Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Acciaioli, Gregory L.
"During the new order era local adat was subjected to a process of cultural erosion due to the priorities accorded national integrations, as well as economic, social and development by the Indonesian government. However, the '90s have witnessed a resurgence of concern with adat as a vehicle for the local peoples' identity and as a mechanism for local government and dispute resolution, trends intensified since the beginning of the reformasi era with its relegitimation of discourse of regional autonomy. This essay presents a case study of these processes among Lindu people of Central Sulawesi, focusing upon how they have managed to reinvigorate their adat as a response to two forms of governmental imposition: 1) the encompassment of their land within a national park (i.e. Taman National Lore Lindu); and 2) the plan to construct a hydroelectric project, which would have forced the loss of land to rising water level and resettlement of the local population. The Lindu people have sought there empowerment of their adat by recasting it as a community resource management system that they argue can lead to greater sustainability of local natural resource than any imposed regimen of national park regulations. With assistance of NGOs such as Yayasan Tanah Merdeka, they have also adopted the discourse of 'indigenous people' to defend their continuing right of inhabitation in their homeland in the face of threatened resettlement. This essay explores the cultural politics of masyarakat adat as 'indigenous people' and the invocation of ecologically sound 'indigenous wisdom' as a warrant for resistance to development programs."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2001
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Warapsari Jihadtullah Tanara
"Sulawesi Tengah merupakan provinsi yang aktivitas terorismenya sangat dinamis walaupun perjanjian perdamaian Malino telah ditandatangani. Akar permasalahan konflik horizontal yang belum terselesaikan, menyebabkan aktivitas terorisme di Sulawesi Tengah masih terjadi. Yayasan Wisdom Institute yang berlokasi di Palu Sulawesi Tengah adalah sebuah lembaga yang fokus kegiatannya adalah melakukan pembinaan terhadap mantan narapidana terorisme yang berada di wilayah Sulawesi Tengah. Pembinaan dilakukan dengan tujuan untuk merubah pemahaman para mantan narapidana teroris yang berpaham Islam-Jihadis-Radikal menjadi Islam Washathiyah-Moderat. Selanjutnya Yayasan Wisdom Institute menggunakan konsep pembinaan 3H (Heart, Hand, Head), Yayasan Wisdom Institute juga mengajak para mantan narapidana teroris untuk menjadi pejuang perdamaian. Kafilah Pejuang Perdamaian adalah sebuah komunitas yang di bentuk sebagai wadah para mantan narapidana terorisme di Sulawesi Tengah untuk berkumpul dan menyuarakan perdamaian di Sulawesi Tengah. Untuk masyarakat umum, Yayasan Wisdom Institute mengadakan seminar-seminar kebangsaan dan melakukan kegiatan pembinaan mental spiritual. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui wawancara mendalam dan dokumentasi. Selanjutnya dianalisis menggunakan teori peran (role theory dan SWOT Analysis (Strength, Weakness, Opportuniy, and Threat). Penelitian ini mendeskripsikan strategi Yayasan Kemanusiaan dalam hal ini Yayasan Wisdom Institute dalam upaya Counter Violent Extremism. Berubahnya peran mantan narapidana terorisme dari pelaku kejahatan menjadi pejuang perdamaian menunjukkan keberhasilan dari Yayasan Wisdom Institute. Dari istilah Pejuang Perdamaian yang merupakan identitas baru yang mereka maknai dan identifikasi sendiri setelah mengalami proses transformasi identitas maka lahirlah komunitas baru dengan nama Kafilah Pejuang Perdamaian (KPP). Untuk penelitian selanjutnya direkomendasikan perlu mendapatkan informasi yang utuh tentang karakter dan pergaulan kehidupan sehari-hari mantan narapidana teroris Poso (mantan Jihadis Poso) sebelum dan sesudah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan sampai akhirnya bergabung dengan Kafilah Pejuang Perdamaian (KPP), dan perlu digali lebih mendalam lagi tentang nasib dan harapan masa depan para narapidana teroris (mantan Jihadis Poso) dan keluarganya.

