Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suseno
Jakarta: Bank Indonesia, 2003
332.1 SUS s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Purnawati
"NOVIA PURNAWATI, 058600131A, Pembaharuan Hutang (Novasi) Dihubungkan Dengan Hipotik Sebagai Jaminan Perhutangan pada Bank BNI, Skripsi, Januari, 1991.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai eksistensi jaminan kredit yang berupa hipotik dalam praktek perbankan dewasa ini. Dalam rangka penyusunan skripsi ini penulis mengumpulkan data-data dengan mempergunakan 2 (dua) metode penelitian, yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Bank didalam memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya mensyaratkan adanya jaminan (pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 14 Tahun 1967). Di dalam hukum positif Indonesia dikenal beberapa bentuk lembaga jaminan untuk suatu perjanjian kredit , yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan yaitu adanya suatu benda tertentu yang dipakai sebagai jaminan, dalam hal ini dibedakan antara benda bergerak dan benda tidak bergerak. Lembaga jaminan untuk benda bergerak dikenal dalam bentuk gadai (pand) dan fiducia sedangkan untuk benda tidak bergerak dikenal dalam bentuk hipotik dan credietverband . Terhadap suatu perjanjian kredit pada bank, adakalanya terjadi perubahan-perubahan perjanjian dengan kesepakatan kedua belah pihak, di mana diperlukan suatu lembaga novasi yaitu suatu pembuatan perjanjian baru yang menghapuskan perikatan lama sambil meletakkan perikatan baru yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula. Novasi ada 3 (tiga) macam, yaitu novasi obyektif, novasi subyektif pasif dan novasi subyektif aktif. Dengan adanya novasi dianggap perjanjian kredit yang lama hapus , demikian juga hak-hak istimewa dan hipotik-hipotik yang menjadi tanggungan dari perjanjian kredit yang lama. Dalam praktek pada Bank BNI, dalam hal-hal tertentu jaminan hipotik yang mengikat perjanjian kredit yang lama dapat dipertahankan untuk mengikat perjanjian kredi t yang baru apabila dinyatakan secara tegas oleh Bank BNI sebagai kreditur.
(Novia Purnawati)"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20337
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Kaniawati
"Dewi Kaniawati. 0585007039. Beberapa Masalah dari
Surat Kuasa Memasang Hipotik sebagai Pra Pengikatan
Jaminan, Contoh Kasus pada Bank Bumi Daya, Skripsi,
1992.
Pengikatan jaminan secara formal sempurna tanpa ada cacat-cacat hukumnya merupakan kunci terakhir untuk dapat menyelamatkan kredit yang diberikan bank kepada debiturnya. Namun dalam prakteknya, belum semua pengikatan jaminan telah
dilakukan secara sempurna, masih ada celah-celah yang dapat menimbulkan sengketa antara bank dengan debiturnya. Skripsi ini akan mengungkapkan beberapa masalah yang dapat timbul dari pengikatan jaminan yang belum sempurna, khususnya surat kuasa memasang hipotik, karena secara yuridis barang jaminan belum diikat. Demikian pula dengan obyek jaminan yang diikat dengan surat kuasa memasang hipotik sebagai pra pengikatan jaminan. Langkah-langkah pengamanan terhadap kredit yang dilakukan oleh bank ternyata masih menimbulkan masalah. Penyelesaiannya masih memerlukan campur tangan pengadilan, yang membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20303
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darmayanti
"Pemilihan judul di atas didasarkan pengamatan adanya suatu perrnasalahan kredit dewasa ini yang terjadi pada bank-bank di Indonesia baik bank milik pemerintah maupun bank swasta. Permintaan kredit yang melonjak akhir-akhir ini disebabkan karena para debitur yang akan melakukan usaha di berbagai penghidupan, belum tentu memiliki modal yang cukup untuk usahanya itu. Pemerintah melihat masalah kredit adalah masalah yang sangat penting tapi juga sangat riskan. Jarang sekali terjadi pemberian kredit adalah perorangan, biasanya yang menjadi kreditur adalah bank. Melonjaknya permohonan kredit yang ada, disertai juga dengan melonjaknya permasalahan seputar kredit tersebut, salah satunya adalah kredit macet . Dalam hal demikian kreditur akan rnenuntut debitur untuk membayar. Jika debitur wanprestasi, maka eksekusi hipotik adalah salah satu jalan yang ditempuh kreditur dan merupakan jalan yang paling aman. Walaupun tidak dapat sempurna, eksekusi hipotik dilakukan cukup dengan permohonan fiat eksekusi pengadilan dan setelah itu dapat dilakukan pelelangan. Sangat murah dan efisien dari pada gugatan perdata biasa. Namun eksekusi hipotik ini juga dapat membawa permasalahan bila tidak dipahami dengan baik oleh kedua belah pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20326
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Bank Indonesia, 1956
332 BAN b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1993
S22768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salim H.S.
