Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosdafiana
"Penyalahgunaan Keadaan termasuk juga ke dalam ranah perbuatan melawan hukum yang mana melanggar hukum baik tertulis maupun tidak tertulis. Dalam hal ini seseorang membuat suatu perjanjian dengan menyalahgunakan keadaan pihak lainnya. Dalam hal ini bagaimana akibat hukum dari suatu perjanjian dengan adanya cacat kehendak serta di- waarmerking oleh Notaris. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dan studi kasus dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer guna menunjang penulisan karya ilmiah ini. Studi kasus dilakukan terhadap putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1952 K/Pdt/2011 yang mana perjanjian sewa menyewa dibuat dengan adanya penyalahgunaan keadaan oleh salah satu pihak dalam perjanjian sehingga terjadi cacat kehendak dalam pembuatan perjanjian yang mengakibatkan perjanjian menjadi dapat dibatalkan. Pembuatan perjanjian dilakukan secara dibawah tangan dan kemudian di-waarmerking pada kantor Notaris sehingga Notaris tidaklah mempunyai tanggung jawab atas perjanjian tersebut.

Based on Indonesian Law, Undue Influence falls under the regime of common law tort or unlawful act (Onrechtmatige Daad) and violates relevant jurisprudences and governing law per se. in a brief definition, undue influence involves primarily overpowering element preventing a person from receiving what he/she would have gained if such element had not been exercised. In practice, a contract under undue influence is often concluded unnoticed and to some extent even registered in a public notary. What is the legal status of such contract taking into account the undue influence condition? How should the law treats such contract and whether a remedy should be enforced thereof? These are just few basic questions this Thesis attempts to answer. In so doing, the Thesis applies library research and case study methodology to identify, collect and review relevant primary and secondary sources. A particular review will be conducted to Indonesia Supreme Court Decree Number 1952K/Pdt/2011 concerning an unnotarized leasing agreement with undue influence condition and registered in a public notary. In this case leasing agreement can be cancelled by the court decision and the notary who register the deed (Waarmerking) does not have any responsibility because of that."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42177
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asmadi Sutanto
"PT Pembiayaan XYZ menghadapi potensi kerugian operasional tapi belum memiliki pengukuran risiko operasional. Disamping itu ada kewajiban dari Holding Company dan juga dari regulator untuk kedepannya untuk menjalankan manajemen risiko. Penelitian ini mengukur risiko OpVaR dengan menggunakan metode Extreme Value Theory dan metode Loss Distribution Approach Aggregation. Dari kedua metode ini menghasilkan perhitungan yang valid, namun pengukuran risiko operasional yang lebih realistis adalah metode Loss Distribution Approach Aggregation Method.

PT. XYZ did not have any adequate operational risk management. Holding Company and the regulators required PT. XYZ to implement risk management for the operational activities. The purpose of this research is to measure the OpVaR by using Extreme Value Theory and Loss Distribution Approach Aggregation Method. Both methods indicate the valid measurement but the result of Loss Distribution Approach Aggregation Method shows more significant.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warakah Anhar
"ABSTRAK
PT Dharmatama Megah Finance (“DMF”), suatu perusahaan pembiayaan
dinyatakan dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang/PKPU (sementara)
berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Nomor: 18/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 16 April 2014, yang
berakhir dengan homologasitanggal 22 September 2014. Meskipun demikian,
Perjanjian kerjasama pembiayaan yang dilakukan PT DMF dengan bank dan
perjanjian leasing, menimbulkan beberapa persoalan hukum dalam menentukan
kedudukan bank sebagai kreditor berdasarkan perjanjian kerjasama pembiayaan,
Lesseesebagai Pemberi Fidusia berdasarkan Perjanjian Leasing dan status jaminan
fidusia. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif
menggunakan data sekunder. Dengan kesimpulan; Kedudukanbank adalah
kreditor konkuren dengan hak tagih senilai pembayaran yang belum diserahkan
oleh PT DMF kepada bank; Kedudukan Lessee sebagai Pemberi Fidusia
ditentukanoleh status hutangnya berdasarkan Perjanjian Leasing,dan jaminan
fidusia merupakan asset PT DMF dalam bentuk jaminan atas Perjanjian Leasing
yang akan menjadi harta pailit jika PT DMF sampai dinyatakan pailit. Disarankan
kepadapara Kreditor dan Debitor untuk berupaya melaksanakan skema
penyelesaian utang. Dan kepada pihak bank maupun pembuat regulasi, perlu
mengkaji ulang ketentuan mengenai pihak Penerima Fidusia terkait perjanjian
kerjasama pembiayaan dengan perusahaan leasing agar terhindar dari kerugian
jika perusahaan leasing dinyatakan pailit.

