Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 303 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Danang Setyo Nugroho
"Latar belakang. Dispepsia fungsional merupakan masalah yang sering pada anak dan dapat mengganggu kualitas hidup anak. Belum ada penelitian yang mengevaluasi faktor risiko yang berhubungan dengan dispepsia fungsional di Indonesia menggunakan kritereia Rome IV. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi prevalens, kualitas hidup, dan faktor risiko dispepsia fungsional pada anak sekolah menengah atas (SMA). Metode. Penelitian potong lintang ini melibatkan anak/sederajat SMA di Jakarta Pusat yang dipilih menggunakan metode cluster random sampling. Penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari pertanyaan tentang sosiodemografi dan faktor risiko, kuesioner Rome IV yang sudah dilakukan adaptasi budaya, serta Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQL) 4.0 Generic Core Scale Laporan Remaja. Hasil. Terdapat 875 subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini. Prevalens dispepsia fungsional pada anak SMA/sederajat di Jakarta Pusat sebesar 3,1% (27 dari 875 subjek). Anak dengan dispepsia fungsional memiliki kualitas hidup yang secara signifikan lebih rendah (p < 0,001). Faktor risiko yang memengaruhi dispepsia fungsional anak adalah keluarga dekat memiliki sakit berat (p 0,034, adjusted OR 2,46, IK95% 1,072 – 5,625). Kesimpulan. Dispepsia fungsional secara signifikan menurunkan kualitas hidup anak. Keluarga dekat memiliki sakit berat merupakan faktor yang memengaruhi dispepsia fungsional anak.

Background. Functional dyspepsia is commonly found in children and affects quality of life. There is no study assessing the risk factors associated with functional dyspepsia in Indonesia based on the Rome IV criteria. Objectives. This study describes the prevalence, quality of life, and risk factors of functional dyspepsia in high school students. Method. This cross-sectional study involved high school students in Central Jakarta who were selected using cluster random sampling method. This study was conducted using questionnaire consisted of questions on sociodemographic and risk factors, the Rome IV questionnaire which has undergone cultural adaptation, and Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQL) 4.0 Generic Core Scale self-report form for teens. Result. A total of 875 subjects were included in this study. The prevalence of functional dyspepsia in high school students in Central Jakarta is 3,1%. Children with functional dyspepsia had significantly lower quality of life (p < 0,001). The risk factor associated with functional dyspepsia is serious illness in a close family member (p 0,034, adjusted OR 2,46, IK95% 1,072 – 5,625). Conclusion. Functional dyspepsia significantly reduces children’s quality of life. Serious illness in a close family member is associated with functional dyspepsia in children."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Kurniawan
"Latar Belakang: Sel kanker membutuhkan asam amino untuk metabolismenya telah ditemukan pada beberapa studi. Metabolisme ini meyebabkan profil asam amino mengalami perubahan pada kanker payudara. Profil asam amino pada kanker payudara ini dapat menentukan prognosis penyakit pada kanker payudara.
Tujuan: Mengetahui hubungan profil asam amino dengan faktor risiko kanker payudara di RS Ciptomangunkusumo, Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional pada 19 subjek kanker payudara dan 19 subjek kontrol yang memenuhi kriteria penelitian di RSCM, Jakarta, Indonesia. Asam amino dianalisis menggunakan teknik liquid chromatography. Data tersebut dianalisis menggunakan uji independent sample t-test dan uji Mann-Whitney U.
Hasil:
Perbedaan profil asam amino pada kanker payudara yang signifikan dibandingkan dengan kontrol ditemukan pada peningkatan asam amino sistin dan penurunan asam amino valin, lisin, histidin, alanin, ornitin, tirosin, glutamin, fenilalanin, dan asam amino prolin. Terdapat signifikansi antara asam amino dengan faktor risiko usia, jumlah paritas, riwayat pemberian ASI, usia menarke, dan kebiasaan berolahraga.

