Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 303 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hans Dermawan
"ABSTRAK
Manajemen komunikasi proyek memberikan hubrmgan keterkaitan kritis antara
personil, ide-ide atau gagasaq dan informasi ya[g dibutuhkan untuk kesuksesan
suatu proyek. Seperti halnya dalam Proyek Gedung Sekolah di Yayasan X yang
mengalami keterlambatan dalam kine{a waktu proyek akibat dari beberapa
faktor risiko dominan yang ada dalam manajemen komunikasi proyek. Oleh
kerena itu penelitien ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi khususnya
kepda owner yang terlibat dalam proyek berupa pembangunan gedung sekolatL
agar dapat meningkatkan manajemen komunikasi yang telah dimiliki menjadi
lebih efektif. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif pada faktorfaktor
risiko dengan menganalisis setiap data kuesioner dari responden yang
terlibat @ proyek Gedung Sekolah di Yayasan X. Analisa Kuantitatif dalam
penelitian ini menggunakan metode AHP (Analyical Hierarclry Process) dan
Analisa tusiko berbasis PMBOK 2013. Hasil dari penelifian ini didapatkan 9
variabel peristiwa risiko (X44, X47,X23, X21, X39, X49,X25, X26, dan X48)
yang diidentifikasikan menjadi risiko utama dalam penerapan manajemen
komunikasi pada proyek Gedung Sekolah di Yayasan X

ABSTRACT
Management project communication contnbule a critical relationship betureen
members of projcct, ideas or suggestiong and information for poject srrcccss.
Such as School Buildings Project of X Foundation has delay project in time
performance because of some risk appearing in project communication
management The refore this research is giving recomendation for owner who
mixod up with school buildiogs trojcc{ in odcr to rmfovc existing
communication menrgement project to be morc effeclive. This rescarch use
qualitative approachm?nt on risk factors analyzing School Buildings Project ofX
Foundation respondent qwsioner. AHP (Analyucal Hicrarchy Proccss) meliod
used in this research for quantitative analyze and Risk Analyze based on Ph{BOK
2013. The prodwt research has nine risks evant variables (X44,){47,){23,)f,21,
X39, X49, X25, X26, and X48) which can b us?d as a principal risk in
application project communication managemetrt in School Buildings of X
Foundation"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
T46816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vesvy Mandasari
"Penyakit kanker kolorektal merupakan kanker usus besar dan rektum yang saat ini masih menjadi masalah kesehatan didunia termasuk di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko dan dominan dari kanker kolorektal. Desain studi yang digunakan adalah matched case control dengan matching umur menggunakan data rekam medis dan wawancara, kasus adalah pasien kanker kolorektal dan kontrol adalah pasien trauma dan patah tulang. Sampel berjumlah 122 orang dengan 61 pasangan kasus dan kontrol. Hasil final analisis multivariat conditional regresi logistic menunjukkan dua faktor cenderung berhubungan yaitu aktivitas fisik dengan OR=1,39 95 CI 0,291-6,728 dan pola makan daging merah dengan OR=5,79 95 CI 0,608-55,13 dan faktor paling dominan adalah asupan serat rendah dengan OR=26,8 95 CI 3,44-209,5 . Adapun faktor risiko yang cenderung berhubungan adalah asupan lemak tinggi sedangkan yang tidak berhubungan adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan, riwayat keluarga, pendapatan keluarga, obesitas, merokok dan alkohol. Diperlukan upaya pencegahan penyakit kanker kolorektal khususnya dengan riwayat risiko tinggi dengan colok dubur dan skrining serta mencegahnya dengan cara memperbanyak asupan serat, mengurangi pola konsumsi daging merah dan asupan lemak tinggi serta beraktifitas fisik yang cukup.