ABSTRACT
PT Dharmatama Megah Finance (“DMF”), a company multi finance company,
was declared in the status of Suspension of Payment /PKPU (temporarily) by the
Decision of the Commercial Court of the District Court of Central Jakarta
Number: 18/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst dated April 16th 2014, which
was ended with the homologation dated September 22nd, 2014. However, some
cooperation agreements (joint finance) entered into by DMF with banks and
Leasing Agreements, have raised some legal issues particularly to determine the
status of banks as creditors in accordance with the cooperation agreement, Lessee
as the Giver of Fiduciary and the status of fiduciary.The research was conducted
with normative legal research method by using secondary data. With the
conclusions; The bank is unsecured creditors whose claim is based on the value of
payment that has not been transferred by PT DMF to the bank. The Status of
Lessee will be subject to the Leasing Agreement, and the Fiduciary should be
deemed as assets of PT DMF which would be a bankruptcy estate if PT DMF
bankrupt. The recommendation are: the Debtors and Creditors should obey the
Settlement Agreement. The banks and related regulator institution should review
the clause of the Fiduciary Receiver in cooperation agreements with leasing
company to avoid the loss when the leasing company is declared in bankruptcy."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43352
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Roikhatul Jannah
"Pengadaan pesawat udara melalui perjanjian leasing di Indonesia menjadi salah satu cara maskapai penerbangan untuk mengembangkan bisnisnya dikarenakan mahalnya biaya pengadaan pesawat udara jika melalui jual beli. Untuk membantu pengadaan pesawat udara tersebut, Indonesia telah mengaksesi Konvensi Cape Town 2001 beserta protokolnya dan telah melakukan penyesuaikan dalam Undang-Undang Penerbangan 2009. Namun demikian, aksesi tersebut menyebabkan ketentuan mengenai lembaga jaminan hipotek atas pesawat yang sebelumnya terdapat dalam Undang-Undang Penerbangan 1992 hapus. Dalam Undang-Undang Penerbangan 2009 hanya menyebutkan bahwa pesawat untuk dapat dibebani kepentingan internasional yang merupakan terjemahan dari istilah international interest dalam Konvensi Cape Town 2001. Hal tersebut menimbulkan permasalahan lembaga jaminan apakah yang berlaku atas pesawat udara setelah diaksesinya Konvensi Cape Town 2001. Dalam penulisan ini akan digunakan metode penelitian yuridis normatif yang menggunakan data sekunder.
Dari hasil penelitian, penulis mendapatkan bahwa jaminan yang berlaku atas pesawat udara di Indonesia setelah diaksesinya Konvensi Cape Town 2001 adalah hipotek sebagaimana diatur dalam Pasal 1162-1232 KUH Perdata dan Pasal 314-315 KUHD. Selain itu, sesuai ketentuan Pasal 82 Undang-Undang Penerbangan 2009 yang menyatakan bahwa ketentuan Konvensi Cape Town 2001 beserta Protokolnya berlaku sebagai lex specialis dalam undang-undang ini sehingga ketentuan Article VIII II Protokol Konvensi Cape Town 2001 yang mengatur mengenai pilihan hukum para pihak berlaku pula untuk menentukan hukum jaminan atas pesawat udara. Dengan demikian, ketiadaan peraturan yang mengatur mengenai jaminan atas pesawat udara secara tegas dalam Undang-Undang Penerbangan 2009 tidak mengakibatkan terjadi kekosongan hukum karena ketentuan dalam KUH Perdata dan KUHD tentang hipotek dan ketentuan dalam Konvensi Cape Town 2001 beserta protokolnya mengenai pilihan hukum berlaku untuk mengatur hukum jaminan atas pesawat udara.

Aircraft procurement through leasing agreement in Indonesia is one of several ways for airlines to develop their business due to the high cost of aircraft procurement by buying and selling. To assist the procurement of an aircraft, Indonesia has accessioned The Cape Town Convention 2001 and its protocol and also adopted it in Law Number 1 Year 2009 on Aviation. After the accession, the provisions regarding mortgage in Law Number 15 Year 1992 on Aviation is revoked. In the Cape Town Convention 2001, the term international interest is defined by Law Number 1 Year 2009 on Aviation as an ldquo kepentingan internasional rdquo . It raises the question of what securities under Indonesian law applies to the aircraft after the accession of the Cape Town Convention 2001. In this thesis will uses juridical normative research method using secondary data.
