Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 384 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadia Fitriani
"Perempuan sering kali dianggap sebagai pihak yang tidak punya “kehadiran” dalam masyarakat atau kelompok sosial yang sifatnya patriarki. Seperti halnya novel Banāt al-Riyādh (Gadis-Gadis Riyadh) yang menceritakan realita perjuangan perempuan Arab Saudi dalam mengaktualisasikan diri di tengah kehidupan masyarakat patriarki. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bentuk-bentuk ketidakadilan yang dialami para tokoh perempuan dalam novel tersebut dan perlawanan mereka dalam mencapai kebebasan bereksistensi. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan pendekatan feminisme yang berdasar pada teori feminisme dari Simone de Beauvoir. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa dalam novel Banāt al-Riyādh ditemukan ketidakadilan gender terhadap tiga tokoh perempuan, yaitu: Qamrah, Shedim, dan Michelle, yang berupa subordinasi, kekerasan, dan stereotip. Ketiga tokoh tersebut berhasil mencapai proses pengaktualan diri yang sesuai dengan strategi transendensi dari Simone de Beauvoir, di antaranya: 1) menolak keliyanan, 2) bekerja, dan 3) menjadi agen intelektual.

Women are often seen as those who do not have "presence" in a patriarchal society. Akin to the Banāt al-Riyādh (The Girls of Riyadh) novel which tells the reality of Saudi Arabian women’ struggles in actualizing themselves amidst the life of a patriarchal society. This study aims to explain the forms of injustice experienced by the female characters in the novel and the forms of their resistance in achieving freedom of existence. The method used is descriptive analysis method with a feminist approach based on the feminism theory from Simone de Beauvoir. The results obtained state that in the novel, gender inequality is found against three female characters: Qamrah, Shedim, and Michelle, in the form of subordination, violence, and stereotype. All three have succeeded in achieving a process of self-actualization which fits the transcendence strategy from Simone de Beauvoir, including: 1) rejecting otherness, 2) working, and 3) becoming intellectual agents."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elyse Selima Darby
"Kontrasepsi memiliki fungsi utama, yaitu sebagai alat kontrol fertilitas dan sebagai alat pelindung dari penyakit yang ditularkan secara seksual, namun selain fungsi inherennya, kontrasepsi juga telah lama menjadi simbol emansipasi perempuan di Prancis bagi para feminis yang menganggapnya sebagai alat bagi perempuan untuk mencapai kesetaraan dan mewujudkan potensi sosial, ekonomi, dan intelektualnya secara penuh. Di Prancis, metode kontrasepsi yang paling sering digunakan merupakan kontrasepsi oral atau pil, namun dewasa ini telah terdeteksi fenomena La Crise de la Pilule, yaitu kecenderungan peralihan dari metode tersebut ke metode lainnya yang dinilai lebih aman (Bajos, 2014). Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bagaimana perkembangan kontrasepsi di Prancis dipengaruhi oleh gerakan feminisme gelombang keempat dan juga mengidentifikasikan ketidaksetaraan sosial yang terjadi di dalamnya. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif Creswell (2018) yang kemudian dianalisis menggunakan teori feminisme interseksional karya Kimberlé Crenshaw (1997), penelitian ini telah menemukan bahwa gerakan feminisme gelombang empat memiliki hubungan yang timbal balik dengan perkembangan praktik penggunaan kontrasepsi baik itu secara positif maupun negatif. Penelitian ini juga menemukan bahwa kontrasepsi di Prancis masih bersifat anti perempuan dengan masalah rasisme dan seksisme yang khususnya merugikan perempuan imigran Afrika Sub-Sahara yang cenderung beralih ke metode kontrasepsi yang paling tidak efektif.

