Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erwan
"Adanya perbedaan tingkat pembangunan di berbagai daerah dalam suatu negara dapat disebabkan karena adanya perbedaan dalam hal kepemilikan terutama ketidaksamaan dalam hal potensi yang dimililki daerah diantaranya adalah potensi sumber daya, baik sumber daya alam ataupun sumber daya manusia, infrastruktur, dan sebagainya Perbedaan kepemilikan tersebut menyebabkan ketimpangan antar daerah bahkan semakin melebarnya jurang antar daerah satu dengan daerah lainnya. Apalagi kepemilikan sumber daya yang adat tersebut belum dikelola secara optimal sehingga antar daerah satu dengan daerah lainnya nampak jelas perbedaan tingkat pembangunan antara lain perbedaan tingkat pendapatan per kapita, prasarana dan sarana ekonomi dan sosiai, struktur kegiatan ekonominya dan sebagainya.
Mengacu pada perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tingkat kesenjangan perekonomian antar daerah kabupaten/kota melalui indeks Willianson, menganalisa pengaruh variabel-variabel ekonomi yang mempengaruhi kesenjangan perekonomian antar daerah di Propinsi Lampung seperti jumlah investasi, jumlah tenaga kerja, sumbangan dan faktor-faktor lainnya dan menganalisa pengaruh perubahan variabel kebijakan terhadap kondisi kesenjangan petekonomian antar daerah di masa yang akan datang.
Studi ini menggunakan model ekonometrika dengan model persamaan simultan yang terdiri dari 11 persamaan yang meliputi 8 persamaan struktural dan 3 persamaan identitas. Jumlah seluruh variabel adalah 19 dengan variabeI endogen 11 buah dan variabel eksogen sebanyak 8 buah. Dari hasil estimasi model, sebanyak 3 persamaan mempunyai koefisien determinasi (R2) berkisar antara 0,70 hingga 0,92 dan 4 persamaan mempunyai koefisien determinasi (R2) berkisar antara 0,62 hingga 0,69. Bila dilihat dari nilai F hitung berkisar antara 15,8039 hingga 246,845, dan nilai Durbin Watson berkisar airtara 1,695 hingga 2,258.
Daya validasi model dengan melihat nilai koefisein U-Theil hampir 85 per= mempunyai nilai koefisien U-Theil di bawah satu, hal berarti sebagian besar model dapat dipergunakan atau valid untuk dilakukan simulasi baik simulasi maupun proyeksi.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa telah teijadi kesenjangan perekonomian antar daerah kabupaten/kota di Propinsi Lampung yang diperlihatkan oleh besarnya nilai indeks Willianson antara 4 kabupaten/kota. Selain itu tingkat kesenjangan dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja, jumlah sumbangan yang diterima daerah, jumlah investasi yang masuk ke daerah tersebut dan adanya dummy krisis. Dari ke-4 variabel tersebut jumlah tenaga kerja lebih resposif terhadap tingkat kesenjangan dibandingkan variabeI yang lain. Hal ini akan semakin besar bila dalam suatu daerah tersebut telah terjadi aglomerasi tenaga kerja.
Dari hasil proyeksi dari tahun 2000-2005 terhadap model persamaan simultan menunjukkan bahwa semua variabel endogen mengalami pertumbuhan yang meningkat untuk semua skenario kecuali variabel pendapatan per kapita mengalami penurunan pada tahun 2001 skenario moderat di Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Utara.
Hasil proyeksi variabel target menunjukkan bahwa tingkat kesenjangan dipengaruhi tenaga kerja, sumbangan, jumlah investasi dan adanya dummy krisis tahun 1997-1998 menghasilkan hasil proyeksi yang meningkat Hal ini berarti daerah kabupaten/kota harus berupaya seoptimal mungkin untuk meningkatkan taraf pembangunan di daerahnya agar tidak tertinggal jauh dibandingkan daerah lainnya dengan berbagai upaya seperti menciptakan iklim yang kondusif untuk investasi, perizinan yang mudah dan sebagainya terutama agar para investor mau datang menanamkan investasi di daerah. Akibat lebih lanjut ketertinggalan antar daerah dapat dikurangi/diperkecil."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T1636
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hajar
"Sistem Informasi Kesehatan (SIK) Kabupaten Musi Banyuasin adalah tulang punggung bagi pelaksanaan pengembangan daerah berwawasan kesehatan. Salah satu produk dari SIK Kabupaten Musi Banyuasin merupakan bentuk data dan informasi yang dapat menjadi salah satu dasar pengambilan keputusan adalah Data Umum Puskesmas.
Pengelola data di Seksi Informasi dan Data pada Dinas Kesehatan Kab. Musi Banyuasin selama ini mengalami kesulitan dalam mengelola Data Umum Puskesmas menjadi informasi yang diinginkan disamping begitu banyak data yang harus dianalisis. Hal ini disebabkan karena belum dikembangkannya basis data dan Sistem Infonnasi Data Umum Puskesmas tersebut. Pengelolaan Data Umum Puskesmas yang diserahkan kepada Seksi Inforrasi dan Data, selama ini dilakukan hanya sekedar pengumpulan data yang kemudian diarsipkan. Jika terjadi permintaan kebutuhan informasi, proses analisanya selama ini hanya dalam bentuk penjumlahan yang dilakukan secara manual, demikian pula dengan bentuk penyajiannya berupa tabel dan grafik juga belum pernah dilakukan.
