Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Evan Permana Sunjaya
"Penelitian yang dibahas dalam tulisan ini ditujukan untuk menjelaskan alasan dan penilaian Mahathir Mohamad memilih untuk menerapkan kembali kebijakan new economic policy dalam upaya mengatasi dampak krisis finansial Asia tahun 1997, dan menolak secara tegas paket bantuan yang ditawarkan oleh International Monetary Fund dan Bank Dunia. Alasan Mahathir Mohamad dapat dijelaskan secara rasional melalui penilaian-penilaian terhadap konsekuensi yang akan didatangkan dari kebijakan alternatif yang akan diterapkan. Pilihan tersebut memberikan dampak pada pembangunan ekonomi dan politik di Malaysia.
Dengan menggunakan teori pilihan rasional karya Raymond Boudon, dan konsep experience & decision Value milik Kahneman dan Tversky, tulisan ini berusaha untuk mengidentifikasi karakteristik pilihan rasional dalam pengambilan kebijakan publik yang berkembang di Malaysia. Hal ini diindikasikan melalui kebijakan yang diambil oleh pemerintah Malaysia didasarkan pada kebijakan-kebijakan ekonomi politik yang dijalankan sebelumnya, yakni New Economic Policy (1970-1990) dan National Development Policy (1991-1996). Selain itu, Mahathir juga menilai konsekuensi yang akan terjadi, apabila Malaysia menerima paket bantuan IMF, maka akan terjadi liberalisasi pasar dan intervensi asing serta merusak tatanan ekonomi dan politik Malaysia yang telah dibangun selama ini.

The research discussed in this article is intended to explain the reason and judgment Mahathir Mohamad chose to reimplement new economic policy in an effort to overcome the impact of the Asian financial crisis of 1997, and explicitly reject the aid package offered by International Monetary Fund and the World Bank. Mahathir Mohamad reason can be explained in a rational way through assessments of the consequences that will come from alternative policies that will be applied. The options have an impact on economic and political development in Malaysia.
Using the theory of rational choice by Raymond Boudon, and the concept of experience value and decision value by Value Kahneman and Tversky, this paper seeks to identify the characteristics of rational choice in developing public policy in Malaysia. This is indicated by measures taken by the Malaysian government is based on political economic policies that run before, the new economic policy (1970-1990) and national development policy (1991-1996). Moreover, Mahathir also assess the consequences will be if Malaysia receive IMF aid package, there will be liberalization of markets, foreign intervention and undermine economic & political order Malaysia that have built over the years."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Quinta Allaya Emirsyah
"Konsep stabilitas finansial sebagai barang publik global merupakan salah satu kajian yang mulai mendapatkan perhatian dalam dunia akademis sejak terjadinya berbagai permasalahan finansial lintas batas pada akhir abad ke-20. Memastikan ketersediaan dari barang publik tersebut sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, mengurangi dampak buruk dari guncangan finansial, dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Namun, meskipun topik ini sangat menarik untuk dieksplorasi, pembahasannya masih terfragmentasi dalam berbagai disiplin yang berbeda dan belum banyak dikaji melalui sudut pandang Ilmu Hubungan Internasional. Dengan demikian, tinjauan kepustakaan ini berusaha untuk memetakan ragam argumentasi terkait stabilitas finansial sebagai barang publik global dalam hubungan internasional dari 23 literatur yang berbeda. Melalui metode taksonomi, pembahasan dalam tinjauan kepustakaan ini dikategorisasikan menjadi tiga tema besar mengenai konseptualisasi, keterlibatan aktor, serta praktik kebijakan terkait stabilitas finansial. Berdasarkan pemetaan literatur yang telah dilakukan, penulis menemukan bahwa: (1) meskipun hampir semua akademisi yang literaturnya dibahas dalam kajian ini sepakat bahwa stabilitas finansial harus didefinisikan sebagai barang publik global, beberapa di antaranya menganggap bahwa pendekatan barang publik regional akan memastikan penyediaannya yang lebih efektif; serta (2) institusi internasional, terutama IMF, memiliki peran kunci dalam menjaga stabilitas dari sistem finansial internasional yang saling terkait, meski praktik kebijakannya seringkali dinilai kurang inklusif. Adapun celah penelitian yang penulis identifikasi berkaitan dengan kajian mengenai stabilitas finansial sebagai barang publik global yang harus diperluas, termasuk dalam melihat dinamika kekuasaan dari aktor-aktor internasional yang terlibat di dalam prosesnya. Maka, tinjauan kepustakaan ini menekankan perlunya penelitian lanjutan dan dialog kebijakan untuk memperkuat kerja sama serta tata kelola dalam penyediaan stabilitas finansial sebagai barang publik, baik dalam konteks global maupun regional.

The concept of financial stability as a global public good is one of the studies that has begun to receive attention in the academic world since various cross-border financial problems arise at the end of the 20th century. Ensuring the availability of these public goods is essential to promote sustainable economic growth, reduce the adverse effects of financial shocks, and improve social welfare. However, although this topic is fascinating to explore, the discussion is still fragmented in various academic disciplines and has not been widely studied from the perspective of International Relations. Thus, this literature review elaborates on different arguments regarding financial stability as a global public good in international relations from 23 academic sources. Using the taxonomic method, the discussion in this literature review is categorized into three major themes regarding contextualization, involvement of actors, and policy practices related to financial stability. Based on the review that has been done, this author finds that: (1) although almost all academics whose literature is discussed in this study agree that financial stability should be considered a global public good, some of them consider that a regional public goods approach will ensure its more effective provision; and (2) international institutions, especially the IMF, have a crucial role in maintaining the stability of the interrelated international financial system, even though their policy practices are often considered to be less inclusive. This author reflects that research about financial stability as a global public good must be expanded, especially to observe the dynamics of international actors involved. Further research and policy dialogues are needed to strengthen cooperation and governance in providing financial stability as a public good within the global and regional contexts."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Novia Osian Ayu Pramita
"Pemerintah Indonesia mengeluarkan Inpres No. 2 Tahun 1996 tentang Proyek Mobil Nasional untuk meningkatkan kemandirian industri mobil dalam negeri. PT Timor Putra Nasional dipilih menjadi satu-satunya perusahaan yang mendapat fasilitas keringanan pajak oleh pemerintah sebagai pemegang merk mobil nasional. Mobil Timor dijual dengan harga separuh lebih murah dari harga mobil sedan di pasaran. Hal ini dianggap merugikan bagi Jepang dan Amerika Serikat, sehingga membawa permasalahan ini ke WTO. Lalu saat krisis ekonomi, Presiden Soeharto menandatangani kesepakatan peminjaman hutang dengan IMF dengan salah satu syaratnya yaitu mencabut kebijakan mobil nasional. Setelah itu, keluarlah Keppres No. 20 Tahun 1998 Tentang Pembuatan Mobil Nasional.

Indonesian Government pass the President's Order (Inpres) No. 2/1996 about the National Car Project to push the nation's independency in the domestic car industries and manufacture. Timor Putra Nasional, Ltd. had been chosen to be the only corporate that is subsidized by the government as the only brand for the national car project. Timor's car was sold publicy with the price half cheaper than any other sedan class car during that time. This was considered as a profit-killing situation for Japan and US, so that makes both countries sent a report to WTO. Then, during the economy crisis, president Soeharto signed a letter of intent with IMF in a certain condition: The Withdrawal of National Car Project's Policy. Later on, the President's Decision (Keppres) No. 20/1998 policy about the Cancellation of National Car Project."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S60295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 >>