Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 303 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asram Nur Anas
"Latar Belakang: Prajurit yang pulang penugasan baik pasca perang ataupun yang pasca penugasan di daerah perbatasan dapat mengalami kecemasan, kecemasan yang dialami oleh prajurit dapat dialami juga oleh keluarga, kecemasan dilaporkan berhubungan dengan kadar kortisol dalam darah, dan dilaporkan ada beberapa faktor risiko terjadinya kecemasan akibat kekerasan. Analisis hubungan kecemasan akibat kekerasan dengan kadar hormone kortisol dan faktor risikonya belum pernah dilakukan khususnya pada populasi prajurit TNI AD di Indonesia. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kecemasan akibat kekerasan dengan kadar hormon kortisol dan faktor risikonya di lingkungan prajurit TNI AD. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan case control yang melibatkan 50 sampel yang terdiri dari keluarga prajurit normal / non cemas dan keluarga prajurit yang mengalami kecemasan, dimana kelompok kontrol (keluarga prajurit normal) berjumlah 20 sampel dan kelompok kasus (keluarga prajurit dengan kecemasan) berjumlah 30 sampel (terdiri dari 20 kecemasan ringan dan 10 kecemasan sedang). Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta mulai tanggal 02 Maret 2019 - 30 Mei 2019. Hasil: Hasil uji Mann Whitney U dari variabel umur, kekerasan berulang, dan obesitas diatas menunjukkan nilai p>0.05, hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan bermakna rerata umur, kekerasan berulang, dan IMT pada kelompok hormon kortisol tinggi dibandingkan hormon kortisol normal. Sedangkan Hasil uji Mann Whitney U dari variabel kecemasan diatas menunjukkan nilai p<0.05, hal ini berarti bahwa ada perbedaan bermakna rerata kecemasan pada kelompok hormon kortisol tinggi dibandingkan hormon kortisol normal. Hasil Uji independent t test menunjukkan nilai p = 0.000, hal ini berarti bahwa ada perbedaan bermakna rerata hormon kortisol pada kelompok keluarga prajurit yang mengalami kecemasan dibandingkan kelompok keluarga prajurit normal, yaitu rerata kadar kortisol pada kelompok keluarga prajurit yang mengalami kecemasan lebih tinggi dibandingkan kelompok keluarga prajurit normal.. Kesimpulan: Kadar kortisol tinggi ditemukan pada keluarga prajurit yang mengalami kecemasan. Keluarga prajurit dengan kadar hormon kortisol tinggi memiliki kecenderungan 20 kali lebih besar mengalami kecemasan dibandingkan keluarga prajurit dengan kadar kortisol normal. Dari beberapa faktor risiko, tingkat kecemasan secara signifikan berisiko meningkatkan hormon kortisol. Keluarga prajurit yang mengalami kecemasan berisiko lebih besar mengalami peningkatan hormon kortisol dibandingkan keluarga prajurit yang tidak mengalami kecemasan.

Background: Soldiers returning from post-war assignments or post-assignments in border areas can experience anxiety, anxiety experienced by soldiers can also be experienced by families, anxiety is reported to be related to cortisol levels in the blood, and there are reported several risk factors for anxiety due to violence. An analysis of the relationship between anxiety due to violence and cortisol hormone levels and risk factors has never been done, especially in the Indonesian Army population in Indonesia. Objective: To determine the relationship of anxiety due to violence with the levels of cortisol hormones and the risk factors in the Army soldier. Methods: This research was an observational study with a case control design involving 50 samples consisting of families of normal / non-anxious soldiers and families of soldiers who experienced anxiety, where the control group (normal soldier's family) amounted to 20 samples and case groups (soldiers' families with anxiety) amounted to 30 samples (consisting of 20 mild anxiety and 10 moderate anxiety). This research was conducted at the Central Army Hospital Gatot Subroto, Jakarta starting March 2, 2019 - May 30 2019. Results: The Mann Whitney U test results from age variables, repeated violence, and obesity above showed p> 0.05, this means that there were no significant differences in mean age, repeated violence, and BMI in the high cortisol hormone group compared to the normal cortisol hormone. While the Mann Whitney U test results from the above anxiety variables showed a value of p <0.05, this means that there was a significant difference in the mean anxiety in the high cortisol hormone group compared to the normal cortisol hormone. The independent t test results showed a value of p = 0.000, this means that there was a significant difference in the mean hormone cortisol in the family group of soldiers who experienced anxiety compared to the normal family group of soldiers, namely the average cortisol level in the family group of soldiers who experienced higher anxiety than the family group normal soldier. Conclusion: High cortisol levels are found in families of soldiers who experience anxiety. Families of soldiers with high cortisol levels tend to be 20 times more likely to experience anxiety than a family of soldiers with normal cortisol levels. Of several risk factors, anxiety levels significantly risk increasing the hormone cortisol. Families of soldiers who experience anxiety are at greater risk of experiencing an increase in the hormone cortisol than families of soldiers who do not experience anxiety."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Khaira Wardi
