Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1019 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lawalata, Albertinette A.A.L.
"Pengaturan mengenai perlindungan terhadap konsumen sebelum disahkannya UU Perlindungan Konsumen, belumlah secara optimal dapat melindungi konsumen, sehingga konsumen tidak dapat melindungi dirinya dari pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. Setelah adanya UU Perlindungan Konsumen yang antara lain mengatur mengenai perlindungan konsumen yang lebih integratif dan komprehensif, juga membawa dampak bagi tumbuhnya kesadaran konsumen akan hak-hak yang dimilikinya dan menghilangkan keengganan dari konsumen untuk menempuh penyelesaian melalui jalur hukum. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha atau produsen melalui pengadilan dalam lingkup peradilan umum sesuai yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen.
UU Perlindungan Konsumen memberikan beban pembuktian, terhadap ada atau tidaknya kesalahan pelaku usaha pada pelaku usaha sendiri, sehingga beban pembuktian yang diatur dan dianut UU Perlindungan Konsumen adalah sistem pembuktian terbalik. Namun sistem pembuktian terbalik ini temyata belum sepenuhnya diterapkan pada pemeriksaan terhadap sengketa konsumen yang diajukan ke Pengadilan. Dalam tesis ini, akan membahas mengenai 'penerapan sistem beban pembuktian terbalik dalam pemeriksaan sengketa konsumen yang diajukan oleh konsumen melalui gugatan ke pengadilan. Sekaligus apakah sistem pembuktian terbalik tersebut sulit untuk diterapkan dan digunakan oleh Hakim pada Pengadilan yang memeriksa sengketa konsumen karena UU Perlindungan Konsumen masih menentukan penggunaan ketentuan Hukum Acara Umum (HIRIRBG)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Suryani
"

ABSTRAK

 

Dalam beberapa tahun terakhir, keberadaan lembaga kredit digital di Indonesia meningkat pesat. Hal tersebut memberi sumber finansial baru bagi pengguna internet yang ingin mengakses dan memanfaatkannya untuk kebutuhan konsumsi mereka yang tidak ada habisnya. Studi-studi sebelumnya melihat bahwa akses terhadap internet memediasi aktivitas konsumsi dan aktivitas ini menjadi gaya hidup. Studi ini berfokus pada peran kredit digital terhadap perilaku konsumsi penggunanya yang cenderung untuk kebutuhan gaya hidup karena konsumsi. Sebagaimana teori masyarakat konsumer yang melihat konsumsi masyarakat bukan hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup (need) melainkan untuk kebutuhan memenuhi hasrat (desire) penggunanya yang antara lain bersifat kenikmatan (pleasure) dan pemenuhan kepuasan hasratnya (desire). Menggunakan pendekatan kualitatif, antara lain wawancara mendalam pada pengguna kredit digital, hasilnya menunjukkan bahwa pemanfaatan kredit digital untuk konsumsi yang sifatnya memenuhi kebutuhan menyangkut hobi, fashion, dan aktivitas pleasure lainnya menunjukkan kredit digital mereproduksi gaya hidup. Temuan ini mengokohkan pernyataan Baumann bahwa masyarakat konsumer adalah masyarakat kartu kredit yang lekat dengan aktivitas konsumsi sehingga memproduksi gaya hidup.

 

Kata Kunci: Kredit Digital, Perilaku Konsumsi, Masyarakat Konsumer, Gaya Hidup

 


ABSTRACT

 