Central Sulawesi is a province with very dynamic terrorism activities despite the signing of the Malino peace agreement. The root cause of the unresolved horizontal conflict has caused terrorism activities in Central Sulawesi to still occur. Wisdom Institute Foundation, located in Palu, Central Sulawesi, is an organisation that focuses its activities on fostering former terrorism prisoners in the Central Sulawesi region. Coaching is carried out with the aim of changing the understanding of former terrorist prisoners who hold the Islamic-Jihadist-Radical ideology into Washathiyah-Moderate Islam. Furthermore, the Wisdom Institute Foundation uses the concept of 3H coaching (Heart, Hand, Head), the Wisdom Institute Foundation also invites former terrorist prisoners to become peace fighters. The Caravan of Peace Fighters is a community formed as a forum for former terrorism prisoners in Central Sulawesi to gather and voice peace in Central Sulawesi. For the general public, the Wisdom Institute Foundation organises national seminars and conducts mental and spiritual development activities. This research is a type of qualitative research, with a descriptive approach. Data collection techniques used in this research are through in-depth interviews and documentation. Furthermore, it was analysed using role theory and SWOT Analysis (Strength, Weakness, Opportuniy, and Threat). This research describes the strategy of the Humanitarian Foundation, in this case the Wisdom Institute Foundation, in its Counter Violent Extremism efforts. The changing role of former terrorism prisoners from criminals to peace fighters shows the success of the Wisdom Institute Foundation. From the term Peace Fighter which is a new identity that they interpret and identify themselves after experiencing the identity transformation process, a new community was born under the name Kafilah Pejuang Perdamaian (KPP). For further research, it is recommended that it is necessary to obtain complete information about the character and daily life of former Poso terrorist prisoners (former Poso Jihadists) before and after leaving the Penitentiary until finally joining the Kafilah Pejuang Perdamaian (KPP), and it is necessary to explore more deeply the fate and hopes for the future of terrorist prisoners (former Poso Jihadists) and their families."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik Dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siombo, Marhaeni Ria
"ABSTRAK
Pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan hidup merupakan pemanfaatan sumber daya alam secara bertanggung jawab. Sumber daya alam merupakan wujud dari keserasian ekosistem dan keserasian unsur-unsur pembentuknya yang diperlukan sebagai modal dasar pembangunan nasional yang wajib dikelola secara bijaksana, sehingga penggunaan dan pemanfaatannya dapat berlangsung secara lestari, seimbang, selaras dan serasi. Oleh karena itu diperlukan upaya konservasi, sehingga sumber daya alam yang menjadi tempat bergantung keberlangsungan hidup manusia tidak akan habis dan punah. Salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap masalah konservasi adalah dikeluarkannya UU No.5 Tahun 1990. Salah satu konservasi daratan adalah konservasi hutan yang meliputi suaka alam, hutan wisata, hutan lindung dan Taman Nasional (Atmawidjaya, 1991:3).
Taman Nasional Lore Lindu merupakan salah satu taman nasional yang terletak di Sulawesi Tengah, yang ditetapkan berdasarkan SK Mentan No. 429/kpts/org/7/1978 sebagai kawasan pelestarian alam eselon IV yang kemudian pada Kongres Taman Nasional Sedunia ke-3 di Bali, 14 Oktober 1982 ditetapkan sebagai Taman Nasional dengan luas areal 229.000 ha, berdasarkan Surat Pernyataan Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982.
Kelestarian kawasan Taman Nasional Lore Lindu makin terancam oleh perambahan yang terus meningkat dan menurunnya sumber daya alam yang dikandung serta minimnya pengembangan sarana-sarana konservasi.
Pelanggaran-pelanggaran yang sering terjadi adalah pencurian rotan, penebangan kayu, perkebunan rakyat dalam kawasan terlarang, serta perburuan satwa langka.
Dalam taman nasional ini terdapat empat desa yang telah ditetapkan sebagai enclave atau daerah kantong. Mereka hidup di wilayah ini sejak berabad-abad yang lalu, sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Penduduk diperkenankan untuk memanfaatkan lahan yang ada di sekitarnya dalam batas-batas tertentu yang disebut Zona Pemanfaatan Tradisional. Keberadaan penduduk yang saat ini berjumlah lebih kurang 2756 jiwa atau terdapat sejumlah 648 KK dengan luas zona pemanfaatan tradisional yang disediakan lebih kurang 10.000 ha. Luas keempat desa tersebut 279 km2 (27.900 ha), adanya pertambahan penduduk akan mengakibatkan kawasan ini peka terhadap pelanggaran sebab jumlah penduduk akan terus bertambah. Tetapi pada sisi lain dalam kebiasaan-kebiasaan hidup mereka sehari-hari terdapat nilai-nilai yang sangat mendukung program konservasi, yang merupakan cerminan kearifan orang-orang Lindu dalam berinteraksi dengan alam. Dengan kondisi alam dan sarana transportasi yang sangat minim membuat mereka terisolasi dari wilayah lainnya. Satu-satunya sarana transportasi untuk sampai ke wilayah ini adalah dengan berkuda. Adat istiadat mereka yang masih kuat berlaku, belum banyak terpengaruh dengan budaya lain. Kebiasaan-kebiasaan, kepercayaan-kepercayaan terutama yang berkaitan dengan alam hingga kini masih ditaati.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah undang-undang yang khusus mengatur masalah konservasi sumber daya alam.