The usage of contraception has mainly revolved around fertility control and the prevention of STDs and STIs. Aside from its inherent function, contraception in France has long been perceived as a symbol of women's emancipation. Feminists often see it as a tool for women to achieve equality and reach their social economic and intellectual potential. The oral pill is the most commonly used method of contraception in France. However, a recent study in France has detected a phenomenon called the La Crise de la Pilule, which is the decrease in oral contraceptives, with women switching to alternative methods that are considered safer (Bajos, 2014). This article aims to find the link between the development of contraception use in France and its fourth-wave feminist movement, and also to identify the social inequalities that occur within. By using Creswell's qualitative research method (2018), analyzed by Crenshaw's intersectional feminism theory (1997), this study has found that the fourth-wave feminist movement has a reciprocal relationship with the development of contraceptive use in a negative and also positive way. This article also reveals that contraception use in France is still not in favor of women with its issue of racism and sexism that significantly impact Sub-Saharan African immigrant women who tend to switch to the least effective contraceptive methods."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Wulan Murdaningrum
"Novel Astirin Mbalela menggambarkan kehidupan tokoh perempuan Jawa yang memperjuangkan eksistensinya sendiri sebagai subjek karena mengalami ketidakadilan yang disebabkan oleh gender. Penelitian ini bertujuan untuk membangun kesadaran tentang adanya objektifikasi terhadap perempuan dengan memperdalam pembahasan feminisme eksistensialis terlebih dalam konteks budaya Jawa yang dianggap asing, sehingga menjadi acuan etika masyarakat Jawa atau non-Jawa dalam bermasyarakat sesuai gagasan feminisme eksistensialis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan kritik sastra feminis. Hasil penelitian ini menunjukkan bentuk objektifikasi terhadap perempuan dan menunjukkan bentuk perlawanan eksistensi Astirin sebagai perempuan dengan menggunakan konteks budaya Jawa, yakni ‘mbalela’. Astirin merupakan tokoh perempuan Jawa yang dapat merepresentasikan sesuai dengan gagasan feminisme eksistensialis Simone de Beauvoir. Representasi tokoh Astirin dapat dikategorisasikan ke dalam bentuk perjuangan sebagai wujud eksistensi perempuan. Dalam konteks kebudayaan Jawa yang direpresentasikam melalui novel, penelitian ini memberikan kebaharuan pembahasan perempuan Jawa terutama dalam konteks feminisme eksistensialis yang masih kurang dalam untuk diteliti secara akademis. Penelitian ini diharapkan fenomena objektifikasi perempuan yang pada kenyataannya merugikan pihak perempuan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.

Astirin Mbalela's novel describes the life of a Javanese female character who struggles for her own existence as a subject because she experiences injustice caused by gender. This research aims to build awareness about the existence of objectification of women by deepening the discussion of existentialist feminism, especially in the context of Javanese culture which is considered foreign, so that it becomes a reference for the ethics of Javanese or non-Javanese society in society according to the idea of existentialist feminism. This study uses a qualitative descriptive research method with a feminist literary criticism approach. The results of this study show a form of objectification towards women and shows a form of resistance to Astirin's existence as a woman by using the Javanese cultural context, namely 'mbalela'. Astirin is a Javanese female character who can represent according to Simone de Beauvoir's existentialist feminist ideas. The representation of Astirin's character can be categorized into a form of struggle as a form of women's existence. In the context of Javanese culture which is represented through novels, this research provides a renewed discussion of the existence of Javanese women, especially in the context of feminism existensialism. With this research it is hoped that the phenomenon of objectification of women which in fact is detrimental to women can be reduced or even eliminated."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tsaltsa Arsanti