Colectal cancer disease is colon cancer and rectum until now is a health problem in the word, including in Indonesia yet. The purpose of this study is to investigate the risk factor and dominant factor of colorectal cancer. The design of study used was matched case control with age matching using the medical record data and interview with responden, the data of case were colorectal cancer patients and control were trauma and fracture patients. The calculate sample is 122 people were 61 pairs of cases and controls. The final result of multivariate analysis of conditional logistic regression showed two factors tended to correlate physical activity with OR 1,39 95 CI 0,291 6,728 and red meat diet with OR 5,79 95 CI 0,608 55,13 and the most dominant factor is low fiber intake with OR 26.8 95 CI 3.44 209.5 . The risk factors that tend to correlate are high fat intake while unrelated are gender, education level, family history, family income, obesity, smoking and alcohol. Colorectal cancer prevention is required especially with a high risk history with rectal colon and screening and prevent it by increasing fiber intake, reducing the pattern of red meat consumption and high fat intake as well as adequate physical activity.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48855
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isti Dariah
"Latar Belakang: Kondisi pembangunan kesehatan secara umum dapatdilihat dari status kesehatan dan gizi masyarakat, yaitu salah satunya AngkaKematian Bayi. Penyumbang Angka Kematian bayi di kota Cimahi adalah AngkaKematian neonatal dimana pada tahun 2013 sebesar 83 Kematian bayi terjadipada periode neonatal dan pada tahun 2014 sebesar 76,9. Pada Tahun 2016terjadi kematian neonatal 50 orang dan kematian bayi 66 dan sebagaian besarterjadi pada periode neonatal. Dalam 7 tahun ke belakang Tahun 2009 - 2015 program penurunan kematian bayi khususnya kematian neonatal di Kota Cimahikurang signifikan bahkan cendrung naik pada Tahun 2016 dan belum adanyaanalisis mendalam terhadap penyebab kematian bayi.
Metode: Penelitian bersifat observasional dengan desain kasus kontrol.Kasus adalah bayi meninggal usia 0 sampai dengan 28 hari. Sedangkan kontroladalah bayi lahir hidup. Sampel dalam penelitian sebanyak 86 yang terdiri dari 43kasus dan 43 kontrol. Data penelitian data berupa data sekunder dari hasil laporanotopsi verbal kematian neonatal, buku KIA dan data primer yang diperolehlangsung dari responden melalui wawancara tertulis dan formulir. Analisa datasecara univariate dan bivariate dengan uji chi square.
Hasil Penelitian: Analisi faktor risiko menunjukkan variable pendidikan Nilai P=0,828, sosial ekonomi Nilai P=0,008; OR=4,440, Umur Ibu NilaiP=0,471; OR= 1,5930, paritas Nilai P = 0,375; OR= 1,640, Jarak persalinan nilai P= 0,009; OR= 7,935, Pekerjaan Nilai P= 0,000; OR= 15,333, Status Gizi nilai P = 0,016; OR=7.047, pengetahuan ibu tentang tanda bahaya kehamilan Nilai P=0,015; OR= 4,032, pengetahuan tentang tanda bahaya bayi baru lahir Pvalue= 0,001; OR= 10,982, Jenis Kelamin Nilai P= 0,512, Usia Getasi NilaiP=0,000; OR= 25,895, Asfiksia Nilai P=0,000; OR=2,870, BBLR NilaiP=0,000; OR=12,316, Infeksi Nilai P= 0,018; OR=2,344, faktor persalinan Nilai P= 1,000, Komplikasi P= 0,010; OR=3,496, post natal care nilai P=0,023; OR=5,161, Pemeriksaan ANC nilai P= 0,001 ; OR=5,914, IMD P=0,001; OR=12,500.
Kesimpulan : Faktor ekonomi keluarga, jarak kehamilan, pekerjaan, statusgizi, pengetahuan tentang bahaya kehamilan, pengetahuan tentang bahaya BBL,usia getasi, asfiksia, BBLR, infeksi, komplikasi post natal care, pemeriksaanANC dan intervensi IMD berhubungan dengan kematian neonatal.

Background: Health development conditions in general can be seen from thehealth status and nutrition of the community, one of which is the Infant MortalityRate IMR. The contributor of the Infant Mortality Rate in Cimahi city isneonatal mortality rate. In 2013 the incidenceof infant mortality in neonatal periodis 83 and 76.9 in 2014. In 2016, there are 50 of infant mortality and 60 ofneonatal mortality. In the past 7 years from 2009 to 2015 program todecreaseinfant mortality, especially neonatal mortality in Cimahi City is notsignificant,yet tend to increasein 2016 and there has not any deep analysis to whatcauses the infant mortality.
