Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Rachmaninda
"Peer-to-peer lending merupakan salah satu bentuk praktik pemberian pinjaman uang antara individu dimana peminjam dan pemberi pinjaman dipertemukan melalui platform yang diberikan oleh perusahaan peer-to-peer lending. Prakteknya, terdapat tiga pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan bisnis peer-to-peer lending di Indonesia. Pertama adalah pemodal, kedua peminjam, dan ketiga adalah perusahaan peer-to-peer lending sebagai perantara. Pada praktek pemberian pinjaman berbasis peer-to-peer lending, para pihak tidak bertatap muka secara langsung, melainkan bertemu dalam dunia maya melalui suatu media, yaitu platform yang disediakan oleh perusahaan peer-to-peer lending. Bagaimanakah pengawasan dari pihak OJK selaku otoritas yang berwenang terhadap adanya pemberian pinjaman berbasis peer-to-peer lending? Perlu adanya aturan yang dapat mengakomodir penerapan prinsip kehati-hatian dan pengawasan, khususnya mengenai produk perjanjian pinjam-meminjam karena hingga saat ini, belum ada peraturan khusus yang diundangkan terkait permasalahan tersebut. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah deskriptif analisis melalui pendekatan yuridis normatif. Penelitian menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang menggunakan data sekunder. Data yang diperoleh dari penelitian kemudian dianalisis dengan metode normatif kualitatif. Pengaturan mengenai penerapan prinsip kehati-hatian pada kegiatan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (peer-to-peer lending) belum dilakukan secara optimal oleh pihak OJK. Hal ini membuat setiap perusahaan peer-to-peer lending ini mempunyai mekanismenya sendiri dalam penerapan prinsip kehati-hatian. Selain itu, fungsi pengawasan oleh OJK belum cukup dilakukan khususnya terkait dengan produk yang dimiliki oleh perusahaan peer-to-peer lending.

Peer-to-peer lending is a loan activity between two parties which borrower and lender summoned by a platform that provided by peer-to-peer lending company. In fact, there are three parties that included in peer-to-peer lending business in Indonesia. First party is lender, second party is borrower, and third party is peer-topeer lending company as a connector. In loan activity based on peer-to-peer lending, each party no need to meet directly, but only virtually through a platform that provided by peer-to-peer lending company. How is OJK's supervision as the authorized authority on the existence of lending-based peer-to-peer lending? We need a regulations which can accommodate the implementation of prudential principle and surveillance especially on loan agreement enforcement is urgently needed because recently, there is no special regulation announced yet that manage about that issue. The research method of this thesis is a descriptive analytic through juridical normative. This research is literature review priority used the secondary data. The obtained data analyzed with normative qualitative method later. The effectivity of regulation about the implementation of prudential principle on loan based on information technology (peer-to-peer lending) by OJK is not good enough. This problem can make every peer-to-peer lending company create their own regulation in implementation of prudential principle. Besides, surveillance.function that held by OJK is not quite enough, especially about peer-to-peer lending company products.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virginia Sekar Rizky
"Skripsi ini berisi membahas mengenai perbandingan peraturan pendirian bank di negara Indonesia, Belanda, Singapura dan Inggris dengan maksud untuk melihat adanya perbedaan dan persamaan dari peraturan di negara berkembang dan negara maju, yang dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif. Skripsi ini terdiri dari dua rumusan masalah, yang pertama adalah bagaimana perbandingan peraturan mengenai persyaratan dan yang kedua adalah perbandingan peraturan mengenai prosedur. Skripsi ini akan membahas dua hal, hal pertama yang dibahas di dalam skripsi ini adalah persamaan dan perbedaan mengenai persyaratan pendirian bank umum di dalam peraturan di setiap negara. Yang kedua adalah persamaan dan perbedaan mengenai prosedur pendirian bank umum di dalam peraturan di setiap negara. Terdapat beberapa perbedaan antara keempat negara ini, pertama adanya perbedaan dalam persyaratan modal dalam bank umum dan adanya perbedaan prosedur antara negara Indonesia, Belanda, dan Singapura dengan negara Inggris. Skripsi ini menyarankan Indonesia untuk beradaptasi dengan Basel III global capital standards dan agar Otoritas Jasa Keuangan bisa memberikan informasi kepada publik mengenai tahap konsultasi yang dapat dilakukan sebelum mendirikan bank umum.