"Stunting merupakan gangguan pertumbuhan yang dialami anak akibat asupan makanan maupun penyakit infeksi yang berulang ditandai dengan tinggi/panjang badan anak terhadap usia <-2 SD kurva pertumbuhan WHO. Prevalensi Stunting di Indonesia pada tahun 2022 adalah 21,6%. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi yang mengalami kenaikan prevalensi stunting dari 29,5% pada tahun 2021 menjadi 34,6% pada tahun 2022. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahu faktor risiko penyebab stunting pada anak usia 12-23 bulan di Provinsi Papua. Desain dalam penelitian ini adalah cross-sectional menggunakan data SSGI 2022. Sampel dalam penelitian ini anak anak usia 12-23 bulan di Provinsi Papua yang terpilih menjadi responden SSGI 2022. Analisis data dilakukan menggunakan chi-square dan regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan jenis kelamin, BBLR, panjang badan lahir, imunisasi, penimbangan berat badan, keragaman makanan, sumber air minum, akses sanitasi, ketahanan pangan, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan jumlah balita dalam keluarga berhubungan dengan kejadian stunting (p<0,05). Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 12-23 bulan di Provinsi Papua adalah BBLR yang dipengaruhi jenis kelamin anak setelah dikontrol oleh variabel panjang badan lahir, imunisasi, sumber air minum, ketahanan pangan, pendidikan ibu, jumlah balita dalam keluarga, dan ISPA (OR: 3,589; 95%CI : 1,311-9,825).

Stunting is a growth disorder experienced by children due to food intake or recurring infectious diseases, characterized by the height/length of the child's body for age <-2 SD on the WHO growth curve. The prevalence of stunting in Indonesia in 2022 is 21.6%. Papua Province is one of the provinces that has experienced an increase in the prevalence of stunting from 29.5% in 2021 to 34.6% in 2022. This research aims to determine the risk factors that cause stunting in children aged 12-23 months in Papua Province. The design of this study was cross-sectional using SSGI 2022 data. The sample in this study was children aged 12-23 months in Papua Province who were selected as respondents to the SSGI 2022. Data analysis was carried out using chi-square and multiple logistic regression. The results of the study showed that gender, low birth weight, birth length, immunization, body weight measurement, food diversity, drinking water sources, access to sanitation, food security, maternal education, maternal employment, and the number of children under five in the family were related to the incidence of stunting (p<0.05). The dominant factor associated with the incidence of stunting in children aged 12-23 months in Papua Province is low birth weight which is influences by the sex of the child after being controlled by the variables birth length, immunization, source of drinking water, food security, maternal education, number of toddlers in the family. and ARI (OR: 3.589; 95%CI: 1.311-9.825"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christo Februanto Putra
"Salah satu indikator kinerja ekonomi untuk menjadikan negara berkembang menjadi negara maju adalah infrastruktur. Pembangunan infrastruktur untuk mendukung kegiatan ekonomi di Indonesia sangat diperlukan. Namun keterbatasan dana pemerintah mengakibatkan lambatnya pembangunan jaringan jalan baru, sehingga diperlukan solusi pola pembiayaan melalui kerjasama pemerintah swasta dalam bentuk partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kelayakan investasi proyek investasi jalan tol di Indonesia setelah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja investasi dengan menerapkan teknik analisis risiko. Teknik estimasi risiko yang digunakan dalam makalah ini menunjukkan unsur biaya investasi yang didukung oleh analisis risiko. Faktor risiko yang akan diidentifikasi akan menjadi kendala dalam kinerja investasi proyek. Pada penelitian ini didapatkan adanya beberapa faktor risiko yang bisa dianggap sudah tidak relevan dengan investasi infrastruktur di Indonesia di masa kini, dan juga terdapat perbedaan nilai faktor risiko yang signifikan baik kenaikan maupun penurunan pada beberapa faktor risiko. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengoptimalkan kinerja investasi pada proyek jalan tol.