In recent years, the existence of digital credit institutions in Indonesia has increased rapidly. This provides a new financial resource for internet users who want to access and use it for their endless consumption needs. Previous studies have seen that access to the internet mediates consumption activities and these activities become lifestyle. This study focuses on the role of digital credit on the consumption behavior of its users who are inclined to lifestyle needs due to consumption. As consumer society theory that sees public consumption is not only intended to meet the needs of life but to meet the needs of the desires of users, among others, are pleasure and the fulfillment of the satisfaction of desires. Using a qualitative approach, including in-depth interviews with digital credit users, the results show that the use of digital credit for consumption that meets the needs regarding hobbies, fashion, and other pleasure activities shows that digital credit reproduces lifestyles. This finding reinforces Baumann's statement that the consumer society is a credit card society that is closely linked to consumption activities so as to produce a lifestyle.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Andri Wibowo
"ABSTRAK
The Ministry of Trade revealed that there are 41 wet markets in 12 provinces in Indonesia suffering from damage, 50 percent of which are due to incomplete and inadequate market facilities. From a survey of 3,956 markets, 95 percent of them have a physical building over 25 years. In Banyumas regency there are two wet markets that have experienced the revitalization program, namely those in Cilongok and Sokaraja. However, this research focused on Cilongok market. This research aims to compare consumer assessment toward the level of cleanliness, safety, orderliness, and lighting, level of favorability and frequency of consumer visit to Cilongokwetmarket. This study used a comparative descriptive method to compare costumers' assessment. The before-after approach is used to assess the effectiveness of the treatment, characterized by an average difference before and after treatment. This research surveyed 100 respondents selected by accidental sampling. Data were collected by questionnaire-based exit interview. Data of the assessment pre-revitalization are obtained by recall method. Data were then analyzed using paired sample t-test. The results show that consumer assessment toward the level of cleanliness, safety, orderliness, and lighting of the Cilongokwet market after revitalization is higher than that before revitalization. Moreover, their level of favorability and frequency of visiting the market are higher, too. The results imply that revitalization of wet markets has been perceived positively by consumers, which has affected their frequency of shopping, thereby improving the competitiveness of the wet market against the modern market."
Jakarta: Research and Development Agency Ministry of Home Affairs, 2018
351 JBP 10:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Brigita
"Jumlah penduduk yang padat mempengaruhi pola konsumsi dan kebutuhan masyarakat Indonesia menjadi lebih tinggi. Hal tersebut membuka peluang bagi pelaku usaha dalam menjalankan bisnis dengan mencari inovasi baru berkaitan dengan strategi pemasaran untuk memperoleh keuntungan sebesar- besarnya. Salah satunya, menerapkan strategi upselling. Upselling merupakan strategi pemasaran yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan berupaya menyakinkan konsumen untuk membeli barang dan/atau jasa yang mengalami peningkatan sehingga menyebabkan harga yang dibayarkan lebih mahal dari harga awal. Secara umum, praktik upselling tidak dilarang bagi pelaku usaha untuk menerapkannya. Akan tetapi, tidak semua pelaku usaha menerapkan praktik upselling dengan jujur dan adil. Ditemukan pelaku usaha yang menerapkan praktik upselling tidak memberikan informasi secara benar, jelas dan jujur serta transaksi yang dilakukan tidak berdasarkan persetujuan konsumen. Dalam hal ini, konsumen tidak memperoleh hak-haknya secara utuh. Indonesia secara umum tidak melarang penerapan strategi penjualan upselling dan belum mempunyai pengaturan secara spesifik mengenai upselling. Penulisan ini bertujuan untuk membahas mengenai perbandingan pelindungan konsumen terhadap strategi upselling oleh pelaku usaha yang tidak memberikan informasi secara benar, jelas dan jujur serta tidak berdasarkan persetujuan konsumen di Indonesia dengan Amerika Serikat. Negara Amerika Serikat melihat praktik upselling oleh pelaku usaha yang tidak memberikan informasi serta tidak berdasarkan persetujuan konsumen merupakan salah satu praktik usaha yang tidak adil (unfair pratices). Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode doktrinal. Dari hasil penelitian dapat dipahami bahwa Indonesia dan Amerika Serikat memiliki kesamaan yakni sama-sama tidak melarang upselling sepanjang tidak mencederai hak - hak konsumen serta dilaksanakan dengan jujur dan adil. Dibutuhkannya peran pemerintah untuk meningkatkan pengawasan kepada pelaku usaha serta membuat suatu pedoman lebih khusus mengenai strategi upselling untuk dijadikan landasan bagi pelaku usaha untuk melaksanakan praktik upselling. Tidak hanya itu, dibutuhkannya kesadaran pelaku usaha untuk melaksanakan kewajibannya dan konsumen harus lebih kritis dan teliti terhadap strategi upselling yang dilakukan oleh pelaku usaha.