From the results of the research, the author found the law under Article VIII II of the Protocol to Cape Town Convention 2001 applies to the aircraft security after the accession of Cape Town Convention 2001. The provision of Article 1162 1232 Civil Code Indonesia and Article 314 315 Commercial Code Indonesia on mortgage still valid. Beside that, the provision of the Cape Town Convention 2001 and Its Protocol is applicable under the virtue of the Article 82 of Law Number 1 Year 2009 on Aviation states that the provisions of the Cape Town Convention 2001 as lex specialis in this law. The absence of aircraft security regulations in the Law Number 1 Year 2009 on Aviation cannot be considered as a legal vacuum as the provision in the Civil Code Indonesia, Commercial Code Indonesia and the Cape Town Convention 2001 and Its Protocol provide the laws governing aircraft security."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feriz Kausar
"Industri otomotif terus berkembang di Indonesia, bidang ini terpilih sebagai prioritas lima sektor manufaktur dalam program pemerintah Making Indonesia 4.0. Dengan target menjadi produsen mobil terbesar di ASEAN, berdampak pada pertumbuhan konsumsi listrik sektor otomotif sebesar 6% per tahun pada kuartal IV 2021. Dibutuhkan penambahan kapasitas daya listrik yang selaras dengan komitmen pemerintah untuk beralih ke energi terbarukan. Penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terdistribusi di sisi konsumen merupakan salah satu alternatif terbaik untuk penambahan kapasitas daya produsen otomotif yang diharapkan bisa bersaing di kancah internasional sebagai perusahaan berbasis energi bersih. Seperti yang diketahui, investasi PLTS masih menjadi tantangan bagi pelaku industri, maka, model bisnis third-party ownership (TPO) menjadi salah satu solusi alternatif dalam mengatasi masalah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tekno-ekonomi PLTS terdistribusi dengan odel bisnis TPO dengan tiga skema, yaitu on-grid, stand-alone, dan hybrid, dengan studi kasus pabrik ATPM – S1. Metodologi yang digunakan adalah mendesain kapasitas dan sistem operasi PLTS terdistribusi menggunakan perangkat lunak Homer Pro, lalu menganalisis keekonomian dengan metode cashflow menggunakan 3 skenario tarif (ceiling price setara tarif PLN I-3, variatif, dan floor price yaitu pada saat IRR=WACC), dan performa panel surya. Skema bisnis TPO yang dianalisis dengan solar leasing skema fixed rent (FR) dan performance-based rent (PBR). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skema on-grid dengan kapasitas PLTS sebesar 204 kWp, beroperasi dari pukul 06.00 s.d. 18.00, dengan nilai investasi sebesar 185.740 USD. Nilai IRR ketiga skenario tarif FR adalah 10,17%, 10,032%, dan 9,24%, sedangkan PBR sebesar 9,305%, 9,168%, dan 8,386%. Skema stand-alone menghasilkan kapasitas PLTS sebesar 1,570 MWp dengan Battery Energy Storage System (BESS) sebesar 9.000 kWh, beroperasi selama 24 jam, dengan nilai investasi 2.803.988 USD. Nilai IRR ketiga skenario tarif FR dan PBR adalah sama sebesar -13,44%, 10,295%, dan 9,24%. Skema hybrid menghasilkan kapasitas PLTS sebesar 800,28 kWp dengan BESS sebesar 4.000 kWh, beroperasi selama 24 jam, dengan nilai investasi 1.376.712 USD. Nilai IRR ketiga skenario FR adalah -3,89%, 10,77%, dan 9,24%, sedangkan PBR sebesar -4,93%, 9%, dan 7,48%. Nilai IRR pada PBR lebih rendah dibandingkan dengan FR, karena pada PBR terdampak degradasi daya panel surya. Skema hybrid dengan skenario 1 memiliki O&M yang selalu di atas pendapatan. Maka, penerapan TPO PLTS terdistrbusi pada ATPM – S1, hanya layak menggunakan skema on-grid solar leasing fixed rent.