Pelaksanaan peraturan di bidang konservasi belum efektif berlaku dalam Taman Nasional Lore Lindu; prinsip dan nilai tradisional yang hidup di kalangan masyarakat Lore Lindu berpengaruh pada strategi pengelolaan taman nasional; keterbatasan sarana dan prasarana merupakan salah satu sebab potensial timbulnya berbagai pelanggaran terhadap kawasan taman nasional. Ketiga hal diatas merupakan hipotesis kerja yang mempedomani penulis dalam melakukan penelitian.
Lokasi penelitian meliputi keempat desa yang berada dalam enclave Dataran Lindu, Kec. Kulawi, Kab. Donggala.
Tipe penelitian ini adalah deskriptif yaitu menggambarkan tentang pelaksanaan peraturan di bidang konservasi sumber daya alam dan ekosistem pada Taman Nasional Lore Lindu dan kebiasaan masyarakat yang masih berlaku yang erat kaitannya dengan konsep konservasi.
Untuk mendapatkan data primer digunakan pengamatan, wawancara dan partisipasi terbatas. Pengamatan diarahkan pada apakah prinsip-prinsip yang hidup dalam masyarakat pedesaan Dataran Lindu masa lalu masih ada pada saat ini dan apakah prinsip-prinsip tersebut dapat menunjang pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistem yang ada dalam taman nasional, sebagaimana dapat dilihat dalam tingkah laku serta keputusan mereka sehari-hari. Dalam wawancara, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak mempunyai struktur tertentu tetapi selalu terpusat pada pedoman wawancara. Responden terdiri atas dua golongan yaitu masyarakat yang tinggal dalam enclave dan staf pengelola taman nasional. Dari kalangan masyarakat diambil 10% dari jumlah Kepala keluarga masing-masing desa dan anggota Lembaga Adat Dataran Lindu yang berjumlah 7 (tujuh) orang. Staf pengelola taman nasional yang diwawancarai disesuaikan dengan tugas atau jabatannya, yang terdiri atas; Kepala Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam yang merangkap Pemimpin Proyek Taman Nasional, staf administrasi dan Jagawana/Polisi Hutan yang berada di lokasi taman nasional. Partisipasi terbatas dilakukan dengan tinggal beberapa lamanya di desa yang menjadi fokus penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah:
Mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung dalam upaya pengelolaan Taman Nasional Lore Lindu; Menginventarisasi nilai-nilai tradisional yang berkaitan dengan program konservasi; Untuk mengetahui sejauhmana pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1990 dalam upaya optimalisasi pengelolaan Taman Nasional Lore Lindu.
Analisis normatif dilakukan dengan mengklasifikasi peraturan-peraturan yang terkait atas dasar kronologi kemudian dianalisis dengan mempergunakan pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum yang mencakup subyek hukum, hubungan hukum, hak dan kewajiban. Dengan demikian dapat dilihat apakah peraturanperaturan tentang konservasi sudah efektif berlaku pada Taman Nasional Lore Lindu.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah masyarakat Lindu telah mempraktekkan sebagian dari prinsip-prinsip konservasi yang ada dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini terbukti dengan adanya nilai-nilai dalam kepercayaan masyarakat Lindu yang sudah lama dikenal dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari yang secara tidak langsung mendukung program konservasi. Nilai-nilai tersebut merupakan cerminan kearifan orang Lindu dalam berhubungan dengan alam.

ABSTRACT
The national sustainable development is a development, which utilizes the natural resources in a responsible manner. Natural resources are the continuation of their constituents required as a fundamental capital for the national development, which should be operated on discretionally such that its utilization and its benefits could be continuously carried on and balanced. Therefore conservation is needed, so that the natural resources, which constitute the location on which human existence depends on, should not be used up.
