Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitri Endah Kania
"Bangsa Indonesia pada masa kini sedang melakukan pembangunan. Seiring dengan roda pembangunan pemerintah mengeluarkan kebijakan- kebijakan yang dapat menunjang. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Sektor perbankan sangat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat antara lain dengan memberikan fasilitas perkreditan. Fasilitas-fasilitas kredit yang diberikan pada masyarakat dimaksudkan untuk memberikan bantuan dan kemudahan bagi masyarakat yang memerlukan dana untuk memenuhi kebutuhannya. Namun untuk mengurangi faktor resiko dalam pemberian kredit sangat diperlukan. Karena itu PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebagai lembaga yang salah satu usaha pokoknya memberikan kredit pada masyarakat sesuai dengan pasal 6 (b) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, mengeluarkan suatu fasilitas kredit yang memberikan kemudahan bagi masyarakat yang memerlukan dana yang mendesak untuk menggunakan Tabungan Alus sebagai jaminan kreditnya. Pemberian kredit dengan menggunakan cash collateral (Taplus termasuk cash collateral) sebagai jaminan ini sangat disukai oleh bank sebab memberikan kemudahan bagi bank untuk mengeksekusinya apabila terjadi wanprestasi dari pihak debitur, karena bank dapat langsung mencairkan Tabungan Plus tersebut yang pengikatannya dilakukan dengan pengikatan kredit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20702
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beby Furqoni
"Beberapa tahun belakangan ini marak dibicarakan masalah bagaimana membantu pengusaha-pengusaha perekonomian. Harapan itu tetap ada, namun diakui ada setumpuk kendala dalam pengembangannya. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan menyangkut pengembangan usaha kecil. Kredit Usaha Kecil untuk pengusaha kecil, hanya satu contoh dari kredit yang diusahakan pemerintah untuk membantu permodalan usaHa kecil. Tetapi hal itu tidak mudah di peroleh begitu saja, ada banyak persyaratan yang harus dilalui. Penyaluran Kredit Usaha Kecil (KUK) tak bisa berjalan lancar akibat ada kendala aspek hukum yang di hadapi pengusaha kecil. Melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta ketentuan pelaksana lainnya, memungkinkan adanya bank tanpa bunga dengan sistem bagi hasil masa penerapan prinsip syariat Islam dalam kegiatan muamalah sudah dapat dilakukan secara lengkap dan utuh. Bank itu adalah Bank Muamalat Indonesia. Dengan sistemnya tersebut dapat meringankan kendala aspek hukum yang dihadapi dalam penyaluran Kredit Usaha Kecil (KUK)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20717
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryani Dewi Lengkana
"Pada awal Oktober 1995, Pemerintah memperkenalkan skim kredit baru yang diperuntukkan bagi pengusaha kecil yang diberi nama Kredit Kelayakan Usaha atau disingkat KKU. Sesuai dengan namanya, dasar penilaian pemberian kredit ini dititikberatkan pada kelayakan usaha penerima kredit, dan bukan dititikberatkan pada ada atau tidak adanya agunan tambahan. Kebijakan mengenai pemberian kredit yang menitikberatkan penilaian pada kelayakan usaba penerima kredit sebenamya bukanlah merupakan hal yang baru dalam dunia perbankan. Sebut Saja KIK/KMKP yang dikeluarkan Pemerintah pada akhir tahun 1973. Dalam prakteknya kredit jenis ini ternyata tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, karena kalangan perbankan pada saat itu merasa kesulitan untuk memberikan kredit kepada pengusaha kecil dengan hanya menilai faktor kelayakan usahanya saja tanpa mempunyai sesuatu yang layak untuk dapat dijadikan sebagai jaminan pengembalian kreditnya. Terlebih lagi dalam Undang undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan pasal 24 dinyatakan secara tegas bahwa bank tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga Pandangan perbankan mengenai pentingnya aspek jaminan dalam setiap pemberian kredit mengalami perubahan setelah dikeluarkannya Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Pokok-pokok Perbankan yang menggantikan UU No. 14 Tahun 1967, dimana dalam pasal 8 dinyatakan bahwa dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Isi dari ketentuan pasal 8 ini sangat memungkinkan untuk dapat dijadikan sebagai landasan hUkum yang kuat bagi berlakunya ketentuan skim KKU, dimana aspek watak, kemampuan serta prospek usaha debitur menjadi dasar penilaian yang lebih diutamakan daripada penilaian terhadap aspek jaminan. Komitmen Pemerintah untuk mengembangkan sektor usaha kecil secara optimal dengan cara memberikan kemudahan kepada mereka untuk mendapatkan akses ke dunia perbankan, patut kita harus dan sudah selayaknyalah mendapat dukungan dan pematian dari semua pihak terutama pihak perbankan. Dengan demikian sektor usaha kecil diharapkan dapat lebih memberikan kontribusinya bagi kemajuan perekonomian nasional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20716
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Widyastuti