This thesis talks about comparison of bank establishment for Indonesia, the Netherlands, Singapore, and United Kingdom which are done to find a differences and similarities in the developing and developed countries, which is done with normative juridical research method. This thesis consists of two research questions, the first is the requirements comparison and the second is procedures comparison. This thesis will have discussed about two main things, the first is the comparison concerning commercial bank establishment requirements in the provisions in each country. The second would be the comparison concerning commercial bank establishment procedures in the provisions in each country. There are several differences between these 4 countries, the first is the difference in the initial capital needed in establishing a commercial bank and also difference in procedure between Indonesia, the Netherlands, Singapore with the United Kingdom. This thesis suggests Indonesia to adapt with the Basel III global capital standards and also it is suggested so Otoritas Jasa Keuangan to give information to public concerning the consultation phase that can be done before establishing a commercial bank.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaeliyah
"ABSTRAK
Penelitian ini berusaha mengkaji dan memahami pertanggungjawaban bank terhadap nasabah atas pendebitan dana rekening nasabah melalui ATM akibat kesalahan sistem bank, serta mengetahui kesesuaian antara pertimbangan hakim dalam putusan No. 2930 K/Pdt/2014 dengan ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan perbankan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data penelitian dikumpulkan dengan metode studi kepustakaan dan studi lapangan, yang kemudian dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertanggungjawaban bank terhadap nasabah atas pendebitan dana nasabah akibat kesalahan sistem ATM adalah bank wajib untuk melakukan pengembalian terhadap sejumlah uang yang telah terdebit akibat transakasi gagal tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang diatur di dalam Pasal 10 PBI No. 16/1/PBI/2014. Bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati prudent dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya, hal ini sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang No. 10 tahun 1998, namun hal ini justru dilanggar oleh bank karena tidak adanya pengawasan yang dilakukan oleh bank terhadap mesin ATM tersebut dan hanya mengandalkan CCTV yang terpasang di mesin ATM. Lalu Kesesuaian putusan sengketa antara Kemala Atmojo pemohon kasasi dan BCA termohon kasasi dengan ketentuan yang mengatur mengenai perlindungan nasabah tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 karena posisi konsumen selaku nasabah lebih lemah dibandingkan posisi pelaku usaha atau pihak bank, kedudukan antara
pengusaha dengan konsumen sangat tidak seimbang.