One of the economic performance indicators to turn a developing country into a developed country is infrastructure. Infrastructure development to support economic activities in Indonesia is urgently needed. However, limited government funds have resulted in slow development of a new road network, so a solution to a financing scheme is needed through public-private partnerships in the form of private participation in infrastructure development. This study aims to evaluate the feasibility of investing in toll road investment projects in Indonesia after identifying the factors that affect investment performance by applying risk analysis techniques. The risk estimation technique used in this paper shows the investment cost element which is supported by risk analysis. The risk factors that will be identified will become obstacles in project investment performance. In this study, it was found that there are several risk factors that can be considered irrelevant to infrastructure investment in Indonesia today, and there are also significant differences in risk factor values, both increases and decreases in several risk factors. This research is expected to be used to optimize investment performance in toll road projects."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dipa Tri Adhitya
"Pemulihan tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan dikarenakan adanya
faktor risiko yang lebih dominan dibandingkan faktor protektif dari pasien
penyalahguna sehingga pasien penyalahguna memiliki kecenderungan
menggunakan kembali, faktor risiko dan protektif tersebut dapat berasal dari
dalam diri pasien, keluarga dan lingkungan. Penelitian ini menggunakan desain
kualitatif yang menggunakan metode wawancara mendalam dan focus group
discussion (FGD). Dan tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisa faktorfaktor
risiko dan protektif kecenderungan penggunaan kembali pasien
penyalahguna narkotika. Hasil Penelitian didapatkan faktor risiko dari external
yang banyak dialami oleh informan adalah faktor lingkungan yaitu pengaruh
teman yang menggunakan narkotika, ketersediaan narkotika di lingkungan
informan, konflik dalam keluarga, pola komunikasi negatif, pengawasan orang tua
lemah, ikatan sosial yang rendah. Sedangkan faktor risiko dari internal individu
diantaranya: faktor dari fisiologis individu, koping individu yang buruk, kontrol
impuls yang buruk dan pengaruh kepribadian. Faktor protektif internal
diantaranya: Persepsi individu yang positif, motivasi/ keinginan pulih, dan
religiusitas individu. Dan faktor eksternal individu didapatkan yaitu adanya
dukungan keluarga, adanya ikatan antar anggota keluarga, dan komunitas di
lingkungan yang positif.

Recovery does not go as expected due to risk factors that are more dominant than
protective factors from narcotics abusing patients so that have a tendency to reuse,
These risk and protective factors can come from within the patient, family
and environment. This study uses a qualitative design that uses in-depth
interviews and focus group discussion (FGD). And the purpose of this study is to
analyze the risk factors and protective factors of drug re-use. The results showed
that the external risk factors found were environmental factors, namely the
influence of friends who used narcotics, the availability of narcotics in the
informant's environment, conflicts in the family, negative communication
patterns, weak parental supervision, low social ties. While the internal risk factors
of the individual include: individual physiological factors, poor individual coping,
poor impulse control and personality influences. Internal protective factors
include: Positive individual perceptions, motivation/desire to recover, and
individual religiosity. And individual external factors were obtained, namely the
existence of family support, the existence of bonds between family members, and
the community in a positive environment.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Nurdiantika Sari
"Malaria merupakan penyakit menular yang penyebab utamanya adalah parasite (Protozoa) dari genus Plasmodium. Masih tingginya kejadian malaria di Kab. Belu Nusa Tenggara Timur Indonesia. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis dan mengukur besarnya faktor risiko yang berhubungan terhadap kejadian malaria. Penelitian ini menggunakan desain study cross-sectional. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian mass screening & selective treatment oleh Sutanto et al pada tahun 2013 di Kabupaten Belu, NTT, Indonesia. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 1113 Subjek. Analisis menggunakan cox regression dengan tingkat kemaknaan α = 5% dan nilai confidence interval 95%. Hasil analisis multivariat dengan cox regression, menunjukkan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian malaria di Kab. Belu NTT yaitu umur PR 4.901 95% CI (3.093-7.766) p value 0.000, pekerjaan PR 3.838 95% CI (2.536-5.808) p value 0.000, penggunaan obat malaria PR 0.448 95% CI (0.239-0.839) p value 0.012, dan Desa. Disimpulkan bahwa umur, pekerjaan, konsumsi obat antimalaria, dan Desa merupakan faktor risiko kejadian malaria di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur Indonesia.