Methods: The study was observational with case control design. Cases areinfants dying from 0 to 28 days. While the controls arethe infants bornalive.Samples in this study were 86 consisting of 43 cases and 43 controls. The datacollected were secondary data from verbal autopsy report of neonatal death, KIAbook and primary data obtained directly from respondents through writteninterview and forms. Data analysis used univariate and bivariate data with chisquare test.
Results: Risk factor analysis showed educational variables P value 0.828, socioeconomic P value 0.008 OR 4.440, maternal age P value 0.471, OR 1.5930, parity P value 0.375 OR 1,640, Gestational Distance P value 0.009 OR 7,935, Occupation P 0,000 OR 15,333, Nutritional Status P 0.016 OR 7.047, maternal knowledge about pregnancy alert P 0.015 OR 4,032, knowledge of the newborn hazard Pvalue 0.001 OR 10,982, Gender P value 0.512, Age Gestation P 0,000 OR 25,895 Asphyxia P 0,000 OR 2,870, BBLR P 0,000 OR 12,316, Infection P 0.018 OR 2,344, labor factor P 1,000, Complications P 0.010 OR 3,496, post natal care P value 0.023 OR 5,161, ANC examination P value 0.001 OR 5,914, IMD P 0.001 OR 12,500.
Conclusions: Family economic factors, gestational distance, occupation,nutritional status, knowledge of pregnancy hazards, knowledge of BBL dangers,age of gestation, asphyxia, LBW, infections, postnatal care complications, ANCand intervention IMD are associated with neonatal mortality.Keywords Case control Risk Factors Neonatal Mortality.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48263
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subhan
"Melihat masih tingginya angka kejadian pneumonia pada balita dan belum diketahuipengaruh keberadaan Bakteri Staphylococcus sp sebagai salah satu bakteri penyebabpneumonia di udara ruang maka perlu ada penelotian tentang hubungan keberadaanBakteri Staphylococcus sp di udara ruang dengan kejadian pneumonia pada balita setelahdikontrol dengan variabel perancunya pada balita di Kota Bandar Lampung tahun 2016. Penelitian ini menggunakan data kajian pneumonia oleh BBTKLPP Jakarta pada tahun2016. Sampel penelitian sebanyak 75 kasus dan 75 kontrol yang berasal dari 6 Kecamatandi Kota Bandar Lampung.
Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan terdapat hubungankeberadaan Bakteri Staphylococcus sp di udara ruang dengan kejadian pneumonia padabalita setelah dikontrol variabel perancu di Kota Bandar Lampung OR=7,332 CI 95 2,874-18,707 dimana balita yang positif ditemukan Bakteri Staphylococcus sp di udararuang rumahnya memiliki risiko 7,332 kali lebih besar terkena pneumonia.

Seeing the high rate of pneumonia incidence in infant and unknown effect ofStaphylococcus sp bacteria as one of the bacteria causing pneumonia in indoor air, hencethere is need of research about relation of existence of Staphylococcus sp bacteria inindoor air with incidence of pneumonia in infant after controlled with confoundingvariable at infant in Bandar Lampung City in 2016. This research used pneumonia studydata by BBTKLPP Jakarta in 2016. The sample of research are 75 cases and 75 controlsfrom 6 sub districts in Bandar Lampung City.