Jakarta: Rajawali, 2012
346.043 64 SAL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Salim H.S.
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008
346.043 SAL p (3)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rachmaninda
"Peer-to-peer lending merupakan salah satu bentuk praktik pemberian pinjaman uang antara individu dimana peminjam dan pemberi pinjaman dipertemukan melalui platform yang diberikan oleh perusahaan peer-to-peer lending. Prakteknya, terdapat tiga pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan bisnis peer-to-peer lending di Indonesia. Pertama adalah pemodal, kedua peminjam, dan ketiga adalah perusahaan peer-to-peer lending sebagai perantara. Pada praktek pemberian pinjaman berbasis peer-to-peer lending, para pihak tidak bertatap muka secara langsung, melainkan bertemu dalam dunia maya melalui suatu media, yaitu platform yang disediakan oleh perusahaan peer-to-peer lending. Bagaimanakah pengawasan dari pihak OJK selaku otoritas yang berwenang terhadap adanya pemberian pinjaman berbasis peer-to-peer lending? Perlu adanya aturan yang dapat mengakomodir penerapan prinsip kehati-hatian dan pengawasan, khususnya mengenai produk perjanjian pinjam-meminjam karena hingga saat ini, belum ada peraturan khusus yang diundangkan terkait permasalahan tersebut. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah deskriptif analisis melalui pendekatan yuridis normatif. Penelitian menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang menggunakan data sekunder. Data yang diperoleh dari penelitian kemudian dianalisis dengan metode normatif kualitatif. Pengaturan mengenai penerapan prinsip kehati-hatian pada kegiatan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (peer-to-peer lending) belum dilakukan secara optimal oleh pihak OJK. Hal ini membuat setiap perusahaan peer-to-peer lending ini mempunyai mekanismenya sendiri dalam penerapan prinsip kehati-hatian. Selain itu, fungsi pengawasan oleh OJK belum cukup dilakukan khususnya terkait dengan produk yang dimiliki oleh perusahaan peer-to-peer lending.

Peer-to-peer lending is a loan activity between two parties which borrower and lender summoned by a platform that provided by peer-to-peer lending company. In fact, there are three parties that included in peer-to-peer lending business in Indonesia. First party is lender, second party is borrower, and third party is peer-topeer lending company as a connector. In loan activity based on peer-to-peer lending, each party no need to meet directly, but only virtually through a platform that provided by peer-to-peer lending company. How is OJK's supervision as the authorized authority on the existence of lending-based peer-to-peer lending? We need a regulations which can accommodate the implementation of prudential principle and surveillance especially on loan agreement enforcement is urgently needed because recently, there is no special regulation announced yet that manage about that issue. The research method of this thesis is a descriptive analytic through juridical normative. This research is literature review priority used the secondary data. The obtained data analyzed with normative qualitative method later. The effectivity of regulation about the implementation of prudential principle on loan based on information technology (peer-to-peer lending) by OJK is not good enough. This problem can make every peer-to-peer lending company create their own regulation in implementation of prudential principle. Besides, surveillance.function that held by OJK is not quite enough, especially about peer-to-peer lending company products.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   3 4 5 6 7 8 9 10 11 12   >>