Ruang lingkup penelitian ini meliputi pengembangan Sistem Informasi Data Umum Puskesmas yang dirancang khusus untuk tingkat Kabupaten/Kota, dan sebagai model adalah Dinas Kesehatan Kab. Musi Banyuasin.
Pengembangan Sistem Informasi Data Umum Puskesmas ini merupakan pengembangan sistem berskala kecil yang tahapan pengembangannya terdiri dari tahap analisis sistem, desain sistem, klasifikasi indikator rasio, dan tersedianya aplikasi Sistem Informasi Data Umum Puskesmas.
Teknik analisa data pada pengembangan Sistem Informasi Data Umum Puskesmas menggunakan analisa rasio sesuai indikator kesehatan yang ditetapkan oleh Depkes RI dan profil UKBM (Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat) di Dinas Kesehatan Kab. Musi Banyuasin, dengan rata-rata hitung (mean) sebagai standar indikator pengklasifikasian.
Dari analisis sistem yang dilakukan pada Pengembangan Sistem Informasi Data Umum Puskesmas, laporan Data Umum Puskesmas diharapkan analisanya rutin dilaporkan, dimana sebagian besar informasi digunakan untuk perencanaan. Sedangkan permasalahan yang ditemukan pada sistem informasi yang lama dapat dijadikan sebagai acuan suksesnya pe!aksanaan pengembangan sistem yang baru.
Tahap desain pada Pengembangan Sistem Informasi Data Umum Puskesmas ini, meliputi komponen desain model, desain masukan, desain keluaran, dan desain teknologi.
Dari pengklasifikasian berdasarkan rata-rata hitung (mean) diperoleh distribusi wilayah berdasarkan sarana, tenaga, dan peralatan kesehatan yang kurang atau baik pola distribusi wilayahnya.
Tersedianya aplikasi Sistem Informasi Data umum Puskesmas ini merupakan alat hantu yang akan meringankan tugas pengelola data yang memudahkan dalam proses pemasukan data, pemrosesan data, dan penyajian data.
Penggunaan standar indikator sesuai Kabupatenl Kota akan lebih baik dalam implementasi Pengembangan Sistem Informasi Data Umum Puskesmas di Dinas Kesehatan Kab, Musi Banyuasin.
Daftar Bacaan: 45 (1978-2002)

Developing Information System of General Data of Health Center in Health Office of District of Musi Banyuasin, Province of Sumatra Selatan Health information system (SIK) in district of Musi Banyuasin is a backbone for developing a healthy view area. One of product of S1K district Musi Banyuasin that could be basic of decision-making is general data of health center.
Data manager in Information and Data Section in Health Office of District of Musi Banyuasin has difficulties in processing general data of health center to produce information, besides there is a lot of data that should be analyzed. This is because no databases that have develop from information system of general data in this health center. General data of health center delivered to section of Information and data, until now the data only to be collected and stored to archive. When there is demand for information needs, the analysis only in adding form and manually, also for presenting on never using tables or graphics.
Scope of this study is developing information system of general data of health center, which specially designed for district level, and the model is Health Office of district of Musi Banyuasin.
This development is small-scale system development, stage of the development consist of system analysis, system design, indicator ration classification, and availability of information system of general data of health center.
Data analysis technique in this system information using ratio analysis as the health indicator that have determined by Depkes RI and UKBM (Health Efforts by Human Resources) profile in Health Office of district of Musi Banyuasin, with mean as classification indicator standard. From system analysis that has been done, general data report of health center hoped the analysis reported routinely, where most of information used for planning. While problems that have been found in old information system, could be made as a reference to successfulness of new system development.
Design steps in system information of general data of this health center, including model design, input design, output design, and technology design.
From classification based on mean, it is found that area based on facility, manpower, and health instruments which inadequate or well pattern of area distribution
Availability of system information application of general data of health center is instrumenting that help data manager to do their job easier in input, processing, and presenting data.
Indicator standard usage that suitable for district or city would be better to do in implementing information system of general data health center development in Health Office of Musi Banyuasin.
References: 45 (1978-2002)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T11243
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bulakh, J. Christian
"Sebagai perwujudan atas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, setiap daerah mendapatkan hak otonomi. Pemberian hak otonomi kepada daerah dimaksudkan untuk mencapai efektifitas penyelenggaraan pemerintah terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Otonomi daerah adalah hak daerah untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sebagai urusan otonomi daerah berdasarkan prakarsanya sandhi dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.