Background: Cancer cell needs amino acids for its metabolism has been found in recent studies. Amino acids profile changes due to cancer cells’ metabolism. This amino acids profile in breast cancer could determine the prognosis of disease in breast cancer.
Objective: To aimed relationship between amino acids profile in breast cancer with its risk factor in Ciptomangunkusumo Hospital, Indonesia.
Method: A cross-sectional study in 19 breast cancer subjects and 19 control subjects that included into the criteria was conducted in this research. Amino acids was examined with liquid chromatography technique. The data was analyzed with independent sample t-test and Mann-Whitney U test.
Result: There are significant differences of amino acids profile between breast cancer subjects and control subjects, essentially for increased cystine profile and decreased valine, lysine, histidine, alanine, ornithine, tyrosine, glutamine, phenylalanine, and proline. There are also significance between amino acids profile in breast cancer with risk factors, including age, parity, breastfeeding history, menarche age, and workout habit.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suyanti
"Latar Belakang : Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tetap tinggi, yaitu sekitar 305 per 100.000 kelahiran hidup (SUPAS 2015). AKI adalah indikator kesehatan ibu, terutama risiko kematian ibu saat hamil dan melahirkan. McCarthy dan Maine menunjukkan tiga faktor yang memengaruhi kematian ibu, yaitu determinan dekat, determinan antara dan determinan jauh. Kabupaten Serang adalah salah satu kabupaten di Provinsi Banten yang memiliki angka kematian ibu masih tinggi, sehingga perlu dikaji faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian ibu di kabupaten tersebut. Tujuan : Penelitian dilakukan untuk mengetahui faktor – faktor risiko yang mempengaruhi kematian ibu, yang terdiri dari determinan dekat, determinan antara dan determinan jauh. Metode : Jenis penelitian adalah observasional dengan studi kasus kontrol, dilengkapi dengan kajian kualitatif mengenai kejadian kematian ibu serta upaya penurunan angka kematian ibu di kabupaten Serang. Jumlah sampel 58 kasus dan 116 kontrol. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square test, multivariat dengan metode regresi logistik ganda. Kajian kualitatif dilakukan dengan metode indept/focused interview dan dilakukan analisis secara deskriptif, disajikan dalam bentuk narasi. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko yang mempengaruhi kematian maternal berdasarkan analisis multivariat adalah pemeriksaan antenatal (OR = 0,152; 95% CI : 0,031-0,744; p = 0,020), penolong ANC/persalinan (OR = 3,184; 95% CI : 1,010- 10,037; p = 0,048), jumlah pendapatan keluarga (OR = 342,67; 95% CI : 58,15-2019,18; p = 0,000).Hasil kajian kualitatif menunjukkan bahwa kematian maternal dipengaruhi berbagai faktor seperti keterlambatan rujukan, terutama keterlambatan pertama, rendahnya tingkat pendidikan ibu, rendahnya tingkat pendapatan keluarga dan belum dapat dilaksanakannya Gerakan Sayang Ibu (GSI) secara optimal di seluruh wilayah kecamatan sebagai upaya pemerintah dalam menurunkan kematian ibu. Saran : perlu pengenalan dini tanda – tanda komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan nifas, persiapan rujukan, perencanaan kehamilan, pelaksanaan GSI secara optimal.

