Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5570 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cypher, James M.
London: Routledge, 1997
338.9 CYP p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Bachrawi Sanusi
Jakarta: Rineka Cipta, 2004
338.9 BAC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 2003
338.09 MEM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hasim
"Pertumbuhan penduduk perkotaan, seperti Jakarta dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, merupakan realita yang penting untuk dicermati. Pentingnya permasalahan tersebut, bukan hanya karena berhubungan dengan mekanisme pembagian dan pemanfaatan sumber daya yang ada. Namun, juga menyangkut persoalan penyediaan lapangan pekerjaan yang produktif bagi mereka. Kecenderungan selama ini, menunjukkan bahwa perkembangan lapangan pekerjaan pada sektor formal kurang mampu mengimbangi laju pertumbuhan angkatan kerja. Tanpa disadari kondisi tersebut berdampak terhadap tumbuhnya secara cepat kegiatan/usaha perekonomian sektor informal di perkotaan.
Sektor Informal sebagai istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan aktivitas perekonomian berskala kecil, mempunyai keterkaitan yang erat dengan masalah kemiskinan di perkotaan. lronisnya justru seiring dengan maraknya program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan beberapa tahun terakhir ini, kegiatan/usaha ekonomi sektor informal sebagai sumber penghidupan mayoritas masyarakat miskin di perkotaan tidak terakomodasikan secara memadai. Sehingga hampir keseluruhan program pemberdayaan masyarakat dalam kerangka pengentasan kemiskinan bersifat bias terhadap eksistensi kegiatan/usaha perekonomian dimaksud.
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Jadi dalam pelaksanaannya tidak menguji suatu teori atau pun hipotesis tertentu. Melainkan hanya mempelajari hubungan antara kategori yang menjadi fokus kegiatan penelitian ini. Dalam rangka mencapai maksud tersebut, dipergunakan pendekatan fenomenologis.
Adapun sasaran penelitian ini yaitu masyarakat miskin di perkotaan yang beraktivitas/usaha ekonomi sektor informal, khususnya para penerima manfaat program pemberdayaan dalam konteks pengentasan kemiskinan, dengan satuan kajian keluarga. Sedangkan proses pengumpulan informasi/ data ditempuh melalui studi dokumentasi, pengamatan, dan wawancara.
Hasil penelitian mununjukkan bahwa latar belakang sosial sebagian besar mereka yang terlibat kegiatan/ usaha perekonomian sektor informal di perkotaan merupakan masyarakat urban. Karenanya memiliki tingkat mobilitas sosial yang tinggi, meskipun baru terbatas pada mobilitas sosial secara horizontal. Sebab pada kenyataannya, hanya sebagian kecil diantara mereka yang mengalami peningkatan status sosialnya.
Pesatnya perkembangan kegiatan/ usaha perekonomian sektor informal pada masa kini, merupakan manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di perkotaan. Terutama bagi tenaga kerja yang berpendidikan rendah serta mempunyai kualifikasi kemampuan dan keterampilan terbatas. Kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja pada sektor dimaksud yang cenderung mengarah ke sistem sosial-ekonomi tradisional. Perkembangan sektor informal juga mempunyai dampak sosial yang cukup berarti terhadap sistem kehidupan perkotaan secara menyeluruh. Bukan hanya perubahan yang menyangkut aspek sosial-ekonomi, tetapi termasuk politik dan budaya.
Sejauh ini, peran kelembagaan terhadap kegiatan/ usaha perekonomian sektor informal masih sangat bias. Ketidak jelasan itu ada hubungannya dengan persepsi masyarakat terhadap pemahaman dan penggunaan istilah "sektor informa.? Meskipun demikian, apabila dicermati secara teliti, kebijakan yang diterapkan oleh berbagai lembaga, baik pemerintah kota setempat, instansi teknis terkait, swasta maupun NGO, dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori. Pada satu pihak bersifat promotif, serta di pihak lain sifatnya represif. Dalam banyak kasus, munculnya kebijakan yang kontradiktif itu membingungkan masyarakat. Akibatnya justru memperburuk kondisi kesejahteraan sosial masyarakat secara lebih luas.