From the result of the research, it can beconcluded that there is a relationship between an existence of Staphylococcus sp bacteriain indoor air with the incidence of pneumonia in infants after controlled confoundingvariables in Bandar Lampung City OR 7,332 CI 95 2,874 18,707 where the infantfound Staphylococcus sp bacteria in indoor air his home had a 7,332 times greater risk ofdeveloping pneumonia.Key words Pneumonia, Infant, risk factors, case control.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50919
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanik Yuliwati
"ABSTRAK
Angka kematian ibu adalah tantangan kesehatan masyarakat di dunia, negara-negaraberkembang menyumbang 99 kematian ibu secara global. Diperkirakan 15 sampai20 ibu hamil dari seluruh ibu hamil yang ada akan mengalami keadaan risiko tinggidan mengalami komplikasi obstetri. Asuhan kebidanan komprehensif berbasis buktiyang diberikan oleh bidan diharapkan dapat mendeteksi dini faktor risiko kehamilan,persalinan, dan nifas sebelum komplikasi terjadi. Sistem deteksi dini melalui penilaianfaktor risiko dengan menggunakan sistem skoring membutuhkan waktu untukmengambil keputusan, belum ada manajemen risiko yang dapat digunakan sebagaiacuan bidan, dan ibu hamil serta keluarga belum mendapat informasi sesuai kebutuhanrisiko ibu. Tujuan penelitian ini adalah membangun sistem deteksi dini di PraktekMandiri Bidan Kabupaten Lampung Tengah dalam rangka mendeteksi secara dini faktorrisiko kehamilan, persalinan dan nifas yang mungkin terjadi, melakukan penilaian risikodan memberikan manajemen risiko sesuai kebutuhan, merancang basis data ibu hamildan membuat laporan. Rancangan pengembangan sistem menggunakan pendekatanprototyping. Sistem deteksi dini ini memudahkan bidan dalam mendeteksi faktor risikopada ibu hamil, bersalin, dan nifas dengan meningkatkan kecepatan penilaian faktorrisiko oleh bidan sehingga bidan dapat melakukan tatalaksana kasus dengan segera,memberikan informasi yang dibutuhkan oleh ibu dan keluarga, memudahkan bidandalam melakukan pencatatan dan memberikan laporan yang berkualitas.

ABSTRACT
Maternal mortality is a challenge for public health field in the world and developingcountries account for 99 of maternal deaths globally. It is estimated that 15 to 20 of all pregnant women will experience a high risk state and obstetric complication. Theevidence based midwifery comprehensive guideline provided by the midwife isexpected to detect early risk factors for pregnancy, labor, and postpartum women beforecomplication occurs. The early detection system through risk factor assessment usingscoring system takes time too much to make decisions. The other contraints are there isno risk management that can be used as a benchmark for midwives and also pregnantwomen and families have not been enough informed about mother 39 s risk requirement.The purpose of this research is to build an early detection system in private midwifepractice of Central Lampung regency in order to detect the early pregnancy, labor andpost childbirth risk factors that may occur, to perform risk assessment, to provide riskmanagement as needed, to design data base of pregnant mother and to make a report.This research uses prototyping approach as system development design. The earlydetection system enables midwifes to assess the health status of pregnant, maternal, andpost childbirth women, to assist midwifes in performing case management, to provideinformation needed by pregnant women and families, and to facilitate midwifes inrecording and delivering a quality report. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T52696
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hidayat Sahid
"Status gizi merupakan ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi anak yangdiukur berdasarkan berat badan dan tinggi badan anak. Data status gizi pada anak usiaumur 5-12 tahun di DKI Jakarta menunjukkan underweight 14,0 , stunting 22,7 ,wasting 9,9 , dan gemuk 6,8 . Data secara spesifik untuk wilayah Jakarta Selatanadalah underweight 7,4 , stunting 17,8 , wasting 6,3 , dan gemuk 7,3 . Dari datatersebut didapatkan gambaran mengenai permasalahan gizi yang terjadi di DKIJakarta. Permasalahan gizi memiliki dampak pada tumbuh kembang anak. Gizimerupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap prestasi akademiksiswa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh status giziterhadap prestasi akademik siswa kelas 1-3 sekolah dasar. Desain yang digunakanadalah cohort restrospective dengan melihat hubungan antara hasil School WideAssessment SWA dengan status gizi anak pada 9 bulan sebelumnya. Populasi dalampenelitian ini adalah siswa kelas 1-3 sekolah dasar di Sekolah HighScope Indonesiadengan dilakukan total sampling yaitu mengambil seluruh siswa kelas 1-3 yangberjumlah 480 anak. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yangbermakna antara variabel status gizi lebih pada pelajaran Bahasa Indonesia RR 1,89 CI 95 1,46-2,44 , Bahasa Inggris RR 5,22 CI 95 3,23-8,45 , Matematika RR1,81 CI 95 1,45-2,26 dan IPA RR 1,90 CI 95 1,48-2,44 . Demikian juga padaprestasi akademik kumulatif yaitu RR 6,29 CI 95 3,82-10,35 . Oleh karenanyamasyarakat khsususnya orang tua perlu menyadari adanya pengaruh status giziterhadap prestasi akademik sehingga akan lebih bijak dalam memilih asupanmakanan dan jenis sekolah atau pendidikan yang tepat sesuai dengan usia anak.