Background : The maternal mortality ratio (MMR) in Indonesia remains high, i.e. approximately 305 per 100.000 live birth (SUPAS 2015). MMR is an indicator of mother’s health, especially the risk of being death for a mother while pregnant and delivery. McCarthy and Maine shows three factors that influence maternal mortality, i.e. proximate determinant, intermediate determinant and distant determinant. Serang district is one of district in the province of Banten which have maternal mortality case still high, so it is necessary to study the factors that related to maternal mortality in that district. Objective : The study was carried out to know the factors that related to maternal mortality, which consist of proximate determinant, intermediate determinant and distant determinant. Methods : This was an observational research using case control study, completed with qualitative study about the occurrence of maternal mortality and the effort to decrease MMR in Serang district. Number of samples was 58 cases and 116 controls. Data were analyzed by univariate analysis, bivariate analysis with chi square test, multivariate analysis with multiple logistic regression. Qualitative study was done by the method of indepth/focused interview and were analyzed by descriptive analysis and presented in narration. Result : The result showed that factors that related to maternal mortality according to multivariate analysis were antenatal care (OR = 0,152; 95% CI : 0,031-0,744; p = 0,020), antenatal/maternity helper (OR = 3,184; 95% CI : 1,010-10,037; p = 0,048), family income (OR = 342,67; 95% CI : 58,15-2019,18; p = 0,000). The result of qualitative study showed that many factors that related to maternal mortality like late referral, especially first late referral, low education of the mother, low of family income, and the GSI activities not well done yet in each subdistricts. Suggestion : This research recommended that it is necessary to detect signs of pregnancy complication, delivery complication, and post delivery complication early, referral preparation, pregnancy planning and optimizing GSI activities."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
MEILINA FARIKHA
"Latar Belakang : Riwayat alamiah Lesi Prakanker Serviks menjadi kanker invasif berlangsung bertahun-tahun, sehingga memiliki banyak kesempatan untuk deteksi dini. Inspeksi Visual with Acetat Acid (IVA) cukup cost efektif dan mampu laksana di Indonesia. Kejadian lesi prakanker diyakini disebabkan HPV dan dipengaruhi faktor risiko.
Tujuan : Mengetahui hubungan karakteristik demografi serta riwayat kesehatan reproduksi dengan kejadian lesi prakanker serviks pada deteksi dini dengan menggunakan metoda IVA.
Metode : Cross sectional data Female Cancer Program FKUI-RSCM yang berasal dari deteksi dini di beberapa puskesmas dan kantor di Jakarta. Logistik regresion digunakan untuk mendapatkan faktor yang memprediksi lesi prakanker serviks.
Hasil : Perempuan berumur  ≤ 30 tahun (POR 5,2; 95% CI: 1,4-19,5), umur 31-40 tahun (POR 3,5; 95% CI: 1,0-12,0), dan umur 41-50 tahun (POR 2,1; 95% CI: 0,6-7,7) meningkatkan lesi prakanker serviks dibandingkan umur > 50 tahun. Menikah lebih dari 1 kali berisiko lesi prakanker serviks (POR 5,5; 95% CI: 2,9-10,0) dibandingkan menikah 1 kali. KB pil (POR 2,3; 95% CI: 1,0-5,1), KB susuk (POR 1,8; 95% CI: 0,4-8,7) dan KB suntik (POR 1,5; 95% CI: 0,7-2,8) meningkatkan lesi prakanker servik dibandingkan tidak KB dan KB non hormonal.
Kesimpulan : Umur, jumlah perkawinan, KB merupakan prediktor independen lesi prakanker serviks. KB lebih berisiko dibandingkan KB suntik dan susuk. Dianjurkan deteksi dini pada perempuan yang telah melakukan kontak seksual dan membatasi jumlah pasangan seksual.

Background ;Natural history Cervical Precancer lesions to be invasive cancer along many years, so it has many opportunities to be early detected.Visual Inspection Acetat Acid (VIA) is cost effectiveness and capable in Indonesia.The incidence of precancerous lesions is caused of HPV and influenced of risk factors.
Objective :  association between demographic characteristics and reproductive health history with the incidence of cervical precancer lesions in women screened by VIA.
Methods : Cross sectional with the data’s from Female Cancer Program FKUI-RSCM. Analysis which comes from early detection at primary health care and offices in Jakarta. Logistic regresion is used to obtain factors that predict cervical precancer lesions.