The dense population influences the consumption patterns and needs of Indonesian society, making them higher. This creates opportunities for business operators to innovate in marketing strategies to gain maximum profits. One such strategy is upselling. Upselling is a marketing strategy where business operators try to convince consumers to buy goods and/or services that have increased in value, resulting in a higher price than the initial price. Generally, upselling practices are not prohibited for business operators. However, not all business operators apply upselling practices honestly and fairly. Some business operators do not provide accurate, clear, and honest information, and transactions are conducted without consumer consent. In these cases, consumers do not fully receive their rights. Indonesia does not generally prohibit the application of upselling strategies and does not have specific regulations regarding upselling. This writing aims to discuss the comparison of consumer protection against upselling strategies by business operators who do not provide accurate, clear, and honest information and do not obtain consumer consent in Indonesia and the United States. The United States views upselling practices by business operators who do not provide information and do not obtain consumer consent as an unfair practice. The method used in this writing is the doctrinal method. From the research results, it can be understood that Indonesia and the United States share a similarity in not prohibiting upselling as long as it does not harm consumer rights and is conducted honestly and fairly. There is a need for the government's role in increasing supervision of business operators and creating more specific guidelines regarding upselling strategies to serve as a basis for business operators to carry out upselling practices. Additionally, there is a need for business operators to be aware of their obligations and for consumers to be more critical and thorough regarding upselling strategies carried out by business operators."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damayanti Wardyaningrum
"Penelitian ini dilakukan pada suatu perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi (selanjutnya disebut PT.X) yang telah beroperasi sekitar lima tahun. Untuk memperluas jumlah jaringan dan mempertahankan pelanggan dan persaingan dengan perusahaan telekomunikasi lain, PT X memerlukan upaya-upaya untuk memahami sampai sejauh mana tingkat persepsi kepuasan pelanggannya terhadap pelayanan yang selama ini disampaikan.
Dalam menyampaikan pelayanan kepada pelanggan, maka tolok ukur keberhasilan dari pelayanan adalah persepsi yang dirasakan oleh pelanggan. Seringkali penyedia jasa menganggap tingkat kualitas pelayanan yang disampaikan adalah indikator tercapainya kepuasan pelanggan bukan aktual yang diterima oleh pelanggan. Sehingga sering terjadi gap antara penyedia jasa dan pelanggan yang dikarenakan perbedaan persepsi terhadap kepuasan pelanggan. Persepsi sebagai inti dari komunikasi merupakan hal yang perlu dipahami oleh pihak penyedia jasa dalam upayanya memahami keinginan pelanggan.
Adapun tujuan dari penelitian persepsi kepuasan pelanggan pada PT X ini adalah 1) untuk mengetahui deskripsi tingkat kepuasan pelanggan menurut persepsi kelompok pelanggan dan kelompok karyawan, 2) untuk mengetahui signifikansi perbedaan tingkat kepuasan pelanggan antara persepsi kelompok pelanggan dan persepsi kelompok karyawan mengenai kepuasan pelanggan 3) untuk mengetahui variabel-variabel mana saja yang membedakan dan paling membedakan antara kelompok pelanggan dan kelompok karyawan 4) untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada komunikasi internal antara karyawan yang memiliki persepsi sama dengan pelanggan dan karyawan yang yang memiliki persepsi berbeda dengan pelanggan.
Metode yang digunakan untuk memenuhi tujuan penelitian diatas adalah dengan menggunakan deskripsi statistik crosstabs, analisa diskriminan dan uji beda rata-rata kelompok (t-test). Sebelum dilakukan analisa dengan menggunakan metode-metode tersebut dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap data yang masuk.
Dari analisa deskriptif menunjukkan bahwa persepsi kepuasan pelanggan baik pada kelompok pelanggan maupun karyawan belum mencapai skala kepuasan yang maksimal. Pada dimensi assurance dan empathy persepsi kepuasan lebih tinggi pada kelompok karyawan, sedangkan untuk dimensi tangible dan reliability persepsi kepuasan lebih tinggi pada kelompok karyawan.
