Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raden Ngabehi Jasadipura I
"Buku Menak Serandil ini adalah salinan dari naskah tulisan tangan koleksi KGB van K en W (Hs KBG 138 pupuh: 67?83). Buku Menak Serandil adalah salah satu bagian dari rangkaian Serat Menak gubahan Jasadipura I terbitan Bale Pustaka tahun 1935. Adapun rangkaian isinya adalah: 1. Lamdahur kawin dengan Retna Prabandari; 2. Lamdahur mengalahkan negara Selan; 3. Prabu Nuriswan menyuruh menyerang Lamdahur; 4. Sang Amir berangkat menyerang Lamdahur; 5. Sang Amir dan pasukannya diganggu oleh hantu; 6. Umarmaya bermimpi meminta kesaktian kepada para nabi; 7. Perjalanan Sang Amir hingga pelabuhan negara Serandil, kemudian berkelahi dengan penjaganya; 8. Prabu Sahalsah tunduk kepada sang Amir; 9. Sang Amir mengirim surat tantangan pada Prabu Lamdahur; 10. Perang Sang Amir dengan Prabu Lamdahur; 11. Sang Amir disambut (dielu-elukan) oleh Prabu Lamdahur; 12. Umarmadi perang dengan Lamdahur; 13. Perang para raja yang bergabung dengan tentara sang Amir melawan Lamdahur; 14. Prabu Lamdahur kalah perang oleh sang Amir; 15. Raja Kista menebak akan memberi racun Sang Amir."
Betawi Sentrem: Bale Pustaka, 1933
BKL.0619-CP 15
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Isi dari buku ini adalah Karaton Jenggala, Dewi Candrakirana berubah menjadi lelaki; Kuda Narawangsa bertemu dengan Raden Panji, Dewi Sekartaji yang palsu, ringgitan/wayangan, Panji menyusul Dewi Candrakirana, Panji bertemu dengan Candrakirana kemudian diboyong ke Keraton, Kala Sewandana berperang, dan Candrakirana bertemu dengan para sesepuh di Keraton kemudian di boyong ke Jenggala."
Batawi Sentrem: Bale Pustaka, 1936
BKL.0077-CP 10
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
R.Ng. [Raden Ngabehi] Ranggawarsita, 1802-1874
"Buku ini menceritakan tentang kelahiran Raden Jaka Sumilir putra Panji dengan Sekartaji. Penculikan Panji yang dilakukan oleh Prabu Basunanda yang menginginkan Panji menjadi menantunya beristrikan Dewi Nawangwulan. Dewi Sekartaji lolos dari istana dengan membawa bayinya."
Batawi Sentrum: Bale Pustaka, 1932
BKL.0076-CP 9
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku ini diawali dengan cerita tentang Patih Jendhi yang mengirim surat pada Wong Agung Kuparman. Diakhiri dengan perang di negara Ngambar Kustup."
Semarang: G.C.T. van Drop, 1880
BKL.0069-CP 2
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Gent, L.F. van
"Buku ini dalam bahasa Jawa, berjudul Serat Darmabrata. Isinya adalah kisah tentang seorang tokoh bernama Suraji. Ia adalah seorang serdadu (tentara) di Betawi."
Weltevreden: Boekhandel Visser, 1907
BKL.0802-CL 47
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Panembahan Agung
"Buku ini membahas mengenai sejumlah peringatan untuk tidak melakukan tindakan berbahaya yang terutama bisa menyebabkan kematian, agar bisa selamat. Peringatan-peringatan tersebut berjumlah 176 buah."
Kediri: Boekhandel Tan Khoen Swie, 1921
BKL.1052-PW 171
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
R.Ng. [Raden Ngabehi] Yasadipura I
"Buku ini menceritakan :
1. Wong agung menyerang negara mukabumi
2. Negara mukabumi hancur, dan pemimpinnya tewas
3. Bala tentara wong agung tewas
4. Wong agung menyerang negara Pildandani"
Batawi Sentrem: Batawi Sentrem, 1937
BKL.1163-CP 58
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Lontar asal Bali ini berisi teks Kresnandaka (juga berjudul Kakawin Kangsa). Menurut Pigeaud (1980:118), kakawin ini mungkin merupakan kreasi relatif baru.
Teks ini diawali dengan kisah para Yadu, Wresni, dan Andaka di negara Madura di bawah pimpinan Raja Basudewa. Tersebutlah Kangsa, keturunan raksasa Lawana, berbuat sewenang-wenang dan menindas para Yadu. Atas ulah Kangsa ini, menjelmalah Dewa Wisnu lewat rahim istri Basudewa. Pada saat itu Sanghyang Narada sempat mendatangi Kangsa dan meramalkan bahwa dalam waktu dekat Kangsa akan tertimpa musibah, karena musuhnya sedang dalam kandungan ibunya.
Mendengar berita ini, Kangsa segera memerintahkan pra raksasa untuk membunuh setiap wanita yang sedang hamil tanpa kecuali. Namun istri raja Basudewa dapat diselamatkan sampai bayi yang tengah dikandungnya lahir dengan selamat. Banyak cara dilakukan Kangsa untuk dapat membunuh bayi tersebut, namun hasilnya sia-sia. Kedua kesatria putra Basudewa (Kresna dan Baladewa) dapat diselamatkan dalam persembunyian di bawah pengwasan Wabru, yang semakin hari semakin gagah, tampan, dan terlukis sifat kesatriannya.