Results :  Women aged ≤ 30 (POR 5.2, CI: 1.4-19.5), aged 31-40 (POR 3.5, CI: 1.0-12.0), and  aged 41-50 (POR 2.1, CI: 0.6-7.5) for cervical precancer lesions in comparison with women in the older age group (>50 years). Married subjects  were more than 1 times the risk of cervical precancerous lesions (POR 5,5, 95% CI: 2.9-10.0) compared with one times merriage. Pill contraceptive (POR 2.3; CI: 1.0-5.1), implant contraceptive (POR 1.8; 95% CI: 0.4-8.7), injecting contraception (POR 1.5; CI: 0.7-2.8) are increased precancerous cervical lesions compared non contraception and  non hormonal contraception.
Conclusion : age, number of marriages, contraception are independent predictors of cervical precancer lesions. The prevention and control of cervical cancer in this study should early detection is done on every woman who has sexual contact and limiting  number of sexual partners.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Afifah Hijami
"Gangguan otot dan tulang rangka akibat kerja (Gotrak) tersebar di seluruh dunia dan meningkatkan masalah kesehatan di tempat kerja serta menurunkan efisiensi fisiologis tubuh manusia, sehingga menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Selain terjadi pada pekerja yang menggunakan fisik, Gotrak juga umum terjadi pada pekerja di perkantoran karena terlibat dalam pekerjaan statis dan gerakan berulang dengan durasi yang lama dan monoton. Pada sektor kesehatan, kejadian Gotrak pada tenaga kesehatan telah banyak dilakukan penelitian dan pengendalian, namun sedikit referensinya pada pekerja perkantoran di RS, sehingga perlu dilakukan kajian faktor risiko ergonomi perkantoran di RS. Tujuan penelitian ini menganalisis faktor risiko Gotrak pada pekerja perkantoran di RS. X. Desain penelitian ini cross sectional dengan pendekatan semikuantitatif. Teknik total samping mendapatkan 50 orang responden. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, lembar periksa ROSA untuk postur kerja, dan alat ukur antropometri. Analisis data menggunakan uji chisquare. Hasil telitian mendapatkan 70% pekerja ada keluhan Gotrak. Terdapat hubungan antara faktor pekerjaan yaitu postur kerja, faktor individu yaitu jenis kelamin dan aktivitas fisik, faktor psikososial yaitu stres kerja dan kecemasan serta faktor pelayanan kesehatan kerja, dan kejadian Gotrak. Pelayanan kesehatan kerja pada Gotrak perlu ditingkatkan agar pekerja mengetahui dan mampu mengendalikan faktor risiko Gotrak di tempat kerja.

Work-related musculoskeletal disorders (WMSDS) are widespread throughout the world and increase health problem in the workplace and reduce the physiological efficiency of human body and becomes serious public health problem. Besides occurring in blue collar workers, wmsds is also common in office workers because involved in static work and repetitive movement with a long and monotonous duration. In health sector, the incidence of WMSDs in
health workers has been widely stidied and controlled, but there are few references to office workers in hospitals, so it is necessary tostudy ergonomic risk factors in hospitals. The purpose of this study was to analyze the risk factors for WMSDs in office worker at the hospital. The design of this study was cross sectional with a semi-quantitative approach. Total technique aside to get 50 respondents. The research instrument used was a questionnaire, ROSA check sheets for work posture, and anthropometric measuring instruments. Data analysis using chisquare test. The results of this study found that 70% of workers had WMSDS complaints. There is a relationship between work factor, namely work posture, individual factors, namely gender
and physical activity, psychosocial factors, namely work stress and anxiety, and organization factor, namely occupational health service. Occupational health services in hospital for WMSDs need to be improved so that workers understand WMSDs risk factors and able to control WMSDS in workplace
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeska Janetha Ramadella