Penyelenggaraan otonomi daerah mencakup penetapan dan pelaksanaan kebijaksanaan oleh daerah sendiri adalah dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan potensi dan sumber daya daerah untuk kepentingan bersama masyarakat Kota Kupang. Kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonominya ditentukan oleh partisipasi masyarakat, kepemimpinan dan kemampuan aparat. Dalam hubungan ini maka dalam tesis ini penulis mengangkat tentang -persepsi -pemerintah dan Masyarakat terhadap -penyelenggaraan otonomi daerah Kota Kupang, studi kasus dan segi ketahanan Nasional sebagai pokok bahasan dan meneliti permasalahan hubungan dan pengaruh kemampuan daerah dengan penyelenggaraan otonomi dan ketahanan Nasional di Daerah Kota Kupang.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis dan "teknik deskriptif dengan persentase" untuk mengetahui persepsi pemerintah dan masyarakat terhadap kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah Kota Kupang. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini maka ditentukan bairwa secara keseluruhan ketiga variabel yaitu partisipasi masyarakat, kepemimpinan dan kemampuan aparat mempunyai hubungan yang positif dan eukup berpengaruh pada penyelenggaraan otonomi daerah serta -pemerintah Daerah Kota Kupang cukup berhasil dalam menyelenggarakan otonomi daerahnya sehingga kondisi ketahanan Nasional di Daerah Kota Kupang cukup mantap, setidak-tidaknya pada saat penelitian ini dilakukan. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah Kota Kupang untuk mencapai sasaran otonomi daerah berupa kesejahteraan rakyat, persatuan-kesatuan dan demokratisasi terlihat bahwa pelaksanaan kepemimpinan pemerintahan daerah dapat menanggapi berbagai aspirasi masyarakat, partisipasi masyarakat terus meningkat serta adanya kemampuan aparat menyelesaikan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan Daerah Kota Kupang. Penyelenggaraan otonomi daerah yang demikian memungkinkan terpenuhinya kepentingan Masyarakat Daerah Kota Kupang secara keseluruhan yang berwujud kesejahteraan dan keamanan sebagai hakekat ketahanan Nasional."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T11503
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Cahyadi
"Penelitian ini difokuskan untuk mengevaluasi potensi kemandirian Daerah Otonom pada pembentukan Kabupaten Way Kanan. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat sejauhmana perkembangan pengelolaan potensi daerah setelah dilakukan pembentukan daerah Kabupaten Way Kanan. Penelitian dilakukan di Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung dengan menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan evaluatif studi kasus.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu : pertama, pengumpulan data sekunder yaitu dengan melakukan observasi dan menelaah data yang telah tersedia berupa catatancatatan, dokumen-dokumen, peraturan-peraturan dan berkas-berkas yang ada di Kabupaten Way Kanan mulai dari sebelum/awal pembentukan (tahun 1999) sampai dengan penelitian ini dilaksanakan. Kedua, yaitu pengumpulan data secara primer dengan melakukan wawancara mendalam terhadap beberapa sumber data di Kabupaten Way Kanan atau lazim disebut sebagai informan.
Pengolahan data dilakukan dengan cara mengevaluasi potensi daerah Kabupaten Way Kanan yaitu menggunakan indikator/sub indikator yang telah ditetapkan. Data mengenai potensi daerah sebelum/awal pembentukan Kabupaten Way Kanan dibandingkan dengan data potensi daerah setelah pembentukan/pada saat ini, kemudian dianalisis perkembangannya. Dalam melakukan analisis jugs disinkronkan dengan hasil wawancara yang dituangkan dalam uraian-uraian yang bersifat deskripsi. Pengolahan dilakukan secara cermat untuk menemukan derajat pertemuan atau perbedaan dari masing-masing pandangan para informan tentang apa yang menjadi objek penelitian. Analisis data merupakan interpretasi yang dilakukan dengan membuat uraian yang bersifat deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif menjadi dasar penilaian ditambah dengan data sekunder untuk menjawab pertanyaan penelitian. Angka-angka atau data kuantitatif yang muncul baik dalam bentuk ukuran maupun tabel dimaksudkan untuk mendukung analisis yang eksplanatif. Potensi kemandirian daerah yang dievaluasi adalah Potensi ekonomi/keuangan daerah, potensi fisik/sarana dan prasarana, dan potensi sumber daya manusia. Dari ketiga potensi kemandirian daerah tersebut dijabarkan dalam sepuluh indikator dan duapuluh tujuh sub indicator.
Hasil penelitian bahwa hasil evaluasi terhadap potensi kemandirian daerah pada pembentukan Kabupaten Way Kanan menunjukkan peningkatan hampir seluruh sub indikatomya. Meskipun tidak seluruhnya sub indikator meningkat, akan tetapi peningkatan terjadi pada sebagian besar, dan penurunan rasio yang terjadi lebih diakibatkan oleh pertambahan penyebut (seperti jumlah penduduk) yang lebih besar. Dengan demikian keadaan ini dapat dikatakan sesuai dengan salah satu tujuan pembentukan kabupaten yaitu meningkatkan pengelolaan potensi daerah, sehingga bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah. Selanjutnya, sebagai saran, diperlukan perbaikan-perbaikan atau peningkatan terhadap sub indakator yang masih rendah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11565
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Dewanto
"ABSTRAK
Agroekosistem adalah suatu lingkungan binaan dan menjadi bagian dari ekosistem alam yang didominasi oleh manusia dan tanaman pertanian. Keanekaragaman hayati yang rendah dan ekosistemnya yang tidak stabil, menyebabkan terjadi eksplosi hama atau organisme pengganggu tanaman (OPT). Kondisi tersebut menjadi kendala utama bagi lingkungan produksi sayuran di Kabupaten Dati II Banjamegara Jawa Tengah.