Utritional status is a measure of success in the fulfillment of child nutrition asmeasured by weight and height. The prevalency of nutritional status of children aged5 12 years in Jakarta is 14.0 underweight, 22.7 stunting, 9.9 wasting, and 6.8 fat. Specific data for South Jakarta area were underweight 7.4 , stunting 17.8 ,wasting 6.3 , and grease 7.3 . Nutrition problems have an impact on child growth.Nutrition is one of the important factors that affect student achievement. The purposeof this study was to determine the effect of nutritional status on academicachievement of grade 1 3 elementary school students. The design used was cohortrestrospective by looking at the correlation between School Wide Assessment SWA with child nutritional status in the previous 9 months. The population in this researchis the students of 1 3 grade of elementary school in HighScope Indonesia with takingall students which amounts to 480 children as a total sampling. The results of thisstudy indicate that there is a significant relationship between the variables of nutritionstatus more on Indonesian lessons RR 1.89 95 CI 1.46 2.44 , English RR 5.22 95 CI 3.23 8, 45 , Mathematics RR 1.81 95 CI 1.45 2.26 and IPA RR 1.90 95 CI 1.48 2.44 . Similarly, the cumulative academic achievement of RR 6.29 95 CI 3.82 10.35 . Therefore, especially the parents should be aware of theinfluence of nutritional status on academic achievement so it will be wise in choosingfood intake and the type of school or education that appropriate to the child."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T52699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Kartika Putriasih
"Latar belakang. Pemakaian kotrimoksazol sedini mungkin sejak diberikan ARV bermanfaat mencegah infeksi oportunistik terkait HIV (PCP dan toksoplasmosis) dan mengurangi mortalitas terkait pasien HIV dengan jumlah CD4 rendah. Faktor risiko yang memengaruhi mortalitas pada anak terinfeksi HIV yang telah mendapat ARV perlu dicari sehingga dapat membantu klinisi dalam memberikan tata laksana pada anak terinfeksi HIV di Indonesia.
Tujuan. Evaluasi pemakaian kotrimoksazol dan hubungannya terhadap mortalitas pada anak terinfeksi HIV yang telah mendapat ARV di RSCM pada tahun 2005-2018.
Metode. Uji deskriptif-analitik menggunakan analisis kesintasan yang dilakukan secara kohort retrospektif di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) menggunakan data rekam medis periode Januari 2005 - Desember 2018. Subyek adalah anak berusia 1 bulan-18 tahun yang mendapat ARV pertama kali di RSCM. Hubungan pemakaian kotrimoksazol dengan mortalitas dianalisis dengan uji log rank. Faktor-faktor risiko selanjutnya dianalisis secara multivariat.
Hasil. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 403. Proporsi pemakaian kotrimoksazol saat inisiasi ARV pada anak terinfeksi HIV adalah 88%. Tidak terdapat hubungan antara pemakaian kotrimoksazol saat inisiasi ARV dengan mortalitas (HR 1,498; IK 95% 0,620-3,618, p=0,369), namun pemakaian kotrimoksazol saat inisiasi ARV menurunkan mortalitas pada kondisi imunodefisiensi berat (HR 2,702; IK 95% (1,036-7,049); p=0,042). Faktor risiko yang memengaruhi mortalitas pada anak terinfeksi HIV yang mendapat terapi ARV adalah stadium HIV (stadium 3-4).
