pengendalian, (vii) melakukan koordinasi dengan Departemen Industri dan Perdagangan, (viii) memungut retribusi atas sumber daya lemuru, dan (ix) pengembangan fasilitas PPI Pengambengan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T8602
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Handayani
"ABSTRAK
Pengolahan tepung ikan dari limbah hasil perikanan sebagai bahan baku pupuk
organik telah mulai berkembang di Indonesia. Pemanfaatan ini memberikan nilai
ekonomis bagi limbah hasil perikanan dan devisa negara serta berdampak positif
bagi lingkungan. Di sisi lain, ekspor tepung ikan untuk pupuk dengan pasar
tunggal Jepang mengalami penolakan karena sering terkontaminasi hewan selain
ikan, seperti material sapi dan material ayam yang dikhawatirkan akan menjadi
media pembawa penyakit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kontaminasi material hewan selain
ikan pada tepung limbah ikan untuk pupuk dengan menggunakan metode
polymerase chain reaction (PCR), mengetahui pada tahapan proses mana
terjadinya kontaminasi material hewan selain ikan, serta pengembangan sistem
pengolahan tepung limbah ikan untuk pupuk dengan mengadopsi sistem Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP), yang dilakukan di suplier atau
pengumpul di Muara Angke - Jakarta serta unit pengolah tepung ikan di Sidoarjo
dan Banyuwangi - Jawa Timur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahap suplier dan unit pengolahan
tepung limbah ikan, kontaminasi material ayam dan material sapi positif terdeteksi
melalui identifikasi DNA dengan metode pengujian PCR, yaitu 133 bp untuk ayam
dan 271 bp untuk sapi. Perlakuan penambahan bulu ayam pada tepung ikan
sebesar 5%, 10%, 15% dan 20 % memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap
peningkatan protein non nitrogen tepung ikan, sehingga penambahan material
ayam diduga sengaja ditambahkan untuk mengelabui (economic fraud)
peningkatan protein tepung ikan.
Penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) secara
kosisten dapat meningkatkan jaminan mutu tepung limbah ikan. Peran pemerintah
dalam sistem sertifikasi, yaitu sertifikat HACCP untuk proses pengolahan tepung
ikan dan sertifikat kesehatan (Health Certificate) untuk produk akan mampu
menyelesaikan kasus penolakan tepung limbah ikan di negara importir khususnya
Jepang.
Direkomendasikan bahwa pengolahan tepung ikan untuk pupuk perlu menerapkan
sistem pengendalian mutu berdasarkan konsepsi HACCP.

ABSTRACT
Processing of fish meal from fishery waste as raw material for organic fertilizer
has been processed in Indonesia. The utilization of fishery waste generate
economic value and foreign exchange as well as posotive impact to the
enviroment. On the other hand, export of this product to Japan, considered as a
single market destination, have been rejected quite often due to its contaminated by
other animal material such as bovine and chicken which could be used as media of
diseases.
The objection of this study are to identify animal material contamination other than
fish in fish meal product using polymerase chain reaction (PCR) methode and
processing step contaminated, as well as development of product processing
system by adopting HACCP in supplier and processing unit in Muara Angke –
Jakarta, Sidoarjo – East Java and Banyuwangi - East Java.
The result shows that in the supplier and processing unit, contaminants of bovine
and chicken material have been detected using DNA identification by polymerase
chain reaction (PCR), which are 133 bp for chicken and 271 bp for bovine
material. Treatments carried out by addition of chicken feather of 5%, 10%, 15%
and 20% to the product, show significantly different increasing of protein content
detected, of which this economic fraud have always done by supplier and
processor. Consistent implementation of HACCP system will increasing the
quality assurance of product. Government roles in HACCP certification system for
product processing ang Health Certificate to the product will give solution to
eliminate rejection in country destination, especially Japan.
It is highly recommended that application of the haccp system in processing of
fish meal shall be implemented."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T38684
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   3 4 5 6 7 8 >>