Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 209 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bondan Tiara Sofyan
Jakarta: UI-Press, 2010
PGB 0349
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Suharno
"Proses pembersihan komponen yang terbuat dari bahan logam sebagian besar menggunakan pelarut terklorasi yang memberikan kontribusi besar tehadap penipisan lapisan ozon. Oleh karenanya baru-baru ini sedang dikembangkan pelarut ramah lingkungan tipe WBS dan D721 yang berbasis utama hidrokarbon terpen dnegan penambahan aditif tertentu.
Pengujian diarahkan kepada pengaruh pelarut organik tipe WBS dan D721 dalam proses pembersihan logam terhadap aluminium tipe 2024 dengan waktu celup selama 1, 2, 3 jam pada temperatur ruang. beberapa parameter yang diukur diantaranya adalah perubahan berat akibat pengikisan dan perubahan penampakan mikrostruktur.
Berdasarkan hasil penelitian dimana tidak terjadi perubahan berat dan penampakan didapatkan bahwa pelarut organik tipe WBS dan D721 dengan waktu celip 1,2, 3 jam pada temperatur ruang tidak menyebabkan pengikisan pada aluminium 2024.
Hasil yang didapat diaharapkan dapat menunjang pengembangan produk ini di masa yang akan datang serta untuk menuju kondisi lingkungan yang lebih baik bagi kita semua."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
JUTE-XII-1-Mar1998-81
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Tommy
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S35965
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Hanifa
"Dross merupakan produk sampingan dari proses pengecoran aluminium. Dross tergolong beracun dan berbahaya terhadap lingkungan karena mengeluarkan gas berbau seperi NH3, CH4, dan H2S yang dapat mencemari air tanah. Meskipun dross tergolong limbah yang berbahaya, terdapat sejumlah kandungan logam aluminium yang terperangkap di dalam lapisan oksida. Logam aluminium dapat dipisahkan dari lapisan oksida dengan cara melebur kembali dross dengan penambahan drossing flux, selanjutnya aluminium tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku aluminium sekunder. Pada penelitian ini, digunakan drossing flux dengan bahan penyusun NaCl-Na2SiF6-NaNO3 dengan variasi komposisi NaCl 5 wt%, 10 wt%, 15 wt% dan 20 wt%. Pembuatan drossing flux dilakukan dengan tahapan pencampuran bahan, pengeringan bahan dan pengayakan bahan lalu selanjutnya dilakukan pengujian DSC. Temperatur kerja flux berdasarkan hasil pengujian DSC adalah 700oC. Berdasarkan hasil studi, dengan penambahan drossing flux akan meningkatkan persentase metal yield hingga 8,35% dibandingkan dengan tanpa penambahan drossing flux. Penambahan drossing flux dengan bahan penyusun garam klorida-fluorida-senyawa pengoksida menunjukkan hasil perolehan metal yield yang lebih tinggi dibandingkan drossing flux dengan bahan penyusun garam klorida fluorida, walaupun tidak terlalu signifikan.

Dross is a by-product of aluminum casting. Dross are toxic and hazardous to the environment because it emits odorous gases such as NH3, CH4, and H2S which can contaminate groundwater. Although classified as hazardous waste, there is a certain content of aluminum metal entrapped in the matrix of oxide layer. Aluminum metal can be separated from the oxide layer by remelting the dross with the addition of drossing flux, then aluminum metal can be used as raw material for secondary aluminium. In this research, NaCl-Na2SiF6-NaNO3 based drossing flux is used with various composition 5 wt%, 10 wt%, 15 wt% and 20 wt% of NaCl. The process of making drossing flux is carried out by mixing, drying and sieving the materials and then continued to DSC testing. The working temperature of flux based on DSC testing results is 700oC. Based on the results of the study, the addition of drossing flux will increase the percentage of metal yield up to 8,35% compared to without the addition of drossing flux. The addition of drossing flux with the constituent of chloride fluoride-oxidizing compound showed a higher percentage of metal yield compared to drossing flux with the constituent of chloride fluoride salt, although it was not too significant."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Sadeli
"ABSTRAK
Pada logam Al 2024 T3 non clad untuk perlindungan terhadap korosi maka pada permukaannya dilakukan proses anodisasi, yaitu proses anodisasi asam kromat (CAA Process). FT IPTN juga melakukan proses CAA ini pada beberapa bagian dari pesawat. Hal ini direncanakan pula dilakukan untuk kulit sayap tengah pada pesawat N250. Karena keterbatasan dimensi atau ukuran bak untuk proses maka sukar dilakukan proses CAA untuk kulit sayap tengah N250 dalam satu kali tahapan. Untuk mengantisipasi hal itu maka dilakukan proses CAA 2 tahap pada kulit sayap tengah N250.