Kesimpulan. Pemakaian kotrimoksazol saat inisiasi ARV menurunkan mortalitas pada anak terinfeksi HIV dengan imunodefisiensi berat. Faktor risiko yang memengaruhi mortalitas pada anak terinfeksi HIV yang telah mendapat ARV adalah stadium HIV 3-4.

Background. The use of cotrimoxazole as early as possible since being administered antiretroviral drugs is beneficial in preventing HIV-related opportunistic infections (PCP and toxoplasmosis) and reducing mortality associated with HIV patients with low CD4 counts. Risk factors that affect mortality in HIV-infected children who have received antiretroviral drugs need to be sought so that they can help clinicians in providing HIV-infected children in Indonesia.
Objective. Evaluation of the use of cotrimoxazole and its association with mortality in HIV-infected children who had received ARV at RSCM in 2005-2018.
Methods. Descriptive analytic test using survival analysis were carried out in a retrospective cohort in Dr. Cipto Mangunkusumo hospital using medical record data for the period January 2005 - December 2018. Subjects were children aged 1 month - 18 years who have received ARV for the first time at RSCM. The association of cotrimoxazole use with mortality was analyzed by log rank test. Risk factors are then analyzed multivariately.
Results. This study involved 403 subjects. The proportion of cotrimoxazole use at ARV initiation in HIV-infected children was 88%. There was no association between the use of cotrimoxazole at ARV initiation and mortality (HR 1.498; 95% CI 0.620-3.618; p=0,369), but the use of cotrimoxazole at ARV initiation reduced mortality in severe immunodeficiency conditions (HR 2.702; 95% CI 1,036-7,049; p=0.042). Risk factors that affect mortality in HIV-infected children who received ARV therapy are stages of HIV (stage 3-4).
Conclusion. The use of cotrimoxazole at ARV initiation reduces mortality in HIV-infected with severe immunodeficiency. Risk factors that affect mortality in HIV-infected children who have received ARV are stage 3-4.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Astarina
"Latar belakang: Clostridium difficile merupakan bakteri anaerob gram positif yang sering menyebabkan diare pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Manifestasi klinis diare karena C. difficile bervariasi dapat berupa diare ringan sampai keadaan klinis yang berat seperti kolitis, komplikasi megakolon toksik, perforasi, serta syok. Faktor risiko yang berperan meningkatkan diare karena C. difficile salah satunya adalah pengunaan antibiotik namun masih dapat disebabkan oleh hal lainnya. Penelitian ini merupakan studi untuk mengetahui prevalens, faktor risiko, dan gambaran klinis diare karena C. difficile pada anak. Metode: Penelitian ini merukapan studio potong lintang, dilakukan pada pasien 105 anak dengan keluhan diare di Poliklinik Anak dan ruang rawat inap pada bulan Mei 2019 sampai Januari 2020 dengan mendeteksi antigen toksin A/B C. difficile menggunakan metode ELISA. Hasil: Prevalens diare pada anak karena C. difficile sebesar 13,3%.Usia kurang dari 2 tahun meningkatkan risiko kejadian diare karena C. difficile 3,84 kali dibandingkan dengan pasien usia lebih dari 2 tahun dan penggunaan PPI atau H2 antagonis meningkatkan risiko terjadinya diare karena C. difficile 5,48 kali dibandingan dengan kelompok yang tidak menggunakan PPI atau H2 antagonis. Semua subyek menderita diare karena C. difficile memiliki riwayat penggunaan antibiotik. Golongan sefalosporin merupakan antibiotik yang dominan terkait dengan diare karena C. difficile (92,9%), diikuti aminoglikosida 7,1%. Gambaran klinis pasien diare karena C. difficile pada penelitian ini sebagian besar mengalami frekuensi diare 6-9 kali/24 jam, lama diare 14 hari,  nyeri perut, diare dengan dehridrasi berat ataupun ringan, leukosit tinja 10/LPB, dan terdapat darah samar tinja. Diagnosis penyakit yang mendasari pada penelitian ini meliputi infeksi paru 4 subyek, penyakit lain (kongenital dan malnutrisi) 4 subyek,  penyakit hematologi dan onkologi 3 subyek, penyakit imunologi 2 subyek, dan neurologi 1 subyek. Kesimpulan: Penggunaan PPI atau H2 antagonis serta usia kurang dari 2 tahun meningkatkan risiko kejadian diare karena C. difficile. Semua subyek yang mengalami diare karena C. difficile memiliki riwayat penggunaan antibiotik lebih dari tujuh hari.