Pada sistem konvensional, penggunaan pestisida yang intensif dianggap sebagai cara pengendalian OPT yang efektif, Namun demikian, cara tersebut memiliki dampak negatif seperti: tercernarnya tanah dan air, ancaman bagi kesehatan manusia, dan tidak efisiennya usaha tani. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, di Indonesia telah diterapkan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) untuk tanaman padi pada tahun 1989 dan untuk tanaman sayuran pada tahun 1992.
Sistem PHT adalah suatu konsep atau filosofi untuk menanggulangi masalah hama melalui pendekatan ekologi dan ekonomi. Ada tiga konsepsi dasar PHT yaitu: pengamatan agroekosistem, konsepsi ambang ekonomi (AE), dan konsepsi pelestarian lingkungan. Dalam program PHT, petani dilatih memahami konsepsi dasar itu melalui sekolah lapangan pengendalian hama terpadu (SLPHT) yang berlokasi di lahan milik petani, dengan proses belajar berdasarkan pengalaman, agar petani dapat menerapkan teknologi PHT di lahannya sendiri.
Tujuan dari studi ini ialah untuk mengetahui dampak implemetasi sistem PHT dibandingkan dengan sistem Konvensional pada komponen lingkungan yang meliputi: pendapatan usaha tani kentang dan kubis, keanekaragaman spesies serangga di pertanaman kentang/kubis, serta kadar residu pestisida di dalam hasil panen, tanah dan air larian yang berasal dari pertanaman kentang/kubis yang menerapkan sistem PHT dan sistem konvensional.
Metode penelitian yang digunakan adalah Ex Post Facto atau kausal komparatif dengan metode penetapan sampel Purposive Sampling dan Simple Random Sampling. Penelitian dilaksanakan di dataran tinggi Dieng Kabupaten Dati II Banjarnegara mulai bulan November 1998 sampai dengan Januari 1999. Wilayah penelitian meliputi kecamatan Batur, Pejawaran dan Wanayasa. Dipilih dua sampel desa dari tiap kecamatan, yang terdiri atas satu desa yang mewakili sistem PHT dan satu desa mewakili sistem konvensional (non PHT). Sebagai responden ditentukan 20 petani kentang dan 20 petani kubis dari setiap desa. Jumlah responden di enam desa sampel tersebut ialah 240 petani, yang terdiri atas 120 petani PHT dan 120 petani non PHT. Untuk mengamati residu pestisida dan keanekaragaman serangga, ditentukan empat petak pertanaman kentang dan empat petak pertanaman kubis di setiap desa.
Pengaruh implementasi PHT pada nisbah manfaat dan biaya (BIC Ratio) usahatani kentang dan kubis berbeda sangat nyata dibandingkan dengan sistem konvensional. Demikian pula keanekaragaman spesies serangga bukan sasaran pada pertanaman sistem PHT berbeda sangat nyata. Secara umum pengaruh sistem PHT pada kandungan residu pestisida (insektisida) di dalam hasil panen dan tanah berbeda nyata sampai sangat nyata dengan sistem konvensional, sedangkan residu di dalam air larian pada umumnya tidak berbeda nyata.
Berdasarkan batas maksimum residu (BMR) menurut SKB MENKES dan MENTAN No, 8811MENKESISKBIVIII11 996-7 1 11Kpts/ TP.27018196, kadar residu dalam hasil panen di wilayah studi masih rendah, Rata-rata kadar residu yang terdeteksi di dalam umbi kentang ialah 0,0026 ppm dan di dalam krop kubis 0,0024 ppm, sedangkan BMR untuk kartaphidroklorida untuk umbi kentang adalah 0,1000 ppm dan untuk krop kubis adalah 0,2000 ppm. Hasil peneiitian dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Pendapatan usaha tani kentang/kubis pada sistem PHT lebih tinggi daripada sistem konvensional. Nisbah manfaat dan biaya pada kentang sistem PHT ialah 1,04 dan sistem konvensional 0,85, sedangkan pada kubis sistem PHT ialah 1,18 dan sistem konvensional sebesar 0,82; (2) Keanekaragaman spesies serangga bukan sasaran di pertanaman kubis dan kentang yang menerapkan sistem PHT lebih tinggi daripada sistem konvensional, Rata-rata nilai keanekaragaman pertanaman sistem PHT adalah 2,01 dan sistem konvensional 1,10; dan (3) Kadar residu senyawa insektisida di dalam hasil panen (kentang dan kubis), di dalam tanah dan dalam air larian yang berasal dari pertanaman yang menerapkan sistem PHT lebih rendah daripada sistem konvensional, dengan perincian sebagai berikut: (a) residu insektisida pada basil panen pada sistem PHT adalah 0,0042 ppm, sedangkan pada sistem konvensional 0,0113 ppm, (b) Residu insektisida dalam tanah pada pertanaman sistem PHT ialah 0,0496 ppm dan pada sistem konvensional sebesar 0,06'70 ppm, dan (c) residu insektisida pada air larian di pertanaman sistem PHT adalah 0,0027 ppm dan pada sistem konvensional adalah 0,0054 ppm.

ABSTRACT
Impact of Integrated Pest Management on the Environment of Vegetable Crop (A Case Study on the Environment of Potato and Cabbage Planting in the Distric of Banjarnegara, Central Java Province)Agroecosystem is an artificial environment and as a part of the natural ecosystem in where dominated by human and crops. Due to low biological diversity and unstable ecosystem, pest outbreak always occur in a certain agroecosystem. This condition becomes major constraint for the environment of vegetable planting in the distric of Banjarnegara, Central Java Province.