Dalam penelitian ini dilakukan pengujian dengan menggunakan beberapa parameter untuk mendapatkan pengaruh CAA dua tahap terhadap kekuatan dari ahan yang telah di anodisasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dianodisasi baik 1 tahap maupun 2 tahap kekerasan makin meningkat meskipun tidak terlalu besar. Pada CAA 2 tahap terjadi daerah tumpang tindih, disamping itu juga dihasilkan celah yang menyebabkan kekuatan tarik material yang mengalami CAA 2 tahap menurun."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Suharno
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Komalasari
"Peraturan Menkes Rl No.416 tahun 1990 dalam standar kualitas Air Minum
menyatakan bahwa air minum tidak boleh terdapat bakteri Eschericia coli dalam 100 ml contoh air. Adanya bakteri Coliform merupakan indikasi air tercemar kuman pathogen, sehingga bakteri Coliform merupakan indikator pencemaran air secara mikrobiologis.
Bakteri E. Coli dapat menyebabkan Gastroenteristis. Salah satu cara mengurangi bakteri bakteri E. coli pada proses pengolahan air adalah dengan proses koagulasi (penggumpalan) yang diikuti proses flokulasi (pembentukan flok) dan sedìmentasi (pengendapan flok). Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan koagulan adalah penggunaan koagulan yang tepat untuk tingkat kekeruhan air baku yang sudah ditentukan (dalam hal ini kekeruhan tinggi). Koagulan yang umum digunakan adalah
AI2(SO4)3 yang biasa disebut tawas atau alum, karena cukup murah dan mudah didapat dipasaran. Kenyataan menunjukkan tingkat kekeruhan air baku (dalam hal ini sungai Ciliwung) semakin tinggi sehingga diperlukan koagulan alternatif yang lebih efektif. Penggunaan koagulan PAC (Poly Aluminum Chiorida) sebagai koagulan alternatif yang lebih efektif untuk air baku kekeruhan tinggi.
Metode penelitian ini adalah true eksperimental. Sebagai kelompok eksperimen adalah sampel air baku yang diberi koagulan PAC, sedangkan kelompok pembanding adalah sampel air baku yang diberi koagulan Alum atau Tawas. Penelitian ini dilakukan dalam skala taboratorium, yaitu melalui analisa jartes untuk menentukan dosis optimum koagulan. Percobaan dilakukan di laboratonum pusat PAM Jaya dengan mengambil sampel air baku kekenihan tinggi (100 - 500 NTU) dan melakukan lima kali percobaan
dengan total sampel 30. Dosis koagulan yang digunakan adalah 20, 25, 30, 35, 40, 45
ppm.
Hasil yang diperoleh adalah Reduksi Eschericia coli rata-rata oleh PAC adalah 88.3166 dengari reduksi maksimum 99.97 % dan oleh Alum adalah 73.30 % dengan reduksi maksimum 96.67%. Secara statistik beda reduksi PAC terhadap Mum adalah perbedaan bermakna dengan nilai p <0,05. Dosis optimum rata-rata PAC adalah 20 ppmdengan rata-rata reduksi 89.01 %. Dosis optimum rata-rata Alum adalah 30 ppm dengan
rata-rata reduksi 81.60 %. Melihat kualitas air yang dihasilkan terhadap parameter pH,
kekeruhan, dan E. coil Iebih baik menggunakan PAC. Nilai rata-rata kualitas air pada
pemberian dosis optimum PAC adalah : kekeruhan 7,2 NTU, pH akhir 7.08 dan reduksi
E. coil 97.29%. Nilai rata-rata kualitas air pada pemberian dosis optimum Alum adalah:
kekeruhan 16.2 NTU, pH 6.8 dan reduksi E. coil 95.06%.
Secara ekonomis didapat penghematan yang cukup besar, yaitu dengan
pemakaian PAC dapat dihemat biaya Rp 47.740.400 / bulan untuk Instalasi I PAM DKI
Jaya. Perhitungan ini diambil dan penghematan penggunaan dosis koagulan dan dosis
kapur tohor, dimana dengan PAC tidak diperlukan pemakaian kapur tohor untuk
menaikkan pH.