Kangsa semakin bingung untuk melacak dan membunuh kedua putra Basudewa itu. Akhirnya Kangsa memutuskan untuk mengadakan pertandingan adu senjata secara besar-besaran antara pihak Yadu dengan pihak raksasa di Magada. Upaya ini dilakukan dalam rangka membunuh Kresna dan Baladewa.
Berita yang menarik perhatian Kresna dan Baladewa ini cepat didengarnya. Keduanya memutuskan untuk melihat tempat adu senjata, walaupun sebelumnya dilarang keras oleh Wabru. Di tengah perjalanan mereka menemui halangan dan dicegat oleh seekor buaya raksasa dan seekor naga raksasa. Keduanya dapat dibunuh dengan mudah oleh Kresna dan Baladewa. Ternyata buaya dan naga itu jelmaan widyadari. Atas keberhasilan ini, Kresna mendapatkan senjata Cakra Sudarsana dan Baladewa mendapatkan senjata Bajak (Tenggala).
Sesampai di tempat pertandingan, Kresna dan Baladewa bergabung dengan pihak Yadu. Mereka tidak ada yang mengenalnya kecuali Wabru dan Basudewa yang merasa senang dan yakin atas keberanian kedua putranya. Tak terhitung korban di pihak raksasa, malahan pemimpin-pemimpinnya dapat ditewaskan oleh kedua putra Basudewa.
Melihat kenyataan itu, akhirnya Kangsa memutuskan untuk ikut ambil bagian dalam pertempuran itu. Tidak lama, Kangsa pun menemui ajalnya terbunuh dengan senjata Cakra Sudarsana oleh Kresna. Para raksasa yang tersisa semuanya dimusnahkan. Para dewa sangat gembira menyaksikan keberhasilan Kresna jelmaan Wisnu itu. Akhirnya suasana kembali damai dan sejahtera, karena para Yadu yang tewas dapat dihidupkan kembali oleh Dewa Indra.
"
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
CP.26-LT 218
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini memuat dua teks, yaitu Kakawin Indrawijaya (h.1-26) dan kakawin Lambang Pralambang (h.1-21).
Kakawin Indrawijaya menguraikan kemenangan dewa Indra dalam memerangi raksasa sakti yang diciptakan Twasta Prajapati. Teks diawali dengan kecemburuan Twasta Prajapati kepada Dewa Indra. Dengan ketekunan semadinya, Twasta Prajapati berhasil memperoleh seorang putra berkepala tiga bernama Trisirah. Raksasa ini pun sangat tekun bertapa brata, sebagai upaya untuk merebut Keindraan (Surga Indra). Dewa Indra mengutus para bidadari untuk menggodanya, namun sia-sia. Akhirnya Dewa Indra membunuh Trisirah dengan senjata bajra, ketiga kepalanya dipotong-potong oleh Wiswakarma.
Twasta Prajapati menciptakan raksasa kedua bernama Wreta, ditugaskan untuk memerangi Dewa Indra. Raksasa ini tidak dapat mati baik siang atau malam, tidak dapat dibunuh dengan senjata apa pun walaupun berasal dari bahan keras maupun cair. Dewa Indra hampir saja kalah dalam peperangan. Para dewa berupaya untuk menjadikan Wreta menguap, sehingga banyak korban dapat meloloskan diri. Melihat situasi yang demikian itu, Dewa Wisnu pun turut turun tangan, serta menasihati para dewa agar pura-pura bersahabat dengan raksasa Wreta.
Raksasas Wreta dapat diperdaya sehingga bersedia mengungkapkan rahasia kelemahannya. Akhirnya ketika bertemu di tepi laut, Dewa Indra dapat membunuh Wreta di waktu senja (pertemuan siang dan malam) dengan buih (bukan keras atau cair), yang dimasuki Dewa Wisnu.
Dewa Indra pergi dari Surga karena merasa berdosa atas terbunuhnya Trisirah (seorang Brahmin) dan Wreta. Nawusa (dari bumi manusia) menggantikan kedudukannya dan menuntut hak atas Saci (permaisuri Indra). Para dewa beserta Saci segera mencari Dewa Indra, akhirnya dapat ditemukan di persembunyian dalam sebatang bunga teratai. Indra menyuruh Saci untuk bersedia menikah dengan Nawusa, asal bersedia datang ke pernikahan dengan sebuah tandu yang dipikul para resi.
Nawusa menyetujui serta melaksanakan segala permintaan Saci. Akhirnya Nawusa dihukum dan dikutuk menjadi seekor ular selama sepuluh juta tahun karena menghina para resi. Indra pun kembali ke Surga.
Keterangan pada h.26a (Indrawijaya) menyebutkan bahwa, naskah ini merupakan karya Betara di Sinduwati, selesai ditulis pada hari Kamis Julungwangi, di Lombok pada tahun 1722 Saka (1799 Masehi). Naskah yang semula karya Betara Sinduwati ini telah disalin atau diprakarsai (?) oleh Ida I Gst. Pt. Jlantik sewaktu menjadi camat di Sukasada Buleleng, tahun 1918. Hal ini diperkuat dengan keterangan h.1a yang menyebutkan jlantik (t.t) punggawa distrik sukasada, 1918.
Keterangan tentang teks Kakawin Indrawijaya da"
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
CP.25-LT 223
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini ditulis pada tahun 1778 (tahun Jawa) oleh 2 orang yang berbeda terlihat dari h. 1-22, 265-276 dan h.23-264"
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
GS 25-CP.2
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>