"Feminisme merupakan gerakan sosial politik yang menuntut atas kesetaraan dan keadilan bagi semua gender. Saat ini, feminisme dipercayai sudah masuk ke masa gelombang keempat dimana yang ditandai oleh peralihan digital gerakan feminisme itu sendiri. Namun, pada perjalanannya, feminisme tidak selalu disambut dengan baik dengan adanya penolakan. Pada spesifik gelombang keempat, feminisme digital kerap direspon dengan penolakan yang dibalut dengan kekerasan berbasis kebencian atau misogini. Misogini dalam jaringan tidak lepas dari sifat internet yang didominasi laki – laki dan maskulinitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk misogini daring sebagai sikap anti dalam diskursus kesetaraan gender dan feminisme sebagai penyimpangan dan upaya pembungkaman suara perempuan sebagai bentuk dari kekerasan terhadap perempuan di Twitter. Penelitian ini mencakup data berupa puluhan cuitan berkonotasi misoginis terkait diskusi feminisme dan kesetaraan gender yang dibagi dalam tiga bagian. Data yang diperoleh dari media sosial Twitter kemudian dianalisis ke dalam payung besar feminisme radikal yang diturunkan menjadi patriarki. Dalam TKA ini juga disusun analisis menggunakan teori yang relevan terkait kejahatan siber, yaitu Teori Transisi Ruang milik Jaishankar (2008). Cuitan dalam temuan data dengan menggunakan konsep misogini langsung (eksplisit) dan misogini tidak langsung (implisit) yang dirangkum milik Strathern & Pfeffer (2022) yang memperkaya bentuk – bentuk misogini yang seringkali belum disadari. Temuan data menunjukkan bahwasannya seringkali sikap anti – feminisme dibalut dengan bentuk misoginis dalam jaringan yang dapat diklasifikasikan sebagai kekerasan terhadap perempuan secara umum.

Feminism is a socio-political movement that demands equality and justice for all genders. Currently, feminism has adhered to have entered the fourth wave period, marked by the digital transition of the feminist movement itself. However, along the way, feminism has not always been accepted. In the specific fourth wave, digital feminism faces rejection wrapped in hate-based violence or misogyny. Misogyny in the internet scope network could not be separated from the nature of the internet which is dominated by men and masculinity. The purpose of this research is to find out the form of online misogyny as an anti-attitude in the discourse on gender equality and feminism as a deviation and efforts to silence women’s voices as a form of violence against women on Twitter. This paper gathered data in the form of dozens of tweets with misogynistic connotations related to discussions of feminism and gender equality which are divided into three parts. The data obtained from social media Twitter is then analyzed into the broad analysis of radical feminism, specific to patriarchy. In this paper, an analysis was also compiled using relevant theories related to cybercrime, namely Jaishankar’s Space Transition Theory (2008). The tweets in the data findings use the concepts of direct (explicit) misogyny and indirect (implicit) misogyny, summarized by Strathern & Pfeffer (2022) that enrich forms of unidentified misogyny. The findings of the data indicate that anti-feminism attitudes are often wrapped in misogynistic forms in networks that can be classified as violence against women in general."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Radhynka Andyaputri
"Pergerakan sosial merupakan fenomena yang tidak dapat dikesampingkan dalam dinamika hubungan internasional pada saat ini. Pergerakan-pergerakan tersebut memiliki berbagai fokus, salah satu yang paling signifikan adalah pergerakan sosial yang membawa identitas dan tuntutan-tuntutan feminis. Perspektif feminis dalam Hubungan Internasional sendiri telah meletakkan bagaimana gender merupakan unit analisis yang sentral dalam dinamika politik internasional, termasuk bagaimana pergerakan sosial diusung dengan membawa identitas dan isu-isu gender, terutama yang berkisar di pengalaman perempuan. Asia merupakan satu kawasan dengan pergerakan feminis yang dinamis, sebagai kawasan yang sarat dengan isu-isu ketimpangan gender yang turut berlapis dengan aspek ketimpangan sosial lain, seperti politik, ekonomi, sosial, hingga budaya. Tulisan ini meninjau bagaimana pergerakan feminis di Asia merupakan suatu fenomena transnasional, regional, sekaligus lokal dan senantiasa mempengaruhi dinamika sosial dan politik, baik di Asia maupun di dunia internasional. Tulisan ini turut membingkai bagaimana perspektif feminis dalam Hubungan Internasional mampu dikembangkan, terutama dengan mempertimbangkan dinamika pergerakan feminis di kawasan Asia yang terbilang unik dan memiliki ciri khasnya tersendiri. Tulisan ini adalah tinjauan literatur akademik yang menggunakan metode pengorganisasian taksonomi serta mencakup 37 literatur akademik terakreditasi yang dikategorisasikan ke dalam tiga tema besar, yaitu: (1) keterkaitan pergerakan feminis di Asia dengan feminisme