In the conventional system, the use of pesticide intensively is considered as the most effective control measure to overcome pest problem. However, this In the conventional system, the use of pesticide intensively is considered as the most effective control measure to overcome pest problem. However, this system has negative impacts such as soil and water pollution, threat to human health, and inefficient farming system. To overcome this problem, integrated pest management (IPM) has been adopted and implemented in Indonesia since 1989 in rice and in vegetable crops since 1992.
IPM system is a concept or philosophy to overcome pest problem through ecological and economical approach. There are three basic concepts of IPM namely observation of the agroecosystem, establishment of economic treshold and environmental conservation. In IPM program, farmers were trained to understand these basic concepts through Farmer's Field School (FFS) located at farmer's field, using experience learning processes, in order they can implement 1PM technology at their own fields.
This objective of this study was to investigate the impact of the IPM implementation versus the Conventional system on the environment components, includes the income gained by farmers from the potato and cabbage farming, diversity of non-target insect species in potato and cabbage field, and the level of pesticide residues in yield, soil and run off originated from the fields which were subjected to IPM system versus Coventional system.
Wanayasa, located at Dieng plateau area district of Banjarnegara, Central Java-Two sample villages were chosen from each sub-districts. One village represented IPM system while the other one represented conventional system (non IPM). Respondents in each village comprised 20 potato farmers and 20 cabbage farmers; the total number of respondents involved in this study were 240 farmers (120 farmers for IPM system and 120 farmers for non IPM system). To observe the pesticide residues and the diversity of insects, four blocks of potato field and four blocks of cabbage field were chosen in each sample village.
It was found that the impact of 1PM implementation on the net profit of potato and cabbage farming was significantly higher than that of conventional system. It was also found that the diversity of non-target species in the potato and cabbage field for IPM system was significantly higher than that of conventional system. In general, the effect of IPM system on the level of pesticide (insecticide) residues in the potato tubers and cabbage crops and in the soil was significantly lower than that of conventional system while the level of insecticide residues in run off was generally not significantly different in both systems.
Compared with the maximum residue limit (MRL) defined by joint decree of Ministry of Health and Ministry of Agriculture No. 881IMENKES/SKBIVIIII1996-71 liKpts/TP.27018/96, the levels of pesticide residue in the study area was relatively low because the average residue levels detected in potato tubers was 0.0026 ppm and in cabbage crops was 0.0024 ppm. According to this decree, the maximum levels for cartaphydrochioride residue in potato tuber is 0.1000 ppm and in cabbage crop is 0.2000 ppm.
In conclusion, results of this study are: (I) the net profit obtained by the farmer from potato/cabbage fanning with 1PM system was higher versus conventional system. The BIC ratios for potato with 1PM system and conventional system were 1.04 and 0.85 respectively while for cabbage with IPM system and conventional system were 1.18 and 0.82 respectively; (2) the diversity of non target insect species in cabbage and potato fields with IPM system was higher than that of conventional system. The average of diversity of crop field with IPM system was 2.01 while in conventional system was 1.10; and (3) in IPM system, the insecticide residue levels in the potato tubers and cabbage crops, in the soil and m the water run off were lower than that of conventional system; as follows: (a) the insecticide residues in the potato tubers and cabbage crops practicing IPM system was 0.0042 ppm while from conventional system was 0,0113 ppm, (b) the insecticide residues in the soil samples from the crop field with IPM system was 0.496 ppm while in conventional system was 0.0670 ppm, and (c) the insecticide residue in water run off in the field with IPM system was 0.0027 ppm and in conventional system was 0.0054 ppm.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agussalim
"Untuk meningkatkan kualitas aparatur pemerintah daerah propinsi Tingkat I Lampung selaku sumber daya manusia birokrasi, agar lebih profesional dalam bidang tugasnya dan memiliki kinerja dengan baik, maka diperlukan suatu pembinaan dan pengembangan atau penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang semakin efektif dan efesien, memuaskan dan kompetitif dalam era globaliasi.
Penelitian atau kajian ini menyangkut "bagaimana sistem efektivitas penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan mutu kinerja organisasi aparatur pemerintah daerah Propinsi Tk I Lampung?. Dalam kajian ini lebih di utamakan menganalisis bagaiamana sistem penyelenggaraan diktat Pemda Propinsi Tk.I Lampung dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang sering berkaitan satu sama lainnya.
Penelitian ini berawal dari kajian analisis yang terdiri :
Efektivitas Penyelenggara Diklat
Efektivitas Widya/swara
Efektivitas Perencanaan Kebutuhan Diktat
Efektivitas Kurikulum
Efektivitas Sarana
Efektivitas Biaya / Dana
Untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel tersebut dilakukan penelitian laparngan melalui kajian pustaka dan dokumen-dokumen, melalui prosedur yang diajukan kepada responden yaitu Alumni Diktat 16 orang dan Peserta Diktat 24 orang yang diolah berdasarkaan perhitungan kuantitatif dan dianalisis berdasarkan pendekatan kualitatif dan metode penelitian yang digunakan adalah metode diskriptif.