Dari hasil ini disarankan untuk air baku kekeruhan tinggì PAC dapat dijadikan
koagulan pengganti Alum, karena dari segi teknis Iebih menguntungkan, yaitu tidak
perlu penambahan kapur tohor untuk menetralkan pH dan mengurangi dosis Kaponit
pada proses desinfeksi serta waktu digunakan lebih pendek, dari segi biaya lebih hemat,
dan dari segi kualitas air yang dihasilkan lebih baik.

In general, raw water which comes from the river has been contaminated by
human or animal feces which is shown by the existing of an organism society called
Coliform such as Bacterium coli, Bacilus coil or Eschericia coli which are the ones of
microbiologie parameter. The existent of Coliform bacteria is an indicator of pathogenic
bacteria, so the Coliform bacteria is an indicator of microbiological water
contamination. Ministry of health regulation no.416 1990 for standardization of drinking
water states that the drinking water mustn’t contain the Eschericia coil bacteria in 100
ml the sample of water.
The E. coil bacteria may cause Gastroenterist. One way of reducing E. coli
bacteri in the water treatment is by coagulation process which is followed by floculation
and sedimentation, One factor which determined the succes of coagulation is the use of
the right coagulant for determined standard turbid raw water (in high tu bid level
matter). The most commonly used coagulant is the AI2(SO4)3 called “Tawas” or “Alum”,
it is quite cheap and can be found easily. The fact shows that the high turbid level of raw
water (in Ciliwung river matter) is getting higher, so an alternative of more effective
coagulant is needed. Lise of the PAC (Poly Aluminum Chloride) coagulant is more
effective for high turbid level raw water.
Method used in this research is true experimental. The experiment group consists
of samples of raw water with the PAC coagulant, compared with samples of raw water
with Tawas or Alum coagulant Research was done in an laboratory scale, through
jartest analysis to decide the optimum dose of coagulant. The experiment was done at
the PAM Jaya Laboratory by taking samples of high turbid of raw water (100-500 NTU)
and doing 5 times experiment with total samples of 30. The coagulant doses used of are
20, 25, 30, 35, 40, 45 ppm.
Average reduction of E. coli by the PAC is 88,32%, with maximum reduction of
99.97%, and by the Alum is 73.3% with the maximum reduction of 96.67%.
Statistically, the reduction difference between PAC and Alum is (15.02 ± 5.33)% With P
<0.05 in CI 95% of significant difference. The avarage optimum dose of PAC is 20 ppm
with average reduction of 89 %. The average optimum dose of Alum is 30 ppm with
average reduction of 81.6%. If we see the produced water quality the parameters Like:
pH, turbidity, and E.coli, it would be better for us to use the PAC. The average values of
water quality with PAC optimum dose given are : the turbidity is 7.2 NTU, the last pH is
7.08 and the E. coli reduction is 97.29%. Condition with Alum are: the turbidity is 16.2
NTU, the PH is 6.8 and the E.coli reduction is 95.06%.
Economically, by using the PAC we can save costs for about Rp
47.740.000/month. This calculation was done by savings in coagulant dose and in quick
lime dose, which by using the PAC we do not need the quick-lime to increase the pH
anymore.
Using the results obtained, it’s recomended , for the high level turbidity of the
raw water, to use the PAC as a substitution of Alum. Technically, it gives more revenues
by not using the quick-lime addition to neutralize the pH, reduces the “Kaporit” dose in
the dissinfection process, and shortens the process time. We can also reduce costs,
because it’s cheaper, and we can get better water quality than before.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T3644
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Donnie Indrawan
"Aluminium 2024 (Al 2024) merupakan salah satu jenis paduan aluminium komersil dengan tembaga sebagai paduan utamanya. Jenis paduan ini sudah sejak lama digunakan dalam industri otomotif, penerbangan, dan militer. Keberadaan unsur Cu sebagai paduan utama memberikan efek penguatan pada segi mekanis tetapi melemahkan sifat korosinya. Anodisasi merupakan salah satu metode perlindungan aluminium paduan dari korosi menggunakan prinsip elektrokimia yang cepat, sederhana dan ekonomis. Variasi tegangan dan waktu dilakukan untuk melihat pengaruh parameter terhadap ketebalan serta ketahanan korosi Al 2024. Proses anodisasi dilakukan pada larutan H2SO4 30% pada temperatur ruang.