transnasional; (2) ragam isu pergerakan feminis di Asia, dan; (3) sifat khas pergerakan feminis di Asia. Penulis turut memetakan konsensus dan perdebatan yang muncul dari literatur-literatur yang ditinjau terkait bagaimana identitas feminis dimainkan di pergerakan-pergerakan di Asia hingga derajat inklusivitas pergerakan bagi seluruh gender. Penulis melihat bagaimana kajian akademik terkait pergerakan feminis di Asia dalam lingkup Hubungan Internasional masih terfragmentasi berdasar isu dan konteks sosial, politik, dan budaya dalam negara-negara di Asia. Di samping itu, penulis turut mengidentifikasi bagaimana pergerakan feminis di Asia masih sarat dengan berbagai tantangan dalam hal inklusivitas dan kohesi pergerakan. Dengan itu, penulis merekomendasikan agar penelitian terkait pergerakan feminis di Asia dalam kacamata Hubungan Internasional untuk diragamkan sekaligus saling dikaitkan untuk memunculkan perspektif dan perdebatan baru terkait topik tersebut.

Social movement is a phenomenon that cannot be ruled out in the current dynamics of international relations. These movements have various focuses, one of the most significant is the social movement that carries feminist identities and demands. The feminist perspective in International Relations has laid out how gender is a central unit of analysis in the dynamics of international politics, including how social movements are carried out by bringing gender identities and issues, especially those that revolve around women's experiences. Asia is an area with a dynamic feminist movement, as a region full of issues of gender inequality layered with other aspects of social inequality, such as political, economic, social, and cultural. This paper reviews how the feminist movement in Asia is a transnational, regional, as well as local phenomenon and greatly influences social and political dynamics, both in Asia and internationally. This paper also frames how a feminist perspective in International Relations can be developed, especially by considering the dynamics of the feminist movement in the Asian region which is unique and has its own characteristics. This paper is a collection of academic literature using a taxonomic organizing method and includes 37 accredited academic literature which are categorized into three major themes, namely: (1) the relationship between Asian feminist movements and transnational feminism; (2) various issues of feminist movement in Asia, and; (3) the characteristics of feminist movement in Asia. The author also provides the context and sense that emerge from the literature reviewed regarding how feminist identity is played in movements in Asia to the degree of inclusiveness of the movement for all genders. The author sees how academic studies related to feminist movements in Asia within the scope of International Relations are still fragmented based on social, political, and cultural issues and contexts in each Asian country. In addition, the author also identifies how the feminist movement in Asia is still full of challenges in terms of movement inclusiveness and cohesion. With that in mind, the author recommends that research related to feminist movement in Asia from the perspective of International Relations be diversified and mutually relate to bring up new perspectives and views on this topic."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hilman Rasyid Yudistira
"Tesis ini akan mengkaji novel berjudul The Woman In Cabin 10, sebuah novel bergenre triler psikologis karya dari Ruth Ware, dengan persepektif feminis. Pembahasan tesis menjawab permasalahan subjektivitas perempuan di tengah-tengah budaya patriarkal, yang terkonstruksi dan mendiskreditkan perempuan. Tokoh utama dalam novel ini, Laura Blacklock, melakukan usaha melawan dominasi kuasa laki-laki dan berjuang untuk terbebas dari laki-laki yang mengontrolnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa tokoh Laura Blacklock, sebagai narator primer-fokalisator, memperlihatkan perubahan identitas dan kecenderungan akan ideologi ambivalensi. Melalui narasi dan fokalisasi, tokoh utama yang merupakan seorang perempuan memperlihatkan usaha untuk melepaskan diri dari kontrol dominasi kuasa yang menyebabkan hadirnya subordinasi, diskriminasi, dan perubahan kesadaran identitasnya. Kesimpulan dari tesis ini adalah narasi dan fokalisasi tunggal teks merupakan penjabaran ideologi ambivalensi yang dapat mengaburkan batas antara posisi tokoh utama antara objek dan subjek, membalikkan posisi objek-subjek, dan bahkan memberikan kesadaran bagi tokoh perempuan lain akan objektifikasi dan dominasi kuasa laki-laki yang mampu memberikan penilaian dan mengkritik budaya patriarki.