Kondisi di lapangan memperlihatkan bahwa pola-pola yang ditempuh oleh lembaga pemberdaya untuk mengembangkan kegiatan/ usaha ekonomi sektor informal belum mampu menembus kebijakan pembangunan perkotaan yang cenderung deskriminatif terhadap aktivitas dimaksud. Bentuk pekerjaan/ usaha sebagai hasil program pemberdayaan yang diupayakan juga masih menampakkan wujud kegiatan ekonomi yang bersifat subsistensi. Demikian pula langkah-langkah yang dijalankan belum sepenuhnya mengarah pada pentingnya kelembagaan sebagai "kendaraan pengangkut" yang akan mewadahi berbagai hal dalam proses transformasi. Disamping pola sikap dan prilaku masyarakat pendukungnya juga belum menampakkan tanda-tanda perubahan yang mengarah pada melemahnya proses sosialisasi budaya kemiskinan (culture of poverty) di kalangan mereka. Dalam keadaan seperti itu, masyarakat akan tetap mengalami keterbatasan untuk dapat mengakses sumber daya, sehingga dapat dibilang bahwa strategi yang ditempuh itu, masih jauh dari harapan untuk dapat mengatasi permasalahan kemiskinan di perkotaan secara tuntas.
Berdasarkan hasil penelitian tadi, dipandang penting bagi semua pihak untuk dapat menyamakan persepsi terhadap eksistensi kegiatan/ usaha ekonomi sektor informal. Dengan begitu, bisa diharapkan tercipta komunikasi, kerjasama dan koordinasi yang, produktif dalam rangka ,pembinaannya, dengan tetapi memperhatikan dimensi pemberdayaan, guna menunjang upaya pengentasan kemiskinan di perkotaan secara kontinue dan terintegrasi. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T2514
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amsyarnedi Asnawi
"Berbagai upaya pemberdayaan terhadap masyarakat terasing telah dilakukan, namun hingga saat ini masih ada warga masyarakat terasing yang belum mendapatkan pelayanan, diperkirakan berjumlah 227.377 kk yang tersebar di 18 Propinsi. Sedangkan yang telah dibina melalui Program SPS sejak awal Pelita Pertama hingga akhir Pelita Keenam sejumlah 78.371 kk (310.505 jiwa) yaitu baru 37,80 % dari jumlah populasi. Tidak terkecuali keberadaan masyarakat terasing yang terdapat di Propinsi Jambi, dimana menurut data dari Kanwil Depsos pada tahun 1998 masih berjumlah 2.656 kk (12.326 jiwa).
Seiring dengan 5K Menten Sosial RI No. 60 Tahun 1998 : Pemberdayaan masyarakat terasing merupakan suatu proses dimana diberikan dan dihargainya inisiatif dan kreasi masyarakat terasing terhadap persoalan yang dihadapi. Untuk itu pemberdayaan masyarakat terasing diupayakan pada pengembangan kemandirian melalui Sistem Pemukiman Sosial, yang terdiri dan lima tipe yaitu : Tipe Pemukiman di tempat Asal (TPA), Tipe Pemukiman di Tempat baru (TPB), Tipe Stimulus Pengembangan Masyarakat (TSPM), Tipe Kesepakatan dan Rujukan (TKR) dan Tipe Peran Serta Masyarakat (TPM). yang sesuai dengan keinginan mereka. Untuk Lokasi Pangkalan Ranjau Desa Tanjung Lebar, pemberdayaan yang dilakukan terhadap masyarakat terasing Suku Anak Dalam yaitu melalui Sistem Pemukiman Sosial Tipe Pemukiman di Tempat Baru (SPS-TPB).
Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan pokok penelitian yaitu bagaimana proses pelaksanaan kebijakan serta strategi yang dilakukan olehpetugas lapangan daiam memberikan pelayanan dan pemberdayaan Suku Anak Dalam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari bagaimana kebijakan dan pelaksanaan proses pemberdayaan serta strategi yang dilakukan oleh pelaksana program (pekerja sosial) hambatan yang dihadapi dalam proses tersebut dan usaha untuk mengatasinya.