"Beberapa tahun terakhir ini, pertumbuhan serta perkembangan Lembaga. Perbankan di negara kita patut dibanggakan. Dimana Lembaga Perbankan sebagai salah satu sistem keuangan di Indonesia memegang peranan penting dalam membantu meningkatkan dan mengembangkan pembangunan khususnya di dalam konteks. perekonomian Indonesia. Usaha pokok daripada Lembaga Perbankan di Indonesia adalah menarik dana dari masyarakat yaitu melalui simpanan masyarakat dan menyalurkannya lagi kepada masyarakat dengan memberikan jasa perkreditan. Salah satu bentuk dari jasa perkreditan tersebut adalah Pemberian Kredit Pemilikan Rumah. Bank LIPPO sebagai salah satu Bank Umum Swasta Nasional juga memberikan jasa Kredit Pemilikan Rumah tersebut. Dan sebagai salah satu Lembaga Perbankan yang telah diakui oleh Pemerintah Indonesia, maka di dalam melakukan segala aktivitas perbankannya Bank LIPPO harus berpedoman kepada Undang-Undang Peraturan-Peraturan yang dibuat oleh Pemerintah. Salah satunya adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20711
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismalia
"Pada awal Pelita II Pemerintah mulai meletakkan dasar-dasar kebijaksanaan perumahan rakyat dengan memperkenalkan sistem Kredit Pemilikan Rumah. Untuk melaksanakan proyek pembangunan perumahan rakyat tersebut, maka pada tanggal 29 Januari 1974 Menteri Keuangan menunjuk Bank Tabungan Negara sebagai Bank Pemerintah yang mendapat tugas khusus untuk membiayai pembayaran berupa pinjaman kepada pembeli rumah berdasarkan Surat Menteri Keuangan Nomor. B-49/MK/IV/1/1974. Atas dasar Surat Menteri Keuangan tersebut, upaya yang ditempuh Pemerintah adalah memberikan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah kepada masyarakat yang berpengasilan rendah melalui Bank Tabungan Negara, mengingat masih banyak masyarakat yang berpenghasilan rendah yang tidak mampu membayar harga rumah beserta tanahnya secara tunai dan dengan surat itu pula, "memproklamirkan" Bank Tabungan Negara (BTN) selaku lembaga yang untuk pertama kali menerapkan Kredit Pemilikan Rumah. Dengan sistem Kredit Pemilikan Rumah memungkinkan masyarakat yang berpenghasilan rendah membeli rumah secara kredit dan setelah Akad Kredit rumah tersebut sudah menjadi milik si debitur (Pembeli) dan sudah bisa ditempati sebelum angsurannya lunas. Selama kreditnya belum lunas seluruh surat-surat mengenai rumah dan tanah ditahan oleh pihak Bank Tabungan Negara. Disini Bank Tabungan Negara bukan sebagai pihak penjual rumah tetapi sebagai pihak yang menentukan dan mengawasi pinjaman kredit tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20727
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Susanto
"Dalam suatu perjanjian kredit dibutuhkan suatu jaminan. Kreditur membuat suatu jaminan yang merupakan suatu jaminan tambahan demi keamanan prestasi yang telah diberikannya. Hak Tanggungan yang merupakan lembaga jaminan untuk benda yang tidak bergerak, yang menggantikan kedudukan Hipotik di bidang tanah serta Credietverband setelah berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah pada tanggal 9 April 1996. Dengan berlakunya undang-undang ini perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian dalam pelaksanaan kredit perbankan di Indonesia yang menggunakan tanah dan benda-benda di atas tanah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20733
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvira Hanum
"Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 serta Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT), maka diperkirakan akan banyak permohonan Hak Pakai atas tanah Negara yang diajukan oleh Warga Negara Asing yang merasa memenuhi persyaratan sebagai pemegang Hak Pakai. Apalagi dengan munculnya UUHT yang menentukan suatu konsep baru mengenai penunjukan Hak Pakai atas tanah Negara sebagai objek Hak tanggungan (Pasal 4 ayat (2)), yang membuka kesempatan bagi para Warga Negara Asing untuk dapat memperoleh permohonan kredit dengan penggunaan hak pakai sebagai jaminan, dimana sebelumnya dalam Undang-Undang Pokok Agararia Nomor 5 Tahun 1960 disimpulkan bahwa Hak Pakai tidak dapat ditunjuk sebagai objek Hak Tanggungan (Pasal 51 UUPA), karena pada waktu itu Hak Pakai tidak termasuk hak-hak atas tanah yang wajib didaftarkan, oleh karena itu tidak dapat memenuhi syarat publisistas untuk dapat dijadikan jaminan hutang. Dalam perkembangannya Hak Pakai harus didaftarakan, yaitu Hak Pakai atas Tanah Negara dimana dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Hak Pakai yang dimaksudkan dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani fiducia. Hak Pakai tersebut ditunjuk sebagai objek Hak Tanggungan, sehubungan dengan itu maka Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah dan dengan demikian menjadi tuntaslah unifikasi Hukum Tanah Nasional yang merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah yang merupakan salah satu tujuan utama UUPA. Pemyataan bahwa hak pakai tersebut dapat dijadikan objek hak tanggungan merupakan ketentuan UUPA dengan peran serta hak pakai itu sendiri serta kebutuhan masyarakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20743
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Widiyanti
"Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada. Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Sesuai dengan judulhya, skripsi ini bermaksud memberikan gambaran mengenai masalah pelaksanaan pengikatan jaminan kredit yang berupa tanah dengan dibebani. Hak Tanggungan dalam hal ini di PT. Bank Negara Indonesia (Persero). Selain itu juga untuk lebih memasyarakatkan lembaga jaminan yang ada di Indonesia, terutama yang berhubungan dengan tanah sebagai jaminan kredit berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak Tanggungan. sebagai lembaga jaminan atas tanah adalah suatu bentuk. pengikatan yang paling disukai, oleh lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit, termasuk juga PT. Bank Negara Indonesia (Persero). Saat ini Hak Tanggungan sebagai satu-satunya lembaga jaminan atas tanah telah dilaksanakan menurut UU Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996, menggantikan ketentuan Hipotik dan Credietverband yang sudah tidak berlaku lagi. Dengan adanya Pemberian. Hak Tanggungan atas jaminan yang diserahkan dalam suatu pemberian kredit, maka akan lebih memberikan kepastian hukum. Berbeda dengan ketentuan Hipotik/Credietverband dalam ketentuan UU Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996, Surat-Kuasa Membebankan Hak Tanggungan ditentukan batas waktunya, sehingga dalam setiap pengikatan jaminan kredit pada dasarnya harus dibuat Akta Pemberian Hak Tanggungan untuk mempermudah pelaksanaan eksekusi apabila debitur wanprestasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20744
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Deniawan
"Perjanjian kredit merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan perbankan. Dalam suatu perjanjian kredit, bank bertindak sebagai kreditur, dengan meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah, yang bertindak sebagai debitur. Hubungan antara bank dan debitur dalam kegiatan kredit melahirkan suatu hubungan utang piutang. Untuk menjamin pengembalian kredit yang diberikan, maka bank akan meminta sejumlah jaminan kepada nasabah. Jaminan yang diminta dapat berupa jaminan kebendaan seperti hak tanggungan, gadai, fidusia, dan hipotik, atau jaminan perorangan. Jaminan yang dianggap paling aman oleh bank adalah jaminah dengan hak tanggungan atas tanah beserta atau tidak dengan bangunan- bangunan yang melekat diatasnya. Jaminan hak tanggungan adalah jaminan yang sebelumnya dikenal dengan hipotik ataupun credietverband. Hak tanggungan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996. Dalam prakteknya, perjanjian kredit yang diikuti dengan pengikatan jaminan hak tanggungan dapat mengalami perubahan karena pembaharuan utang (novasi), dimana perjanjian lama hapus karena diganti dengan perjanjian baru (novasi). Macam novasi yang dikenal dalam KUHPerdata ada tiga bentuk, yaitu novasi obyektif, novasi subyektif pasif, dan novasi subyektif aktif. Adanya novasi dapat mempengaruhi perjanjian jaminan hak tanggungan yang melekat pada perjanjian kredit lama. Meskipun hubungan antara novasi dengan hak tanggungan tidak diatur dalam undang-undang hak tangungan, dengan mengetahui praktek pembuatan perjanjian kredit yang diikuti dengan adanya novasi dalam jangka waktu pengembalian kredit di Bank Jabar Cabang Tangerang, maka dapat diketahui status hak tanggungan pada perjanjian baru sehubungan adanya novasi tersebut"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20747
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azwari
"Masalah Jaminan Dalam Perjanjian Kredit Perbankan Dengan Berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan, Skripsi, Agustus, 1996. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara kesinambungan pembangunan tersebut, yang para pelakunya meliputi baik Pemerintah maupun masyarakat sebagai orang perseorangan dan badan hukum, sangat diperlukan dana dalam jumlah yang besar. Dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula keperluan akan tersedianya dana, yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan. Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan tersebut dalam proses pembanguan, sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan yang dapat pula memberikan kepastian huhum bagi semua pihak yang berkepentingan. Ketentuan mengenai Hipotik sebagaimana yang dianut dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sepanjang mengenai tanah, dan ketentuan mengenai Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190, yang berdasarkan pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria masih diberlakukan sementara sampai dengan terbentuknya Undang-undang tentang Hak Tanggungan, dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dibentuklah undang-undang yang mengatur Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria, sekaligus mewujudkan unifikasi Hukum Tanah Nasional. Undang-Undang Hak Tanggungan itu tampak ideal, namun dalam perjanjian kredit perbankan, Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut dapat menimbulkan beberapa masalah terhadap jaminan kredit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20756
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library