"Universitas Indonesia (UI) merupakan salah satu institusi pendidikan terbesar di Indonesia yang dianggap merupakan kampus edukasional yang aman dan nyaman sebagai tempat melakukan kegiatan akademik. Namun, terdapat kegiatan-kegiatan di UI yang berpotensi menimbulkan bahaya dan risiko salah satunya adalah pekerjaan konstruksi gedung di kampus UI. Potensi bahaya pada pekerjaan konstruksi disebabkan oleh tidak meratanya implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ada di kampus UI yang akan berujung pada kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja pada pekerjaan konstruksi akan berdampak pada proyek konstruksi itu sendiri maupun nama baik intitusi. Dalam memitigasi potensi bahaya maupun kecelakaan kerja perlu dilakukan perencanaan keselamatan. Identifikasi bahaya yang merupakan bagian dari perencanaan keselamatan dapat diturunkan dari aktivitas-aktivitas proyek yang diperoleh dalam Work Breakdown Structure (WBS). Melalui penelitian ini, akan dilakukan pengembangan standar WBS pada proyek pembangunan gedung kuliah di kampus UI dengan menganalisis risiko yang muncul pada pelaksanaan proyek konstruksi serta memperhitungkan faktor risiko-risiko tersebut untuk perencanaan keselamatan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah expert judgement dan akan dianalisis dengan analisa kualitatif-deskriptif. Adapun hasil dari penelitian ini adalah standar WBS pembangunan gedung kuliah di Kampus UI yang berbasis risiko. Hasil dari analisis risiko dominan pada proyek ini diperoleh 5 variabel risiko dengan kategori risiko tinggi. Pengembangan WBS standar ini merekomendasikan 32 tindakan yang ditambahkan sebagai masukan manajemen, masukan untuk WBS lain, serta masukan persyaratan proyek.

University of Indonesia (UI) is one of the largest educational institutions in Indonesia which is considered to be a safe and comfortable educational area as a place for academic activities. However, existing activities in UI campus area have the potential to cause a hazard and risk, such as construction works on UI campus area. Potential hazards in construction works are caused by the uneven implementation of Occupational Health and Safety (OHS) on the UI campus which will lead to work accidents. Construction work accidents will have an impact on the construction project itself and the reputation of the institution. Safety plan is one of the necessary things to do to mitigate potential hazards and work accidents. Identifying the hazard which is a part of safety plan can be derived from project activities obtained in the Work Breakdown Structure (WBS). Through this research, WBS standards on the UI campus buildings will be developed and potential risk in implementating of construction projects will be analyzed and take these risk factors as the input for safety planning. The method used in this research is expert judgment and will be analyzed by qualitative-descriptive analysis. The results of this study are the risk-based standarized WBS for the construction of the UI campus building. The results of the dominant risk analysis in this project obtained 5 risk variables with high risk categories. The development of this WBS standard recommends that 32 actions be added as management input, input for other WBS, as well as input for project requirements."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Prastika
"Kematian neonatal merupakan indikator penting dalam kesehatan anak dan menjadi dasar untuk menilai derajat kesehatan negara. Kematian neonatal menyumbang 2/3 dari kematian bayi. Menurut WHO tahun 2020, 75% kematian neonatal terjadi di minggu pertama kelahiran dan sekitar 1 juta bayi meninggal dalam 24 jam pertama kelahiran. Upaya pencegahan kematian neonatal periode tersebut adalah dengan pelayanan kunjungan neonatal pertama (KN 1) yang berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pelayanan KN 1 dengan kematian neonatal di Indonesia. Desain penelitian dengan cross sectional menggunakan data SDKI 2017. Sampel penelitian adalah WUS (15-49 tahun) yang melahirkan anak terakhir lahir hidup dan bukan kelahiran kembar. Analisis penelitian menggunakan complex sample dengan uji regresi logistik faktor risiko. Hasil penelitian menunjukkan kematian neonatal sebesar 2,3%, cakupan KN 1 sebesar 81,8% dan bayi yang menerima KN 1 lengkap sebesar 35,4%. Terdapat interaksi antara pelayanan KN 1 dengan persalinan sesar terhadap kematian neonatal sehingga kematian neonatal pada KN 1 tidak lengkap dengan sesar berisiko 1,4 kali lebih besar dan kematian neonatal pada KN 1 tidak lengkap dengan bukan sesar berisiko 4,4 kali lebih besar dibandingkan dengan kematian neonatal pada KN 1 lengkap dan bukan sesar. Oleh karena itu, peningkatan kelengkapan pelayanan KN 1 sangat diperlukan dalam penurunan kematian neonatal, seperti penyediaan pedoman neonatal esensial, promosi kesehatan terkait pentingnya perawatan bayi baru lahir. Selain itu juga penting mendorong ibu untuk melahirkan di fasilitas kesehatan agar bayi baru lahir dapat dipantau.