Secara praktis penelitian ini untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan Program SPS dan secara akademis, dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memperiuas wacana sekaiigus pengembangan pemikiran tentang pemberdayaan Suku Anak Dalam.
Penelitian ini bersifat diskriftif analitis melalui pendekatan kualitatif, sasaran penelitan adalah masyarakat terasing suku anak dalam yang terdapat di Pangkalan Ranjau Desa Tanjung Lebar. Data penelitian dikumpulkan melalui studi kepustakaan, wawancara dan observasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan Suku Anak Dalam melalui SPS belum sepenuhnya mengacu pada aspirasi masyarakat sasaran dan belum menyentuh apa yang sebenamya diinginkan oleh masyarakat sasaran, dalam hal ini Suku Anak Dalam. Meskipun kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah bersifat.partisipatif atau bottom up namun dalam implementasinya masih bersifat Top Down. Strategi yang dilakukan oleh petugas lapangan daiam pemasaran sosial berdasarkan ketentuan yang berpedoman pada Juklak dan Juknis semata-mata, tanpa usaha untuk menyesuaikan dengan kondisi lapangan sehingga aspirasi masyarakat sasaran belum diakses secara penuh oleh petugas lapangan. Paradigma pembangunan kesejahteraan sosial yang menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan, temyata masih sebatas wacana dan belum dapat diimplementasikan oleh petugas Iapangan. Disisi lain, kurang berhasilnya pola pemberdayaan program SPS pada Suku Anak Dalam (SAD) tidak terlepas Pula dari kondisi geografis dan tofografis yang sulit dijangkau serta kualitas sumber daya manusialpelaksana program dilapangan, sementara untuk membina .kelompok sasaran yaftu Suku Anak Dalam (SAD) membeukan pemahaman tentang kebijakan dan penguasaan keterampilan dalam melakukan pembinaan dan pemberdayaan.
Seiring dengan hal tersebut disarankan kepada supervisor agar selalu mengadakan sepervisi ke lokasi pemukiman SAD begitipun dengan pekerja sosial yang ditempatkan di lokasi sudah memahami tugas yang harus dilakukan, juga perusahaan yang terdapat disekitar pemukiman lebih peduli dan tanggap dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi kelompok sasaran (SAD). "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T194
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang peranan nagari dalam memberdayakan masyarakat dan faktor-faktor yang menjadi kendala terhadap upaya pemberdayakan tersebut. Penelitian ini dipandang panting mengingat transisi dari desa ke nagari merupakan suatu bentuk perubahan sosial di masyarakat. Dalam proses perubahan tersebut sangat dibutuhkan peran agen perubah (dalam hal ini nagari), karena pada dasamya masyarakat masih memiliki berbagai keterbatasan dalam mengikuti perubahan tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) semi terstruktur dengan para informan di lapangan. Sementara itu pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling, dengan lingkup informan mencakup wali nagarilaparat nagari, masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat dan aparat pemerintah kabupaten.
Dari hasil temuan lapangan diketahui bahwa di lokasi penelitian Situjuah Batua, organisasi nagari telah berkembang balk dan berjalan cukup efektif. Peluang yang ada dengan diberikannya otonomi yang cukup luas kepada nagari dalam mengurus masyarakatnya dapat dimanfaatkan ke dalam tindakan nyata terutama dalam memberdayakan masyarakatnya. Peran sebagai pemberdaya telah terlihat sejak awal proses Kembali ke Nagari, proses pembangunan di nagari, proses pembuatan produk hukum nagari dan dalam mewujudkan berbagai program yang bertujuan meningkatkan pendapatan masyarakat yang kalau disimpulkan upaya pemberdayaan masyarakat tersebut tercakup dalam tiga bidang yaitu pemberdayaan di bidang politik, hukum dan ekonomi sebagaimana batasan permasalahan penelitian ini. Kondisi ini bisa tercipta karena ditunjang oleh kapasitas dan karakter kemmimpinan yang dimiliki oleh wall nagari sehingga mampu menjalankan peran sebagai salah seorang agen perubah. Disamping itu kondisi sosial budaya masyarakat yang masih homogen dimana ikatan dan nilai-nilai social seperti kebersamaan, gotong royong dan lain sebagainya, masih me[ekat kuat di masyarakatnya temyata bisa dimanfaatkan menjadi suatu potensi sosial (social capital), sehingga ikut mendorong beijalannya proses pemberdayaan masyarakat nagari tersebut secara bertahap.