Background and aim: Clostridium difficile is a gram-positive anaerobic bacterium that often causes diarrhea in patients who are hospitalized. Clinical manifestations of diarrhea due to C. difficile can vary from mild diarrhea to severe clinical conditions such as colitis, toxic megacolon complications, perforation, and shock. Risk factors that play a role in increasing diarrhea due to C. difficile one of which is the use of antibiotics but can still be caused by other things. This study is a study to determine the prevalence, risk factors, and clinical picture of diarrhea due to C. difficile in children. Methods: This study was a cross-sectional study, conducted on 105 pediatric patients with diarrhea complaints in the Children's Polyclinic and inpatients in May 2019 to January 2020 by detecting C. difficile A/B toxin antigen using the ELISA method. Results: The prevalence of diarrhea in children due to C. difficile is 13.3%. Age less than 2 years increased the risk of occurrence of diarrhea due to C. difficile 3,84 times compared with patients aged more than 2 years and the use of PPI or H2 antagonists increased the risk of diarrhea due to C. difficile 5,48 times compared to the group who did not use PPI or H2 antagonists. All subjects suffered from diarrhea due to C. difficile had a history of antibiotic use. Cephalosporins are the dominant antibiotics associated with diarrhea due to C. difficile (92.9%), followed by aminoglycosides 7.1%. The clinical features of diarrhea patients due to C. difficile in this study are the frequency of diarrhea 6-9 times/24 hours, duration of diarrhea 14 days, abdominal pain, diarrhea with severe or mild dehridration, stool leukocytes 10/LPB, and fecal faint blood. Diagnosis of the underlying disease in this study included 4 subjects lung infection, other diseases (congenital and malnutrition) 4 subjects, hematological and oncological diseases 3 subjects, immunological diseases 2 subjects, and neurology 1 subject.
Conclusion: The use of PPI or H2 antagonists and age less than 2 years increases the risk of diarrhea due to C. difficile. All subjects who had diarrhea due to C. difficile had a history of antibiotic use for more than seven days.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Wahyuni
"Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi, yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil. Selain itu, malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Pada tahun 2020 terdapat 515 kasus malaria di Kabupaten Batu Bara, dan pada tahun 2021 meningkat menjadi 952 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian malaria di Kabupaten Batu Bara. Penelitian ini menggunakan desain kasus-kontrol dimana seluruh responden berusia 12 tahun ke atasdimana kasus adalah pasien yang berkunjung ke puskesmas dengan gejala demam dengan hasil pemeriksaan positif dan kontrol adalah mereka yang memiliki gejala demam dengan hasil pemeriksaan negatif malaria. Dari hasil analisis multivariat dengan melibatkan semua faktor risiko secara bersamaan, terlihat variabel yang mempengaruhi kejadian malaria secara signifikan adalah faktor usia dan keberadaan kandang ternak. Berdasarkan kategori usia, maka terlihat responden berusia 12-17 tahun terukur memiliki risiko tertular malaria tertinggi (AOR= 3,85; 1,40 – 10,59) dibandingkan kelompok usia 18- 40 tahun (AOR= 1,79; 0,70 – 4,58). Responden yang menyatakan terdapat kandang ternak besar di sekitar tempat tinggal lebih berisiko 3 kali tertular malaria dibandingkan dengan responden yang tidak berdekatan dengan kandang ternak.