Berdasarkan kajian teori yang relevan, serta analisis data dan temuan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Pemda Prop. Tk.I Lampung masih belum optimal dan masih terlalu banyak terdapat kekurangan-kekurangan sebagai salah satu wadah pendidikan dan pelatihan aparatur pemerintahan.
Keadaan ini dapat dilihat dari penyelenggara diktat, widya/swara, perencanaan kebutuhan diktat, kurikulum, sarana dan prasarana, biaya/dana. Indikasi-indikasi yang kurang sempurna pada pelaksanaan penyelenggaraan Diktat Pemerintah Propinsi Tk I Lampung tersebut dalam memberi konsekwensi yang kurang sempurna pada kinerja organisasi Aparatur Pemerintah Daerah Propinsi Tk.I Lampung.
Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang ditemukan maka secara khusus penulis mengajukan rekomendasi yaitu Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Pemerintah Daerah Propinsi Tingkat I Lampung. Upaya ini antara lain ditempuh melalui peningkatan sistem penyelenggara Diktat, Widyaiswara, Perencanaan Kebutuhan Diktat, Kurikulum, Sarana dan Prasarana, Biaya/Dana."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirudin
"Untuk mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia seperti yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945, perlu diselenggarakan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah dengan berkesinambungan. Penyelengaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan memerlukan berbagai Janis tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan melaksanakan upaya kesehatan dengan paradikma sehat, yakni yang lebih mengutamakan upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Mengacu pada UU nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah , UU nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dan PP nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan antara pemerintah pusat dan propinsi sebagai daerah otonom. Semenjak dimulainya otonomi daerah tahun 2001, maka Dinar Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang dirasakan perlu mempunyai rencana strategis didalam pengembangan SDM kesehatan seiring dengan pengembangan fasilitas kesehatan yang sudah ada.
Agar dapat menyusun rencana strategis pengembangan SDM kesehatan pads Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang , maka dilakukan penelitian operasional dengan analisis kuantitatif dan kualitatif Penyusunan rencana strategis ini dilakukan 3 (tiga) tahapan yaitu : tahap I tahap Input Stage yang terdiri dari analisis lingkungan eksternal dan lingkungan internal pada dinas kesehatan yang dilakukan oleh seluruh peserta CDMG ( Concensus Decision Making Group ) yang terdiri dari kepala dinas kesehatan , kepala tata usaha, kepala subdinas pelayanan kesehatan dasar , kepala subdinas P2PL , kepala subagian kepegawaian, kepala subagian perencanaan , kepala subagian keuangan serta organisasi profesi (IDI , IBI , PPNI dan HAKLI ). Kemudian dilanjutkan pada tahap II yaitu tahap Making Group pada tahap ini dilakukan indentifikasi alternatif strategi dengan analisis internal - ekstemal matriks ( IE Matriks) dan SWOT Matriks. Setelah itu dilanjutkan tahap III yaitu tahap Decision Stage dengan metode QSPM ( Quantitative Strategic Planning Matrix) untuk menentukan prioritas strategi terpilih.
Berdasarkan hasil analisis dengan matriks IE memperlihatkan posisi Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang didalam pengembangan SDM nya berada pada posisi sel V yaitu Hold and Maintaince yang berarti Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang masih mempunyai peluang untuk melakukan pengembangan SDM nya baik secara kualitas maupun kuantitasnya .
Berdasarkan hasil analisis tersebut , maka strategi prioritas yang cocok untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang didalam pengembangan SDM nya adalah strategi market penetration dan product development.
Dengan demikian , maka disarankan agar rencana strategis pengembangan SDM kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang yang telah dibuat ini dapat dibuat suatu perencanaan operasional , maka pihak Dinas Kesehatan perlu mengadakan advokasi yang kuat terhadap pihak penentu kebijakan agar mendapat dukungan didalam pengembangan SDM kesehatan pada masa yang akan datang.

In order to accomplish the national objectives as stated in the opening of UUD 45, that there is a need to undertaken planned, expanded, extensive, systematic and continuous national developments. Accomplishment of national developments with health visionary needs various health resources types which have the ability to carry out health efforts through health paradigm, which emphasize more on improvement efforts and health preservation and disease.
Referring to Reg. No. 22 Year 1999 concerning the district government, Reg. No. 25 Year 1999 concerning the financial equilibrium between the central and district government, and Gov. Reg. No. 25 Yr. 2000 regarding the authority between the central and provincial government as autonomy districts. Since the beginning of the district autonomy in 2001, thus the Health Board of Tulang Bawang Regency feels that there is a need to have a strategic planning in the development of health human resources along with the development of the existing health facilities.
In order to arrange the strategic plan for the human resources development on the Health Board of Tulang Bawang Regency, thus an operational study is undertaken using quantitative and qualitative analysis. The arrangement of this strategic planning is carried out through 3 (three) Stage: Stage I is the Input Stage which consist of external and internal environment analysis on the health board, which is carried out by Consensus Decision Making Group (CDMG) participants, which include the head of the health board, head of the administration, head of the basic health sub board, head of P2PL sub board, head of human resources sub division, head of the financial sub division, and professional organization (DI, IBI, PPM and HAKLI). Next it is continued by Stage II, the Making Group Stage, In this stage, identification of alternative strategy is undertaken using internal-external matrix (IE Matrix). Then comes to Stage III, which is the Decision Stage using Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) methods to determine the priority of the selected strategy.
