Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 328 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Christensen
"Salvage ideology merupakan pendekatan teoritis dalam melihat Industri Pornografi Jepang. Konsep tersebut berhasil memisahkan antara Industri Pornografi Jepang dengan industri pornografi lainnya. Kendati demikian, salvage ideology mempunyai tiga masalah yang belum terjawab, yaitu bagaimana proses terbentuknya, bagaimana mekanisme kerjanya, dan dampak yang ditimbulkan dari salvage ideology itu sendiri. Oleh sebab itu, tulisan ini bertujuan untuk mengkritik kekurangan tersebut melalui teori dominasi yang digagas oleh Pierre Bourdieu. Sebuah gagasan dominasi maskulin yang berdampak luas kepada perempuan, khususnya dalam pornografi. Pemikiran Bourdieu yang dekat dengan kehidupan membuat pembongkaran terhadap suatu budaya dapat dilakukan, bahkan Bourdieu dapat menemukan hal-hal yang kelihatannya natural dan tidak bermasalah tetapi mempunyai permasalahan yang luas dan berdampak kepada kehidupan. Industri Pornografi Jepang itu sendiri merupakan bagian dari Budaya Jepang yang sarat dengan dominasi maskulin dan kurang mengangkat sisi feminis dari perempuan. Akan tetapi, Salvage ideology sebagai konsepsi teoritis belum bisa melihat konsekuensi terkait antara Industri Pornografi Jepang dengan Budaya Jepang yang memiliki implikasi yang luas dalam melihat pornografi. Sedangkan, Teori Dominasi Bourdieu mampu melihat fenomena tersebut secara luas dan membawa sudut pandang feminisme baru yang lebih revolusioner dan dekat dengan suatu kultur.
......Salvage ideology is a theoretical approach in viewing the Japanese pornography industry. This concept succeeded in separating the Japanese pornography industry from other pornography industries. Nevertheless, salvage ideology has three unanswered problems, namely how the process is formed, how it works, and the impact of salvage ideology itself. Therefore, this paper aims to criticize these shortcomings through the theory of dominance initiated by Pierre Bourdieu. An idea of ​​masculine domination that has a broad impact on women, especially in pornography. Bourdieu's thinking that is close to life makes dismantling a culture possible, even Bourdieu can find things that seem natural and not problematic but have broad problems and have an impact on life. The Japanese pornography industry itself is part of Japanese culture which is full of masculine domination and does not raise the feminist side of women. However, Salvage ideology as a theoretical conception has not been able to see the consequences related to the Japanese Pornography Industry with Japanese Culture which has broad implications in viewing pornography. Meanwhile, Bourdieu's Dominance Theory is able to see the phenomenon broadly and bring a new feminism perspective that is more revolutionary and closer to a culture."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Wollstonecraft, Mary
London: David Campbell Publishers, 1992
R 305.42 WOL v
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Laine Berman
"Abstrak
Ecofeminism, or ecological feminism, is based on a belief that the social mentality that leads to the domination and oppression of women is directly connected to the social mentality that leads to the abuse of the natural environment. This paper, based on field assessments conducted from March - June 2013, will show that agricultural development models focused on income generation, as most of the women in agriculture projects are, are based on gender strategies that instrumentalize women to achieve productivity goals. These ideological hierarchies that instrumentalize women, also allow for the systematic domination of industry over smallholder farmers, and commodities over food security. In conclusion, these combined strategies are leading to the degradation of both rural, agricultural families and rural ecology in Indonesia."