Akan tetapi sebaliknya, temyata organisasi Nagari Sarilamak belum berkembang secara baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan belum efektifnya peran yang dijalankan nagari dalam memberdayakan masyarakat, temyata hanya ditemui di beberapa item kegiatan saja. Memang dalam tahap awal pada proses Kembali ke Nagari, peran sebagai pemberdaya sempat mengemuka. Akan tetapi da[am penyelenggaraan berbagai kegiatan nagari seianjutnya, peran pemberdaya tersebut justru cenderung hilang. Dengan kata lain peruhahan yang terjadi di sarilamak baru sekedar berganti istilah dari desa ke nagari.
Salah satu penyebab terjadinya hal ini adalah karena tidak mampunya wali nagari bertindak sebagai agen perubah karena tidak ditunjang oleh kapasitas dan kemampuan serta kualitas kepemimpinan yang memadai. Masalah ini kian dipersulit dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang cenderung heterogen. Heterogenitas masyarakat Sarilamak ternyata memberi kesulitan tersendiri karena masih kuatnya beriaku nilai-nilai tradisional dalam kehidupan masyarakat, sehingga kaum pendatang hams mau menerima internalisasi nilai budaya lokal yang belum tentu sesuai dengan budaya asli mereka seperti yang terjadi di Jorong Purwajaya yang dihuni mayoritas suku Jawa. Akibat adanya heterogenitas ini masyarakat ternyata cenderung apatis dengan berbagai program kegiatan yang ada di nagari.
Persoalan kian bertambah bila dikaitkan dengan perangkat regulasi pemerintah kabupaten yang temyata tidak menciptakan suasana yang kondusif dan malah disadari atau tidak, menimbulkan suatu pola ketergantungan. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan pemberian subsidi kepada nagari, reposisi dan pergesaran fungsi camat maupun upaya pembinaan yang harusnya dijalankan belum dilakukan secara optimal.
Terlepas dari semua itu, upaya pemberdayaan tetap hams dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan (ongoing process). Karena untuk menciptakan suatu masyarakat yang berdaya tidak dapat dilakukan hanya dalam waktu sekejap, akan tetapi tetap harus ada langkah-langkah nyata untuk mewujudkannnya.
Untuk menyikapi kandisi dan permasalahan yang terjadi menyangkut peranan yang idealnya dilaksanakan oleh nagari maka diperlukan berbagai pembenahan. Pembenahan hams dilakukan terhadap kondisi internal nagari terutama peningkatan kapasitas dan kemampuan wali nagarilaparat nagari agar mampu menjalan peran mendasar sebagai agen perubah. Kemudian perbaikan juga ditujukan kepada masyarakat agar mampu mengerti dan menyadari tentang apa yang menjadi permasalahan dan kebutuhan mereka serta potensi yang dimiliki. Selain itu juga diperlukan kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang lebih atas (terutama pemerintah kabupaten) yang mendukung terwujudnya pemberdayaan bagi masyarakat nagari."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoyin Arifianto