Neonatal mortality is an important indicator of child health and basis for assessing country’s health status. Neonatal mortality accounts for 2/3 of infant mortality. According WHO in 2020, 75% of neonatal mortality occur in the first week after birth and about 1 million infants die in the first 24 hours after birth. To prevent neonatal mortality in that period were by providing first neonatal visit service. Study aims to determined the relationship between first neonatal visit service with neonatal mortality in Indonesia. Design study was cross sectional using 2017 IDHS data. The sample was women of childbearing (15-49 years) who gave birth the last child born alive and not twins. Research analysis used complex sample with logistic regression of risk factors test. The results showed that neonatal mortality was 2.3%, coverage of KN 1 was 81.8% and newborns who received complete KN 1 were 35.4%. There was an interaction between KN 1 services with caesarean delivery and neonatal mortality so that neonatal mortality in incomplete KN 1 with caesarean section is 1,4 times greater and neonatal mortality in incomplete KN 1 with non-caesarean section is 4,4 times greater than death neonatal in KN 1 is complete and not caesarean. Therefore, increasing the completeness of KN 1 services is very necessary in reducing neonatal mortality, such as providing essential neonatal guidelines, health promotion related to the importance of newborn care. In addition, it is also important to encourage matenal to delivery in health facilities so that newborns can be monitored."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Agus Setia Budi
"ABSTRAK
Campak atau kerumut dalam bahasa Banjar adalah salah satu penyakit
infeksi yang dapat di cegah dengan imunisasi dan masih masalah kesehatan di
Indonesia. Penyakit ini secara umum menyerang anak usia dibawah lima tahun
(balita) yang di sebabkan oleh virus morbili.
Di Kota Banjarmasin meskipun keberhasilan cakupan imunisasi campak
telah mencapai lebih dari 90%, dan kelurahan yang telah mencapai UCI sebanyak
51 kelurahan, namun demikian berdasarkan laporan surveilans dinas kesehatan
kota Banjarmasin selama 2011 dilaporkan telah terjadi kejadian luar biasa kasus
campak sebanyak 5 kali, dengan 147 kasus. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian campak pada anak
usia 0?59 bulan di Kota Banjarmasin Tahun 2011. Untuk itu digunakan
pendekatan desain kasus kontrol.
Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor utama yang berpengaruh
terhadap kejadian campak pada anak usia (0?59 bln) adalah pendidikan Ibu (OR=
13,88), pendidikan bapak (OR =6,33), status imunisasi campak (OR= 4,64), umur
anak (OR=2,46), sedangkan faktor yang bersifat protektif adalah vitamin A
(OR=0,34), dan penghasilan keluarga (OR=0,18).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa anak yang di imunisasi campak
mempunyai orang tua yang berpendidikan baik, berpenghasilan cukup dan
mendapat vitamin A dua kali dalam setahun dapat mengurangi angka kejadian
campak.