The automotive industry continues to grow in Indonesia, this field was chosen as a priority for the five manufacturing sectors in the government's Making Indonesia 4.0 program. With a target to become the largest car manufacturer in ASEAN, it will have an impact on the growth of electricity consumption in the automotive sector by 6% per year in the fourth quarter of 2021. It is necessary to increase electricity capacity in line with the government's commitment to switch to renewable energy. The application of distributed solar photovoltaic (DSPV) on the consumer side is one of the best alternatives to increase the capacity of automotive manufacturers which are expected to compete internationally as clean energy-based companies. As is well known, PV mini-grid investment is still a challenge for industry players, so the third-party ownership (TPO) business model is an alternative solution to overcome this problem. The purpose of this study is to analyze the techno-economy of distributed solar power with a TPO business model with three schemes, namely on-grid, stand-alone, and hybrid, with a case study of the ATPM – S1 factory. The methodology used is to design the capacity and operating system of distributed PV mini-grid using Homer Pro software, then analyze the economy with the cash flow method using 3 tariff scenarios (the ceiling price is equivalent to the PLN I-3 tariff, varied, and the base price is when IRR = WACC), and solar panel performance. The TPO business scheme analyzed by leasing solar fixed rent (FR) and performance-based rent (PBR) schemes. The results of this study indicate that the on-grid scheme with a PLTS capacity of 204 kWp, operates from 06.00 s.d. 18.00, with an investment value of 185,740 USD. The IRR values of the three FR tariff scenarios are 10.17%, 10.032%, and 9.24%, while the PBR are 9.305%, 9.168%, and 8.386%. The stand-alone scheme produces a PLTS capacity of 1,570 MWp with a Battery Energy Storage System (BESS) of 9,000 kWh, operating for 24 hours, with an investment value of 2,803,988 USD. The IRR values for the three FR and PBR tariff scenarios are the same at -13.44%, 10.295%, and 9.24%. The hybrid scheme produces a PLTS capacity of 800.28 kWp with a BESS of 4,000 kWh, operating for 24 hours, with an investment of 1,376,712 USD. The IRR values of the three FR scenarios are -3.89%, 10.77%, and 9.24%, while the PBR are -4.93%, 9%, and 7.48%. The IRR value for PBR is lower than FR, because PBR inhibits the decrease in solar panel power. The hybrid scheme with scenario 1 has O&M always above revenue. So, the application of TPO PLTS distributed to ATPM – S1, is only feasible to use the fixed rent on-grid solar leasing scheme."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Nan Renjana
"Transisi menuju kendaraan listrik menjadi salah satu agenda utama pemerintah Indonesia sebagai usaha menurunkan emisi dari transportasi jalan. Bus adalah salah satu moda transportasi yang diperkirakan akan memiliki tingkat elektrifikasi tertinggi jika dibandingkan dengan moda transportasi lain. Walaupun begitu, masih terdapat banyak faktor yang menghambat proses adopsinya. Salah satu hambatan terbesar proses adopsi bus listrik adalah besarnya biaya akuisisi bagi operator bus. Battery Leasing merupakan skema model bisnis inovatif yang dapat mendisrupsi model bisnis saat ini sehingga dapat meningkatkan daya beli operator bus dan mempercepat proses adopsi. Industri battery leasing merupakan sistem yang kompleks dan dinamis sehingga diperlukan beberapa alternatif strategi dalam pengembangan industri battery leasing. Perusahaan battery leasing membutuhkan evaluasi secara sistematis untuk memperkirakan keberlangsungan sistem bisnis perusahaannya. Simulasi dengan pendekatan sistem dinamis dapat membantu memperoleh pengetahuan mengenai faktor- faktor pendorong seperti variabel eksogen dan intervensi kebijakan dalam pengembangan industri battery leasing. Tiga jenis skenario disimulasikan bersama dengan 3 alternatif kebijakan berupa subsidi pengadaan baterai, pemberian insentif daur ulang baterai, serta pembebasan pajak perusahaan. Ketiga alternatif kebijakan secara positif mempengaruhi keberlangsungan perusahaan secara finansial. Subsidi pengadaan baterai mampu memberikan tingkat akuisisi pelanggan yang paling tinggi serta keuntungan bagi penyedia jasa battery leasing yang paling tinggi.