Dari hasil analisa diskriminan ditemukan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok pelanggan dan kelompok karyawan dalam hal persepsinya tentang pelayanan kepada pelanggan. Dari kelima dimensi kepuasan pelanggan yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance dan empathy terdapat tiga dimensi yang berbeda yaitu dimensi assurance, empathy dan tangible. Dengan variabel assurance sebagai variabel yang paling membedakan kedua kelompok, selanjutnya variabel pembeda yang kedua adalah variabel empathy dan variabel tangible sebagai variabel pembeda yang terkecil.
Selain itu dengan analisa uji perbedaan rata-rata diketahui mengenai iklim organisasi karyawan. Dari hasil analisa diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan diantara kelompok karyawan. Sehingga hipotesa yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan komunikasi internal antara kelompok karyawan yang memiliki persepsi sama dan karyawan yang memiliki persepsi berbeda dengan persepsi pelanggan ditolak.
Meskipun komunikasi internal di perusahaan dianggap cukup baik oleh sebagian besar karyawan, namun ternyata faktor komunikasi internal bukan merupakan pembeda antara kelompok karyawan yang memiliki persepsi sama maupun berbeda dengan pelanggan.
Hasil penelitian dan rekomendasi dalam tesis ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi pihak manajemen untuk mengambil kebijakan dan membantu mengurangi kondisi ketidakpastian dalam menjalankan operasional bisnis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sebayang, Mesania Mimaisa
"Meningkatnya tuntutan masyarakat untuk menindaklanjuti secara hukum terhadap tindakan medis dokter yang dianggap sebagai perbuatan malpraktek ternyata pada pelaksanaannya menimbulkan permasalahan. Pro dan kontra yang terjadi antara masyarakat dengan para ahli hukum kedokteran sendiri berkaitan dengan definisi malpraktek dan bagaimana menentukan suatu tindakan medic seorang dokter dapat dikategorikan sebagai perbuatan malpraktek. Perselisihan selanjutnya yang timbal adalah adanya dualisme penyelesaian secara hukum atas tindakan medis dokter yang dikategorikan sebagai tindakan malpraktek yang dalam dunia hukum di Indonesia sebagian benar hanya diselesaikan oleh suatu Majelis yang disebut Majelis Kehonnatan Etik Kedokteran (MKEK) yang notabene hanya memberikan sanksi berupa sanksi etika tanpa ada unsur pidananya. Hal inilah yang menimbulkan ketidakpuasan dalam diri pasien dan keluarga sebagai korban pada khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya.
Dalam kaitannya dengan perselisihan tersebut, maka penulis dalam tesis ini berupaya memaparkan gambaran sebenarnya yang terjadi dalam masyarakat mengenai rnaraknya tuntutan terhadap tindakan malpraktek yang dianggap telah dilakukan oleh dokter selaku tenaga kesehatan. Oleh karena suatu tindakan medis seorang dokter hares berdasarkan suatu asas yang diistilahkan dengan informed consent, maka perlu dibahas lebih dahulu mengenai asas tersebut sebagai salah satu dasar untuk rnenentukan adanya suatu tindakan malpraktek oleh dokter.
Pembahasan selanjutnya mengenai penyelesaian atas tindakan malpraktek yang dianggap telah dilakukan oleh dokter dikaji dalam dua bagian, yaitu, penyelesaian tindakan malpraktek oleh MKEK dan penyelesaian perkara tindakan malpraktek berdasarkan UU Praktik Kedokteran (UU No. 29 Tahun 2004). Dalam hal ini penulis mengauggap bahwa kedua unsur tersebut tidak dapat dipisahkan sehingga alangkah baiknya apabila penyelesaian terhadap perkara tindakan malpraktek tersebut dikaji melalui perspektif etikolegal, yaitu penggabungan antara sanksi etika dengan sanksi pidana yang tentunya hams benar-benar diputuskan secara obyektif dan adil setelah dilakukan penyelidikan dan pemeriksaan secara utuh dan menyeluruh sehingga memang dapat dibuktikan bahwa seorang dokter telah melakukan suatu tindakan malpraktek yang menimbulkan kerugian terhadap pasein sebagai konsumen jasa layanan kesehatan."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Setio Inantoro
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiny Indah Prasanti
"Persaingan yang semakin ketat di seluruh sektor bisnis, secara langsung maupun tidak langsung menuntut para pelaku bisnis untuk semakin llhan menanamkan peranannya dalam bidang masing-masing. Tidak terkecuali dalam industri penyedia jasa, dimana persaingan kini juga semakin meningkatkan kesadaran akan pentingnya membangun dan memelihara hubungan yang erat dengan pelanggan. Aspek ketakberwujudan (intangible) suatu hubungan merupakan suatu nila1 tambah yang dapat dikembangkan menjadi suatu keunggulan kompctitif yang tidak mudah ditiru oleh pesaing.