Jakarta: YJP Press, 2014
305 IFJ 2:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Melani
"Lirik lagu, jika dipisahkan dari alunan melodinya, adalah sebuah puisi. Oleh sebab itu, lirik lagu dapat dianalisis dari segi kesusastraan. Dalam karya sastra, kedudukan perempuan umumnya ditampilkan berada di bawah dominasi Iaki-laki. Perempuan digambarkan sebagai makhluk yang lemah, tertindas, pasif, inferior, lembut, dan hidupnya tergantung pada kaum laki-laki. Namun, dalam lirik lagu ciptaan Melly Goeslaw perempuan justru digambarkan sebaliknya. Perempuan yang digambarkan Melly lewat lirik lagunya adalah sosok perempuan yang berani bertindak, tidak cengeng, superior, dan tidak tergantung sepenuhnya pada laki-laki. Walaupun demikian, dalam beberapa hal perempuan tidak dapat sepenuhnya melepaskan diri dari norma yang berlaku di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan citra perempuan dalam lirik lagu karya Melly Goeslaw. Penulis mengemukakan hipotesa bahwa perempuan yang digambarkan Melly lewat link lagunya adalah sosok perempuan yang menginginkan kesetaraan kedudukan dengan laki-laki, bahkan seringkali perempuan digambarkan berperan sebagai subjek (pelaku) daripada menjadi objek (korban). Kebenaran hipotesis itu akan dibuktikan melalui analisis citra perempuan dalam link lagu karya Melly Goeslaw dalam penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Penelitian deskriptif analitis terhadap lirik lagu ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan intrinsik dan ekstrinsik yang dikaitkan dengan konsep gender."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S10972
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Intan
"Tesis ini ingin menjawab permasalahan penelitian yaitu bagaimana representasi mitos femininitas di dalam film animasi Barbie (Barbie in the Nutcracker, Barbie as Rapunzel, dan Barbie of Swan Lake) dan bagaimana bentuk ideologi yang dihadirkan. Film-film ini menarik diteliti karena menggambarkan mitos feminitas yang dikonstruksi oleh Mattel. Film animasi yang teliti merupakan bentuk produk budaya mutakhir Mattel. Tesis ini dibuat untuk mengetahui cara bekerja ideologi dominan melalui mitos yang dikontruksi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode semiotik Barthes dan metode visual Dyer. Sedangkan dari aspek komunikasi menggunakan model dari van Zoonen.
Hasil penelitian menunjukan Mattel memakai mitos femininitas nilai Victoria pada ketiga film animasi Barbie seperti domestik (merawat, mengerjakan pekerjaan rumah), taat beribadah dan perawan. Nilai Victoria lainnya bahwa perempuan bersifat pasif digantikan dengan mitos girl power. Mitos girl power merupakan mitos yang popular sejak tahun 1990-an, menggambarkan bahwa seorang anak perempuan yang pemberani, aktif dan dapat menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri. Akan tetapi mitos girl power yang diambil Mattel hanya pada permukaan. Perjuangan perempuan untuk mendapatkan kebebasan dan otoritas diri `dihadiahi' sosok pangeran. Pada akhirnya film ini tidak jauh berbeda dengan dongeng Cinderella dan Putri Salju. Secara tersirat Mattel menyatakan bahwa heteroseksual sebagai orientasi seks yang satu-satunya. Mattel tidak ingin konstruksi perempuan yang dihadirkan dalam film ini menjadi ancaman para pemeluk ideologi dominan (orang tua, guru, pemuka agama dan kaum pemodal) sebagai pangsa pasar terbesarnya. Sedangkan melalui metode visual dari Dyer memperlihatkan bahwa Barbie masih merepresentasikan citra cantik perempuan yang bertubuh tinggi, putih dan langsing."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11401
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Astuti Retno Lestari
"Perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi di Jepang sejak berakhirnya perang dunia ke 2 membawa perubahan dalam kehidupan wanita Jepang seperti semakin besarnya kesempatan wanita untuk mendapatkan pendidikan tinggi sebagai mana pria. Pola kerja wanita Jepang menyebabkan wanita mengalami kerugian karena sistem kerja Jepang membedakan secara ketat pekerja permanen dan temporer.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kondisi peerjaan wanita Jepang dan hukum yang berupaya untuk memperbaiki kondisi tersebut. Tujuannya adalah untuk menunjukkan efektivitas kintohou 1985 dan 1997 sebagai sarana untuk memperbaiki kondisi kerja wanjta dan menunjukkan penyebabnya."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11859
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nana Riskhi Susanti
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan ambivalensi tokoh Srintil yang tidak hanya ditampilkan sebagai objek namun juga subjek dalam film Sang Penari arahan Ifa Isfansyah. Pembahasan dari segi naratif film dan teknik sinematografis dilakukan dengan menggunakan pendekatan tekstual dari Roland Barthes dan Laura Mulvey serta teori wacana feminisme posmodern untuk membongkar subjektivitas Srintil dalam versi film adaptasi yang mengandung muatan peristiwa 1965. Melalui strategi mimikri Luce Irigaray, Srintil menciptakan ?bahasa?nya sendiri untuk berusaha keluar dari ketertindasannya.