According to the analysis result using IE Matrix, it shows that the position of the Health Board of Tulang Bawang Regency in its human resources developments is on the V cell, that is Hold and Maintenance which means that the Health Board of Tulang Bawang Regency still has an opportunity to make developments of its human resources as qualitatively and quantitatively.
Based on the analysis result, thus the priority strategy which is appropriate the Health Board of Tulang Bawang Regency on its human resources developments is strategy of market penetration and product development.
Therefore, it is advised that this strategic planning of the health human resources development of the Health Board of Tulang Bawang Regency which has been made to formulate an operational planning. Hence the Health Board needs to make strong avocation towards the decision making group so that they could acquire support in the developments of the health human resources in the future.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apri Nuryanti
"Pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah diikuti pula dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal, yaitu penyerahan berbagai sumber penerimaan daerah bagi penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan pembangunan daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Selanjutnya keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tersebut, harus didukung dengan ketersediaan dan kemampuan keuangan daerah yang bersumber dari penerimaan Pendapatan Asti Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan daerah yang sangat penting dan strategis untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Kemampuan keuangan suatu daerah diukur melalui seberapa besar peranan atau kontribusi PAD dalam membiayai seluruh pengeluaranpengeluaran daerah, termasuk belanja rutin daerah. Semakin besar kontribusi PAD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maka semakin besar tingkat kemandirian suatu daerah sehingga semakin kecil ketergantungan daerah untuk menaapatkan bantuan dana dari pemerintah pusat. Sebaliknya, semakin kecil kontribusi PAD dalam APBD maka semakin besar tingkat ketergantungan daerah untuk menerima bantuan dana dar! pemerintah pusat. Oleh karena itu, pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan penerimaan daerah dengan menggali dan rnengembangkan seluruh sumber-sumber keuangan daerah sendiri berdasarkan potensi dan kemampuan yang dimiliki.
Tujuan penelitian dalam tests ini adalah menganalisa kondisi atau kemampuan keuangan daerah Kota Palembang secara umum dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah, serta merumuskan alternatif kebijakan yang mungkin dapat dilaksanakan dalam upaya meningkatkan kemampuan keuangan daerah, khususnya peningkatan PAD. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendapatan Daerah sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemungutan dan pengelolaan penerimaan daerah di masa yang akan datang.
Kemampuan keuangan daerah Kota Palembang diukur melalui indikator-indikator penerimaan keuangan daerah, yang meliputi antara lain rasio kecukupan penerimaan (Revenue Adequacy Ratio), rasio efisiensi, rasio effektivitas, dan rasio elastisitas PAD terhadap perubahan PDRB. Kenludian perumusan dan pemilihan alternatif kebijakan peningkatan PAD Kota Palembang dilakukan dengan pendekatan The Analytic Hierarchi Process (AH P).
Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa rasio kecukupan penerimaan daerah Kota Palembang TA 1998/1999-2002, baik terhadap belanja rutin maupun terhadap total pengeluaran daerah belum memadai, yakni kurang dari 20 % dari pengeluaran daerah. Rata-rata rasio kecukupan penerimaan PAD terhadap belanja rutin dan terhadap total pengeluaran daerah pada periode tersebut masing-masing sebesar 17,43 % dan 13,32 %. Sementara itu, rasio elastisitas PAD terhadap perubahan PDRB TA 1993/1994-2001 sangat berfluktuasi, namun secara keseluruhan rata-rata elastisitas PAD terhadap perubahan PDRB bersifat elastis sebesar 1,14 %.
Pemilihan kebijakan peningkatan PAD yang diprioritaskan untuk dilaksanakan menurut penilaian 5 responden berdasarkan hasil sintesa akhir global dengan menggunakan rata-rata ukur adalah kebijakan memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah, dengan bobot prioritas mencapai 0,255. Prioritas kebijakan selanjutnya berturut-turut adalah memperbaiki sistem manajemen PAD dan pelaksanaan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah, dengan Bobot prioritas sebesar 0.250 dan 0.249. Kebijakan pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek pajak berada pada urutan terakhir dengan bobot prioritas sebesar 0,246."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Nesvy
"Peran Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dalam hal ini Dinas Penerangan Jalan Umum dan Sarana Jaringan Utilitas (DPJU & SJU) utamanya adalah memberikan pelayanan dalam bentuk pemberian rekomendasi izin penempatan jaringan utilitas kepada lembaga pengelola utilitas dalam menempatkan jaringan utilitasnya. Namun sebelum ke dua unit ini melebur jadi satu, masing-masing menjalankan tugas pokok dan fungsinya berdasarkan pada perencanaan dan program kerja tahun sebelumnya dan belum memiliki Pereneanaan Strategik (Renstra) yang saling bersinergi. Bertolak dari kenyataan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh strategi Dinas PJU & SJU yang saling bersinergi dengan mengkombinasikan strategi Dinas Penerangan Jalan Umum (DPJU) dan strategi Badan pengelola Sarana Jaringan utilitas (BPSJU) sekaligus membuat program kerjanya.