One of the concerns of the Government on the issue of conservation is the law provision No.5, 1990. One of the land conservation is the forest conservation, which has conveyed of natural preservation, landscape forestry, reservatory forest and the national parks (Atmawidjaya 1991:3).
The National Park Of Lore Lindu is situated in Central Sulawesi, which was established through the Decree of the Minister of Agriculture No. 427/kpts/org/7/1978 as the zone of natural conservation classification IV which then in the third World Congress of National Parks in Bali on October 14th, 1982 was set up as a national park covering an area of 229,000 ha based on the Decree of the Minister of Agriculture No 736/Mentan/X/1982.
The Lore Lindu National Park has been increasingly threatened by the increasing deforestation and the decline of natural resources while the facilities used for conservation are absolutely limited.
In this national park there were found four villages were established as the enclaves or pocket zones. They have been living in the zones since centuries ago, prior to the establishment of these zones as a conservation area. The people have been allowed to take the advantages of the existing area surrounding properly the area called is the intensive use zone (traditional zone). The recent is population is 2758 people and/or 648 of heads of households with the traditional beneficiaries zone covering an area of 10.000 hectare of the Lindu enclave area (145.000 ha). It is potential to make this zone prone to violations due to the increasing number of the population. But on the other hand, in their customary daily living, there were found a set of values, which support the conservation program, and reflect the wisdom of local people in their interaction with the nature. The condition of nature and the minimum availability of transportation facilities, make them isolated from the other areas.
The Main transportation facility used in the intensive zone is horses. Their customary wisdom, which is strongly prevailing, is not influenced by other cultures. Indigenous knowledge that related to nature still exists.
The Act No. 5/1990 is the provision, which is, aimed at solving the problems of conservation of natural resources. The implementation of this provision has not yet been effective; there are principles and traditional values existing among the community. The limitations of facilities and planned facilities are the potential causes of the various problems relating with the zone of Lore Lindu National Park.
The three things in my hypothesis become the guideline in conducting this research.
The research location covers four villages from the enclave of Lindu, the district of Kulawi, Donggala. The type of this research is descriptive which tries to describe the implementation of provision concerning conservation of the living resources and use of the ecosystem in Lore Lindu National Park in relation with prevailing traditional customs of local community related to the concept of conservation.
To get the primary data, participant observation and limited interviews and are conducted.
The observation was conducted towards the existing values of the local community of Lindu Plateau of the past and the principles supporting the continuation of living resources and its ecosystem, as seen in their daily living. In the interviews, the questions did not have specific structure but were always focused on the interviews guidance. The respondents had consisted of two groups, i.e., the community members living in the enclave and the operational staff members of national park.
They are 10% of the population from each village and 7 members of the institute of traditional customs of Lindu Plateau. The operational staff members consist of The head of Sub Chamber of Natural Resources Conservation; administration Staff members and the Security Staff of Lore Lindu national park.
Limited participation is occasionally carried out in the villages during this research.
The objectives of the research are to find out:
a. The retarding and supporting factors in the effort of supporting the of Lore Lindu National Park management.
b. To what extent the implementation of Act No 5, 1990, is effectively implemented in the effort of optimally the management of the Lore Lindu National Park.
The data analysis is carried out qualitatively concerning the support of several theories
Explaining the correlation between the law and the principles of traditional beliefs (indigenous knowledge).
The conclusion of this research is that the Lindu community has practiced part of the conservation principles found in the jurisprudence. This matter has been attested by the existence of values in the belief of Lindu community, which have long been known and practised, in daily living and indirectly supporting the conservation program. These values have been the reflection of the wisdom of Lindu people in their inter-course with the nature.
The provision of the jurisprudence in the field of conservation has not yet been implemented optimally; several important things found in the provisions have not yet been carried out in the operation of Lore Lindu National Park. Facilities and planned facilities are very inadequate and becoming a retarding factor in operating and developing this national park. The supporting factor in operating and developing this national park is the existence of values of traditional customs of the local community, which supports the conservation program, and reflects their wisdom in their intercourse with the nature.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joylis Rawis
Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2012
158.26 JOY s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Callista Maritza
"Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah keadaan bayi lahir dengan berat badan lahir kurang lari 2.500 gram atau 2,5 kilogram. Prevalensi BBLR di Sulawesi Tengah lebih tinggi dari pada rata-rata nasional yaitu 8,9% dibandingkan dengan prevalensi nasional yaitu 6,2%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kejadian BBLR di Sulawesi Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan desain studi potong lintang dengan data sekunder yang berasal dari Riskesdas 2018 dengan waktu peenelitian Juni-Juli 2023. Analisis penelitian dilakukan secara univariat dengan distribusi frekuensi, analisis bivariat dengan uji kai kuadrat, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 643 anak, sebesar 7,9% mengalami BBLR. Analisis bivariat menunjukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara umur ibu saat hamil dan gangguan kehamilan dengan kejadian BBLR (p value < 0,05). Analisis multivariat menunjukan bahwa umur ibu saat hamil merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian BBLR di Sulawesi Tengah (p value = 0,016; OR 2,442: 95% CI : 1,179-5,054).  