Malaria is still one of the leading public-health problems that can cause death primarily in high-risk groups, namely, infants, toddlers, and expectant mothers. In addition, malaria directly causes anemia and can lower labor productivity. In 2010, in Indonesia, 65% of endemic districts were at risk of contracting malaria. By 2020 there are 515 cases of malaria in Batu Bara, and by 2021 rising to 952. The purpose of this study is to know the risk factors in the incidence of malaria in the Batu Bara. It uses a case-control design. The responders are 12 years of age and above where the cases are those who visit the health center with fever symptoms and positive malaria and controls are those with symptoms of a fever with a malaria negative. From multivariat analysis involving all risk factors simultaneously, there is a significant variable affecting the incidence of malaria that is both the age and the existence of a cattle cage. According to the age category, it shows 12-17 year old respondents with the highest risk of contracting malaria (AOR = 3.85; 1.40-10.59) by those ages 18-40 (AOR= 1.79; 070- 4.58). Those who claim that there is a corral in the neighborhood, having a three times greater risk of contracting malaria than those who not."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anto Yamashita Saputra
"Perubahan organisasi merupakan bagian dari siklus kehidupan bisnis yang normal dan tak terhindarkan. Jika dikelola dengan baik, perubahan organisasi berpeluang meningkatkan kinerja bisnis serta keselamatan dan kesehatan kerja suatu organisasi. Namun demikian, perubahan organisasi dapat pula memperburuk keadaan yang disebabkan oleh distress akibat perubahan pada elemen intrinsik di tempat kerja. Faktor lingkungan rumah, lingkungan sosial dan karakteristik individu juga merupakan faktor risiko distress yang harus dikelola organisasi pada saat melakukan perubahan. PT X melakukan perubahan organisasi di tahun 2022. Pasca perubahan, pekerja sering mengeluh munculnya gejala-gejala distress dengan berbagai tingkatan. Oleh karena itu, perubahan organisasi perlu dilakukan kajian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat gejala distress pekerja pasca perubahan organisasi, mengetahui hubungan faktor risiko distress dengan tingkat gejala distress dan mengetahui faktor risiko distress yang paling berhubungan secara simultan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada pekerja Fungsi K3 dan Fungsi Operasi dengan jumlah 193 responden pada bulan Mei – Juni 2023. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat gejala distress yang dialami pekerja pasca perubahan organisasi adalah 153 pekerja (79,3%) dengan tingkat rendah, 30 pekerja (15,5%) sedang dan 10 pekerja (5,2%) tinggi. Faktor risiko distress yang berhubungan signfikan dengan tingkat gejala distress adalah umur, bagian kerja, ketaksaan peran, konflik peran, beban kerja kuantitatif, beban kerja kualitatif, tanggung jawab terhadap orang lain, lingkungan rumah dan lingkungan sosial. Sementara faktor risiko distress yang paling berhubungan secara simultan dengan tingkat gejala distress adalah umur dan lingkungan rumah.

Organizational change is a normal and unavoidable part of the business life cycle. If managed properly, organizational change has the opportunity to improve business performance and occupational safety and health of an organization. However, organizational change can also exacerbate the situation caused by distress due to changes in intrinsic elements in the workplace. Factors of the home environment, social environment and individual characteristics are also risk factors for distress that must be managed by the organization when implementing change. PT X implements organizational change in 2022. After the change, workers often complain of symptoms of distress with various levels. Therefore, organizational change needs to be studied. This study aims to determine the level of symptoms of workers' distress after organizational change, to determine the relationship between risk factors for distress and the level of symptoms of distress and to determine the risk factors for distress that are most closely related simultaneously. This research is a quantitative study using a cross-sectional approach using questionnaires distributed to workers in the K3 Function and Operations Function with a total of 193 respondents in May - June 2023. The results showed that the level of distress symptoms experienced by workers after organizational change was 153 workers (79 .3%) with a low level, 30 workers (15.5%) medium and 10 workers (5.2%) high. Distress risk factors that are significantly related to the level of distress symptoms are age, work assignment, role ambiguity, role conflict, quantitative workload, qualitative workload, responsibility to others, home environment and social environment. While the risk factors for distress that are most related simultaneously to the level of distress symptoms are age and home environment."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>