Banyak penelitian di bidang pemasaran dilakukan dalam upaya untuk mengukur kualitas hubungan antara produsen dan jalur distribusi maupun antara penjual dengan konsumen ( orsch er al., 1998, Kumar er ai., 1995, Crosby et al., 1990, Bejou ez al., 1996). Namun demikian, masih belum ada skala yang temji yang dapat digunakan oleh penyedia jasa untuk mengukur kualitas hubunannya dengan pelanggan untuk selantnya digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan program pemasaran relasional yang telah dilaksanakan. Selama ini, secara empiris belum tenbukti apakah kuatas dan aspek-aspek intangible dalam hubungan antara penyedia jasa dengan pelanggan dapat lebih menjelaskan kecenderungan perilaku konsumen bila dibandingkan skala pengukuran kualitas jasa yang umum digunakan, yaitu SERVQUAL. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan skala yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas hubungan yang bersifat tak berwujud antara perusahaan penyedia jasa dengan pelanggan. Selain itu, penelitian ini juga melihat hubungan antara kualitas jasa dengan kualitas hubungan dan pengaruhnya terhadap kesetiaan pelanggan.
Fokus perhatian pada penelitian ini adalah pada industri penyedia jasa yang berhubungan Iangsung dengan konsumen individual. Hai ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa sebagian besar konsumen pengguna layanan jasa adalah konsumen individual. Penelitian diadakan melalui survei terhadap 267 responden individual pengguna jasa di area Jabotabek, dengan metode pengambilan sampel tak acak (non-probability sampling method) dalam bentuk convenience sampling. Data yang diperoleh melalui survei selanjutnya dianalisa dengan menggunakan SPSS 13.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik kualitas jasa yang ditawarkan maupun kualitas hubungan antara penyedia Jasa dengan pelanggan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap peningkatan kesetiaan pelanggan. Kulitas jasa, yang diyakini sebagai kunci awal terciptanya hubungan yang erat antara penyedia jasa juga terbukti memiliki pengaruh positif yang cukup signifikan terhadap kualitas hubungan. Hasil uji juga menunjukkan bahwa kualitas hubungan antara penyedia jasa dengan pelanggan memilki penghasilan yang leblh besar terhadap kesetiaan pelanggan, bila dibandingkan dengan pengaruh kualitas jasa."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Dewi
"Tercapainya kepuasan pelanggan (customer satisfaction) khususnya di bidang jasa, akan menciptakan pelanggan yang setia (loyal) terhadap suatu perusahaan atau suatu produk dalam suatu lndustri disaat semakin kompetitifnya persaingan. Hal tersebut dapat meningkatkan pendapatan perusahaan, mengurangi biaya, membangun atau bahkan memperluas pangsa pasar. Dengan demjkian, memberikan kualitas layanan yang baik merupakan slrategi utama unmk tetap bartahan dan sukses di era persaingan yang kompetitif saat ini. Unluk itu tidak mengejutkan apabila kualitas layanan (service quality) memegang peranan yang sangal penling dan implementasi pemasaran jasa yang unggul (excellence).
Penelitian ini ingin mengetahui bgaimana derajat komitmen manajemen atas kualitas layanan melalui bentuk pelatihan, pemberdayaan dan rewards secara bersamaan terhadap kepuasan kerja karyawan dan komitmen karyawan afektif, khusus karyawan frontline. Sehingga dengan komitmen manajemen yang sungguh - sungguh terhadap kualitas layanan maka dapat memperbaiki kegagalan layanan yang terjadi dan akhirnya dapat meningkatkan kinerja perbaikan layanan (servive recovery performance). Penelitian ini bersifat menggambarkan alau mendeskripsikan (Descriptive Research) fenomena pemasaran dengan menggunakan Factor Analysis dan Multiple Regression.
Mencapai kinerja layanan yang unggul merupakan suatu keharusan untuk tetap bertahan pada perusahaan jasa. Sangat sulitnya mencapai kualilas layanan yang konsisten membuat perusahaan harus menggunakan stranegi perbaikan layanan. Salah satu bentuk strategi perbaikan layanan adalah dengan menghasilkan kinerja yang baik dalam hal perbaikan layanan yang disebabkan kegagalan layanan. Dengan begitu kegagalan layanan yang terjadi apabila diikuti dengan usaha perbaikan layanan yang efektif akan menghasilkan pelanggan yang setia. Unmk itu perusahaan hams dapat meyakinkan semua elemen baik pelanggan maupun karyawannya bahwa kegagalan layanan yang terjadi akan dan harus menerima perbaikan layanan.