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pelaksanaan Proyek Belitang Buay Madang oleh Yayasan Budi Asih di Desa Pandan Sari Kecamatan Madang Suku I Kabupaten Ogan Komering Ulu, sebagai upaya yayasan tersebut ikut menunjang program pemerintah daiam bidang Usaha Kesejahteraan Sosiai (UKS). Penelitian ini penting mengingat terpuruknya perekonomian bangsa ini sejak pertengahan tahun 1997 yang dampaknya berkepanjangan hingga saat ini, semakin memperparah kondisi kemiskinan yang memang sudah ada. Ini menunjukkan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan bukanlah hanya togas pemerintah semata, namun juga harus melibatkan semua pihak baik itu swasta maupun lembaga lembaga swadaya masyarakat, karena memang pemerintah memiliki keterbatasan. Untuk itu maka pemerintah khususnya Pemerintah Daerah sejalan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah saat ini, harus memberikan ruang yang cukup bagi sektor lain untuk membantu masyarakat keluar dad kondisi kemiskinannya.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoieh meiaiui wawarlcara mendalam dengan para informan, observasi, dan studi kepustakaan dan dokumentasi. Pemilihan informan dilakukan dengan cara purposive, dengan memilih sumber yang dapat memberi informasi yang relevan. Dengan demikian maka informan yang dipilih dapat memberikan informasi yang diperiukan dalam penelitian ini secara tepat dan mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melaksanakan Proyek Belitang Buay Madang Yayasan Budi Asih menerapkan dua strategi pendekatan. Dimulai pada pendekatan sosio-karitatif dengan program yang sifatnya bantuan semata (charity) ke arah pendekatan sosio-ekonomis dengan program yang bersifat pengembangan. Pelaksanaan kedua pendekatan ini dilakukan dengan cara bertahap. Pada pendekatan yang sifatnya bantuan semakin tahun semakin dikurangi, dan sebaliknya pada pendekatan pengembangan kegiatannya semakin beragam. Dilaksanakannya pendekatan sosio-ekonomis (pengembangan) ini sebagai upayaYayasan Budi Asih memandirikan masyarakat, agar apa yang telah mereka bantu dapat tetap dipertahankan jika proyek telah berakhir. Keterlibatan yang penuh dan masyarakat pada pelaksanaan proyek ini memberi pecan kepada masyarakat bukan hanya sebagai subyek dalam pembangunan, melainkan sebagai aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber days, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya sebagai mana yang ingin dituju pada paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development).
Meski pelaksanaan proyek ini mampu berjalan dengan baik, ada beberapa catatan kiranya dapat dijadikan pemikiran untuk memperoleh hash yang lebih balk iagi. Sehingga pendekatan pengembangan yang dilaksanakan akan menjadi pendekatan yang strategis. Dengan pendekatan yang strategis masyarakat memiliki kemampuan dasar untuk mengakses fasilitas pelayanan sosial dan pemenuhan hakhak individu, kelompok dan masyarakat dalam mencapai kualitas hidup dan kesejahteraan sosial. Penambahan wawasan dan pengetahuan masyarakat desa, merupakan sesuatu yang panting agar apa yang mereka usahakan dapat memperoleh hash yang maksimal. Demikian juga menyiapkan petugas Yayasan Budi Asih sendiri, agar lebih beragam budaya yang mereka miliki. Serta yang juga panting adalah bagaimana memanfaatkan potensi laical yang ada di Desa Pandan Sari. Tentunya potensi iokal ini adalah potensi yang memang bisa dikembangkan.