ABSTRACT
This research was aimed at revealing ambivalence of Srintil?s character that isnot only represented as an object but also a subject in Ifa Isfansyah?s movie,Sang Penari. Analyses at the plane of narrative and cinematic techniques were conducted using textual approach from Roland Barthes and Laura Mulvey as wellas theory of postmodern feminism to reveal Srintil?s subjectivity in its version of film adaptation indepth 1965 representation. By using Luce Irigaray?s mimicry strategy, Srintil creates her own ?language? to escape from her oppression.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T35817
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Daru Dewi G. S. Putri
"ABSTRAK
Konsep yang disampaikan oleh Descartes mengenai dualisme mind dan body menunjukkan adanya hubungan antara jiwa dan tubuh pada proses penyampaian pemikiran manusia. Makna dari pemikiran ini bergeser karena konstruksi sosial yang memperlakukan perempuan dan laki-laki secara berbeda. Hal tersebut menunjukan adanya diskriminasi dan kekurangan pada pemikiran filsafat di dalam menghadapi permasalahan manusia secara universal. Menanggapi permasalahan yang terjadi, penelitian ini menerapkan pemikiran Merleau-Ponty mengenai persepsi yang menubuh untuk mengemukakan pentingnya tubuh perempuan yang bebas sebagai media untuk memahami fenomena yang terjadi di dunia. Pemikiran lain yang diterapkan pada penelitian ini adalah kesadaran akan ambiguitas yang dikemukakan oleh Beauvoir. Kedua konsep yang disampaikan kemudian dipadukan membantu perempuan memahami pilihan-pilihan yang dapat ia tentukan sendiri. Dengan pemikiran Merleau-Ponty dan Beauvoir, proses menjadi perempuan atau becoming a woman dapat dilalui secara mandiri dan menjadi jalan keluar dari filsafat untuk permasalahan feminisme.

ABSTRACT
The relation of human rsquo s mind and body in Descartes rsquo dualism indicates how human cannot express their way of thinking without using their body. However, social construction has made this concept lost its equality and begun to use use sex and gender to differentiate human. This represents a social discrimination and a deficiency in philosophy in solving human universal issues. Responding to this issue, this research applies Merleau Ponty rsquo s thought on embodied perception and Beauvoir rsquo s thought on ambiguity. Both are applied to emphasize the importance of women bodies rsquo freedom to understand the world rsquo s phenomenons around them. These concepts can support the process of becoming a woman as a philosophical solution for femimism.Keywords embodied perception, ambiguity, philosophy, feminism. "
2018
T50502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Hasna Shofiyya
"Tesis ini membahas tentang bentuk negosiasi identitas perempuan Muslim antara dirinya dan keluarga atau lingkungan sekitarnya terkait ideologinya yang menganut agnostisisme. Penelitian akan dilakukkan dengan melakukan analisis terhadap tiga artikel yang dipublikasikan di sebuah majalah-web yang bernama Magdalene.co. Analisis teks akan dilakukkan dengan menggunakan teknik analisis feminist stylistics yang dikemukakan oleh Sara Mills. Penelitian ini membuktikan bahwa merahasiakan identitas diri merupakan strategi negosiasi identitas diri sebagai seorang penganut agnostisisme yang dilakukan di dalam lingkup keluarganya yang masih konservatif. Meskipun demikian, konfrontasi juga perlu dilakukan untuk mencapai integrasi antara penulis dengan keluarganya. Selain itu penelitian ini juga menunjukkan bahwa, berdasarkan artikel yang dipublikasikan, penulis belum mencapai hasil akhir dari negosiasi identitas yang dilakukan. Penulis belum mencapai hasil akhir berupa penerimaan dan pengakuan atas identitas penulis oleh keluarganya. Penelitian ini juga membuktikan bahwa Magdalene.co sebagai sebuah media yang mengusung nilai feminisme, mampu menjadi ruang aman bagi audiensnya untuk beropini. Seperti dalam kolom komentar, di mana para pembaca dapat dengan bebas mengungkapkan pandangannya mengenai artikel yang dipublikasikan. Oleh karena itu, pada kolom inilah pertarungan ideologi dapat terjadi antar-pembaca atau terkadang dengan penulis artikel itu sendiri.