ABSTRACT
This research tries to examine and understand bank account liability to customers on debit of customer 39s account funds through ATM due to bank system error, and to know the suitability between judges 39 consideration in decision No. 2930K Pdt 2014 with the provisions of legislation relating to banking. This research is a juridical normative research with type of descriptive analysis research. The legal substances used in this study are primary, secondary and tertiary legal materials. Research data was collected by library study method and field study, which then analyzed with qualitative approach. The results of the research indicate that the bank 39s liability to customers for debiting customers 39 funds due to ATM system errors is that banks are required to refund some of the money that has been debited by the failed transactions. This is in accordance with what is stipulated in Article 10 of PBI No. 16 1 PBI 2014. The Bank in carrying out its functions and business activities shall be prudent in order to protect the public funds entrusted to it, in accordance with Article 2 of Undang Undang No. 10 tahun 1998, but this is actually violated by the bank due to the absence of supervision by the bank against the ATM machine and only rely on CCTV installed in the ATM machine. And then, Conformity of the dispute between Kemala Atmojo appellate cassation and BCA appellate cassation with provisions regulating the protection of customers not in accordance with Undang Undang No. 8 Tahun 1999 because the position of consumer as the customer is weaker than the position of business actors or the bank, the position between entrepreneurs and consumers is very unbalanced. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsahala Yoshua
"Informasi keuangan individu adalah bagian integral dari kehidupan seseorang. Informasi ini berisi detail pribadi, berapa banyak uang yang mereka miliki dan mutasi bagaimana uang mereka diperoleh dan dibelanjakan. Informasi ini dilindungi dalam Undang-Undang Perbankan dan harus dijaga kerahasiaannya sesuai dengan prinsip kerahasiaan bank. Namun karena dikeluarkannya Undang-undang nomor 9 tahun 2017 tentang Akses informasi keuangan untuk keperluan perpajakan, prinsip kerahasiaan bank tidak lagi berlaku dan hanya berlaku untuk tujuan pajak. Selain itu, tujuan Undang-Undang ini adalah bagian dari Indonesia menunjukkan komitmen terhadap program AEOI internasional. Direktorat Jenderal Pajak kini memiliki wewenang untuk memperoleh informasi ini dari lembaga jasa keuangan. Karena dikeluarkannya undang-undang ini, sistem perbankan menjadi lebih terbuka dan transparan dan membantu pemerintah untuk menemukan sumber pajak baru dan mengevaluasi orang-orang yang tidak membayar pajak dengan tepat. Selanjutnya, implementasi dari undang-undang ini adalah memberi kewenangan untuk direktorat jenderal pajak untuk mengakses data rekening nasabah tanpa izin dari bank Indonesia.

Individual financial information is an integral part of a person’s life. It contains personal detail, how much money they have and the mutation of how their money is earned and spent. This information are protected in the Banking Law and should be kept confidential as according to the bank secrecy principle. However due to the issuance of Law number 9 of 2017 concerning Access to financial information for tax purposes, bank secrecy principle is no longer valid and applicable solely for tax purposes. Furthermore, the purpose of this Law is part of Indonesia showing commitment to the international AEOI program. Directorate General of Taxes now has the authority to acquire this knowledge from financial institutions. Due to the issuance of this law, banking system is more open and transparent and it helps the government to discover new source of tax and evaluate people who did not pay their taxes appropriately. Furthermore, the implementation of this law gives a significant authority to the directorate general of taxes to access customers account information without permits from Bank Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Habi Afpandi
"Asas Legalitas adalah asas yang sangat fundamental dalam hukum pidana Indonesia. Asas legalitas lahir sebagai jaminan atas hak-hak individu untuk diperlakukan secara patut dihadapan hukum dan asas legalitas juga lahir untuk memberikan batasan kepada penguasa dalam menggunakan kekuasaannya agar tidak sewenang-wenang. Namun melalui sudut pandang lain asas legalitas dianggap begitu absolut dalam membatasi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat. Hal ini menjadi dilema tersendiri mengingat Indonesia sebagai Negara yang beradat dan berbudaya. Salah satu contohnya adalah penerapan Syari’at Islam sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat di wilayah Provinsi Aceh.. Melalui penelitian yang menggunakan metodologi yuridis normatif, diperoleh beberapa temuan. Pertama, penerapan syari’at Islam didasarkan pada Qanun yang secara hirarki peraturan perundang-undangannya dipersamakan dengan peraturan daerah yang berada dibawah Undang-Undang. Selanjutnya yang kedua, penerapan hukum yang hidup dalam masyarakat di Aceh memberikan dampak terhadap berlakunya Sistem Peradilan Pidana. Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang Jinayat pada akhirnya dapat melahirkan beberapa tindak pidana baru yang tidak diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ketiga, penerapan hukum yang hidup dalam masyarakat ini tidak mengikuti Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagai hukum materil, melainkan menggunakan Qanun Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat yang pada akhirnya melahirkan sub-sistem baru yaitu Polisi Wilayatul Hisbat sebagai PPNS dan Mahkamah Syariat yang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran terhadap hukum yang hidup ini.