This thesis will examine a novel entitled The Woman In Cabin 10, a psychological thriller novel by Ruth Ware, with a feminist perspective. The thesis discussion answers the problem of women's subjectivity in the midst of a patriarchal culture, which is constructed and discredits women. The main character in this novel, Laura Blacklock, struggles to fight against the domination of male power and struggles to be free from the men who control her. The results of the analysis show that Laura Blacklock's character, as the primary narrator-focalizer, shows a change in identity and a tendency to ideological ambivalence. Through narration and focalization, the main character, who is a woman, shows an effort to escape from the control of domination of power that causes subordination, discrimination, and changes in her identity awareness. The conclusion of this thesis is that the narrative and single focalization of the text are the elaboration of ambivalence ideology that can blur the line between the main character's position between object and subject, reverse the position of object-subject, and even provide awareness for other female characters of the objectification and domination of male power which is able to evaluate and criticize the patriarchal culture."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kholipiyana
"Syair Putri Akal merupakan satu dari 17 naskah dalam khazanah Sastra Melayu Klasik yang menggunakan nama tokoh perempuan sebagai judul. Syair ini termasuk jenis syair romantis. Dalam naskah, ditemukan bentuk ketidakadilan gender dan sikap perlawanan untuk mempertahankan eksistensi. Penelitian ini akan berfokus terhadap tokoh utama, yaitu Putri Akal. Tokoh ini merupakan representasi perempuan yang mengalami ketidakadilan sehingga melakukan perlawanan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menyajikan hasil tinjauan bentuk ketidakadilan gender yang dialami tokoh utama dan (2) menyajikan hasil tinjauan bentuk perlawanan ketidakadilan gender yang dilakukan oleh tokoh utama sebagai wujud eksistensi perempuan. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan dua teori. Teori ketidakadilan gender oleh Fakih Mansour digunakan untuk menganalisis bentuk ketidakadilan gender pada tokoh utama, sedangkan teori feminisme eksistensialis oleh Simone de Beauvoir digunakan untuk menganalisis bentuk perlawanan tokoh utama sebagai wujud eksistensi perempuan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya bentuk ketidakadilan gender berupa subordinasi, stereotipe, dan kekerasan. Sementara itu, bentuk eksistensi perempuan yang terkandung dalam naskah adalah (1) perempuan harus dapat membuat keputusan sendiri, (2) perempuan berani melawan penindasan, dan (3) perempuan tidak hanya narsistik, tetapi juga dapat rasional.