......
This thesis will be analyzing the process of negotiating a Muslim woman's identity who is also an agnostic in front of her family or relatives. This research will analyze three articles published in a feminist web magazine called Magdalene.co. Sara Mills'theory of feminist stylistics will be used as a device to analyze the articles. According to this research, keeping their agnostic identity as a secret is the common way of negotiating their identity towards their conservative family. However, to some extent the writers need to confront their family as a way to find integration between them. This research also shows that the writers have not reach the desired results from their identity negotiation. The final outcomes of identity negotiation are approval and acknowledgement of their identiti from their family or environment in general. This research also shows Magdalene.co's role as a feminist media to provide safe space for their audience, especially women, to elicit their opinon. The comment section is where the reader can speak up their mind about the articles published in Magdalene.co. Hence the ideological contention in the comment section between readers and sometimes the writers themselves."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51563
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paula Rita Wijayanti
"Taylor Swift mulai dianggap sebagai ikon feminisme saat berganti genre musik dari country ke pop ketika ia menyoroti masalah standar ganda yang dihadapi perempuan. Pada tahun 2018, Taylor Swift yang sebelumnya apolitis, menyatakan dukungan politiknya pada salah satu kandidat Partai Demokrat Senate dan House of Representatives. Swift juga mendukung hak-hak komunitas LGBTQAI+ dan membuat petisi untuk Equality Act.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi representasi ide-ide feminisme Taylor Swift dalam lirik lagu dan pidato-pidatonya, serta mencermati pengaruh representasi feminisme tersebut dalam konteks dunia hiburan di Amerika Serikat. Representasi ide-ide feminisme Taylor Swift dan pengaruhnya dalam dunia hiburan Amerika dianalisis dengan menggunakan lensa representasi dan white feminism, dengan teknik analisis tekstual.
Penelitian ini menemukan bahwa lirik lagu dan pidato-pidato Taylor Swift menyuarakan agenda feminisme, seperti menentang seksisme, misogini, dan pelecehan seksual, namun feminisme yang ditunjukkan Swift mengarah kepada bentuk white feminism. Swift menunjukkan perlawanan terhadap patriarki yang sejalan dengan agenda feminisme, namun belum mencakup aspek-aspek interseksionalitas karena tidak merasakan tekanan sistemik, seperti rasisme dan klasisisme.
Dalam dunia hiburan Amerika, White feminism Taylor Swift digambarkan dalam bentuk branding sebagai ikon feminisme. Swift memanfaatkan menjadi ally LGBTQAI+ untuk mendapatkan ketenaran dan kekayaan. Melalui pemberdayaan, Swift menjadi musisi papan atas yang memecah "glass ceiling", namun belum membawa efek "trickle down" bagi perempuan kulit berwarna.
......
Taylor Swift is considered a feminist icon when she changed her music genre from country to pop when she highlighted double standards faced by women. In 2018, Taylor Swift, who was apolitical, declared her political support for one of Democratic Party candidates for Senate and House of Representatives. Swift also supports the rights of the LGBTQAI+ community and petitioned for the Equality Act.
This study aims to analyze and evaluate the representations of Taylor Swift's feminist ideas in her song lyrics and speeches, as well as to examine the influence of these representations of feminism in the show business in the United States. The representation of Taylor Swift's feminist ideas and their influence in American show business is analyzed using the lens of representation and white feminism, with textual analysis techniques.
This study found that Taylor Swift's song lyrics and speeches showed feminist agendas, such as fighting sexism, misogyny, and sexual harassment, however, Swift demonstrated form of white feminism. Swift shows resistance to patriarchy which is in line with the agenda of feminism, but does not include aspects of intersectionality because she lacks of systemic pressures, such as racism and classism.
In show business, Taylor Swift's white feminism is described in the form of branding as a feminist icon. Swift used being an LGBTQAI+ ally as a way to gain fame and fortune. Through empowerment, Swift becomes a top musician who breaks the "glass ceiling", but has not yet brought a "trickle down" effect for women of color."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   2 3 4 5 6 7 8 9 10 11   >>