Low Birth Weight (LBW) is the condition of a baby born with an underweight birth weight of 2,500 grams or 2.5 kilograms. The prevalence of LBW in Central Sulawesi is higher than the national average of 8.9% compared to the national prevalence of 6.2%. This study aims to determine the dominant factors and other factors that influence the incidence of LBW in Central Sulawesi. This research is a quantitative study using a cross-sectional study design with secondary data originating from the 2018 Riskesdas with a research time of June-July 2023. The research analysis was carried out univariately with frequency distribution, bivariate analysis with the chi square test, and multivariate analysis with the logistic regression test double. The results showed that out of 643 children, 7.9% had LBW. Bivariate analysis showed that there was a significant relationship between the age of the mother during pregnancy and interruption of pregnancy with the incidence of LBW (p value <0.05). Multivariate analysis showed that the mother's age at pregnancy was the dominant factor associated with the incidence of LBW in Central Sulawesi (p value = 0.016; OR 2.442: 95% CI: 1.179-5.054)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Burhanudin
"Inskripsi kegamaan seringkali tidak dapat dipisahkan dari kepercayaan masyarakat setempat dalam hubungannya dengan tingkat pemahaman mereka terhadap agamanya. Di Sulawesi Tengah, ajaran agama yang diperoleh dari para guru, ulama dan pimpinan agama Islam sedari awal mewarnai bentuk dan isi inskripsi keagamaan. Artikel ini membahas sejarah dan perkembangan beberapa inskripsi keagamaan di provinsi Sulawesi Tengah, tepatnya di kota yaitu Palu, Donggala, dan Banggai. Penelitian di fokuskan pada empat lingkungan, yaitu (1) Makam Situs Pekuburan Keluarga Tanga Banggo (Raja-Raja Palu), (2) Masjid Jami Kampung Baru Kota Palu, (3) Masjid Al Amin Wani di Donggala, dan (4) Masjid Raya Donggala di Donggala. Penelitian ini menemukan 46 inskripsi. Inskripsi pada nisan terdiri dari identitas dan gelar orang yang meninggal, doa, ayat al-Qur’an, dan nama keluarga dan sahabat Nabi. Sementara itu, inskripsi di Masjid terdiri dari nama masjid, tahun pembangunannya, dan hadis. Kaligrafi yang digunakan umumnya memakai Arab tsulutsi, dan naskhi. Adapun bahan yang digunakan terdiri dari kayu, batu sungai, batu candi dan marmer. Keadaan inskripsi yang ada pada nisan, umumnya telah mengalami kerusakan (aus). Ukuran nisan pada umumnya antara 20 - 120 cm. Nisan untuk laki-laki kebanyakan berbentuk bulat (lingga) dan untuk perempuan pipih. Di pekuburan, inskripsi berisikan ziarah ke pemakaman atau kuburan, terutama kuburan pemuka-pemuka Islam yang banyak kesamaan dengan daerah lainnya di Indonesia. Sementara inkripsi yang ada di masjid banyak menjelaskan masalah salat lima waktu, menjauhi larangannya, ibadah untuk mengharap rida Allah, nasehat, ketaatan, dan lain-lain."