Syair Putri Akal is one of 17 manuscripts in the treasure of Classical Malay Literature that uses the name’s female character as the title. This poem is a romantic poem. In the text, gender inequity and attitude of resistance are found to maintain existence. This research will focus on the main character, Putri Akal. She is representation women who are inequity so that fight back. This research aims to (1) present the gender inequity of the main character and (2) present the form resistance by the main character as women's existence. The method used is descriptive qualitative with two theories. The theory of gender inequity by Fakih Mansour is used to analyze the form gender inequity, while the existentialist feminism theory by Simone de Beauvoir is used to analyze the form resistance as women's existence. The results are forms of gender inequity of subordination, stereotype, and violence. Meanwhile, the forms of women's existence are (1) women must be able to make their own decisions, (2) women have the courage to fight oppression, and (3) women not only narcissistic, but also rational."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Putra Utama
"RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) telah menjadi arena pertarungan ideologis baru antara aktivis hak perempuan dan kelompok konservatif di Indonesia. Sebagai kubu yang menolak, kelompok perempuan Muslim konservatif, khususnya Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA), telah menghidupkan wacana anti-feminisme dengan menyebut bahwa RUU P-KS adalah proyek politik feminis yang bias Barat, anti-keluarga, sekaligus bertentangan dengan Islam, Pancasila, dan budaya bangsa. Melalui studi literatur dan wawancara dengan beberapa perwakilan organisasi perempuan yang menolak ataupun mendukung RUU P-KS, serta mengombinasikannya dengan argumen Meyer dan Staggenborg (1996) tentang countermovement, penelitian ini menemukan bahwa gerakan perempuan konservatif yang menguat di sepanjang pembahasan RUU P-KS adalah bentuk ekspresi kekhawatiran atas meluasnya paham feminisme, sekaligus hasil dari koalisi renggang beragam elemen Islam di Indonesia. Selain itu, penelitian ini mengungkap bahwa ide ketahanan keluarga dan pembelaan atas moralitas merupakan bentuk framing utama yang digunakan gerakan perempuan konservatif untuk terlibat dalam proses legislasi RUU P-KS, sekaligus memperoleh dukungan publik.

Sexual Violence Elimination Bill (RUU P-KS) has become the arena for a new ideological battle between women's rights activists and conservative groups in Indonesia. As a counter one, conservative Muslim women's groups, especially the Indonesian Family Love Alliance (AILA), has revived anti-feminism discourse by saying that RUU P-KS is a feminist political project that is Western biased, anti-family, and simultaneously contradicts Islam, Pancasila, and national culture. Through literature studies and interviews with several representatives of women's organizations who reject and support the RUU P-KS, as well as analyzing it with the arguments of Meyer and Staggenborg (1996) about countermovement, this study has found that strengthened conservative women’s movement throughout the deliberation of RUU P-KS was an expression of concern over the widespread feminism ideology. Besides that, it also affected by a coalition of various Islamic elements in Indonesia. On the other side, this research also shows that family resilience notion and the protection over morality are formed as main framing used by conservative Muslim women to be involved in RUU PKS legislation process, and at the same time, obtained supports from public."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cemara Dinda
"Women’s March Jakarta atau WMJ merupakan sebuah bagian baru dari sejarah perkembangan gerakan perempuan di Indonesia dan pada tahun 2018, isu-isu seperti penuntutan hak-hak perempuan dan penghapusan kekerasan berbasis gender menjadi beberapa tuntutan utama. Dalam meningkatkan kinerjanya, WMJ menggunakan media digital sebagai wadah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang gerakan WMJ tersendiri dan isu-isu yang diangkat sehingga WMJ berpartisipasi dalam digital feminism activism (DFA), yakni dimana strategi aktivisme luring berlanjut ke ranah daring. Aktivisme daring tersebut membantu meningkatkan visibilitas WMJ dan perjuangannya untuk mengedepankan hak-hak perempuan dan masyarakat minoritas. Dari segi visibilitas, perbincangan dan perputaran wacana tentang isu perempuan dan gender menjadi semakin kuat dan bergulir dan dalam prosesnya, rasa solidaritas antar perempuan juga dapat diciptakan. Melalui penelusuran hashtag #womensmarchjkt2018 di Instagram, telah ditemukan bahwa kepemilikan tubuh perempuan adalah isu yang paling dominan pada unggahan poster yang dibawa peserta WMJ 2018. Maka, tesis ini menginvestigasi bagaimana narasi tersebut dihadirkan melalui 20 unggahan poster Instagram WMJ 2018. Di samping itu, tesis ini juga menginvestigasi bagaimana aktivisme luring dan daring yang dilakukan oleh WMJ 2018 melalui hasil penelitian dapat kontekstualisasikan pada gerakan perempuan dan aktivisme feminisme di Indonesia secara umum seperti potensi dari WMJ dan perbaikan yang dapat dilakukan.