Kata Kunci: Asas Legalitas, Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat, Sistem Peradilan Pidana

The Principle of legality is a fundamental principle in the application of Indonesian criminal law. The legality principle was born as a guarantee of the rights of individuals to be treated properly before the law and the legality principle was also born to provide the limits to the authoties when they use their power. But in other point of view the legality principle is considered so absolute in limiting the application of the living law. This has become a dilemma considering that Indonesia is a cultured state. The one of the exemple of the limitation is the application of Islamic Sharia as a living law in Aceh Province. The type of this research used was a normative juridical. Than in other side, the application of Islamic sharia is based on Qanun which in the hierarcyof the laws and regulation is equated with regional regulation that is under the law. So that becomes an irregularity when applying Islamic sharia as a living law based on regulations that is under the law. The application of the living law has a new impact on the implementation of criminal justice system. Qanun Number 6 of 2014 concerning Jinayat finally can give birth to seceral criminal offense that are not regulated in criminal code then even more in the application of living law does not follow the criminal procedure code as material law but instead uses Qanun Number 7 of 2013 concerning Jinayat procedure law which gave birth a now sub-system of criminal justice system namely Wilayatul Hisbat Police as a investigator or PPNS and Mahkamah Syariah that examined and tried cases of violations of this living law.
Keywords: Legality Principle, Living Law, Criminal Justice System.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Harris Dwinanda
"Tulisan ini menganalisis mengenai perkembangan pengaturan tindak lanjut pengawasan dan penanganan Bank dalam Resolusi pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) serta bagaimana perkembangan ini mempengaruhi pengambilan keputusan penyelamatan BPR sebagai Bank dalam Resolusi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tulisan ini disusun menggunakan metode doktrinal. Berlakunya UU PPSK mengubah status pengawasan dan tindak lanjut pengawasan Bank oleh LPS dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satu implikasi berlakunya UU PPSK terhadap penanganan Bank dalam Resolusi adalah dengan memperluas peran LPS sebagai pengurang risiko (risk minimizer) krisis Perbankan yang memungkinkan LPS menerapkan metode keterlibatan dini Bank dalam Resolusi. LPS kini dapat menentukan berbagai metode termasuk penjajakan kepada investor untuk memperbaiki kondisi finansial Bank sebelum menentukan opsi resolusi yang diatur dalam Undang-Undang. Hal ini memungkinkan LPS untuk menerapkan konversi pinjaman pemegang saham menjadi modal inti tambahan sebagai bentuk penyehatan kembali Bank sebagaimana diterapkan pada kasus BPR X.

This paper analyzes the development of supervision and banks in resolutions management after the enactment of Law Number 4 of 2023 concerning the Development and Strengthening of the Financial Sector (UU PPSK) and how these developments influence decision making to save BPRs as banks in resolutions by the Deposit Insurance Authority (LPS). This paper was written using doctrinal research method. The enactment of the PPSK Law changes the status of supervision and follow-up to bank supervision by LPS and the Financial Services Authority (OJK). One of the implications of the enactment of the PPSK Law on Banks in Resolution management is the expansion of LPS’ role as a risk minimizer for banking crises, which allows LPS to implement methods of early involvement in Banks in Resolution. LPS can now determine various methods including seeking investors to aid a Bank’s financial condition before determining the resolution options regulated in the Law. This allows LPS to implement the conversion of shareholder loans into additional core capital as a form of bank restructuring as applied in the case of BPR X."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimitri Muzhar