Berdasarkan hasil analisa kombinasi strategi antara strategi DPJU dan strategi BPSJU dengan menggunakan metode AHP (game theory) dapat diketahui bahwa tidak tercapai Nash Equilibrium dikarenakan masing- masing pihak saling tarik-menarik dan memiliki ego yang berlebihan terhadap kepentingan strategi unitnya sehingga tidak diperoleh titik temu dalam memperolch strategi yang saling bersinergi. Dimana diketahui jika DPJU berrnain lebih dulu maka akan memilih strategi Menghilangkan ego sektoral masing-masing dinas teknis (POI) dengan nilai 0,102 sedangkan jika BPSJU yang melakukan ]chili dulu pcrmainan, akan memilih strategi Melakukan sosialisasi tentang rencana pembangunan koker terpadu kepada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta, Swasta dan Masyarakat (BOI) dengan . nilai 0,120. Dengan demikian dapat diterjemahkan bahwa tidak tercapai win-wiry solution yang diharapkan dari kombinasi dua strategi dua unit yang merger atau dengan kata lain strategi yang saling bersinergi tidak tercapai.
Untuk memperoleh sinergi yang saling bersinergi diupayakan agar kedua belah pihak sebaiknya perlu melakukan diskusi intern yang lebih intens dan berkesinambungan dalam memperoleh keseimbangan dalam menerapkan strateginya. Adapun diskusi-diskusi intern tersebut dapat dituangkan dalam program kerja yang baru dilakukan selanjutnya, yaitu melakukan sosialisasi intern dan ekstern dinas dengan mengundang masyarakat dan swasta (kontraktor pclaksana dan instansi pengelola utilitas, tentang tugas pokok dan fungsi unit yang baru, melaksanakan rapat-rapat intern dinas secara kontinyu untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi selama ini sekaligus mencari solusi terbaik, melakukan mutasi pegawai secara menyeluruh dan berimbang komposisinya dari dua unit serta membuat data kepegawaian secara tersistem dan akurat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Rachmah Fadjria P.
"Studi ini memaparkan bagaimana penerapan Kepmendagri No. 29 tahun 2002 mengenai Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD di Biro Perlengkapan, Setda Propinsi Banten. Pada Tahun Anggaran 2003 ini, Biro Perlengkapan menyelenggarakan 13 kegiatan, dengan total dana yang dianggarkan sebesar Rp 81.849.765.548,00 dengan bobot terbesar dianggarkan bagi kegiatan Pengadaan Lahan Pemerintah Propinsi Banten. Dalam rangka meninjau sejauh mana Kepmendagri No. 29/2002 tersebut diterapkan di Propinsi yang relatif masih sangat muda ini, maka tujuan dari penulisan ini adalah untuk menilai pengelolaan keuangan daerah setelah diterapkannya Kepmendagri No. 29/2002 dengan mengadopsi sistem anggaran berdasarkan kinerja (performance budgeting).
Tinjauan terhadap penganggaran pada salah satu kegiatan di Biro Perlengkapan Setda Propinsi Banten yakni kegiatan Pengadaan Lahan Pemerintah Propinsi Banten, berdasarkan Standar Biaya dilakukan dengan menganalisa setiap rincian obyek kegiatan (per Kode Rekening) dalam satu kegiatan, apakah harga satuan (unit cost) dari rincian obyek kegiatan tersebut sesuai dengan Standarisasi Harga yang dikeluarkan oleh Pemerintah Propinsi Banten. Tinjauan juga dilakukan terhadap anggaran secara garis besar, apakah masih mengadopsi sistem anggaran lama yakni Line-Item Budgeting atau sudah sepenuhnya menggunakan sistem Performance Budgeting (anggaran berdasarkan kinerja) seperti yang diamanatkan di dalam Kepmendagri No. 29/2002.
Pada kegiatan Pengadaan Lahan Pemerintah Propinsi Banten di Biro Perlengkapan, terlihat bahwa pelaksanaan sistem anggaran berdasarkan kinerja belum sepenuhnya diterapkan, melainkan masih tercampur aduk dengan sistem anggaran yang diterapkan sebelum dikeluarkannya Kepmendagri No. 29/2002, yakni Line-Item Budgeting. Demikian pula halnya dengan harga satuan (unit cost) yang digunakan dalam memperhitungkan total biaya yang dibutuhkan, tidak sesuai dengan standar biaya yang dijadikan acuan (Standarisasi Harga yang dikeluarkan oleh Propinsi Banten sesuai dengan Keputusan Gubernur Nomor 4 Tahun 2003). Sebagian besar harga satuan pada Belanja Operasi dan Pemeliharaan mengalami mark-up sehingga ± 23%, sedangkan untuk Belanja Modal, harga satuan lahan yang tercantum dalam Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) seringkali mengalami perubahan pada pelaksanaannya. Selain itu, masih terdapat juga pemanfaatan dana yang tidak sesuai dengan yang dialokasikan dalam anggaran.
Jika Kepmendagri No. 29/2002 disosialisasikan dengan baik sebelum diterapkan di daerah, semua instansi pemerintah daerah berperan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing, serta mental, moral dan peran dari sumberdaya manusia di daerah telah dipersiapkan dengan matang, maka penerapan Kepmendagri No. 29/2002 tentunya akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12576
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   3 4 5 6 7 8 9 10 11 12   >>