Women's March Jakarta or WMJ is a relatively new part of the history of women's movement in Indonesia and in 2018, issues such as the fulfillment of women's rights and the abolition of gender violence became its important demands. To improve its performance, WMJ took advantage of digital media to raise awareness about WMJ as a movement, its pressing issues, hence it's participating in digital feminism activism (DFA) where WMJ's offline practices are continued online. In terms of visibility, discussion and turnover of discourse related to women's and gender issues become stronger and ever-flowing and in that process, solidarity between women can happen. Through the hashtag #womensmarchjkt2018 di Instagram, it is discovered that ownership women's bodies is most dominant as reflected by the uploads of 20 posters brought by WMJ 2018participants. In addition to that, this thesis also investigates how WMJ 2018's offline and online activism is contextualized to the women's movement and feminism activism in Indonesia as a whole such as its potentials and improvements."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christensen
"Salvage ideology merupakan pendekatan teoritis dalam melihat Industri Pornografi Jepang. Konsep tersebut berhasil memisahkan antara Industri Pornografi Jepang dengan industri pornografi lainnya. Kendati demikian, salvage ideology mempunyai tiga masalah yang belum terjawab, yaitu bagaimana proses terbentuknya, bagaimana mekanisme kerjanya, dan dampak yang ditimbulkan dari salvage ideology itu sendiri. Oleh sebab itu, tulisan ini bertujuan untuk mengkritik kekurangan tersebut melalui teori dominasi yang digagas oleh Pierre Bourdieu. Sebuah gagasan dominasi maskulin yang berdampak luas kepada perempuan, khususnya dalam pornografi. Pemikiran Bourdieu yang dekat dengan kehidupan membuat pembongkaran terhadap suatu budaya dapat dilakukan, bahkan Bourdieu dapat menemukan hal-hal yang kelihatannya natural dan tidak bermasalah tetapi mempunyai permasalahan yang luas dan berdampak kepada kehidupan. Industri Pornografi Jepang itu sendiri merupakan bagian dari Budaya Jepang yang sarat dengan dominasi maskulin dan kurang mengangkat sisi feminis dari perempuan. Akan tetapi, Salvage ideology sebagai konsepsi teoritis belum bisa melihat konsekuensi terkait antara Industri Pornografi Jepang dengan Budaya Jepang yang memiliki implikasi yang luas dalam melihat pornografi. Sedangkan, Teori Dominasi Bourdieu mampu melihat fenomena tersebut secara luas dan membawa sudut pandang feminisme baru yang lebih revolusioner dan dekat dengan suatu kultur.

Salvage ideology is a theoretical approach in viewing the Japanese pornography industry. This concept succeeded in separating the Japanese pornography industry from other pornography industries. Nevertheless, salvage ideology has three unanswered problems, namely how the process is formed, how it works, and the impact of salvage ideology itself. Therefore, this paper aims to criticize these shortcomings through the theory of dominance initiated by Pierre Bourdieu. An idea of ​​masculine domination that has a broad impact on women, especially in pornography. Bourdieu's thinking that is close to life makes dismantling a culture possible, even Bourdieu can find things that seem natural and not problematic but have broad problems and have an impact on life. The Japanese pornography industry itself is part of Japanese culture which is full of masculine domination and does not raise the feminist side of women. However, Salvage ideology as a theoretical conception has not been able to see the consequences related to the Japanese Pornography Industry with Japanese Culture which has broad implications in viewing pornography. Meanwhile, Bourdieu's Dominance Theory is able to see the phenomenon broadly and bring a new feminism perspective that is more revolutionary and closer to a culture."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   3 4 5 6 7 8 9 10 11 12   >>