"Sektor perbankan di Indonesia mempunyai peran yang sangat signifikan dalam membentuk perekonomian negara. Indonesia memiliki ratusan bank yang beroperasi di dalamnya dan oleh karena itu, Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah bank terbanyak. Sayangnya, fenomena tersebut belum optimal bagi sektor perbankan tanah air karena banyak bank yang terlalu lemah untuk bersaing di dalam negeri, apalagi secara global. Oleh karena itu, peningkatan modal inti minimum dilakukan agar bank lebih kuat dan mampu bersaing. Oleh karena itu, diciptakanlah skema yang disebut Konsolidasi Bank Umum (Konsolidasi Bank Umum). Skema ini bertujuan untuk memastikan bank dapat melakukan merger agar lebih mampu memenuhi modal inti minimum tersebut. Seperti skema lainnya, skema ini bukannya tanpa kekurangan. Konsolidasi Bank Umum mempengaruhi nasabah bank dan bank itu sendiri. Dalam penelitian ini, penulis berupaya menganalisis dampak hukum Konsolidasi Bank Umum terhadap nasabah dan bank itu sendiri. Oleh karena itu, penulis menyiapkan dua pertanyaan penelitian untuk penelitian ini: bagaimana undang-undang mengatur perlindungan nasabah di Konsolidasi Bank Umum, dan bagaimana implikasi hukumnya jika bank tidak menyelesaikan proses Konsolidasi Bank Umum? Penelitian doktrinal ini menggunakan tipologi penelitian eksploratif dan berbagai data sekunder. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun Konsolidasi Bank Umum membantu bank menjadi lebih kuat, peraturan skema saja tidak cukup. Misalnya, Bank hanya diwajibkan untuk mengumumkan skemanya melalui surat kabar dan website bank, yang mungkin menyebabkan kurangnya kesadaran nasabahnya, terutama yang berasal dari generasi baru. Selain itu, karena masih pasifnya ketentuan mengenai jangka waktu proses, terdapat ketidakpastian bila bank mengabaikan prosedur skema ini. Pertama, Otoritas Jasa Keuangan atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) direkomendasikan untuk mengeluarkan peraturan yang mewajibkan bank mengumumkan tindakannya melalui media sosial yang banyak digunakan masyarakat. Kedua, direkomendasikan agar mereka memperkenalkan peraturan yang memberikan batasan waktu tetap mengenai berapa lama prosedur skema tersebut dapat dilakukan untuk menciptakan lebih banyak kepastian hukum.

The banking sector in Indonesia has been very significant in shaping the nation’s economy. Indonesia has hundreds operating within and, therefore, has become one country with the most banks. Unfortunately, such a phenomenon is not optimum for the nation’s banking sector because many banks are too weak to compete domestically, let alone globally. Hence, an increase in minimum core capital was introduced to make banks more robust and able to compete. Therefore, a scheme called Commercial Bank Consolidation (Konsolidasi Bank Umum) was created. This scheme aims to ensure that banks can be merged to make them more able to meet such minimum core capital. Like any other scheme, this scheme is not without flaws. Commercial Bank Consolidation affects the bank’s customers and the bank itself. In this research, the author seeks to analyze the legal effect of Commercial Bank Consolidation on customers and the bank itself. Therefore, the author prepared two research questions for this research: how does the law regulate customer protection in Konsolidasi Bank Umum, and how is the legal implication if banks do not finish their Konsolidasi Bank Umum process? This doctrinal research uses an explorative typology of research and various secondary data. Data collected in this research is analyzed by using qualitative methods. The research found that even though Commercial Bank Consolidation helps banks to be more robust, scheme regulations are insufficient. For example, Banks are only obliged to announce their scheme through newspapers and bank websites, which might cause a lack of awareness among their customer, especially those coming from newer generations. Aside from that, because of the passivity of the regulation in regard to the time frame of the process, there is uncertainty when a bank omits the procedures of this scheme. Firstly, it is recommended that the Financial Service Authority or Otoritas Jasa Keuangan (OJK) introduce a regulation that obliges banks to announce their action through social media that people widely use. Secondly, it is recommended that they introduce regulation that creates a fixed time limit on how long the procedure of such a scheme can take to create more legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kusumaningtuti
Jakarta: Rajawali, 2009
346.082 KUS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kehakiman RI, 1998
346.066 2 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   4 5 6 7 8 9 10 11 12 13   >>