Jakarta: Kementerian Agama, 2016
297 JLK 14:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ruslan
"Pelabuhan Toli Toli merupakan pelabuhan kecil pada masa kolonial Belanda. Walaupun statusnya sebagai pelabuhan kecil, namun peran yang dimainkan Pelabuhan Toli Toli cukup penting pada waktu itu. Hal tersebut didukung dengan hasil produk hutan terutama rotan dan kopra yang kemudian mendorong kemajuan pelabuhan Toli Toli. Peranan pelabuhan Tali Toli banyak ditentukan oleh pendatang yang masuk ke pelabuhan Toli Toli, terutama orang Bugis yang memegang peranan penting untuk mengangkut komoditi yang dihasilkan Toli Toli. Pelabuhan Toli Toli secara administratif berada di bawah wewenang raja yang kemudian mengangkat seorang pejabat berpangkat syahbandar yang bertugas untuk memungut bea dan cukai ekspor impor atas kapal kapal dagang yang singgah untuk membongkar dan memuat barang dan orang dari pelabuhan Toli Toli. Jabatan sahbandar yang tunduk dan bertanggung jawab kepada raja merupakan suatu tanda bahwa posisi pelabuhan dan perkapalan laut cukup penting, khususnya bagi masyarakat setempat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12387
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayudya Widowati
"Daerah penelitian Gimpu, Sulawesi Tengah merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki potensi panas bumi yang belum dilakukan eksplorasi. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan wilayah potensi panas bumi pada daerah penelitian untuk dilakukan eksplorasi panas bumi. Metode penginderaan jauh dan geokimia air digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Daerah penelitian memiliki persebaran manifestasi panas bumi berupa 10 titik manifestasi yang terdiri dari 1 mata air dingin dan 9 mata air panas. Pada analisis penginderaan jauh yang mengintegrasikan data FFD, LST, dan NDVI menunjukkan bahwa pola kelurusan pada daerah penelitian berorientasi ke arah barat laut-tenggara dan barat daya-timur laut dengan tingkat densitas kelurusan sangat rendah–sangat tinggi. Densitas tersebut menunjukkan adanya pengaruh struktur geologi yang mengontrol kemunculan manifestasi panas bumi. Dilihat dari suhu permukaan, daerah penelitian memiliki suhu dari 9°C – 28°C dengan indeks tidak bervegetasi hingga vegetasi tinggi. Berdasarkan analisis geokimia air, tipe air panas bumi pada daerah penelitian didominasi oleh tipe klorida – bikarbonat dan bikarbonat. Manifestasi air panas bumi pada daerah penelitian memiliki kondisi immature waters yang telah mengalami pengenceran oleh air meteorik. Analis geoindikator menunjukkan bahwa zona outflow berada pada APB2. Analisis dengan kedua metode tersebut didapatkan hasil bahwa terdapat 3 area potensi panas bumi, yaitu area potensi A terletak pada daerah Lawua dengan koordinat dan 9.824.401 mU - 9.825.469 mU dan 838.813 mT - 841.766 mT yang memiliki luas sekitar 5,2 km2 serta area potensi B terletak pada daerah OO Parese dengan koordinat 9.814.523 mU - 9.815.038 mU dan 839.871 mT - 843.504 mT yang memiliki luas sekitar 3,2 km2 dan area potensi C terletak pada daerah Marena dengan koordinat 9.829.026 mU – 9.827.485 mU dan 839.045 mT – 840.730 mT yang memiliki luas sekitar 3 km2.

The Gimpu research area, Central Sulawesi is one of the areas in Indonesia that has geothermal potential that has not been explored. This research aims to map the geothermal potential area in the research area for geothermal exploration. Remote sensing and water geochemistry methods are used to achieve this goal. The research area has a distribution of geothermal manifestations in the form of 10 manifestation points consisting of 1 cold spring and 9 hot springs. The remote sensing analysis that integrates FFD, LST, and NDVI data shows that the alignment pattern in the study area is oriented towards the northwest-southeast and southwest-northeast with very low-very high alignment density. The density indicates the influence of geological structures that control the appearance of geothermal manifestations. In terms of surface temperature, the study area has temperatures from 9°C - 28°C with an index from no vegetation to high vegetation. Based on water geochemical analysis, the type of geothermal water in the study area is dominated by chloride - bicarbonate and bicarbonate types. Geothermal water manifestations in the study area have immature waters that have been diluted by meteoric water. Geoindicator analysis shows that the outflow zone is in APB2. Analysis with both methods found that there are 3 areas of geothermal potential, namely potential area A located in the Lawua area with coordinates and 9,824,401 mU - 9,825,469 mU and 838,813 mT - 841,766 mT which has an area of about 5.2 km2 and potential area B located in the OO Parese area with coordinates 9. 814.523 mU - 9.815.038 mU and 839.871 mT - 843.504 mT which has an area of about 3.2 km2 and potential area C is located in the Marena area with coordinates 9.829.026 mU - 9.827.485 mU and 839.045 mT - 840.730 mT which has an area of about 3 km2."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 >>