Malaria is an infectious disease transmitted by Protozoa of the genus Plasmodium. This study is conducted due to the high malaria incidence in Kab. Belu, East Nusa Tenggara, Indonesia, which presents itself as a public health threat. Study aims include analyzing and measuring the magnitude of the risk factors associated with malaria incidence. This study utilized a cross-sectional study design, and is part of a larger surveillance study by Sutanto et al in 2013, which conducts large-scale mass screening and selective treatment in Belu Regency, NTT, Indonesia. The number of samples included in the study were 1113 subjects, with statistical analysis using cox regression models with 5% significance level and 95% confidence interval. The results of multivariate analysis suggested that the the risk factors associated with the malaria incidence were (1) age PR 4.901 95% CI (3.093-7.766) p value 0.000, (2) occupation PR 3.838 95% CI (2.536-5.808) p value 0.000, (4) malaria drug use PR 0.448 95% CI (0.239-0.839) p value 0.012, and (4) Village. Therefore, malaria incidence in Belu District, East Nusa Tenggara Indonesia, were heavily influenced by age, occupation, consumption of antimalarial drugs, and village.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Ade Ayu Lanniari
"Peningkatan jumlah kasus COVID-19 dan penyebarannya di berbagai negara terjadi berlangsung cukup cepat dan dalam waktu singkat. Hingga 4 Mei 2021, COVID-19 telah menginfeksi lebih dari 152 juta orang dan lebih dari 3 juta kematian di seluruh dunia. Indonesia telah melaporkan 1.682.004 kasus konfirmasi, tertinggi di Asia Tenggara, dan sebanyak 45.949 kematian terkait COVID-19 yang dilaporkan tertinggi ke-2 di Asia dan ke-17 di dunia. Masih terbatasnya data mengenai karakteristik dan faktor risiko yang terkait kematian akibat COVID-19 di Indonesia dan belum ada penelitian mengenai hal ini di kota Medan. Studi kasus-kontrol terhadap 222 pasien COVID-19 yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan periode Maret 2020-Desember 2020 dilakukan menggunakan data rekam medis pasien. Penelitian ini mendeskripsikan karakteristik pasien COVID-19 berdasarkan usia, jenis kelamin, gejala klinis, komorbiditas dan tempat tinggal serta untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian pada pasien COVID-19. Hasil penelitian melalui analisis multivariat logistik regresi menunjukkan bahwa, adanya peningkatan risiko terhadap kematian pada usia ≥ 60 tahun (OR=5.495, 95% CI: 2.398-12.591), demam (OR=4.441, 95% CI: 1.401- 14.077), sesak napas (OR=8.310, 95% CI: 3.415-20.220), riwayat hipertensi (OR=2.454, 95% CI: 1.159-5.196), riwayat penyakit ginjal kronik (OR=10.460 kali, 95% CI: 3.282-33.331), riwayat penyakit kanker (OR=16.137, 95% CI: 2.798- 96.147) pada pasien COVID-19 yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2020.

The increase in cases of COVID-19 and its spread in various countries took place very quickly and in a short time. As of May 4, 2021, COVID-19 has infected more than 152 million people and more than 3 million deaths worldwide. Indonesia has reported 1,682,004 confirmed cases, the highest in Southeast Asia, and 45,949 COVID-19-related deaths, the 2nd highest reported in Asia and 17th in the world. Data on characteristics and risk factors related to death from COVID-19 in Indonesia are still limited and there has been no research on this in the city of Medan. A case control study of 222 COVID-19 patients who were treated at H. Adam Malik Hospital in Medan for the period March 2020-December 2020 was carried out using patient medical record data. This study describes the characteristics of COVID-19 patients based on age, gender, clinical symptoms, comorbidities, place of residence and to determines the factors associated with death in COVID-19 patients. The results of the study through multivariate regression analysis showed an increased risk of death at the age of 60 years (OR = 5,495, 95% CI: 2,398-12,591), fever (OR = 4,441, 95% CI: 1,401 -14,077), shortness of breath (OR = 8,310) . , 95% CI: 3,415-20,220, history of hypertension (OR=2,454, 95% CI: 1,159-5,196), history of chronic disease (OR=10,460 times, 95% CI: 3,282-33,331), history of cancer (OR=16,137, 95% CI: 2,798-96,147) in COVID-19 patients treated at H. Adam Malik Hospital Medan in 2020.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Benazir
"Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru baik yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian kanker paru pada pasien rawat inap dan rawat jalan di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta RSCM Tahun 2011 2012 Desain penelitian ini adalah kasus kontrol dan dianalisis secara univariat dan bivariat Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang menjalani pelayanan rawat inap dan rawat jalan di bagian pulmonologi RSCM dan memiliki catatan rekam medis yang lengkap Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien laki laki memiliki risiko 2 05 95 CI 1 062 3 974 kali lebih besar untuk terkena kanker paru dibandingkan pasien perempuan Kemudian untuk tingkat pendidikan rendah memiliki risiko 0 23 95 CI 0 08 0 64 kali lebih besar untuk terkena kanker paru dibandingkan pasien dengan tingkat pendidikan tinggi Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pasien yang merokok memiliki risiko 3 19 95 CI 1 63 2 23 kali lebih besar untuk terkena kanker paru dibandingkan pasien yang tidak merokok pasien yang merokok ge 20 batang per hari memiliki risiko 7 62 95 CI 2 00 28 97 kali lebih besar dibandingkan pasien yang tidak merokok dan pasien yang merokok selama 1 24 tahun memiliki risiko 3 87 95 CI 1 89 7 91 kali lebih besar dibandingkan pasien yang tidak merokok.