Hasil dari material anodisasi kemudian diuji pada medium korosif NaCl 3,5% selama 6 hari melalui proses immersion test. Ketebalan lapisan oksida paling efektif diperoleh pada anodisasi dengan parameter tegangan 15 V dan waktu 10 menit. Sebagian besar sampel uji menunjukkan trend yang sama dan indikasi terjadinya korosi sumuran (pitting corrosion) disertai munculnya endapan pada permukaan. Perlakuan anodisasi yang memberikan proteksi berupa lapisan oksida dibuktikan dengan kehadiran fasa α-Al2O3 and ɣ-Al2O3 dalam pengujian XRD. Pengamatan SEM dan mikroskop optik memperlihatkan penampakan permukaan Al 2024 setelah 6 hari immersion test pada larutan NaCl 3,5%.

Aluminium Alloy 2024 (Al 2024) is one of commercial alloy with copper as the main alloy. This alloy has been used in many industrial application such as automotive, aerospace, and military. Copper as a major alloying elements gives a mechanical strengthening effect but weaken the corrosion resistance. Anodizing is fast, simple, and economical method to protect aluminium from corrosion with the principal of electrochemical. The variations of anodizing voltage and time have been done with 30% H2SO4 electrolyte at room temperature to analyze its influence on thickness and corrosion behaviour of Al 2024.
Results of anodizing were then tested by immerse the samples in 3,5% NaCl solution for 6 days. The thickness of the oxide layer is most effective with the parameters obtained in anodizing voltage of 15 V and 10 minutes. Most of samples show the similar trend and indications of pitting corrosion along with the presence of deposition on its surface. Anodizing proccess gives the protection layer aluminium oxide which is proved by the presence of α-Al2O3 and ɣ-Al2O3 phase in XRD testing. SEM and optical microscope observation show the surface appearence of Al 2024 after immersion test for 6 days in 3,5% NaCl solution.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65455
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reza Firmansyah
"

Pengecoran merupakan salah satu metode yang umum digunakan untuk menghasilkan produk aluminium. Sifat mekanis dari produk cor aluminium merupakan parameter penting yang mengindikasikan kualitas dari produk pengecoran yang dihasilkan. Pada prakteknya, sifat dari produk cor aluminium dapat berkurang karena cacat porositas yang diakibatkan oleh adanya reaktivitas yang tinggi dari aluminium dengan gas hidrogen. Oleh karena itu, gas hidrogen yang ada pada lelehan aluminium perlu dihilangkan dengan cara melakukan metode degassing. Pada penelitian ini, dilakukan perbandingan hasil dari metode degassing dengan menggunakan bahan yang berbeda, yaitu antara tablet degasser berbasis NaF-NaNO3 dengan gas argon teknis dan murni. Temperatur peleburan yang digunakan pada penelitian ini adalah 750oC, dan temperatur penuangan dari aluminium dilakukan pada suhu 670oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tablet degasser berbasis NaF-NaNO3 dan gas argon murni memiliki kemampuan yang paling baik dalam mengurangi jumlah gas hidrogen didalam produk cor aluminium. Terdapat peningkatan sifat mekanis dari produk cor yang dihasilkan, yaitu peningkatan dari kekuatan tarik maksimum terbesar dari 62,17 MPa menjadi 214,26 MPa, peningkatan dari kekerasan terbesar dari 15 BHN menjadi 79,67 BHN, dan peningkatan dari harga impak terbesar dari 0,202 J/mm2 menjadi 0,408 J/mm2.