In today's competitive environment, having a loyal bose of satishecl customers increases revenues, reduces costs, builds market share, and improves bottom lines. Therefore, give the best quality of service for the customers is the main strategy to survive and success in competitive market. Not surprisingly, service quality is the pivotal role in the implementation of excellence service marketing.
In this research I would like to measuring the degree of management commitment to service quality by considering training, empowerment, and rewards simultaneously on employees job satisfaction and employees commitment afective especially for frontline employees. With a strong commitment to service quality will faced the service failure that occurred, in turn directly influenced employees perceived service recovery performance. This research is a Descriptive Research, which describe a marketing phenomena by using Factor Analysis and Multiple Regression.
Achieving excellence service performance is a vital for the survival of service organisations. Dificulties in achieving in service quality, mean that organization may need a service recovery strategy. One of the strategy is to create a good performance in service recovery caused by service failure. Positive outcomes like a loyal customer can occur when service failure is followed with service recovery. Therefore, companies have to make sure all elements, customers and employees, for every failure in delivering service must followed with service recovery."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Suryadi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas iklan bentuk metafora, yaitu dengan melihat sikap, intensi konsumen untuk membeli setelah melihat iklan, dengan cara dibandingkan dengan bentuk iklan non metafora. Selain itu penelitian juga ingin mengetahui pada tipe manfaat (promosi atau prevensi) mana yang Iebih efektif: Penelitian juga melihat efek dari bentuk, tipe serta dari perpaduan antara bentuk dan tipe iklan. Kemudian dilihat juga penerapan iklan metafora yang lebih mengena pada tiga tingkatan NCog (tinggi, sedang dan rendah) dan hasil penelitian ditemukan iklan metafora lebih efektif jika dibandingkan dengan iklan non metafora. Perpaduan antara bentuk metafora dengan tipe promosi dalam iklan menghasilkan sikap positif terhadap iklan dan produk serta intensi membeli yang besar, dibanding perpaduan bentuk metafora dengan prevensi, bentuk non metafora dengan promosi dan bentuk non metafora dengan prevensi. Penelitian juga menemukan penerapan iklan metafora oleh partisipan pada tingkatan NCog sedang lebih positif dibanding partisipan yang memiliki NCog tinggi dan rendah."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T20464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>