Lung cancer is all of malignant lung disease including malignancy derived from the lung itself or from extrapulmonary malignancy This study aims to determine the risk factors of lung cancer incidence in Inpatient and Outpatient at Dr Cipto Mangunkusumo Hospital RSCM in Jakarta 2011 2012 This study design is case control with univariate and bivariate analyzes The samples in this study were patients undergoing inpatient and outpatient at pulmonologi RSCM and have a complete medical record Results showed that male patients had a risk of 2 05 95 CI 1 062 to 3 974 times greater for lung cancer than women For the low education levels have an increased risk of 0 23 95 CI 0 08 0 64 times greater for lung cancer than patients with higher education levels The results also showed that patients who smoke have a risk of 3 19 95 CI 1 63 to 2 23 times greater for lung cancer than non smokers patients who smoked ge 20 cigarettes per day had a risk of 7 62 95 CI 2 00 to 28 97 times greater than patients who did not smoke and patients who smoked for 1 24 years had a risk of 3 87 95 CI 1 89 to 7 91 times greater than patients who do not smoke.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52401
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahidin
"Dibetes melitus yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah diatas 200mg/dL merupakan keadaan klinis yang dapat terjadi akibat gangguan pada produksi dan pengguanaan insulin. Beberapa penelitian menunjukan bahwa angka kejadian diabetes melitus dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan seberapa besar risiko terjadinya kasus diabetes melitus berdasarkan faktor-fktor risiko yang terdapat pada masyarakat. Pengambilan sampel pada penelitian deskriptif kuantitatif ini menggunakan desain cross sectional dan teknik non-probability sampling, (consecutive sampling). Instrument yang digunakan adalah Finnish Diabetes Risk Score (FINDRISC) untuk mengukur risiko diabetes dengan melakukan sedikit modifikasi sebagai penyesuaian. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat 33,3% responden memiiki risiko sangat rendah, 46,9% responden dengan risiko rendah, 9,4% risiko sedang dan 10,4% risiko tinggi.

Diabetes mellitus is characterized by high blood sugar levels above 200mg/dl is a clinical situation that may occur due to interference with production and insulin pengguanaan. Several studies have shown that the incidence of diabetes mellitus from is continously increased. This study aims to describe how great the risk of diabetes mellitus cases based risk factors contained in the community. Sampling on this quantitative descriptive study using cross-sectional design and non-probability sampling, (Consecutive sampling). Instrument used is the Finnish Diabetes Risk Score (FINDRISC) ​​to measure the risk of diabetes by making a few modifications to the adjustment. These results indicate that 33.3% of respondents coined the very low risk, 46.9% of respondents with low risk, moderate risk of 9.4% and 10.4% of high risk."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46411
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Fajrullah Said Aldam
"ABSTRAK
Remaja sangat rentan mengalami faktor risiko seperti masalah emosional, perilaku, keluarga, dan hubungan dengan teman sebaya dalam kehidupannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor risiko terhadap kesehatan jiwa remaja. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif-korelatif dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian ini mengambil 292 remaja SMP kelas 8 dengan menggunakan purposive sampling. Kesehatan jiwa remaja berada dalam kategori moderate dan sebagian besar memiliki kesejahteraan psikologis yang baik. Remaja memiliki masalah emosional, masalah perilaku, dan masalah hubungan dengan teman sebaya dalam kategori normal, sedangkan masalah dalam keluarga berada dalam kategori sedang. Masalah dalam keluarga dan masalah hubungan dengan teman sebaya memiliki hubungan yang bermakna terhadap kesehatan jiwa. Promosi kesehatan jiwa remaja dan prevensi faktor risiko seperti masalah emosional, masalah perilaku, dan masalah dalam keluarga, dan masalah hubungan dengan teman sebaya direkomendasikan pada program UKS.