Sangat disayangkan adalah kurangnya keterlibatan dan dukungan Pemeritah Daerah terhadap pelaksanaan proyek ini. Padahal apa yang telah dikerjakan oieh yayasan Budi Asih nyata sebagai upaya untuk membantu mengurangi tanggungan pemerintah dalam memerangi kemiskinan yang memang merupakan tanggung jawabnya. Bahkan sebenamya Pemerintah Daerah dapat belajar bagaimana pendekatan dan strategi yang digunakan Yayasan Budi Asih dalam melaksanakan proyek ini, untuk dapat dicontoh dan ditularkan pada proyek serupa yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah pada desa-desa lain."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baharis
"Tesis ini meneliti tentang Pemberdayaan Masyarakat melalui Program PDM-DKE di desa Pagar Dewa dan desa Sukarami Kecamatan Selebar Kota Bengkulu di Propinsi Bengkulu. Program PDM-DKE ini muncul seiring dengan terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Program ini berlaku di seluruh wilayah RI termasuk juga desa Pagar Dewa dan desa Sukarami. Akibat dari krisis ekonomi ini masyarakat di kedua desa tersebut menghadapi berbagai permasalahan yang sangat berat yaitu: Pertama, rendahnya tingkat pendapatan masyarakat disebabkan usaha produktif yang mereka kelola kurang mendatangkan hasil yang memadai dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, untuk mengembangkan usaha produktifnya mereka membutuhkan modal dari pihak lain. Kedua, terjadinya persaingan yang tidak sehat antar sesama masyarakat, masyarakat saling curiga mencurigai satu dengan yang lainnya oleh karena itu masyarakat selalu tertutup dalam hal menerima gagasan maupun kehadiran orang lain. Ketiga, tidak ada lembaga yang dapat menyatukan pandangan, gerak dan Iangkah mereka secara bersama-sama untuk keluar dari kemelut kemiskinan yang dialami oleh mereka. Keempat, masyarakat belum menyadari rnasalah dan potensi, serta belum mampu memilih alternatif dan merencanakan usaha apa yang harus mereka kembangkan di desanya. Masyarakat dikedua desa ini menjadi tidak berdaya nnenghadapi situasi yang demikian, oleh karena itu pemerintah menggulirkan program PDM-DKE.
Program PDM-DKE merupakan program pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan masyarakat ini dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan masyarakat agar mereka marnpu mengatasi permasalahan hidupnya sehari-hari dan tidak terjebak dalam kemiskinan. Proses pemberdayaan masyarakat dalam program ini dilaksanakan melalui empat tahap yaitu tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian. Adapun tujuan penelitian ini adalah pertama untuk mengetahui proses pemberdayaan masyarakat, kedua mengetahui hasil yang dicapai, dan ketiga untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberdayaan masyarakat melalui program PDM-DKE di kedua desa tersebut.
Metode yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif, dengan teknik pengumpulan data berupa: studi kepustakaan, studi dokumentasi dan wawancara tidak terstruktur. Sedangkan yang menjadi informan dalam penelitian ini sebanyak 18 orang. Mereka ini adalah orang-orang yang terlibat secara langsung dalam kegiatan program PDM-DKE di desa Pagar Dewa maupun di desa Sukarami.
Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa proses pelaksanaan program PDM-DKE di kedua desa tersebut berjalan dengan baik sesuai dengan prinsip pengelolaan program, dilaksanakan secara transparan di ketahui oleh seluruh lapisan masyarakat dengan mudah dan terbuka dengan melibatkan peran aktif masyarakat mulai dari tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, hingga pelestarian. Setiap pengambilan keputusan didasarkan atas hasil kesepakatan bersama melalui rapat musyawarah desa. Hasil yang telah dicapai dari proses pemberdayaan ini cukup baik. Baik ditinjau dari faktor peningkatan pendapatan, keterbukaan, musyawarah desa, maupun kemandirian. Sedangkan faktor yang mempengaruhi dalam kegiatan ini adalah kondisi masyarakat dikedua desa tersebut dan kebijakan program itu sendiri. Secara keseluruhan proses pemberdayaan masyarakat melalui program PDM-DKE di desa Pagar Dewa dan desa Sukarami dapat dikatakan cukup berhasil. Namun, dalam prakteknya masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan yang dihadapi baik oleh pengurus sebagai pendamping, maupun masyarakat sebagai anggota pokmas penerima manfaat.
Saran yang disampaikan, dalam memberdayakan masyarakat miskin selain dengan memberikan bantuan dana untuk pengembangan usaha produktif, masyarakat juga perlu diberikan pengetahuan yang memadai agar usaha yang akan dikelola tidak bersifat spekulatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal perlu lebih ditanamkan kesadaran dan motivasi yang kuat mulai dari tahap persiapan sampai pada tahap pelestarian program. Sedangkan untuk menghindari faktor-faktor yang dapat menghambat pelaksanaan program dapat diadakan pendekatan secara individual atau pendekatan kelompok."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library