Dari hasil penelitian ini disarankan untuk memperbaiki kebenaran cakupan
imunisasi, memberikan pelatihan safe injection dan cold chain bagi petugas
pelaksana di puskesmas, penyuluhan kesehatan dengan bahasa daerah, pemberian
vitamin A dan memberikan prioritas peningkatan program pada daerah dengan
tingkat pendidikan Ibu dan Bapak yang rendah, serta berpenghasilan kurang
sebagai sasaran di Kota Banjarmasin untuk menurunkan angka kejadian campak
pada anak (0-59 bulan).

ABSTRACT
Measles or kerumut in Banjar is one of the infectious diseases that can be
prevented by immunization and health in Indonesia is still a problem. This disease
generally attacks children under five years of age (infants) which is caused by a
virus morbili.
In the city of Banjarmasin despite the success of measles immunization
coverage has reached more than 90%, and the village which has reached as many
as 51 villages UCI, however, based on surveillance reports Banjarmasin city
health department is reported to have occurred during the 2011 outbreak of
measles cases as much as 5 times, with 147 case. The study aims to determine the
factors associated with the incidence of measles in children aged 0-59 months in
the city of Banjarmasin in 2011. For that use case-control design approach.
The results showed that the main factors that influence the incidence of
measles in children aged (0-59 months) is the mother of education (OR = 13.88),
the father of education (OR = 6.33), measles immunization status (OR = 4.64 ),
age of child (OR = 2.46), whereas protective factors are vitamin A (OR = 0.34),
and family income (OR = 0.18).
This study concluded that children who have measles immunization in the
elderly are well educated, and have income sufficient vitamin A twice a year can
reduce the incidence of measles.
From these results it is advisable to fix the truth of immunization
coverage, providing safe injection training and cold chain for executive officers at
the health center, health education in local languages, provision of vitamin A and
gives priority to improve the program in areas with high levels of education are
low mother and father, as well as earn less as a target in the city of Banjarmasin to
reduce the incidence of measles in children (0-59 months)."
2012
T30631
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yani Dwiyuli Setiani
"Selama tiga tahun terakhir, seluruh kelumhan di Kota Cirebon dinyatakan sebagai kelurahan endemis DBD. Kejadian penyakit DBD Kota Cirebon setiap tabun selalu meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 2006 sebanyak 507 kasus. Meakipun prosentase angka kematian DBD Kota Cirebon dari tahun ke tahun mengalami penurunan akan letapi masih diatas angka nasional (1%). Tujuan pene1itian ini adalah untuk mengetahui gambaran kejadian penyalcit DBD dan po1a hubungan secara spasial antara faktor risiko lingkungan iklirn (saku udara, kelembaban, curah hujan), faktor kependudukan (kepadatan penduduk, kepadntan permukirnan, peududuk usia kurang dari 15 tahun) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) terhadap kejadian DBD di Kota Cirebon dari tahun 2005 - 2007. Hasil analisis spasial memperlihalkan bahwa kasus DBD (2005-2007) banyak menyebar di wilayah padat permukiman. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan DBD adalah: kelembaban (p=0,043) dan penduduk usia kurang dari 15 tahun (p=0,027) terjadi ditahun 2005. Tahun 2007 variabel yang berhubungan dengan DBD adalah curah hujan (p=0,008), sedangkan tahun 2006 tidak ada variabel yang berhubungan. Distribusi yang hampir merata disemua variabel memberikan hasil tidak berhubungan.