 


Casting is one of the methods commonly used to produce aluminum product. Aluminum casting products mechanical properties are a very important parameter that indicates the quality of the casting product. In reality, the properties of aluminum casting product can be reduced by porosity defects that appear because of aluminums high reactivity with hydrogen gas. Therefore, hydrogen gas that formed on melt aluminum should be removed by doing degassing method. In this research, the result of degassing method by using different materials were compared, it is by using NaF-NaNO3-based tablet degasser and argon gas, pure and technical. The melting temperature used in this research was 750oC, and the aluminum was poured at 670oC.  The result shows that NaF-NaNO3-based tablet degasser and pure argon gas has the best ability to reduce the number of hydrogen gas formed in aluminum casting product. The aluminum casting products mechanical properties were enhanced, for the ultimate tensile strength the highest elevation occurs from 62,17 MPa to 214,26 MPa, for the hardness strength the highest elevation occurs from 15 BHN to 79,67 MPa, and for the impact strength the highest elevation occurs from 0,202 J/mm2 to 0,408 J/mm2.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaki Vernando
"Anodizing adalah salah satu teknik yang digunakan untuk meningkatkan ketahanan korosi logam aluminium. Sayangnya, teknik ini memiliki beberapa kelemahan yang dapat menghambat pembentukan film oksida anodik dalam logam tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, banyak senyawa organik telah ditambahkan ke larutan elektrolit yang digunakan dalam proses anodisasi ini. Penambahan senyawa organik ini bertujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan dan karakteristik film oksida anodik yang terbentuk nantinya.
Dalam penelitian ini, pengaruh penambahan Ethylene Glycol (EG) ke sifat-sifat film oksida anodik dalam lingkungan korosif dan laju pertumbuhan film oksida anodik diselidiki, yaitu dengan merekam kurva tegangan-waktu dari proses anodisasi, mengamati penampilan permukaan, mengamati bentuk morfologis film, mengukur ketebalan film, mengukur kekerasan film, dan menguji ketahanan film dalam lingkungan korosif. Proses anodisasi dilakukan pada arus konstan, yaitu 300 A / m2 dalam larutan 2M H2SO4 dengan suhu di bawah 10°C. Proses anodisasi dilakukan dalam tiga waktu yang berbeda, yaitu 30 menit, 45 menit, dan 60 menit. EG ditambahkan ke larutan elektrolit dengan konsentrasi 0, 10, 20, hingga 30%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan EG meningkatkan laju reaksi elektrokimia pada permukaan logam aluminium yang dibuktikan dengan peningkatan kemiringan pada kurva tegangan-waktu, yaitu dari 0,1 V / menit menjadi 0,6 V / menit sebagai EG konsentrasi meningkat dalam larutan. Lamanya waktu yang digunakan dalam proses anodisasi dan jumlah komposisi EG dalam larutan elektrolit mempengaruhi tingkat ketebalan film dan juga kekerasan film yang terbentuk. Karakterisasi awal sampel menunjukkan bahwa sampel yang dianodisasi dalam 45 menit memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan yang lain. Uji ketahanan korosi yang dilakukan pada sampel anodisasi dalam waktu 45 menit menunjukkan bahwa semakin besar komposisi EG dalam larutan elektrolit membuat film oksida anodik yang terbentuk menjadi semakin lemah terhadap serangan korosi.

Anodizing is one of the techniques used to increase aluminum metal corrosion resistance. Unfortunately, this technique has several disadvantages that can inhibit the formation of anodic oxide films in the metal. To overcome this problem, many organic compounds have been added to the electrolyte solution used in this anodizing process. The addition of organic compounds aims to increase the growth rate and characteristics of anodic oxide films formed later.
In this study, the effect of adding Ethylene Glycol (EG) to the properties of anodic oxide films in a corrosive environment and the rate of growth of anodic oxide films was investigated, namely by recording the voltage-time curve of the anodizing process, observing the surface appearance, observing the morphological shape of the film, measuring film thickness, measure film hardness, and test film resistance in corrosive environments. The anodizing process is carried out at a constant current, which is 300 A / m2 in a 2M H2SO4 solution with temperatures below 10°C. The anodizing process is carried out in three different times, namely 30 minutes, 45 minutes and 60 minutes. EG is added to the electrolyte solution at concentrations of 0, 10, 20, up to 30%.
The results of this study indicate that the addition of EG increases the rate of electrochemical reaction on the surface of the aluminum metal as evidenced by an increase in the slope of the voltage-time curve, ie from 0.1 V / min to 0.6 V / min as the EG concentration increases in solution. The length of time used in the anodizing process and the amount of EG composition in the electrolyte solution affect the level of film thickness and also the hardness of the film formed. Initial characterization of the sample shows that the anodized sample in 45 minutes gives better results than the others. Corrosion resistance tests conducted on anodized samples within 45 minutes showed that the greater the composition of EG in the electrolyte solution made the anodic oxide film formed became weaker against corrosion attack.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>