The transition to electric vehicles is one of the main agendas of the Indonesian government as an effort to reduce emissions from road transportation. Bus is one of the transportation modes that is expected to have the highest electrification rate when compared to other modes of transportation. Even so, there are still many factors that hinder the adoption process. One of the biggest obstacles to the adoption of electric buses is the high acquisition cost for bus operators. Battery Leasing is an innovative business model scheme that can disrupt the current business model so as to increase the purchasing power of bus operators and accelerate the adoption process. The battery leasing industry is a complex and dynamic system, so several alternative strategies are needed in developing the battery leasing industry. Battery leasing companies need a systematic evaluation to estimate the sustainability of the company's business systems. Simulation with a dynamic system approach can help gaining knowledge about the driving factors such as exogenous variables and policy interventions in the development of the battery leasing industry. Three types of scenarios are simulated along with 3 alternative policies which are subsidies for battery procurement, battery recycling incentives, and corporate tax exemptions. The three alternative policies positively affect the company's financial sustainability. Battery procurement subsidies are able to provide the highest level of customer acquisition and the highest profit for battery leasing service companies."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eisya Lataruva
"Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pertanggungjawaban perusahaan pembiayaan leasing terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh debt collector-nya dalam proses penagihan kredit macet, dengan fokus pada studi kasus perkara No. 593/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan pembiayaan leasing memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memastikan bahwa praktik penagihan kredit macet yang dilakukan oleh debt collector-nya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam perkara ini, terdapat indikasi adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh debt collector perusahaan pembiayaan leasing dalam melakukan penagihan yang disertai penarikan paksa objek perjanjian pembiayaan. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji berbagai instrumen hukum yang dapat digunakan untuk menentukan apakah perusahaan pembiayaan leasing dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap perbuatan melawan hukum tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian internal perusahaan pembiayaan leasing terhadap praktik penagihan kredit macet, sehingga dapat melindungi hak-hak konsumen dan menjaga kepatuhan terhadap prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pihak berkepentingan, termasuk otoritas pengawas, dalam memperkuat regulasi terkait debt collector dan pertanggungjawaban perusahaan pembiayaan leasing terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh agennya dalam proses penagihan kredit macet.

This paper analyzes the liability of a leasing finance company regarding the unlawful actions conducted by their debt collectors in the process of collecting overdue credit, with a focus on the case study on decision number 593/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst. This paper employs doctrinal legal research. The results of this research indicate that leasing finance companies must ensure that the practices of collecting overdue credit by their debt collectors comply with the applicable legal provisions. In this case, there are indications that the debt collectors of the leasing finance company engaged in unlawful actions during the collection process, including the forced repossession of the financed objects. Therefore, this research examines various legal instruments that can be used to determine whether a leasing finance company can be held accountable for such unlawful actions. The expected outcome of this research is to contribute to the improvement of the supervision system and internal control of leasing finance companies over the practices of collecting overdue credit, thus protecting consumers' rights and maintaining compliance with applicable legal principles. Furthermore, this research is anticipated to serve as a reference for stakeholders, including regulatory authorities, to strengthen regulations related to debt collectors and the accountability of leasing financing companies for the unlawful actions conducted by their agents in the process of collecting overdue credit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nikolas Arya Maheswara
"Perjanjian leasing kendaraan bermotor merupakan salah satu transaksi bisnis yang populer dalam industri transportasi, memungkinkan penyewa (lessee) untuk menggunakan kendaraan dengan membayar biaya sewa tanpa perlu membelinya, sementara pihak leasing (lessor) mendapatkan keuntungan dari penghasilan sewa. Namun, perjanjian ini sering menghadapi risiko wanprestasi dan perbuatan melawan hukum, seperti keterlambatan pembayaran, penggunaan yang tidak sesuai, kerusakan, kehilangan kendaraan, atau ketidakpatuhan terhadap ketentuan perjanjian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum bagi pihak leasing dalam menghadapi risiko-risiko tersebut, dengan fokus pada regulasi yang berlaku di Indonesia, termasuk Pasal 1243, Pasal 1238, dan Pasal 1365 KUHPerdata serta peraturan perundang-undangan lainnya. Melalui analisis terhadap Putusan No. 32/Pdt.G/2019/PN.Btl., yang melibatkan kasus pelanggaran perjanjian leasing kendaraan bermotor, penelitian ini mengeksplorasi langkah-langkah hukum yang dapat diambil oleh pihak leasing, seperti penyusunan klausul yang jelas dalam perjanjian, penilaian risiko yang ketat, dan pengawasan berkala. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi yang ketat, transparansi informasi, dan prosedur hukum yang jelas sangat penting untuk menciptakan kepastian hukum dan keseimbangan kepentingan antara pihak yang terlibat. Kesimpulannya, peningkatan regulasi, edukasi masyarakat, dan mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif sangat diperlukan untuk melindungi hak dan kewajiban dalam perjanjian leasing kendaraan bermotor di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Samsie
"ABSTRAK
Investasi di bidang Teknologi Informasi akan dihubungkan dengan biaya yang akan dikeluarkan dan keuntungan yang akan didapatkan dari investasi Teknologi Informasi itu. Biaya dapat dengan mudah dihitung sebaliknya keuntungan, khususnya yang tidak nampak (intangible) susah untuk dihitung. Dengan memfokuskan perhitungan pada keuntungan yang nampak (tangible) saja dan mengesampingkan keuntungan yang tidak nampak (intangible) tentu akan menurunkan nilai ekonomis investasi Teknologi lnformasi suatu perusahaan.