ABSTRACT
Adolescents are particularly vulnerable to risk factor such as emotional, behavioral, family, and peer problems. This study aims to determine the relationship of these risk factors to the mental health of adolescents. This research uses descriptive correlative research design with cross sectional approach. 292 grade 8 students were chosen to be respondents by using purposive sampling. This mental health of adolescents is in the moderate category and most of them have good psychological well being. They have emotional, behavioral, and peer relationships in the normal category, while family problem are in the moderate category. Family and peer relationship problems have a significant effect on mental health. Promotion adolesence mental health and prevention risk factor are recommended in school health problem."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina
"Latar Belakang: Keterlambatan bicara adalah salah satu bentuk keterlambatan perkembangan pada anak. Untuk meminimalisir dampak negatif keterlambatan bicara, faktor risiko dibutuhkan untuk membantu mendiagnosis pasien, agar intervensi dini dapat dimulai.
Tujuan: Identifikasi asosiasi antara jenis kelamin, usia kehamilan, berat lahir, lingkar kepala, penutupan anterior fontanel, perkembangan motorik kasar, periode ASI eksklusif, pengasuh sehari-hari, jumlah saudara kandung, paparan media, interaksi sosial dengan pasien, dan keterlambatan bicara pada anak usia 1 sampai 2 tahun.
Metode: Penelitian kasus kontrol pada anak usia 1 sampai 2 tahun di Rumah Sakit Pusat Nasional (RSUPN) Cipto Mangunkusumo dan Klinik Anakku, Pondok Pinang di Jakarta, Indonesia, dari Januari 2018 sampai Maret 2018. Data dikumpulkan dari wawancara orang tua. Data yang diperoleh diolah dengan SPSS Statistics for Mac, dengan uji Chi-Square dan metode logistic regression. Hasil: Jumlah subjek pada studi ini adalah 126 anak, dengan 63 anak dengan keterlambatan bicara, dan 63 anak lainnya dengan perkembangan bicara yang normal. Pada uji multivariat, variabel yang signifikan adalah keterlambatan perkembangan motorik kasar (p < 0.001; OR = 9.607; 95% CI = 3.403-27.122), periode ASI eksklusif kurang dari 6 bulan (p = 0.016; OR = 3.278; 95% CI = 1.244-8.637), dan paparan gadget dan televisi selama lebih dari 2 jam sehari (p < 0.001; OR = 8.286; 95% CI = 2.555-26.871). Kontak sosial yang buruk (p = 0.998) adalah confounding factor pada studi ini.
Kesimpulan: Keterlambatan perkembangan motorik kasar, periode ASI eksklusif kurang dari 6 bulan, paparan media selama lebih dari 2 jam, dan kontak yang buruk adalah faktor risiko keterlambatan bicara pada anak.

Background: Speech delay is one of the most common developmental delay in children. To minimize the negative outcomes of speech delay, risk factors should be explored to help in patient diagnosis, so an early intervention can be initiated. Aim: Identify the association between gender, age, birth weight, asphyxia during birth, head circumference, closure of anterior fontanel, gross motor development, period of
breastfeeding, caregiver, number of siblings, media exposure, social interaction with subject and delayed speech in children between 1 to 2 years old. Method: A case-control study for children between 1 to 2 years old in Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Cipto Mangunkusumo and Klinik Anakku, Pondok Pinang in Jakarta, Indonesia, from January 2018 to March 2018. Data was collected from parent interviews. The data obtained was processed with SPSS Statistics for Mac, with Chi-Square test and logistic regression method.
Result: The total number of subjects in this study was 126, with 63 children with speech delay and 63 children with normal speech development. In the multivariate analysis, the significant risk factors were delayed gross motor development (p < 0.001; OR = 9.607; 95% CI = 3.403-27.122), period of exclusive breastfeeding of less than 6 months (p = 0.016; OR = 3.278; 95% CI = 1.244-8.637), and exposure to gadgets and television for more than 2 hours (p < 0.001; OR = 8.286; 95% CI = 2.555-26.871). Poor social interaction (p = 0.998) was found to be the confounding factor. Conclusion: Delayed gross motor development, period of exclusive breastfeeding of less than 6 months, media exposure for more than 2 hours, and poor are risk factors of
delayed speech development in children.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>