During the last three years, all sub-districs at Cirebon Clty finding expression as endemics area of dengue fever. The incident rate of dengue fever at Cirebon City is always increasing every years and reaches the top in 2006 with 507 cases. Although the death rate percentage at Cirebon City are decreasing every year but still above the national rate). Objectives of research to find out the image of the incident rate of dengue fever and model of relationships spatialy between environmental risk factor of climate (temperature, humidity. and rainfall), demographics factors (population density. residences density, population of age lowest than 15 years) and Larva Free Rate (LFR) ofDHF incident at Cirebon City from year2005 to 2007. Design of the study used ecology design of time trend studies. The incident rate of dengue fever for look according to the time diffusion every years per sub-districs as analysis unit with making the secondary data. The analysis data is variable with dengue fever is rainfall {p""'0,008). whereas in 2006 years no associate variable with dengue fever."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21062
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fina Amelia
"Peningkatan jumlah penderita penyakit filariasis yang terus terjadi di Kota Tangerang Selatan sejak tahun 2002 hingga tahun 2008 dan nilai Mfrate yang masih berkisar antara 1,2% - 2,4% menunjukkan bahwa derajat endemisitas filariasis cukup tinggi sehingga risiko penduduk di lokasi tersebut untuk tertular filariasis lebih besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko lingkungan yang berhubungan dengan kejadian filariasis. Pendekatan penelitian adalah kuantitatif dengan metode kasus kontrol dengan total 106 orang responden. Faktor lingkungan yang, diteliti adalah suhu, kelembaban, dinding rumah, plafon, penggunaan kawat kassa, keadaan ruangan, sampah, keberadaan semak, tempat perindukan nyamuk, pengetahuan, sikap, kebiasaan menggunakan obat nyamuk, kelambu dan keluar rumah saat malam hari.
Hasil penelitian menunjukkan 7 variabel berhubungan dengan kejadian filariasis, yaitu dinding rumah (p=0,004; OR 6,0), plafon (p=0,000; OR 10,5), penggunaan kawat kassa (p=0,000; OR 8,55), keadaan ruangan (p=0,001; OR 9,006), sampah (p=0,023; OR 3,84), tempat perindukan nyamuk (p= 0,001; OR 5,68), dan kebiasaan keluar malam hari (p=0,033; OR 3,35). Hasil analisis multivariat didapatkan faktor yang paling dominan adalah plafon rumah, penggunaan kawat kassa, dan tempat perindukan nyamuk.
Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa faktor lingkungan buatan, yaitu kondisi rumah, sampah dan tempat perindukan nyamuk, serta faktor lingkungan sosial berupa kebiasaan masyarakat keluar rumah saat malam hari berhubungan dengan kejadian filariasis di Kota Tangerang Selatan. Perlu adanya kebijakan kesehatan dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan terkait penyakit filariasis yang berkenaan dengan intervensi faktor lingkungan, terutama kondist rumah masyarakat dan sanitasi lingkungan.

An increasing number of filariasis cases that occured in South Tangerang City since 2002 until 2008 and also the value of Mf rate between 1.2% - 2.4% indicating that the degree of endemicity of filariasis is high enough. That situation increase the risk the local population to contract filariasis. This study aim to identify the environmental risk factors associated with the occurrence of filariasis. This is a quantitative research approach with case-control design, and involved 106 respondents. Environmental factors that had been studied are the house walis, ceilings, the use of wire gauze, room conditon, garbage, the existence of a bush, mosquitoes breeding places, respondent’s knowledge, respondent’s attitudes, respondent’s habits using insect repellent, mosquito nets and go out at night.
The results showed seven variables associated with the incidence of filariasis, the wall of the house (p=0,004, OR 6,0), ceiling (p=0,000, OR 10,5), the use of wire gauze (p=0,000, OR 8,55), room condition (p=0,001; OR 9,006), garbage (p~0,023, OR 3,84), mosquitoes breeding places (p=0,001, OR 5,68), and the habit of going out at night (p=0,033; OR 3,35). The results of multivariate analysis showed that the most dominant factor is the ceiling of the house, the use of wire gauze, and mosquito breeding places.
Based on the results of this study concluded that man-made environmental factors, specifically the condition of the house, garbage and mosquito breeding places, and social environmental factors such as customs of the society to go out at night related to the occurrence of filariasis in the South Tangerang city. Government of South Tangerang City need to make a filariasis-related health policy associated with intervention to environmental factors, particularly public housing conditions and environmental sanitation.
"
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2010
T33558
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8 9 10 11   >>