PT. Oto Multiartha secara bertahap, mengembangkan infrastruktur Wide Area Network (WAN) yang akan menghubungkan semua kantor cabang dengan pusat. Pengembangan WAN tentu akan menghasilkan beberapa manfaat yang dapat diidentifikasikan, tetapi sejalan dengan berkembangnya waktu, dampak sebenamya dari pengembangan WAN itu akan muncul dan ini yang sering tidak dapat diprediksi. (bagaiman kesan orang yang memakai sistem itu dalam organinsasi ?)
Penulis melakukan justifikasi dengan menggunakan pendekatan Information Economis (fokus pada pendekatan finansial dan non-finansial) terhadap investasi infrastruktur WAN pada PT. Oto Multiartha dan mendapatkan hasil perhitungan ROI sederhana sebesar 107, 7 5. Karena proyek ini proyek tunggal, maka hasil tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak manajemen terhadap investasi yang telah dilakukan dengan memperhatikan hasil perhitungan masing-masing value dalam metodologi ini. Perhitungan menggunakan metodologi ini diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis dari investasi tersebut dan pada akhirnya akan meningkatkan keunggulan bersaing.

ABSTRACT
Cost and revenue will be always considered in all kind of investments, including investment in Information Technology. The cost can be easy to calculated, but not for revenue, especially the intangible revenue. Focusing only on tangible revenue caused the decrease of the economic value of a company investment on Information Technology.
PT. Oto Multiartha develops the infrastructure of WAN that connecting all the branch offices with head office. The development will raise identified advantages, but on the other side, it will give unidentified effects that unpredictable. (what do the people think using the system in their organization ?)
Writer here doing justification using Information Economics methodology (focusing on financial and non-financial affinity) to the infrastructure investment of WAN on PT. Oto Multiartha and get the result of simple ROI about 107.75. This is a single project, so that the result can be useful for the management as a consideration on investment by giving notice on the result of every values.
Using this methodology hopefully could increased the economic value from the investment and raised the competition."
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2002
T40534
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noven Dwi Riangga Z
"Studi literatur yang ada banyak yang mempelajari apa yang mempengaruhi pilihan pendanaan perusahaan antara sewa guna usaha dan utang tetapi hasilnya masih bermacam-macam. Penelitian ini meneliti pengaruh kendala finansial dengan proksi tingkat dana internal dan tingkat modal riil perusahaan terhadap pilihan pendanaan sewa guna usaha dan utang menggunakan data perusahaan yang terdaftar di BEI pada periode 2003 hingga 2012. Dengan menggunakan model Ordinary Least Square didapatkan hasil bahwa setiap peningkatan dari dana internal akan diikuti dengan kenaikan sewa guna usaha, tetapi diikuti dengan nilai dari utang yang menurun. Selanjutnya setiap kenaikan modal riil perusahaan akan diikuti dengan penurunan nilai sewa guna usaha dan diikuti dengan kenaikan nilai utang.

There are some studies that investigate the relationship between leasing and debt but the result still mixed. This paper investigate the relationship between financial constraints with internal funds and collateral as primary proxy to corporate financing choices between leasing and debt using listing company data exclude financial company from2003 to 2012. With ordinay least square model the result show that every increase in internal funds lead to increase in leasing, but it lead to decrease in debt. Moreover, every increase in collateral lead to decrease in leasing but increase in debt.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S57433
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   5 6 7 8 9 10 >>